Kamis, 14 Mei 2009

Embrio Koalisi Berpotensi Konflik

DRAMA politik akan berlangsung setiap hari hingga batas akhir pendaftaran paket capres/cawapres pada 16 Mei mendatang. Kejutan demi kejutan muncul dalam akrobatik para politikus itu.Memang, di dalam politik segala sesuatu bisa terjadi. Tapi, siapa yang pernah menduga bahwa SBY dan Mega yang berada di dua kutub berseberangan kini saling menjajal untuk bergabung dalam satu kubu. Wiranto dan JK yang pernah saling serang dalam konteks Golkar 2004 versus Golkar 2009 ternyata sekarang satu paket. Kejutan terbaru adalah reaksi keras dari partai politik koalisi Demokrat setelah SBY memunculkan nama Boediono sebagai kandidat cawapres. PKS, PAN, PPP, dan PKB yang menjadi gerbong koalisi itu langsung melakukan langkah konfrontatif. Mereka mengancam membangun koalisi alternatif bila SBY tetap menggandeng gubernur BI itu. Konflik itu menunjukkan bahwa semua masih cair. Bahkan cenderung liar. Partai A bisa saja bergabung dengan partai B. Partai B bisa saja kawin dengan C. Sudah tidak ada batas ideologi lagi karena semua sudah terjebak dalam pusaran strategi dan taktik untuk mendapatkan kekuasaan. Saat koalisi masih berbentuk embrio saja, konflik sudah muncul. Bibit-bibit pertikaian dengan sesama parpol sudah terlihat. Kita tidak bisa membayangkan dampaknya bila potensi konflik itu meledak saat mereka sudah berkuasa. Kondisi itu sangat mungkin terjadi. Terutama di koalisi berwarna pelangi.Misalkan, di tubuh kolisi yang kini dibangun SBY. Di situ ada parpol moderat seperti Demokrat. Ada juga parpol sayap paling kanan seperti PKS. Selain itu, ada partai seperti PAN yang masih mencari jati diri antara pluralis dan agamais. Pelanginya akan semakin lengkap bila partai berbau nasionalis seperti PDIP juga ikut bergabung. Kita tidak mempersoalkan munculnya koalisi besar bila itu benar-benar mampu saling mengikat untuk membentuk kekuatan kuat. Yang menjadi persoalan adalah rentannya koalisi itu bila tidak bisa diikat dengan kuat. Apa jadinya jika konflik itu sulit padam setelah koalisi besar itu berkuasa? Bukankah itu justru menjadi krikil bagi pemerintah? Bisa-bisa semua kebijakan pemerintah selalu terganjal di parlemen. Yang mengganjalnya, tak jauh-jauh, adalah teman dalam selimut. Saat ini adalah momen penting dalam membangun embrio dari koalisi itu. Para anggota koalisi harus bisa diikat jelas dan permanen. Leader koalisi juga harus memampu menjaga keseimbangan. Kita sudah bosan dan capek melihat konflik internal dalam pemerintah koalisi. Bila itu terjadi lagi, kapan bisa membangun dengan optimal? (*)

Tidak ada komentar: