Kamis, 14 Mei 2009

Profesi humas belum miliki standardisasi

JAKARTA: Indonesia belum memiliki standardisasi untuk profesi hubungan masyarakat (humas), yang juga dikenal dengan public relation (PR), sehingga belum dapat diketahui secara jelas kompetensi orang-orang yang berkiprah di bidang tersebut.Elizabeth Goenawan Ananto, President-Elect International Public Relation Association (IPRA), mengatakan Indonesia juga belum memiliki standar gaji yang umum untuk profesi humas."Ada seorang konsultan humas yang dibayar Rp10 juta, tetapi ada pula yang hanya menerima gaji Rp1 juta. Di luar negeri, untuk membuat siaran pers saja seorang humas dibayar US$100, tidak seperti di Indonesia yang memakai sistem borongan," katanya dalam konferensi pers penyelenggaraan Public Relations Week, kemarin.Dia menyebutkan pemerintah sudah dalam tahap finalisasi dalam membuat Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) untuk profesi humas.Pada 27 Mei mendatang, IPRA akan melakukan tes potensi kemampuan praktisi profesi kehumasan di Jakarta.Sertifikat tersebut, katanya, akan diakui secara internasional, khususnya oleh 100 negara yang tergabung dalam keanggotaan IPRA. "Ini akan menjadi tiket bagi yang memiliki sertifikat tersebut untuk bekerja di luar negeri," kata Elizabeth.Dalam kesempatan itu, Aselina Trihastuti, anggota Departemen Pengembangan Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia (Perhumas), mengkritik fungsi divisi hubungan masyarakat (humas) pada lembaga pemerintahan dinilai belum maksimal.Dia mengatakan sebagian besar divisi humas pada lembaga atau departemen pemerintahan tidak menjalankan fungsi humas sebagaimana mestinya."Selama ini mereka seperti nggak punya kerjaan. Ini merupakan malapraktik terhadap profesi kehumasan," ujarnya.Dia menyebutkan sebagian pekerja humas yang ada pada lembaga pemerintahan hanya mengerjakan tugas-tugas protokoler seperti menyiapkan acara, membuat rilis, dan mengumpulkan wartawan pada saat pelaksanaan konferensi pers.Namun, fungsi utama humas sebagai tempat mencari informasi secara komprehensif justru tidak dijalankan. Hal tersebut, menurut Aselina, juga bisa disebabkan oleh prosedur dan birokrasi yang berlaku pada departemen terkait.Citra positifAselina, yang juga menjabat sebagai Senior Advisor pada perusahaan public relation yang bernama @PR, menyebutkan fungsi humas yang dijalankan dengan benar dan maksimal pada setiap departemen atau lembaga pemerintahan akan memberikan dampak positif bagi citra Indonesia.Orang-orang pada divisi humas seharusnya mampu menjalin koordinasi dengan semua divisi yang ada di setiap organisasi atau institusi mulai dari bagian produksi, sumber daya manusia, manajemen, serta penelitian dan pengembangan, dalam rangka mengumpulkan informasi."Informasi ini nantinya akan dikelola untuk keperluan pencitraan organisasi atau sebagai acuan tindakan dalam menginformasikan kepada relasi atau wartawan, misalnya pada saat organisasi mengalami keadaan krisis," jelasnya. (14)BISNIS INDONESIA

Tidak ada komentar: