Kamis, 14 Mei 2009

Permainan pada menit-menit akhir....

Tiga hari menjelang penutupan pendaftaran pasangan capres-cawapres ke Komisi Pemilihan Umum (16 Mei pukul 24.00 WIB), peta politik di Tanah Air terus bergerak dinamis. Di Blok S, keputusan SBY yang disebut-sebut memilih Boediono sebagai cawapres pasangannya membuat konstelasi parpol pendukung koalisi incumbent tersebut menjadi maju-mundur lagi.
Ancaman menarik dukungan sempat mencuat, meski hingga saat ini belum ada langkah kongkret apa pun yang dihasilkan.
Dari empat parpol pendukung koalisi bersama Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) adalah salah satu yang paling keras bereaksi atas penunjukan Boediono. "Sepertinya tidak mungkin kita ikut [koalisi] kalau masih Boediono," ujar Wakil Sekjen PKS Fachri Hamzah.
Sampai tadi malam partai itu belum mengambil keputusan resmi soal posisinya di koalisi parpol pendukung SBY, tetapi kalau melihat arus di dalam partai, Fachri mengatakan kecenderungan untuk menarik diri dari koalisi cukup besar. "Tampaknya kita akan cenderung independen," ujarnya.
Sesuai dengan keputusan Majelis Syuro PKS, partai tersebut telah mengajukan nama cawapres pendamping SBY dalam amplop tertutup. Nama Hidayat Nur Wahid sempat mencuat di bursa cawapres yang akan dipilih SBY, meski kemudian meredup.
Partai Amanat Nasional (PAN) yang mengusulkan nama Hatta Rajasa sebagai pendamping SBY juga belum mengambil keputusan untuk mendukung atau menarik diri dari koalisi parpol pendukung SBY.
Berbeda dengan PKS dan PAN, sejauh ini Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tampak lebih kooperatif untuk tetap mendukung koalisi SBY. Ketua DPP PKB Marwan Jafar mengungkapkan internal partainya sudah memutuskan untuk konsisten pada keputusan Rapimnas untuk mendukung capres SBY dalam Pilpres 2009.
"Kita tidak memperdebatkan siapa pun cawapres yang akan dipilih, baik dari parpol maupun nonparpol," ujarnya.
Dia menilai perdebatan soal tarik-menarik dukungan yang terjadi di antara parpol koalisi SBY menyusul keputusan capres Partai Demokrat itu yang memilih Boediono sebagai pasangan cawapresnya hanya merupakan manuver sebagian elite.
Bagi PKB, lanjut Marwan, yang lebih penting dibahas saat ini adalah bagaimana menyusun program koalisi agar dapat segera diimplementasikan dalam tema kampanye.
Marwan optimistis konstituen partainya akan dapat memahami dan mendukung keputusan DPP PKB yang tetap berada dalam koalisi pendukung SBY meski cawapres yang diusulkan PKB tidak dipilih. Sebagaimana diketahui, PKB mengusulkan nama ketua umumnya, Muhaimin Iskandar, sebagai cawapres pendamping SBY.
Tiga pasangan
Di ruang sebelah, Blok M pun sampai tadi malam masih belum berhasil juga mengambil keputusan. Nama Megawati-Prabowo memang semakin mengerucut, tetapi tarik-menarik dalam penetapan pasangan tersebut dikabarkan masih terus berlangsung seiring dengan meredupnya posisi Sultan Hamengku Buwono X dalam bursa cawapres di PDIP.
Di kubu ini, keputusan tampaknya juga baru akan diambil pada menit-menit terakhir. "Mega dan Prabowo tidak punya pilihan. Kalau tidak bergabung, keduanya akan kehilangan kesempatan," ujar pengamat politik Universitas Indonesia, Iberamsjah.
Kalau berpegangan pada posisi terakhir, berarti tiga pasangan akan maju dalam Pilpres 2009: Jusuf Kalla-Wiranto, Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono, dan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto.
Permainan agaknya memang akan ditentukan dalam injury time. Kubu Jusuf Kalla-Wiranto yang paling awal mendeklarasikan diri sampai kemarin ternyata belum juga mendaftarkan diri ke KPU. Kubu ini tampaknya juga masih menunggu pecahnya koalisi parpol pendukung SBY.
Namun, SBY tampaknya sengaja mengumumkan secara resmi formasi koalisi dan pasangan cawapresnya pada menit-menit akhir untuk mengunci pergerakan parpol-parpol pendukungnya.
Jika tiga pasangan tersebut yang akhirnya benar-benar maju dalam Pilpres 2009, Iberamsjah memperkirakan pemilu akan berlangsung dalam dua putaran. "Suara masyarakat saya kira akan terpecah. Perkiraan saya, tidak ada pasangan yang akan berhasil memperoleh 50% suara."
Meski hanya dalam posisi cawapres Mega, dia menduga Prabowo akan menjadi kuda hitam. Sementara itu, SBY dianggapnya telah berjudi dengan memilih Boediono sebagai pasangannya karena dukungan suara dari parpol otomatis akan melemah.
Bagaimana dengan peruntungan JK-Wiranto? Kalau memperhatikan berbagai hasil survei yang dilakukan selama ini, posisi pasangan ini memang paling lemah. Akan tetapi, dalam pilpres tentu saja strategi kampanye akan memegang peran yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan menarik suara pemilih.
Ini tentu baru kalkulasi. Formasi pasangan dan koalisi masih mungkin berubah dan permainan akan ditentukan dalam menit-menit terakhir.... (tri.dp@bisnis.co.id)

Tidak ada komentar: