Kamis, 14 Mei 2009

Dua Kabar yang Membanggakan dari Jakarta

Sungguh, ini dua kabar positif, membanggakan, dan patut disyukuri keberadaannya oleh bangsa ini. Yakni, kabar bertemunya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla (JK) pada pembukaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbang) di kompleks Gedung Bidakara, Jakarta, dan kedua, langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menetapkan tiga anggota DPR sebagai tersangka. Kabar pertama memberikan pelajaran kepada bangsa ini soal kedewasaan berpolitik. Seperti sudah jamak diketahui, SBY-JK yang kini duet memimpin bangsa ini telah "bercerai" dan menyatakan kesiapannya untuk berkompetisi pada pemilihan umum presiden (pilpres) mendatang.Dalam konteks sebagai presiden dan Wapres, pertemuan keduanya dalam satu forum tentu tidak istimewa. Namun, mengingat rivalitas keduanya menyongsong Pilpres 2009, apalagi mereka sempat saling kritik, pertemuan itu menjadi cukup istimewa.Pertemuan disebut lebih istimewa lagi kalau dikaitkan dengan budaya politik yang selama ini berlangsung di negeri ini. Di mana, ketika dua tokoh politik berkompetisi untuk memperebutkan posisi tertentu, kecenderungan yang selalu ditampilkan adalah sikap jotakan (tidak bertegur sapa) yang mendarah daging. Selain saling menebar pernyataan sinis, tokoh politik memutus tali silaturahmi.Mungkin benar, seperti digambarkan koran ini kemarin (13/5), ketika bertemu fisik, ada kesan kaku atau kikuk di antara SBY dan JK. Namun, itu hal kecil yang tidak perlu dibesar-besarkan. Kesediaan mereka untuk hadir bersama dalam sebuah forum tetaplah merupakan cermin kedewasaan berpolitik yang patut diapresiasi. Apalagi, dalam sambutannya, SBY juga menegaskan komitmen dirinya dengan JK yang akan terus menjalin tali silaturahmi kendati telah "pisah ranjang".Lalu, bagaimana kabar tentang KPK? Dengan menetapkan tiga anggota DPR sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi alih fungsi hutan lindung di Tanjung Api-Api, KPK menepis ketakutan masyarakat terhadap kemungkinan loyonya lembaga tersebut menyusul ditahan dan ditetapkannya Ketua KPK (nonaktif) Antasari Azhar sebagai tersangka.Langkah KPK kali ini sangat berarti. Langkah itu merupakan jawaban positif plus membanggakan. Secara tidak langsung, dengan langkah tersebut, KPK mendeklarasikan diri bahwa empat pimpinan KPK yang tersisa tetap bisa bekerja secara maksimal. Ketidakadaan Antasari bukan pertanda "kiamat" bagi lembaga itu.Penetapan tersangka kepada tiga anggota dewan tersebut semestinya memang bukan langkah besar. Sebab, penetapan itu hanyalah kelanjutan kasus sebelumnya. Namun, ia tetap mempunyai makna yang sangat dalam dan strategis. Sebab, dari sanalah harapan terhadap KPK masih bisa terus dinyalakan.KPK tentu akan lebih hebat dan membanggakan kalau juga melanjutkan geraknya dengan langkah-langkah yang lebih besar. Misalnya menunjukkan kemajuan penanganan dugaan suap yang diterima sejumlah anggota DPR yang pernah dilaporkan dan dibeberkan kepada publik oleh politikus PDIP Agus Condro. Selama ini, KPK sukses menjadi salah satu lembaga di negeri ini yang membanggakan dan memberikan harapan. Karena itu, sinyal bahwa lembaga tersebut tetap eksis pasca penangkapan Antasari sangat patut disyukuri. Semoga hal itu memang pertanda baik untuk bangsa ini. (*)

Tidak ada komentar: