Rabu, 24 November 2010

Yang Membuat Bahagia 100 Persen

VIVAnews - Kebahagiaan seakan berubah menjadi sebuah ladang bisnis menggiurkan. Buku-buku dengan tema memburu kebahagiaan atau motivasi semakin marak, sejumlah salon pun berlomba menawarkan paket relaksasi antistres. Semuanya ditawarkan demi mewujudkan kebahagiaan.

Tapi nyatanya, kebahagian tidak serta merta datang melalui berbagai penawaran itu. Menurut tim psikolog University of Rochester, Amerika Serikat, ada tiga hal yang bisa membuat Anda bahagia 100 persen, seperti dikutip dari Huffington Post:

1. Otonomi

Dalam hal ini artinya, Anda memiliki kemandirian yang besar. Bukan hanya kemandirian dalam pekerjaan, keluarga dan keuangan tetapi juga kontrol atas diri sendiri. Anda memiliki kebebasan untuk memutuskan semua hal dalam hidup Anda, tanpa kontrol dari siapapun atau apapun.

2. Kompetensi

Kemampuan diri juga merupakan penentu kebahagiaan. Bukan sekadar kemampuan yang memang dimiliki. Merasa selalu diberdayakan dan mampu melakukan pekerjaan dalam hidup juga memicu munculnya rasa bahagia. Kebahagiaan juga akan muncul jika Anda berinisiatif tinggi dan menjadi pencetus sesuatu hal.

3. Hubungan sosial

Inilah arti penting saudara, teman dan sahabat. Mereka bisa membuat Anda merasa menjadi orang paling bahagia di dunia. Tertawa lepas bersama orang terdekat memang sangat menyenangkan. Keintiman inilah yang membuat Anda bahagia dan sebaiknya bersyukurlah karena itu. (pet/Pipiet Tri Noorastuti)

5 Hal Penting Diketahui Sebelum Menikah

VIVAnews – Sebelum memutuskan menikah, Anda dan pasangan dianjurkan untuk mendiskusikan segala hal bersama. Cara ini bertujuan mengantisipasi kejadian-kejadian yang bisa mengguncang hubungan pernikahan di masa mendatang.

Perkawinan merupakan kerja keras. Namun di sisi lain, perkawinan juga mampu membuat beban hidup menjadi lebih ringan. Karena itu, Anda dan pasangan harus mencapai kesepakatan tentang semua problem yang terjadi di masa pacaran.

Konselor perkawinan, Varkha Chulani berbagi pengalaman untuk memecahkan semua permasalahan sebelum Anda mengatakan siap menikah, seperti dikutip dari Times of India.

Agama

Hal ini tidak hanya penting untuk membuat nyaman pasangan, tetapi juga untuk menjabarkan nilai-nilai yang akan Anda berdua aplikasikan dalam rumah tangga. Jika Anda belum yakin pada satu memilih agama, apakah Anda merasa nyaman dengan pasangan yang sangat religius? Jika begitu, bagaimana dengan pilihan agama buah hati? Hal ini menjadi lebih penting ketika keluarga ikut campur dalam hal latar belakang agama.

Kebiasaan belanja

Punya persamaan dalam hal gaya hidup dan cara membelanjakan uang juga penting didiskusikan. Menikahi seseorang yang terlalu pelit mengeluarkan uang rasanya bukan ide baik. Bayangkan ketika kalian menghabiskan liburan seminggu di Bali, sementara pasangan terus cemberut.

Jadi, diskusikan soal ini. Ajukan berbagai pertanyaan, seperti bagaimana nanti membelanjakan uang, misalnya apakah akan ada kebiasaan makan di luar, liburan, dan sebagainya.

Uang

Apakah Anda berdua memilih membuka rekening bersama atau lebih suka mengelola uang masing-masing? Berapa persen dari penghasilan Anda untuk untuk biaya rumah tangga? Cari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut. Uang, jika tidak ditangani hati-hati, bisa memicu konflik. Jadi, mendiskusikan hal ini secara rinci bisa menjadi jalan keluar.

Karier

Apakah pasangan Anda mendukung keinginan Anda untuk mengembangkan karier, seberapa jauh Anda mendorong karier suami Anda?

Tidak semua pria bisa memahami wanita yang ingin mencapai puncak karier. Karena itu, beritahu pasangan seberapa penting karier bagi Anda. Diskusikan hal ini sampai masing-masing menerima. Jangan sampai kelak jadi persoalan.

Ruang privasi

Setiap hubungan memiliki batas-batas tertentu. Seberapa sering Anda mentoleransi kebiasaan suami? Misalnya, kumpul dengan teman-temannya setiap minggu. Tingkah laku dan kebiasaan pasangan bisa berdampak pada hubungan. Jika ada sesuatu yang Anda harapkan secara khusus dari dia, bicarakanlah sekarang. (pet/By Siswanto).

Agar Produksi Sperma Melimpah

VIVAnews – Memperhatikan kesehatan sperma sangat penting bagi pasangan yang tengah berencana memiliki buah hati. Sama halnya sel telur, kondisi sperma menentukan tingkat kesuburan.

Salah satu ciri sperma sehat adalah jika jumlahnya mencapai 20 juta per mililiter sperma atau air mani. Demi mempertahankan kesehatan sperma, ada beberapa hal yang perlu Anda tahu, seperti dikutip dari laman Methods Of Healing.

1. Olahraga

Ketika tubuh Anda selalu dalam kondisi yang baik, jumlah kandungan sperma Anda pun akan baik. Mempertahankan kondisi tubuh mudah dilakukan dengan menerapkan olahraga teratur.

2. Ejakulasi

Atur waktu ejakulasi. Tunggu sampai tiga hari untuk ejakulasi lagi. Ejakulasi terlalu sering bisa memperburuk kualitas sperma.

3. Gizi seimbang

Dengan asupan nutrisi yang tepat, seorang pria dewasa bisa memaksimalkan kuantitas sperma. Hindari makanan pedas. Tingkatkan konsumsi sayuran seperti bayam, brokoli, asparagus, dan ganggang laut. Juga buah-buahan seperti tomat, semangka, jambu, dan anggur merah.



4. Air Putih

Tak ada fungsi organ yang berjalan normal saat tubuh kekurangan air. Dalam kondisi dehidrasi akibat kekurangan cairan, produksi hormon penghasil sperma akan terhambat. Takaran ideal, konsumsi air sedikitnya delapan gelas per hari.

5. Pola hidup sehat

Selain asupan nutrisi, kesehatan sperma juga dipengaruhi gaya hidup. Demi kuantitas dan kualitas sperma yang prima, hindari stres, konsumsi rokok dan alkohol. Kebiasan buruk semacam itu bisa merusak kualitas sperma. Pemakaian celana dalam yang terlalu ketat juga memperburuk kualitas sperma.

6. Bercinta di pagi hari

Kebiasaan ini seringkali dijadikan trik untuk mempercepat memiliki momongan. Saat bangun tidur di pagi hari, produksi sperma berada di tingkat tertinggi.

7. Berat badan ideal

Berat badan berlebih bisa memengaruhi kuantitas sperma. Pilih menu-menu diet terbaik yang menunjang perbaikan kualitas kesehatan sperma.

Penurunan jumlah sperma bisa terjadi karena sejumlah alasan. Selain kebiasaan mengenakan celana terlalu ketat, infeksi dalam tubuh juga dapat menurunkan kuantitas dan kualitas sperma. Menjadi penting berkonsultasi dengan dokter karena konsumsi obat-obatan jenis tertentu juga seringkali memengaruhi kualitas sperma. (pet/Pipiet Tri Noorastuti, Siswanto).

Selasa, 16 November 2010

Dokumentasikan hidupmu!

Sebuah berita yang menggembirakan! Beberapa minggu yang lalu, buku yang berisi kumpulan tulisan motivasi saya selama beberapa tahun di harian Bisnis Indonesia Minggu ini, akhirnya diterbitkan.

Buku yang diberi judul Up Your Life dan Up Your Success, hasil kerja sama dengan Penerbit Swadaya ini diluncurkan bersamaan dengan sebuah event besar Indonesia Book Fair 2010 yang diadakan setiap tahunnya di Istora Senayan Jakarta.

Pada hari pertama pameran buku akbar tersebut, saya diberikan kesempatan memperkenalkan sekaligus membahas buku Up Your Life dan Up Your Success' itu.

Pada salah satu sesi tanya jawab dengan -pengunjung yang hadir, sebuah pertanyaan pun muncul, "Apakah motif dasar yang membuat saya menulis artikel-artikel dan buku? Mengapa perlu menulis artikel dan buku-buku?"

Jawaban spontan yang saya berikan pada saat itulah, yang pada kesempatan kali ini, akan saya jadikan sebagai inpsirasi penulisan artikel ini. Inti jawaban saya, sangatlah penting bagi setiap orang untuk mendokumentasikan hidup dan pemikirannya. Karena itulah sebenarnya kekayaan utama (ultimate legacy) yang bisa kita wariskan ke generasi berikutnya.

Mungkin di antara Anda para pembaca, masih ingat dengan catatan harian Laura Ingals Wilders (1867-1957) yang kemudian pernah difilmkan dengan judul The Little House on The Prairie di TV? Itulah contoh dokumentasi hidup yang menarik.

Meskipun Laura Ingals adalah orang dari kalangan biasa, bahkan cenderung termasuk kelas menengah ke bawah. Namun, catatan -harian kehidupannya serta insight-insight-nya membuat kisah hidupnya menjadi begitu menarik.

Dan yang terpenting, kisah hidupnya pun begitu mengilhami banyak oang tentang makna kehidupan, kekeluargaan, dan kasih sayang antarsaudara.

Begitu pula kita mungkin pernah dengar kisah kehidupan Anne Frank yang merupakan hasil tulisan dan catatan hidupnya selama tinggal di Belanda pada masa pendudukan Nazi.

Buku harian tersebut berawal dari hadiah sebuah buku yang diberikan kepada Anne pada ulang tahunnya yang ke-13. Sejak itulah, Anne Frank mencatat rentetan peristiwa-peristiwa kehidupannya dari 12 Juni 1942 hingga catatan terakhir pada 1 Agustus 1944.

Anne sendiri akhirnya dieksekusi oleh Nazi tetapi buku catatan hariannya hingga sekarang menjadi inspirasi yang luar biasa bagi banyak orang tentang perjuangan hidup dan ketabahan seorang anak remaja menghadapi kesulitan hidupnya.

Pada intinya, setiap dari kita punya keunikan pengalaman dan cara berpikir. Berbagai penga-laman unik dan kesimpulan yang berbeda itulah, yang sebenarnya bisa menjadi bahan yang memperkaya kehidupan orang lain.

Pada sisi lain, sebenarnya sangat disayang-kan apabila berbagai pengalaman, kesimpulan maupun pengetahuan yang kita miliki tidak pernah didokumentasikan.

Sebab bisa saja, apa yang telah kita alami dan telah kita lewati bisa menjadi pembelajaran dan hikmah bagi orang lain. Kesulitan dan masalah yang telah kita lewati bisa menjadi solusi maupun peringatan bagi orang lain, sehingga mereka tidak perlu melewati kesalah-an yang sama seperti yang pernah kita alami.

Sebut saja, saya masih ingat sosiolog Arief Budiman pernah menulis 'Pengalaman Belajar di AS' pada 1991, yang pada waktu itu menjadi pelajaran penting bagi para mahasiswa yang akan kuliah ke luar negeri.

Termasuk bagi saya sendiri yang menempuh pendidikan di Kanada. Di sinilah tampak jelas bagaimana pengalaman dan pembelajaran kita, sebenarnya dapat menjadi inspirasi dan pembelajaran bagi orang lain. Demikian pun sebaliknya.

Di sisi lain, dokumentasi hidup kita dalam bentuk artikel, pemikiran ataupun perjalanan hidup kita, akan menjadi sebuah harta warisan kehidupan kita yang tak akan habis ditelan oleh waktu.

Lama, setelah kita meninggalkan dunia ini, buah tulisan dan pemikiran kita sebenarnya masih akan dapat diakses oleh orang dan -generasi kita berikutnya, melalui apa yang kita tuliskan.

Di sinilah tulisan-tulisan yang kita buat, menjadi bukti otentik atas kehidupan yang kita pernah jalani sekaligus menjadi warisan pemikiran yang masih bisa dipelajari dan direnungkan oleh generasi kita berikutnya.

Atau dengan kata singkatnya, tubuh kita akan mati tetapi pemikiran dan kisah pengalam-an yang kita tuangkan dalam tulisan kita, akan hidup selama-lamanya.

Yang bisa didokumentasi

Sebuah pertanyaan yang sering kali muncul adalah, apakah yang bisa kita dokumentasikan? Sebenarnya ada banyak hal tentang hidup Anda yang bisa Anda dokumentasikan.

Dimulai dari hal yang paling sederhana yak-ni kisah kehidupan yang Anda jalani sehari-hari. Bisa dimulai dari catatan detail pengalam-an Anda dari hari-hari, hingga kepada inspirasi hidup yang Anda dapatkan dari kehidupan Anda sehari-hari.

Yang jelas, inilah kehidupan yang unik dan berbeda yang bisa Anda wariskan. Bahkan, pengalaman serta hobi Anda yang unik pun bisa menjadi dokumentasi hidup Anda yang berharga.

Bukankah kita banyak menemukan buku-buku kisah perjalanan seseorang termasuk hobi-hobi seseorang yang kemudian didokumentasikan menjadi buku.

Berikutnya yang bisa Anda dokumentasikan bisa termasuk pula buah pemikiran Anda. Hasil analisis Anda tentang suatu peristiwa hingga buah pemikiran ataupun gagasan Anda, bisa menjadi dokumentasi hidup Anda yang berharga pula.

Hingga sekarang ini, berbagai hasil analisis para pakar politik, ekonomi, sosial maupun ilmuwan sering kali dipelajari dan menjadi bahan referensi yang berharga.

Cara mereka menilai dan memaknai pengalaman dan keahlian mereka itu pun, seringkali menjadi sumbangan pemikiran yang berharga. Dengan demikian, inipun bisa menjadi pertanyaan bagi Anda.

Apakah keahlian dan kemampuan Anda yang Anda kuasai yang bisa Anda analisis, gali serta bicarakan secara tertulis, sehingga dapat menjadi sumber kekayaan dan referensi bagi orang lain. Mulailah menuliskannya!

Akhirnya, semoga tulisan ini mulai menginspirasikan diri Anda mewariskan sesuatu yang paling unik dari diri Anda yakni pengalaman serta pemikiran Anda.

Ingatlah selalu, jadilah hidup Anda sebagai sesuatu yang masih dapat diwariskan. Warisan paling berharga tersebut bukanlah harta dan benda melainkan buah pemikiran Anda.

Catat dan tulisakanlah, itulah yang dimaksud dengan 'mendokumentasikannya'. Anda tidak harus menjadi seorang penulis yang hebat, tetapi Anda selalu bisa mencatatkan hidup Anda.

Dengan demikian, seperti yang dikatakan oleh seorang pembicara Stephen Covey, proses dan tujuan utama dari kehidupan kita sebenarnya dapat dirumuskan menjadi 4L yakni to Live (untuk hidup), to Learn (untuk belajar), to Love (untuk mencintai) serta to Leave a Legacy (meninggalkan warisan).

Nah, terpikirkankah oleh Anda sekarang, apa yang akan Anda wariskan ketika Anda meninggalkan dunia ini sehingga dunia tetap meng-ingat nama Anda?

Akhirnya, ada sebuah kalimat mutiara yang menarik, "I maybe here for a shortwhile, gone tomorrow. But, in whatever part you play, be remembered as part of a legacy of sharing dreams and changing humanity for the better. It's that legacy that never dies" (Saya mungkin disini hanya sebentar, besok sudah tiada. Tetapi, apa pun peran yang kamu miliki, buatlah diri Anda diingat sebagai bagian dari mereka yang membagikan mimpi dan mengubah kehidupan menjadi lebih baik. Itulah warisan yang tak akan pernah lenyap dimakan waktu).


Oleh: Anthony Dio Martin
Sumber : Bisnis Indonesia

Anda diutus untuk apa?

Ada satu pesan penting yang saya sampaikan ketika berbicara di hadapan sekitar 1000 Top Agent Asuransi Jiwa di Bali beberapa waktu yang lalu. Di forum tersebut saya mengajak semua yang hadir untuk menemukan apa misi hidup kita di dunia ini. Misi hidup ini penting karena inilah yang akan menentukan kesuksesan sekaligus kebahagiaan kita.

Apakah orang bisa sukses tanpa misi hidup? Tentu saja bisa dan banyak orang yang telah membuktikannya. Kesuksesan bisa kita dapatkan kalau kita bekerja keras dan melakukan tindakan-tindakan yang dibutuhkan secara konsisten.

Namun, tanpa misi hidup yang jelas kita tak mungkin akan merasa bahagia. Kalaupun kita merasa bahagia sesungguhnya itu hanyalah kebahagiaan yang bersifat sementara. Kebahagiaan tersebut bersifat dangkal dan tidak mendalam.

Kebahagiaan hanya akan bersifat mendalam kalau kita menemukan bahwa apa yang kita lakukan tersebut bermakna dan membuat hidup kita benar-benar berarti. Ini hanya bisa kita dapatkan kalau kita menyadari bahwa kita sesungguhnya benar-benar diutus oleh Tuhan ke muka bumi ini untuk menjalankan pekerjaan tersebut.

Mungkin Anda akan bertanya, "Sebegitu jauhkah penemuan yang harus kita lakukan?" Saya akan menjawab dengan "Ya" yang penuh keyakinan. Kita harus menyadari mengapa kita diutus Tuhan ke dunia ini.

Kita juga perlu menemukan jawaban mengenai mengapa kita yang diutus Tuhan dan bukan orang lain. Tuhan adalah yang Maha Perencana, dan Tuhan tidak pernah menjadikan segala sesuatu sia-sia. Karena itu pasti ada maksud besar Tuhan ketika Ia mengutus kita ke dunia ini.

Kata "mengutus" sengaja saya gunakan bukan dengan maksud melebih-lebihkan tetapi saya merasa bahwa inilah yang sebenarnya terjadi. Mungkin Anda berpikir bahwa kata "mengutus" lebih tepat bila dialamatkan kepada Nabi dan Rasul sebagai manusia pilihan utusan Tuhan.

Namun, hasil perenungan saya membawa saya kepada kesimpulan yang lebih besar lagi. Sesungguhnya Tuhan bukan hanya mengutus Nabi dan Rasul ke dunia ini, Tuhan bahkan mengutus kita semua ke dunia ini dengan maksud yang tak kalah mulianya dengan Nabi dan Rasul. Bahkan saya ingin mengatakan bahwa tidak ada satu pun manusia yang ada di bumi ini yang tidak merupakan utusan Tuhan.

Bedanya dengan Nabi dan Rasul adalah pada formalitasnya. Kepada Nabi dan Rasul Tuhan menegaskan bahwa mereka adalah utusan Tuhan. Mereka diberi tahu oleh Tuhan, mereka diangkat secara resmi oleh Tuhan sehingga mereka benar-benar menyadarinya dan memberi tahu umat manusia mengenai posisi tersebut.

Hal ini berbeda dengan kita. Walaupun Tuhan mengutus kita ke dunia ini, Tuhan tidak menyampaikan pesannya secara resmi. Alih-alih, Tuhan menyampaikannya secara halus dan implisit, melalui apa yang kita sukai, apa yang kita inginkan dan impikan, serta apa yang membuat kita senang melakukannya.

Temukan misi hidup

Tuhan mengutus banyak orang ke dunia ini untuk memberikan manfaat kepada sesama manusia. Bu Kasur dan Kak Seto diutus untuk membahagiakan anak Indonesia. Bung Karno dan Bung Hatta diutus untuk memerdekakan Indonesia.

Sementara itu, Ibu Theresa untuk membantu kaum miskin dan menjadi teladan mengenai kasih. Mahatma Gandhi diutus untuk menjadi pemersatu bangsa India. Nelson Mandela diutus untuk menghapus Apharteid. Michael Jackson dan David Foster diutus untuk menghibur dan menginspirasi masyarakat dunia melalui lagu dan musik yang hebat dan mencerahkan. Hee Ah Lie diutus Tuhan untuk memberikan motivasi dan inspirasi bahwa tidak ada yang tidak bisa dilakukan di dunia ini.

Ada orang yang diutus ke dunia ini untuk menjadi dokter, insinyur, guru, wartawan, seniman, politisi, organisator, sopir, maupun petugas kebersihan. Semua tugas tersebut sama pentingnya dan sama mulianya. Semua tugas yang dilakukan untuk melayani sesama manusia adalah mulia. Tidak ada pekerjaan baik yang tidak mulia.

Tuhan memang menjadikan kita berbeda-beda dalam hal kepandaian, minat, bakat, pengetahuan, dan keterampilan. Perbedaan itu diperlukan agar kita dapat saling membantu dan menciptakan dunia yang lebih baik.

Maka tantangan terbesar kita sesungguhnya adalah untuk mengenali siapa diri kita dan untuk apa kita diutus Tuhan?

Akan halnya saya sendiri, sesungguhnya saya menemukan profesi saya sebagai motivator, fasilitator, dan konsultan ini melalui perjalanan yang cukup panjang. Selepas kuliah dulu sesungguhnya saya tidak punya gambaran yang jelas mengenai karier apa yang akan saya tekuni di dunia kerja.

Saya pernah "tersesat" beberapa tahun di dunia Public Relations (PR) dan secara tidak sengaja memasuki dunia konsultan. Namun, ketidaksengajaan ini ternyata membawa berkah.

Saya menemukan bahwa menjadi fasilitator ternyata pekerjaan yang menyenangkan dan membahagiakan. Tiba-tiba saja saya tersadarkan bahwa menjadi guru dan mengajar sesungguhnya sudah menjadi kesukaan saya sejak kecil. Bahkan ketika kecil dulu saya sering menjadi "guru" dan memberikan pelajaran kepada adik-adik saya.

Inilah yang kemudian membawa saya sampai menjadi saya yang sekarang. Saya bahkan menemukan bahwa inilah alasan mengapa Tuhan menurunkan saya ke dunia ini: untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat banyak.

Saya sudah merasa mantap dengan pekerjaan saya ini. Saya sudah merasa bahwa inilah pilihan hidup yang tertinggi bagi saya. Saya akan menjadi motivator sampai saya tua, sampai saya dipanggil Tuhan nanti.

Setelah saya menemukan jalan hidup saya ini ada banyak tawaran yang datang kepada saya dari berbagai Head Hunter. Banyak yang menawarkan saya posisi Human Resources Director, bahkan ada yang berani menawarkan saya posisi President Director sebuah perusahaan multi nasional, tentunya dengan berbagai paket yang menarik, tetapi semuanya saya tolak karena sebuah alasan: saya diutus Tuhan ke dunia ini bukan untuk menjadi Direktur tetapi untuk memberikan pencerahan untuk masyarakat.

Pembaca yang budiman, apakah Anda sudah menemukan apa misi Tuhan yang dititipkan-Nya kepada Anda? Bila belum saya mengajak Anda untuk meluangkan waktu untuk menemukannya. Percayalah hal itu akan menjadi penemuan terpenting dan terbesar dalam hidup Anda

Oleh: Arvan Pradiansyah
Sumber : Bisnis Indonesia

Senin, 07 Juni 2010

Golkar Resmi Dorong Peningkatan Syarat PT 5 Persen

Senin, 07 Juni 2010 ]
JAKARTA - Partai Golkar benar-benar serius mendorong peningkatan syarat parliamentary threshold (PT) atau batas pengumpulan suara untuk mendapatkan kursi DPR, dari 2,5 menjadi 5 persen. Besaran persentase tersebut menjadi salah satu rekomendasi rakornas yang berakhir kemarin (6/6).

Angka tersebut masuk dalam poin kedua rekomendasi. Yaitu, DPP Partai Golkar diminta memformulasikan kebijakan penyederhanaan demokrasi lewat penyederhanaan parpol. Selanjutnya, menaikkan threshold, baik elektoral atau parlemen, dengan kisaran 5 persen.

"Mari kita tata partai agar semakin terkonsolidasi," ujar Ketua DPP Partai Golkar Priyo Budi Santoso seusai acara penutupan rakornas di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, kemarin (6/6).

Dia membantah, dorongan peningkatan syarat PT menjadi 5 persen itu untuk menghambat partai baru atau kecil. Menurut Priyo, tidak ada jaminan partai besar yang ada sekarang bisa mempertahankan kepemilikan anggota dewan di DPR di atas 5 persen. "Seperti juga tidak ada jaminan partai baru tidak mendapatkannya," tambah wakil ketua DPR tersebut.

Menurut dia, peningkatan PT adalah mekanisme natural di sebuah negara demokrasi. Peleburan partai dengan partai lain adalah hal biasa. "Jadi, biarkan rakyat yang memberikan vonisnya. Peleburan itu sudah mekanisme yang natural, sudah demokratis," tandas Priyo.

Dia menambahkan, usul Golkar menyangkut peningkatan PT tersebut belum final. Masih ada pembicaraan dengan partai-partai lain saat nanti berada dalam pembahasan revisi UU Pemilu yang segera dilakukan di DPR. "Kami semua akan berunding satu meja. Tidak hanya partai koalisi, tapi tentu juga ada PDIP, Hanura, dan Gerindra."

Selain soal PT tersebut, rekomendasi rakornas adalah mekanisme pemilihan kepala daerah. Peserta rakornas meminta adanya pembahasan ulang tentang mekanisme pemilihan gubernur. Apakah tetap dipilih secara langsung seperti sekarang atau oleh DPRD, atau kombinasi pilihan DPRD dan presiden. Untuk pemilihan bupati/wali kota, mereka tetap setuju pemilihan dilakukan secara langsung.

Rekomendasi lain, rakornas meminta DPP mengkaji kebijakan duet pilkada gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati. Apakah merupakan duet sejak awal dipilih atau berdasar penunjukan. Menurut peserta rakornas, selama ini bulan madu antara pemimpin tingkat satu dan dua di daerah-daerah hanya berlangsung satu tahun. Empat tahun lain terjadi pertentangan politik di antara dua pimpinan tersebut.

Dalam penutupan kemarin, peserta rapat juga membentuk forum legislator se-Indonesia (pusat dan daerah). Ketua Umum Aburizal Bakrie tidak hadir. Prosesi penutupan diwakilkan kepada Sekjen DPP Partai Golkar Idrus Marham. (dyn/c2/tof/jp.com/s)

Pemerintah Siap Mempertimbangkan Usul PT 5 Persen

Minggu, 06 Juni 2010 ]
JAKARTA - Upaya penyederhanaan partai politik dengan menambah angka parliamentary threshold (PT) atau batas suara untuk berhak mendapat kursi di DPR, dari 2,5 menjadi 5 persen, terus berembus. Pemerintah juga sudah siap mempertimbangkan usul tersebut untuk dikaji lebih lanjut.

"Kalau saya lihat, usul menaikkan indeks (PT) itu untuk penyederhanaan jumlah partai," ucap Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi di Jakarta kemarin (5/6).

Menurut dia, penyederhanaan partai politik tersebut sebenarnya sudah menjadi semangat bersama. Bahkan, itu telah dimulai sejak penerapan syarat electoral threshold (ET) pada Pemilu 2004.

Namun, saat ditanya tentang kepastian persentase yang diajukan pemerintah, Gamawan belum mau menyebut. "Kami pelajari dulu, nanti debatable kalau (disampaikan) sekarang," elaknya.

Meski demikian, dia menegaskan bahwa semangat penyederhanaan yang dimulai sejak Pemilu 2004 itu harus dilanjutkan. "Boleh multipartai, tapi lebih disederhanakan lagi saja," imbuh mantan gubernur Sumatera Barat tersebut.

Gamawan menambahkan, pihaknya masih mempertimbangkan sejumlah opsi terbaik. Misalnya, usul penerapan PT hingga ke tingkat daerah. Sebab, hingga saat ini, ambang batas kepemilikan kursi di parlemen tersebut memang baru diterapkan di tingkat pusat.

Menurut dia, memang muncul potensi kerancuan jika PT hanya diterapkan di tingkat pusat. "(Penerapan hingga ke daerah) itu saya kira baik juga. Jadi, kita coba mengkaji semuanya," imbuh Gamawan.

Usul menaikkan PT menjadi 5 persen sempat digulirkan sejumlah tokoh Partai Demokrat dan Partai Golkar. Kedua partai pemilik kursi terbesar di DPR itu menghendaki agar wakil rakyat di parlemen nanti hanya berasal dari 6-7 partai. Usul yang disampaikan terkait dengan mulai berjalannya pembahasan revisi terbatas UU Pemilu di DPR itu praktis sudah menuai reaksi penolakan dari partai tengah dan kecil. Pada Pemilu 2009, dengan PT 2,5 persen, yang lolos ke Senayan hanya 9 parpol.

Dalam rakornas Golkar yang dimulai kemarin, agenda tersebut juga menjadi salah satu pembahasan utama. "Kita diskusikan lagi dengan baik dan dalam, silakan kader daerah sumbang saran," ujar Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie di hadapan peserta rakornas di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, kemarin (5/6).

Menurut dia, usul peningkatan PT 5 persen yang selama ini berkembang belum menjadi keputusan resmi partai. "Sebab, di sisi lain, masih ada risiko apakah itu tidak akan memengaruhi masyarakat kita yang majemuk," katanya. (kuh/dyn/c3/tof/jp.com/s)

Mengarah Korupsi, Stop Alokasi APBN ke Parpol

[ Sabtu, 05 Juni 2010 ]
JAKARTA - Keinginan para anggota dewan mendapatkan jatah dari APBN atas nama kepentingan daerah pemilihan (dapil) terus menuai kritik. Alasan untuk memperjuangkan aspirasi konstituen tersebut terkesan dipaksakan. Bahkan, bagi-bagi dana Rp 15 miliar per anggota dewan itu berpotensi melanggar mekanisme ketatanegaraan karena fungsi eksekutif diambil alih legislatif.

''Meskipun ini sebagian kecil dari APBN, kalau disetujui, nanti mereka minta lebih banyak lagi,'' kata pengamat politik LIPI Arbi Sanit di gedung DPD, kompleks Senayan, kemarin (4/6).

Bahkan, bila (permintaan dewan) itu sampai disepakati, Arbi menuding DPR sudah terjerumus kepada praktik korupsi. ''Sebagai lembaga legislatif yang memutuskan anggaran, mereka terus memaksa eksekutif menyetujui Rp 15 miliar. Ini kan penyalahgunaan kekuasaan, ini korupsi. Makanya, harus dihentikan,'' tegasnya.

Arbi juga menolak usul baru yang kini berkembang agar APBN mengakomodasi dana pendidikan politik melalui revisi RUU tentang Partai Politik. Usul tersebut muncul dari PPP. Selain dana pendidikan politik, mereka mengusulkan penambahan anggaran ke parpol yang selama ini dihitung berdasar jumlah kursi yang didapat parpol di DPR. Bantuan negara untuk parpol Rp 21 juta per kursi saat ini dirasa kurang memenuhi kebutuhan parpol. (pri/c3/ari/jp.com/s)

Ketum Parpol Boleh Rangkap Jabatan

[ Jum'at, 04 Juni 2010 ]

JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak gugatan uji materi Undang-Undang Kementerian Negara yang diajukan politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Lily Chadijah Wahid. MK menilai, ketua umum partai politik boleh merangkap jabatan sebagai menteri karena partai merupakan instrumen untuk mendapatkan jabatan.

''Menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima,'' kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Mahfud M.D. dalam sidang putusan di gedung MK kemarin (3/6). Sembilan hakim konstitusi secara bulat menolak gugatan itu. Namun, terjadi concurring opinion (hakim berbeda pendapat, tetapi memiliki putusan yang sama) yang diajukan oleh hakim konstitusi Harjono dan Hamdan Zoelva.

Lily mengajukan uji materi pasal 23 UU Kementerian Negara yang berbunyi: Menteri negara dilarang merangkap jabatan sebagai: a. Pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, b. Komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta, atau, c. Pimpinan organisasi yang dibiayai dari anggaran pendapatan dan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan belanja daerah.

Dalam permohonannya, Lily meminta MK menyatakan pasal 23 UU Kementerian Negara sebagai konstitusional bersyarat. Dia meminta pasal itu harus dimaknai bahwa yang dimaksud dengan ''pimpinan yang dibiayai dari APBN atau APBD'' termasuk ketua umum (ketum) atau sebutan lain di suatu partai politik.

Hakim konstitusi Maria Farida Indrati mengatakan, Lily Wahid tidak memiliki kedudukan hukum alias legal standing. Sebab, adik kandung almarhum Abdurrahman Wahid itu tidak memiliki hak konstitusional sebagaimana warga negara biasa lainnya. ''Dia adalah anggota DPR.'' (aga/c4/tof)

PPP Usul Dana Pendidikan Politik yang Dilakukan Parpol Ditanggung APBN

Jum'at, 04 Juni 2010 ]

JAKARTA - Setelah era Menteri Keuangan Sri Mulyani, sejumlah usul dikemukakan para politisi di Senayan untuk memanfaatkan dana APBN. Setelah meminta dana alokasi daerah pemilihan (dapil) yang berjumlah miliaran rupiah, kemarin muncul usul dana pendidikan politik yang dilakukan parpol ditanggung APBN.

Bila usul dana dapil itu dikemukakan Partai Golkar, proposal pendidikan politik tersebut datang dari PPP. Mereka menginginkan payung hukum dana pendidikan politik itu lewat UU 2/2008 tentang Partai Politik yang kini sedang dalam pembahasan revisi.

"Sudah pada tempatnya parpol mendapatkan keuangan dari negara," kata Ketua DPP PPP Lukman Hakim Saifuddin dalam pertemuan pimpinan parpol dengan badan legislasi (baleg) DPR terkait dengan revisi UU Parpol di gedung parlemen, Jakarta, kemarin (3/6).

Menurut dia, dana pendidikan politik dari APBN tersebut tidak ada hubungan dengan kemandirian partai. Itu, katanya, merupakan amanat konstitusi di pasal 34 ayat 3. "Kewajiban parpol adalah memberikan pendidikan politik," tegasnya.

Politikus yang juga menjabat wakil ketua MPR tersebut lantas menjelaskan teknis anggaran pendidikan politik itu. Yang melakukan eksekusi terhadap pendidikan politik nanti adalah satuan kerja di Kementerian Dalam Negeri. Namun, dalam perencanaannya, parpol yang duduk di parlemen harus dilibatkan. "Pengelolaan dananya tidak di parpol, namun parpol harus terlibat dalam desainnya," terangnya.

Selain dana pendidikan politik, PPP mengusulkan penambahan anggaran untuk setiap kursi parpol di DPR. Saat ini setiap kursi di DPR diberi dana Rp 21 juta per tahun yang diambil dari APBN. Dana itu diserahkan ke parpol, yang besarnya bergantung jumlah kursi (lihat grafis).

PPP menilai subsidi kursi senilai Rp 21 juta/APBN itu sangat kurang untuk memenuhi kebutuhan anggota DPR. "Nominalnya terserah DPR yang menentukan," tuturnya.

Ketua DPP Hanura Samuel Kotto juga sependapat dengan Lukman. Penguatan dalam kelembagaan politik bisa dilakukan melalui kaderisasi. Nah, setidaknya, negara juga memiliki keterlibatan melalui pendanaan pendidikan politik tersebut. "Ini kan menyangkut hubungan dengan konstituen. Ini juga dalam rangka menyiapkan kader partai, hasilnya juga untuk negara," kata Samuel di tempat yang sama.

Terkait dengan anggaran kursi yang diberikan pemerintah, Samuel menilai Rp 21 juta itu terlalu kecil. Jika merunut kepada miliaran dana yang dihabiskan anggota DPR saat pemilu, itu tidak sebanding sama sekali. "Ini tugas negara (untuk mendanai)," tandasnya.

Sekjen Partai Golkar Idrus Marham justru tidak sependapat dengan usul itu. Menurut dia, pendidikan politik merupakan kewajiban setiap parpol. Itu tidak memerlukan peran serta negara. Sudah menjadi kodrat parpol untuk melakukan kaderisasi sendiri-sendiri. "Itu kan syarat kemandirian, susah juga (kalau negara terlibat)," ujarnya.

Ketua Baleg Ignatius Mulyono yang menjadi pimpinan rapat mengatakan, semua usul parpol itu akan diseriusi. Dalam prosesnya nanti, usul tersebut akan dibahas secara internal oleh baleg seblum masuk pembahasan khusus di Komisi II DPR. (bay/c3/tof/jp.com/s)

Golkar Tantang Forum Terbuka untuk Jelaskan Proyek yang Menggunakan Dana APBN

[ Jum'at, 04 Juni 2010 ]
GOLKAR berjuang total untuk meloloskan dana dapil (daerah pemilihan) Rp 15 miliar per anggota DPR. Selain melobi Menkeu Agus Martowardojo, partai berlambang beringin itu bersedia melakukan forum terbuka untuk menjelaskan proyek yang menggunakan APBN tersebut.

Usul Golkar itu kini mendapat kritik dan kecaman berbagai pihak. Usul tersebut dinilai berpotensi menjadi lahan baru tempat korupsi bersemai. "Kami anggap itu bukan respons negatif, justru kami ajak respons secara terbuka (untuk menjelaskan)," kata Idrus Marham, sekretaris jenderal Partai Golkar, di gedung parlemen, Jakarta, kemarin (3/6).

Menurut Idrus, Golkar sangat tegas untuk bisa merealisasikan dana bagi dapil tersebut. Sebab, formulasi yang disiapkan Golkar adalah teknis yang transparan. Setiap fraksi yang menolak bisa memberikan sumbangsih ide agar penyaluran dana alokasi dapil itu bisa lebih bermanfaat. "Kalau untuk rakyat harus tegas," ujarnya.

Tudingan adanya ketidakadilan, karena jumlah penduduk dapil tidak sama, langsung dibantah Idrus. Sebab, pembentukan dapil sudah merupakan rumusan baku. Di dalamnya terdapat komposisi jumlah penduduk yang sudah diperhitungkan. "Ini rasionalitas. Tinggal diatur sistem distribusinya," tandas dia.

Ketua DPP PPP Lukman Hakim Saifuddin adalah pihak yang mengungkapkan ketidaksetujuan. Menurut dia, bukan kewajiban anggota DPR menggunakan keuangan negara. DPR justru harus menjadi kontrol atas penggunaan anggaran itu. "Kalau ini hanya menimbulkan perilaku manipulatif, sebaiknya tidak perlu," tutur Lukman.

Dia menyatakan, hingga kini Golkar pun belum melakukan komunikasi secara resmi. Perbincangan informal mungkin ada di sejumlah anggota fraksi ataupun DPP. Namun, Golkar belum memberikan desain besar atas anggaran untuk dapil itu. "Kami minta idenya dulu," ucapnya.

Sementara itu, Ketua Fraksi PDIP DPR Tjahjo Kumolo tak menolak keberadaan dana pembangunan untuk daerah dari DPR. Menurut dia, selama ini kerja pembangunan yang dilakukan pemerintah untuk daerah belum optimal. "Usul (pembangunan daerah) yang masuk ke Bappenas selalu tidak optimal," ungkapnya.

Meski demikian, dia menyatakan bahwa peran DPR nanti hanyalah menyampaikan aspirasi. Sama sekali bukan ikut mengucurkan dana ke daerah. (bay/dyn/tof/jp.com/s)

Demokrat Tidak Dukung Usul Dana Dapil Rp 15 M

[ Senin, 07 Juni 2010 ]

JAKARTA - Benih-benih tidak kompaknya koalisi kembali muncul secara terbuka. Usul Golkar untuk meloloskan dana dapil Rp 15 miliar per anggota DPR secara terbuka ditolak oleh Partai Demokrat.

Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum menegaskan, partainya menolak wacana yang diusung rekan satu koalisinya itu karena akan memunculkan kerancuan wewenang antara lembaga eksekutif dan legislatif. "Kami tidak setuju kalau anggota DPR yang mengelola dana APBN untuk dapilnya," tegasnya.

Menurut dia, berdasar aturan, program pembangunan di daerah tetap harus dijalankan oleh pemerintah dan bukan domain DPR. "Satu rupiah pun dana APBN harus digunakan sesuai aturan main yang berlaku untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat," imbuhnya.

Anas menambahkan, tugas anggota dewan adalah mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan di daerahnya, bukan mengelola dana. "Kalau itu, kami setuju," ujarnya.

Anas juga menanggapi enteng terhadap ancaman Partai Golkar bahwa akan muncul deadlock dalam pembahasan RAPBN 2011 di badan anggaran DPR jika wacana tersebut benar-benar ditolak. "Kami tidak yakin ada satu fraksi pun yang akan memboikot RAPBN," ujar Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum dalam pesan singkatnya kemarin (6/6). Menurut dia, tidak ada fraksi yang berniat merugikan dan melawan kepentingan rakyat.

Sikap Demokrat itu selaras dengan isyarat pemerintah. Seperti diberitakan, pemerintah telah memberikan sinyal kuat akan menolak usul dana aspirasi dengan total Rp 8,4 triliun per tahun tersebut. Menyusul pernyataan Menkeu Agus Martowardojo yang mempertanyakan soal dasar hukum, Menko Perekonomian Hatta Radjasa juga berpandangan bahwa dana tersebut tidak diperlukan.

Sementara itu, internal PDIP mulai pecah. Sebelumnya, anggota FPDIP Eva Kusuma Sundari menyambut baik gagasan tersebut dengan catatan anggota DPR sebatas pengusul proyek. Sebaliknya, Arif Wibowo, anggota FPDIP lain, menolak usul Golkar itu.

''Kehendak untuk memberikan kewenangan bagi setiap anggota DPR dalam bentuk disposisi program ke dapil sebesar Rp 15 miliar setahun tidak boleh dilanjutkan,'' kata anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP Arif Wibowo.

Menurut dia, yang seharusnya dilakukan adalah menata ulang alokasi anggaran pusat dan daerah, baik anggaran kementerian dan lembaga, dana alokasi umum (DAU), dana alokasi khusus (DAK), maupun dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Intinya, kapasitas fiskal daerah harus diperbesar secara proporsional agar lebih adil dan merata.

Salah satunya melalui perubahan UU No 32/2004 tentang Pemerintahan Dae­rah dan UU No 33/2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Pemerintahan Daerah. ''Tak kalah penting reformasi birokrasi untuk meminimalisasi korupsi dan mendorong birokrasi pusat maupun daerah agar mampu bekerja lebih efisien dan efektif dalam melayani rakyat,'' tegas Arif.

Di sisi lain, imbuh Arif, kapasitas para anggota DPR sebaiknya diperkuat dengan menambah sekurang-kurangnya empat orang tenaga ahli. ''Jika mungkin, ada tambahan dukungan dana operasional seperlunya untuk kunjungan masa reses ke dapil. Tentunya disesuaikan dengan kemampuan anggaran negara,'' jelasnya. (dyn/pri/c6/tof/jp.com/s)

Kamis, 03 Juni 2010

DKI perlu tetapkan standar minimum angkutan

JAKARTA (Bisnis.com): Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) meminta Pemprov DKI segera menyusun dan menerapkan standar pelayanan minimum (SPM) untuk sarana angkutan umum di Ibu Kota agar kualitas pelayanan meningkat.

Ketua Umum MTI Danang Parikesit mengatakan SPM dapat menjadi solusi untuk mengatasi masalah angkutan umum di Jakarta yang sampai sekarang belum dapat memberikan jaminan ketepatan waktu, keamanan dan kenyamanannya secara baik.

"Standar pelayanan minimum angkutan umum di Jakarta agar segera dibuat dari yang relatif sederhana, asalkan dapat dilaksanakan dan selanjutnya secara bertahap ditingkatkan lagi," katanya di Jakarta hari ini.

Dia mengatakan melalui pemberlakukan SPM tersebut Pemprov DKI dapat secara bertahap memperbaiki sarana angkutan umum masal di Jakarta mulai dari kualitas pelayanan kepada penumpang maupun kondisi fisik armadanya.

Adapun dasar hukum untuk SPM angkutan umum, lanjutnya, dapat dimulai dengan peraturan gubernur DKI yang secara bertahap nantinya dapat ditingkatkan menjadi peraturan daerah sehingga kekuatan hukumnya semakin kuat.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi Darmaningtyas mengatakan kondisi angkutan umum di Jakarta sangat buruk, baik fisik armada maupun kualitas pelayanannya yang jauh dari harapan.

"Kondisi angkutan umum di Jakarta yang buruk itu dapat menjadi pemicu semakin banyak jumlah warga yang menggunakan sepeda motor sebagai alternatif sarana bertransportasi," ujarnya. (msw)

Senin, 19 April 2010

Kerja sama BUMN tingkatkan kapasitas bisnis

Rabu, 14/04/2010
JAKARTA : Kementerian BUMN memfasilitasi perjanjian kerja sama antara PT Bank Mandiri Tbk dengan PT Pos Indonesia, dan PT Telkom Indonesia Tbk dengan PT Industri Telekomunikasi untuk peningkatan kapasitas bisnis perusahaan.

Bank Mandiri dengan Pos Indonesia bekerjasama untuk penyediaan layanan perbankan dan pengiriman uang luar negeri (remitansi). Kerja sama ini untuk memperkuat layanan di pasar ritel berupa wesel pos instan yaitu penerusan kiriman uang dari kantor Bank Mandiri di luar negeri. Selain itu, berupa layanan tabungan, layanan kredit mikro dan pembukaan outlet Pos di Bank Mandiri.

Penandatanganan kerja sama dilakukan pagi ini di gedung Kementerian BUMN yang dilakukan Dirut Bank Mandiri Agus Martowardojo dengan Dirut PT Pos I Ketut Mardjana yang disaksikan Menteri BUMN Mustafa Abubakar.

Adapun, kesepakatan PT Telkom dengan PT Inti dilakukan dirut masing-masing yakni Rinaldi Firmansyah dengan Irfan Setiaputra untuk kerja sama jasa penyewaan peralatan olah data (seat management) dan manage service untuk perangkat tersebut.

Menteri BUMN Mustafa Abubakar mengatakan sinergi antar-BUMN itu perlu terus ditingkatkan guna memperkuat kinerja dan operasional bisnis yang lebih optimal.

"Kerja sama itu merupakan tindak lanjut dari nota kesepahaman yang dibuat 3 bulan lalu, tentang pemanfaatan potensi dan layanan bersama di antara perusahaan BUMN," katanya dalam penandatanganan nota kerja sama itu hari ini.

Mustafa menyampaikan hubungan sinergis antar-BUMN itu akan memberikan nilai tambah bagi setiap perusahaan serta dapat mendukung pembangunan ekonomi.

Agus Martowardojo mengatakan kerja sama itu untuk memperkuat layanan perbankan ritel guna menjangkau ke pelosok. Dirut Telkom Rinaldi Firmansyah menyampaikan kerja sama dengan PT Inti dapat meningkatkan layanan bagi pelanggan dan mempermudah khususnya dalam pengelolaan anggaran perusahaan, sehingga dapat lebih fokus pada aktivitas bisnis utama.

Bagi Inti, apabila proyek seat management itu banyak dimanfatkan kalangan perusahaan, pasokan seluruh peralatan bisa disediakan di dalam negeri.(yn/bisnis.com)

Kementerian BUMN evaluasi dana di UKM

Rabu, 24/03/2010
JAKARTA (Bisnis.com): Kementerian BUMN pada tahun ini akan mengevaluasi mekanisme peruntukkan dana yang digulirkan bagi pemberdayaan usaha kecil menengah (UKM) yang bersumber dari laba perusahaan-perusahaan BUMN.

Menteri BUMN Musatafa Abubakar mengatakan evaluasi akan dilakukan besar-besaran agar penggunaan dana ke depan melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) tersebut bisa mencapai sasaran yang lebih tepat.

”Melalui evaluasi tersebut, kami mengharapkan capaian atau sasaran penyaluran dana tersebut bisa dipertajam dan lebih efektif, sehingga manfaatnya bisa terukur dari tahun ketahun,” ujar Mustafa Abubakar sebelum membuka pameran Gelar Karya PKBL BUMN 2010 di Jakarta Convention Center Senayan, hari ini.

Pada akhirnya, dana yang telah terkumpul Rp10 triliun sejak 1989, akan lebih bermanfaat dan terkontribusi dengan tepat yangterbagi pada tiga sisi. Yakni, tanggung jawab sosial kepada masyarakat, program kemitraan dengan jaringan usaha kecil serta bina lingkungan.

Evaluasi dilaksanakan, bukan berarti selama ini penyaluran dana PKBL mengalami kendala. Evaluasi hanya untuk mempertegas pada skala prioritas apa saja yang dinilai vital dalam penyaluran dana dengan bunga rendah maksimal 6% tersebut.

Menurut Mustafa Abubakar, sasarannya mulai tahun ini akan lebih dipertajam ke sector-sektor yang sangat mendesak perodalannya serta memiliki multiflier effect luas bagi masyarakat sekitar perusahaan BUMN beroperasi.

Salah satu penajaman yang akan diprioritaskan adalah peningkatan persentase laba perusahaan BUMN bagi pemberdayaan UKM. Selama inipersentase laba yang disisihkan hanya maksimal 2%. Kementerian BUMN merencanakan menaikkannya di atas 2%.

Saat ini UKM binaan seluruh perusahaan BUMN (137) mencapai 650.000 unit, sedangkan total dana yang telah digulirkan mencapai Rp9,7 triliun. (ln/bisnis.com)

Izin Kuasa Pertambangan milik asing agar dikoreksi

Minggu, 18/04/2010
JAKARTA (Bisnis.com): Pemerintah diimbau mengoreksi kepemilikan asing terhadap kuasa pertambangan (KP) atau izin usaha pertambangan (IUP) batu bara skala kecil yang jumlahnya mencapai ribuan karena berpotensi bermasalah bagi ketahanan energi nasional dan merugikan kepentingan nasional.

Direktur Indonesia Coal Society (ICS) Singgih Widagdo mengatakan peraturan pemerintah (PP) tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral telah dikeluarkan, sebagai landasan investor untuk datang menggarap potensi investasi tambang batu bara Indonesia.

Namun, tuturnya, jika menyinggung berbagai faktor dinamika industri pertambangan, ada satu aspek yang semestinya pemerintah mengoreksinya, yaitu kepemilikan KP atau IUP (izin usaha pertambangan) skala kecil oleh asing.

Atas pertimbangan kekuatan pasar produk pertambangan dan kekuatan pasar keuangan, tuturnya, kekuatan China dan India diharapkan menjanjikan bagi pelaku usaha pertambangan.

Di sisi lain, tuturnya, pemerintah ingin menarik sebesar-besarnya nilai investasi, bahkan diharaplam Rp2.000 triliun pada 2014.

Namun, katanya, jika aspek mikro dalam ruang investasi tertentu tidak diperhitungkan secara lebih detail, yang akan terjadi adalah kebalikannya yang lebih bernilai negatif.

Dengan membiarkan KP dan IUP dimiliki asing, khususnya China dan India, kontrol terhadap harga dan penetrasi batu bara ke kedua negara tersebut akan menjadi semakin sulit di masa mendatang.

“Jadi semestinya pemerintah segera meninjau kebijakan yang saat ini masih membebaskan kepemilikan asing terhadap KP dan IUP yang ada di Indonesia. Sejauh ini, semua dibebaskan memiliki izin, dengan syarat legal dan berbadan hukum Indonesia,” katanya hari ini.

Singgih menjelaskan dalam industri batu bara, pasar Asia Timur merupakan pasar batubara Indonesia. Dengan pertimbangan jarak dan biaya transportasi laut, pasar Eropa masih didominasi oleh Afrika Selatan dan Kolombia, selain Rusia.

Dengan dinamika pasar yang ada, Afrika Selatan telah menaikkan ekspor batu bara ke India yang tahun sebelumnya sebesar 13,5 % sekarang mendekati sekitar 30% atau sekitar 15 juta ton.

Australia, lanjutnya, sebagai pesaing industri batu bara Indonesia, juga dengan peningkatan kemampuan infrastrukturnya, akan menaikkan kemampuan ekspor batubara (steam coal) dari 146 juta ton tahun ini menjadi 165 juta ton pada 2013.(fh/bisnis.com)

DPR Menilai Kinerja PLN Buruk

Jumat, 16/04/2010
JAKARTA (Bisnis.com): Kinerja keuangan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) selama 5 tahun terakhir pada periode 2004-2008 dinilai cenderung buruk, kendati pada 2009 perseroan itu membukukan keuntungan Rp10,35 triliun.

Anggota Komisi VII DPR M. Romahurmuziy mengungkapkan perusahaan listrik pelat merah itu mengalami kerugian cukup signifikan mencapai Rp12,30 triliun pada akhir 2008.

Padahal, pada 2004 perseroan membukukan kerugian sebesar Rp1,74 triliun.

"PLN terus merugi karena beban biaya operasional yang didominasi oleh biaya bahan bakar," ujarnya, hari ini.

Pasalnya, kata dia, rata-rata biaya bahan bakar BUMN listrik itu selama 5 tahun terakhir (2004-2008) sebesar 54%.

Dia mengatakan proporsi bahan bakar PLN pada 2004 sebesar 40%, tetapi pada 2008 membengkak menjadi 62% seiring dengan kenaikan harga minyak mentah dunia.

Selain karena tingginya biaya bahan bakar, menurut dia, kinerja keuangan PLN menurun juga diakibatkan oleh ketidakkonsistenan BUMN listrik itu dalam menerapkan rencana-rencananya, termasuk penggunaan gas sebagai bahan bakar pembangkit.

Dia mencontohkan dari kapasitas pembangkit listrik tenaga gas (PLTG) dan pembangkit listrik tenaga gas uap (PLTGU) dengan total kapasitas sekitar 9.500 MW pada 2009, hanya 40% saja yang memperoleh pasokan gas.

Sementara itu, sekitar 60% masih menggunakan bahan bakar minyak (BBM).

"Dengan kondisi tersebut menjadikan BPP [biaya pokok penyediaan] listrik lebih mahal dari seharusnya."

Bila PLN konsisten mendapatkan pasokan gas saja, kata dia, pemerintah juga bisa menghemat hingga Rp18 triliun-Rp20 triliun setiap tahunnya.

Menurut dia, angka penghematan itu dihitung berdasarkan selisih BPP listrik yang diproduksi oleh pembangkit yang menggunakan BBM dengan gas.

Dia mengatakan biaya operasional pembangkit BBM sebesar Rp960 per kWh, sedangkan biaya bahan bakar gas Rp350 per kWh. (wiw/bisnis.com)

Investigasi produk selundupan China berlanjut

Senin, 19/04/2010

JAKARTA: Investigasi dugaan terjadinya penyelundupan produk asal China melalui kegiatan transportasi antarpulau seiring dengan perdagangan bebas Asean—China (ACFTA) masih terus dilakukan.

Ketua Umum Gabungan Forwarder, Logistik, dan Ekspedisi Indonesia (Gafeksi) Iskandar Zulkarnain mengatakan tim bentukan organisasi ini sedang bekerja mengumpulkan bukti-bukti guna memperkuat dugaan adanya praktek ilegal itu.

Dia menjelaskan sejak awal pihaknya mencurigai sebagian produk asal China masuk ke Indonesia secara tidak sah karena data arus barang yang masuk melalui pelabuhan resmi dalam 3 bulan pasca-ACFTA cenderung tidak sebanding dengan barang di pasar.

Kecurigaan bertambah kuat menyusul stagnannya permintaan pengiriman logistik dalam negeri. "Sektor logistik masih stagnan, padahal produk asal China sudah membanjiri pasar. Kini, tim masih bekerja menginvestigasi dugaan penyelundukan itu," katanya siang ini.

Data PT Pelabuhan Indonesia II menyebutkan arus barang umum dari China yang masuk langsung ke Indonesia melalui Pelabuhan Tanjung Priok selama Januari—Maret tahun ini mencapai 105.312 ton atau naik 19,3% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebanyak 88.242 ton.

Adapun, arus peti kemas dari China melalui Pelabuhan Priok selama 3 bulan pertama tahun ini mencapai 52.252 TEUs atau melonjak 27,8% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebanyak 40.879 TEUs.

Zulkifli menjelaskan yang mencurigakan lainnya adalah kenaikan arus barang dari China tidak diikuti oleh pertumbuhan kegiatan pengiriman logistik domestik, terutama dari Jakarta ke daerah sekitarnya.(yn/bisnis.com)

Terkait CAFTA, Kadin minta 228 pos tarif tetap dinegosiasikan

Senin, 19/04/2010
JAKARTA: Kadin Indonesia menegaskan pemerintah harus tetap merundingkan kembali 228 pos tarif dari 14 sektor industri yang dinilai akan terkena dampak negatif dari ACFTA.

“Tetap yang 228 [pos tarif] itu wajib [dinegoisasikan]. Kalau soal perjanjian dagang setiap hari ada pembicaraan,” ujar PjS. Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia seusai RDP Komisi VI dengan Kadin, kemarin.

Dia mencontohkan perjanjian dagang bilateral Indonesia-China dilakukan setiap tahun. Beberapa sektor industri, katanya, telah dibicarakan secara bilateral dengan China.

Namun, dalam kerangka Asean, negoisasi tersebut harus persetujuan dari seluruh anggota Asean. “Yang belum bisa dibawa ke Asean, agar dibicarakan terlebih dahulu ke Asean.”

Pada awal pemberlakuan dari ACFTA, terdapat 18 sektor industri yang menyatakan akan terkena dampak negatif dari perjanjian kerja sama perdagangan bebas tersebut.

Sementara itu, Komisi VI DPR meminta dalam pelaksanaan ACFTA tersebut harus ada keputusan yang cepat terkait dengan peningkatan daya saing dan perlindungan pasar dalam negeri termasuk injury (BMAD) yang lebih didahulukan daripada menunggu perumusan kebijakan yang dipandang komprehensif.

Anggota Komisi VI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Mukhamad Misbakhun mengatakan keinginan untuk membentuk panitia kerja (panja) ACFTA di komisi VI tersebut semakin tidak jelas.

“Padahal, panja itu akan digunakan untuk semua FTA [kerja sama perdagangan bebas], tidak hanya ACFTA,” katanya.

Melalui panja itu, tuturnya, dapat mengetahui posisi industri di dalam negeri untuk menghadapi negara mitra dagang dalam perdagangan bebas.

Kebijakan-kebijakan apa saja, kata dia, yang diperlukan dalam menghadapi perdagangan bebas dapat dibuat dengan tepat.

Menurut dia, pelaku usaha sekarang tidak lagi antusias untuk meminta renegoisasi 228 pos tarif tersebut, karena telah mendapatkan beberapa insentif.

“Kalau kami melihat dampaknya ACFTA ini sebuah proses, tapi kan jangka panjangnya struktur industri dan perdagangannya seperti apa.”

Dia menjelaskan panja itu seharusnya melihat kesiapan setiap tahapan di semua sektor seperti sektor industri, perdagangan, UKM, tenaga kerja sehingga dapat diketahui posisi saat ini.

“Yang jadi pertanyaan saya, kapan panja dibentuk, itu juga menjadi pertanyaan saya sebagai anggota Komisi VI DPR. Kalau proses pembentukan panja itu, rapat internal komisi, sampai sekarang jadwal rapat internal saja kita enggak punya,” ujarnya.

Dia meminta agar China banyak berinvestasi di Indonesia, karena banyak industri China yang bisa direlokasi.

“Tapi pertanyaannya apa China mau, China masih dalam tahapan penguatan struktur industri mereka, ini kepentingan nasional yang berbenturan.” (wiw/bisnis.com
)

Infrastruktur bukan hanya soal anggaran

Senin, 19/04/2010

Di Asia Timur, peringkat ketersediaan dan kualitas infrastruktur fisik Indonesia jauh tertinggal. Begitu juga dari negara Asia Tenggara seperti Thailand, Filipina, dan Malaysia, kita kalah di semua indikator.

Bahkan juga lebih rendah dibandingkan dengan Vietnam. Untuk indeks total, kita sedikit lebih baik dalam hal pelabuhan udara, jalan kereta api, dan listrik, namun kalah dalam hal jalan, pelabuhan, dan telepon (ADB, 2007).

Dalam hal daya saing versi IMD World Competitiveness Yearbook 2009, meski indeks total Indonesia naik hampir di seluruh indikator (performa ekonomi, efisiensi pemerintahan, dan efisiensi bisnis), dalam hal infrastruktur justru menurun dalam 5 tahun terakhir.

Itu wajar, mengingat proporsi alokasi dana untuk infrastruktur terhadap PDB hanya sekitar 4% dibandingkan dengan China, Thailand, dan Vietnam yang di atas 7%.

Meski demikian, alokasi APBN untuk infrastruktur terus naik. Pada 2009 alokasi anggaran dua kali lipat dibandingkan dengan 2005 dengan total anggaran Rp321,8 triliun pada 2005-2009 (Kemenko Perekonomian, 2009).

Alokasi anggaran infrastruktur dari pusat ke daerah melalui instrumen dana alokasi khusus juga melonjak, misalnya untuk jalan, irigasi, dan air minum dari semula sedikit di atas Rp1 triliun pada 2004 menjadi hampir Rp7 triliun pada 2008, meski turun jadi Rp6 triliun pada 2009 (Kemenkeu, 2009).

Di tingkat daerah, proporsi dana infrastruktur terhadap anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) secara nasional juga tinggi (36%), di mana secara spesifik 37% di tingkat provinsi, dan 35% APBD kabupaten/kota.

Mencermati angka itu, dari sisi anggaran, komitmen pemerintah dan pemda sudah tinggi. Namun, mengapa persoalan infrastruktur masih dinilai sebagai penghambat utama kinerja usaha, setidaknya menurut penilaian 35% dari 12.187 pelaku usaha di 243 kabupaten/kota yang disurvei KPPOD (2007-2008)?

Dari sisi alokasi anggaran, memang sudah ada peningkatan anggaran, tetapi itu masih kurang, sebagaimana ilustrasi dengan mengambil basis hitungan atas 300.000 km jaringan jalan dengan 40% di antaranya rusak berat dan ringan, diperlukan anggaran 1,5-17 kali lipat dari anggaran saat ini (Danang Parikesit, 2009).

Di sisi lain, masalah infrastruktur bukan hanya soal anggaran. Persoalannya langsung terkait dengan tata ruang wilayah, pertanahan, pembiayaan, dan tata kelola pemerintahan. Dimensinya pun tak hanya dalam ranah pemerintahan, tetapi juga mengait persoalan sosial kemasyarakatan.

Dalam hal tata ruang, hanya empat dari 33 provinsi yang sudah menerbitkan peraturan daerah rencana tata ruang wilayah berdasarkan UU No. 26/2007 tentang Tata Ruang, yang amat penting tidak saja sebagai kepastian pedoman investasi secara umum, tetapi juga untuk pembangunan infrastruktur.

Mengenai pertanahan, meski kewenangan pemerintah secara nasional, dalam praktiknya terdapat kualitas pelayanan yang amat berbeda antarkantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) di satu daerah dengan daerah lainnya (KPPOD-TAF 2007; IFC-KPPOD, 2009).

Soal pembiayaan melalui public-private partnership (PPP) menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah. Meski pemerintah sudah memiliki dana infrastruktur dan unit manajemen risiko, tata kelola untuk sinergi berbagai potensi pembiayaan tetap sulit, meski banyak pihak menyatakan dana swasta cukup tersedia.

Masalah infrastruktur juga tak lepas dari persoalan umum tata kelola pemerintahan yakni praktik buruk rent seeking. Kementerian lembaga seperti Pekerjaan Umum (PU) yang berdasarkan data Kementerian Keuangan mengelola Rp126 triliun belanja modal infrastruktur untuk jumlah kumulatif 2005-2009, disusul Kementerian Perhubungan (Rp53,5 triliun), dan Kementerian ESDM (Rp25,5 triliun), tentu menghadapi godaan tak kecil untuk menghindari abuse of power.

Soal infrastruktur juga tak lepas dari kecepatan merespons peluang. Dalam PPP Book 2010, dari 100 proyek infrastruktur, hanya satu yang siap ditawarkan (Bisnis Indonesia, 16 April 2010). Ini tentu jauh dari harapan investor.

Berbagai reformasi peraturan dan kebijakan yang diperlukan, serta efisiensi dan efektivitas pemerintahan dalam pengelolaan proyek infrastruktur pemerintah dituntut kecepatannya untuk tidak kehilangan momentum merebut minat investor.

Konteks daerah

Pentingnya infrastruktur untuk peningkatan aktivitas ekonomi juga merupakan perhatian daerah. Besarnya alokasi anggaran di atas mencerminkan hal itu. Di daerah peran infrastruktur juga dipahami sebagai mandat penyediaan pelayanan dasar, yang erat terkait dengan peningkatan akses anak terhadap pendidikan, peningkatan kesehatan ibu, dan penurunan angka kematian (Shakoor et al 2007 dalam Danang Parikesit 2009).

Terkait daya saing infrastruktur untuk menarik investasi, survei KPPOD-BKPM pada 2008 menunjukkan daerah yang berdaya saing infrastruktur tinggi (a.l. Bali, Jateng, Sulut), punya belanja modal infrastruktur cukup tinggi. Sebaliknya daerah berdaya saing infrastruktur rendah (a.l. Papua Barat, Sulbar), punya belanja modal infrastruktur rendah. Ini mengindikasikan komitmen anggaran pemda untuk infrastruktur memberi andil bagi peningkatan daya saing infrastruktur.

Pilihan jenis infrastruktur yang perlu dikembangkan antardaerah tentu berbeda, tergantung kebutuhan spesifik daerah. Secara konseptual ketepatan pilihan ikut menentukan pertumbuhan ekonomi daerah bersangkutan.

Pilihan Kota Solo fokus memperbaiki dan mempercantik jalan-disertai pembenahan pasar tradisional dan objek seni budaya-untuk menjadikan daerahnya sebagai tujuan wisata seni-budaya dan meeting-incentive-conference-exhibition (MICE) tentu punya tujuan dan implikasi berbeda dengan fokus daerah tetangga dekatnya Sragen dalam membenahi infrastruktur perdesaan dan information and communication technology.

Dalam studi Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) pada 2005, setiap jenis infrastruktur yang dibangun memberi kontribusi berbeda bagi pertumbuhan ekonomi yakni irigasi (1,26), jalan (0,88), listrik (0,61), telepon (0,61), pelabuhan (0,26), dan air (0,22). Jadi, investasi pemerintah untuk infrastruktur irigasi memberi kontribusi tertinggi. Setiap penambahan infrastruktur irigasi 10% menaikkan produk domestik bruto 1,26%.

Namun, pengaruh infrastruktur berbeda di setiap wilayah. Maka menjadi tugas pemda dan pemerintah pusat untuk menentukan intervensi pembangunan jenis infrastruktur yang paling tepat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang secara spesifik berbeda setiap daerah.

Itu tak sederhana, mengingat luasnya Indonesia, dana terbatas, otonomi daerah dengan kewenangan luas untuk menentukan arah pembangunan daerah masing-masing-yang mungkin beda dengan prioritas nasional, serta berbagai tantangan efektivitas dan efisiensi pemerintahan berikut peluang penyalahgunaan kekuasaan yang menyertainya.

Di tingkat nasional, meski Kementerian PU mengelola anggaran terbesar untuk infrastruktur, penentuan prioritas harus berdasar kepentingan nasional yang melibatkan kementerian lembaga terkait (Bappenas, Kemenhut, Kementerian ESDM, Kemendagri, dll.), dan pemda.

Mekanisme musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) dan infrastructure summit mestinya mampu menghasilkan sinergi pembangunan sektoral dan kewilayahan. Di sisi lain, pemda mestinya meningkatkan kapasitasnya dalam menentukan fokus pembangunan infrastruktur daerahnya, berikut ragam bentuk dan kualitas implementasinya.

Oleh P. Agung Pambudhi
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD)

Senin, 12 April 2010

5 Level kepemimpinan sejati

Kamis, 01/04/2010
Oleh: Anthony Dio Martin
Sebuah perusahaan di Jepang, sedang merugi besar. Saham perusahaan juga anjlok karena perusahaan sparepart otomotif ini, terpeleset di bisnis properti.
Tanpa pengalaman, SDM yang andal serta ditimpa krisis dunia, perusahaan ini nyaris rontok. Saham perusahaan anjlok dan karyawan yang marah serta menyalahkan pimpinannya.
Akhirnya, pertemuan pimpinan dan karyawan dilakukan. Karyawan siap menye­rang, menjatuhkan si pemimpin mereka.
Saat si pimpinan masuk, tidak ada sambutan tepuk tangan dan penghormatan. Ketika diberikan kesempatan untuk bicara, si pimpin­an serta-merta berlutut ke lantai, membungkukkan badannya dalam-dalam dan berkata, "Saudara-saudara sekeluarga di perusahaan ini. Saya minta maaf. Saya sungguh ingin minta maaf. Saya mengambil keputusan salah yang menyebabkan saham perusahaan kita anjlok."
Namun, lanjutnya, jika diizinkan, saya akan melakukan langkah apa pun yang diperlukan untuk membangun kejayaan perusahaan kita kembali, saya bersedia membayar ongkosnya dengan kerja keras saya.
Serentak, semua karyawan tertunduk, ikut membungkuk dalam-dalam dan banyak di antaranya yang menangis!
Kisah di atas mirip de­ngan kisah yang diceritakan Martin L. Johnson dalam Chicken Soup for the Soul at Work, tentang CEO Pioneer Hi-Bred International, karena membeli Norand, sebuah usaha IT, mereka akhirnya justru rugi besar.
Hal yang tak pernah terlupakan bagi karyawannya, adalah tatkala, dengan rendah hati, Tom Urban, CEO-nya meminta maaf de­ngan tulus serta mengambil tanggung jawab atas kesalahannya. Itulah contoh-contoh kepemimpinan yang sungguh menginspirasi.
Pertanyaan paling pokok di sini adalah, bagaimana kita bisa sampai ke level kepemimpin­an yang bisa menginspirasi banyak orang?
John C. Maxwell, membagi kepemimpinan menjadi lima level yang harus dilewati. Menurutnya, jika kepemimpinan itu diibaratkan seperti anak tangga, terdapat lima tangga utama yang harus dilewati oleh para pemimpin­an di dalam organisasi.
Cobalah Anda evaluasi dan refleksikan, bagaimanakah posisi kepemimpinan Anda dan orang-orang di sekitar Anda, dan yang paling penting, coba perhatikan sampai di level manakah kepemimpinan Anda saat ini?
Level pertama, adalah level posisi (position). Inilah level kepemimpinan yang paling rendah. Pada dasarnya, orang mengikuti Anda karena 'kebetulan' mereka tidak punya pilihan sebab Andalah yang dipercaya untuk memegang posisi tersebut.
Pada level ini, otoritas seorang pemimpin hanya terbatas di posisi ini. Bawahan merasa hanya perlu berinteraksi sekadar untuk mendapatkan tanda tangan dan persetujuan.
Namun, di level ini, banyak bawahan tidak merasa dimiliki oleh atasannya, sehingga tak heran di belakang mereka sering mengata-ngatai bos mereka ini.
Saya pernah mendapatkan sebuah e-mail, dari seorang peserta pelatihan yang berkisah tentang bos-nya, "Pak, saya di perusahaan konsultan. Pimpinan saya diangkat karena jualannya bagus dan sangat pandai negosiasi."
Namun, lanjutnya, kami tidak pernah respek karena dia sendiri nggak pernah menganggap kami. Ia maju sendiri dan marah kalau dari kami ada yang kontak dengan pimpinan. Semua harus lewat dia. Di kantor, ia memiliki kami tetapi hati kami tidak bersama dia.
Pada kenyataannya, ada banyak pemimpin yang bertahun-tahun di posisi ini, tetapi tetap tidak pernah naik ke level berikutnya.
Nah, pada level kedua, adalah level di mana telah terjadi hubungan dan kesediaan (permission). Di sinilah orang mulai mengikuti bukan karena 'harus' tetapi karena mereka 'ingin'.
Di level inilah, pengaruh Anda sebagai pimpin­an mulai kelihatan. Sebenarnya, ketika memasuki level ini, sudah terjadi kontak batin serta mulai ada chemistry antara orang yang dipim­pin dengan yang memimpin.
Proses interaksi mulai terjadi dan hubungan pun mulai terbangun. Hanya saja, jika seorang pemimpin terlalu lama di tangga ini, bisa jadi ia menjadi sangat populer di mata bawahannya, hubungan baik tetapi hasil dan output-nya bisa kurang memuaskan. Itulah sebabnya seorang pemimpin tidak boleh terlalu lama di tangga ini.
Tangga kedua ini sebenarnya mengingatkan kita pada Edward Liddy, mantan Chairman dan CEO AIG, yang reputasinya anjlok setelah ia membagikan bonus besar kepada karyawannya.
Di mata karyawan mungkin saja tindakan itu dianggap populer, tetapi secara bisnis langkah ini tentu saja tidak strategis. Untuk selamat saja, AIG konon harus menerima dana bailout dari pemerintah AS sebesar US$84 miliar.
Berikutnya, level ketiga dari kepemimpinan adalah level menghasilkan (production). Kalau level kedua banyak berbicara mengenai pandang­an tentang Anda di mata karyawan level ketiga ini mulai berbicara mengenai pandangan Anda di mata manajemen.
Masalahnya, di sinilah orang mulai melihat bagaimana output team yang Anda hasilkan, setelah Anda mulai memimpin suatu tim. Jika seorang pemimpin sudah berhasil sampai di level ini, selain terdapat kontak batin yang baik antara pemimpin dan anak buahnya, juga terdapat hasil yang bisa dibanggakan.
Mengembangkan dan menginspirasi
Kemudian, level berikutnya adalah level pengembangan orang (people development). Di sinilah, seorang pemimpin tahu bahwa ia tidak bisa menjadi sukses sendirian, atau hanya dirinya yang mampu sementara anak buahnya bergantung adanya.
Dalam level inilah, maka seorang pemimpin mulai banyak meluangkan waktunya untuk melakukan proses coaching dan counseling ataupun mentoring untuk mendidik orang-orang di bawahnya agar mampu.
Sayangnya, banyak pemimpin yang terlambat sekali tiba di level ini. Baru-baru ini, dalam acara makan malam dengan seorang CEO yang sudah tua, dia mengatakan, "Pak Anthony. Saya agak terlambat menyiapkan orang-orang untuk menggantikan saya. Sekarang, saya sudah sakit-sakitan. Saya mulai membagikan semua ilmu yang saya miliki untuk orang-orang yang diproyeksikan akan memimpin bisnis ini di masa depan. Saya tidak tahu, apakah waktu saya masih akan mencukupi untuk itu"
Akhirnya, di ujung level kepemimpinan, terdapatlah level kepemimpinan yang tertinggi yang kita sebut sebagai level kepemimpinan yang sungguh menginspirasi.
Hebatnya kepemimpinan model ini setelah pemimpin tersebut tidak ada, ataupun telah lama meninggalkan dunia ini, semangat dan nilai kepemimpinannya masih dapat dirasakan.
Di sinilah, seorang pemimpin dapat menginspirasi seseorang dengan nilai serta filosofi hidup yang dimilikinya. Seperti kisah kita di awal tulisan ini, seorang pemimpin di level ini mulai menginspirasi melalui karakter, nilai dan perbuatan yang tidak diucapkannya. Namun, orang pada akhirnya akan melihatnya.
Menurut Maxwell, tidak banyak pemimpin yang bisa sampai di level kepemimpin­an ini. Mahatma Gandhi adalah salah satu contoh kepemimpinan yang termasuk di kategori ini.
Boleh saja, ada orang yang membencinya hingga akhirnya ia ditembak mati. Namun, nilai dan filosofi hidupnya justru tetap tumbuh dan berkembang, jauh hari setelah dia meninggal. Itulah contoh kepemimpinan di level terting­gi ini.
Dengan memahami kelima level kepemimpin­an tersebut, ada beberapa pertanyaan yang akan saya tinggalkan sebagai pekerjaan rumah bagi Anda yang membaca tulisan ini: kira-kira sampai di level manakah kepemimpinan Anda saat ini?
Bagaimanakah pandangan tentang Anda di mata karyawan? Bagaimana caranya supaya kepemimpinan Anda bisa naik kelas ke level berikutnya? Lakukan sesuatu untuk membuat kepemimpinan Anda bermakna! (sumber: bisnis.com)

Kealpaan organisasi

Senin, 12/04/2010
Oleh: A. B. Susanto
Saat ini kesadaran tentang penting­nya peran pengetahuan demi tercapainya peningkatan efisiensi, kinerja, dan daya saing perusahaan semakin meningkat.
Pengetahuan yang dimiliki perusahaan dihimpun dari penga­laman, kapabilitas yang melekat pada diri karyawan, pembelajaran, dan arus informasi dari luar yang deras mengalir. Namun, ada kalanya pengetahuan-pengetahuan yang telah terhimpun tersebut hilang, disengaja dan tidak.
Hal inilah yang diistilahkan oleh Martin dan Philip sebagai kealpaan organisasi atau organization forgetting.
Kealpaan organisasi dapat berdampak bagi kiner­ja dan daya saing organisasi, baik positif maupun negatif. Kealpaan organisasi, dapat dilakukan secara sengaja (intentional) guna membuang pengetahuan dan rutinitas organisasi sehingga memberi jalan bagi hadirnya pengetahuan dan rutinitas baru yang lebih bernilai.
Tugas-tugas, aturan, nilai-nilai, dan strategi tertentu perlu ditinggalkan sebelum pengetahuan baru diraih. Namun, kealpaan juga dapat terjadi dalam bentuk merosotnya pengetahuan organi­sasi yang tidak disengaja (accidental) dan tidak diinginkan. Kealpaan jenis inilah yang berdampak buruk bagi organi­sasi.
Menurut De Holan, Philips, dan Lawrence, alpanya pengetahuan dapat diakibatkan oleh empat hal, yakni rusaknya kesadaran (memory) organisasi akan pengalaman masa lampau, kegagalan pengu­a­saan pengetahuan, meninggalkan pembelajaran (unlearning), dan menghindari kebiasaan buruk. Keempatnya bergantung kepada disengaja atau tidak hilangnya pengetahuan dan juga apakah pengetahuan tersebut baru diraih atau telah tertanam sejak lama.
Kesadaran organisasi adalah informasi yang disimpan berdasarkan sejarah organisasi yang berpengaruh bagi penafsiran peristiwa masa kini dan masa depan dari aneka peristiwa dan keputusan manajerial. Perusahaan sering kali mengabaikan atau tidak mengoptimalkan pengetahuan dan kebijaksanaan yang sebenarnya telah lama bersemayam.
Hal ini berakibat lenyapnya kebijaksanaan, konsep, praktik-praktik organisasi, dan nilai-nilai yang berharga. Tidak jarang, perusahaan harus menanggung biaya sangat mahal karenanya. Karyawan-karyawan terbaik meninggalkan organisasi, hubungan kerja merenggang, dan dokumen-dokumen penting tak terurus.
Pada gilirannya, kinerja merosot dan daya saing melemah. Untuk mengatasinya, perusahaan harus pandai-pandai mengidentifikasi tempat bersemayamnya pengetahuan-pengetahuan yang bernilai, yang letaknya sering kali tersembunyi, tidak dinyatakan secara jelas, dan tidak resmi. Jenis pengetahuan seperti inilah yang dikenal dengan istilah tacit knowledge.
Kemudian, perusahaan juga harus pandai memelihara pengetahuan tersebut, terutama bila pemanfaatannya dilakukan secara tidak menentu.
Perusahaan juga kerap lalai menyebarluas­kan pengetahuan pada seluruh karyawan, sehingga lenyap saat ada karyawan yang pergi akibat absennya mekanisme untuk alih pengetahuan.
Untuk mencegahnya, pengetahuan yang dimi­liki individu harus diserap dan diinstitusionalisasi sehingga perusahaan tidak bergantung kepada figur-figur tertentu. Hal ini sangat penting terutama untuk pengetahuan yang bersifat tacit knowledge.
Proses pembelajaran
Dalam proses penguasaan pengetahuan, pertama-tama setiap pengetahuan yang dimiliki perusahaan harus dijadikan eksplisit, untuk kemudian dikomunikasikan kepada karyawan sehingga tertanam dalam pikiran mereka.
Guna mengeksplisitkan tacit knowledge, dapat digunakan model SECI (Socialization, Externalization, Combination, and Internalization) yang diperkenalkan oleh Nonaka dan dan Takeuchi. Dalam tahap sosialisa­si (Socialization), tacit knowledge dibagikan melalui komunikasi tatap muka atau berbagi pengalaman. Contohnya adalah kegiatan magang.
Dalam eksternalisasi (externalization), peng­alihan tacit knowledge menjadi explicit knowledge dilakukan melalui pengembangan konsep dan model. Dalam tahap ini tacit knowledge dikonversikan ke dalam bentuk-bentuk yang lebih mudah dipahami dan diinterpretasikan sehingga dapat dimanfaatkan oleh orang lain.
Dalam tahap kombinasi (combination), pengetahuan dikumpulkan ke dalam satu kesatu­an yang lebih luas. Pada tahap ini, pengetahuan juga dianalisis dan diorganisasi. Internalisasi (internalization) dalam hal ini berarti mema­hami explicit knowledge. Terjadi tatkala explicit knowledge ditransformasikan menjadi tacit knowledge dan menjadi bagian dari informasi dasar individu.
Meninggalkan pembelajaran (unlearning) dapat dibenarkan bila dilakukan demi menying­kirkan hal-hal yang telah mapan tetapi menjadi penghalang terwujudnya daya saing dan kinerja unggul.
Meninggalkan pembelajaran dapat dilakukan dengan memutus rutinitas, meng­ubah struktur dan mengelola budaya sede­mikian rupa sehingga pengetahuan yang telah mengakar dengan dalam akhirnya tercera­but.
Tantangan yang dihadapi adalah kemungkin­an munculnya resistensi akibat rutinitas, struktur, dan budaya yang telah dalam mengakar sehingga perubahan enggan dilakukan. Meninggalkan pembelajaran juga dapat meng­akibatkan terganggunya kegiatan-kegiatan strategis perusahaan.
Menghadapi situasi ini, perusahaan dapat melakukan langkah-langkah yang lebih mendasar, seperti divestasi, menutup departemen atau divisi tertentu, dan restrukturisasi.
Perusahaan tidak boleh melupakan keberhasilan dan kegagalan yang pernah diraih. Perusahaan juga harus waspada saat berniat membangun kolaborasi dan/atau kemitraan mengingat sang mitra boleh jadi dapat menularkan rutinitas, ide-ide, praktik, dan nilai-nilai yang tidak menguntungkan.
Jadi, menyampingkan pengetahuan yang telah usang dan menggantinya dengan pengetahuan baru yang lebih berharga, serta menjaga dan mengembangkan pengetahuan yang tepat akan mendorong kemajuan perusahaan dalam jangka panjang. (sumber : bisnis.com).

Hukum memberi

Senin, 12/04/2010
Oleh: Anthony Dio Martin
Alkisah, seekor babi sedang bersungut-sungut dan komplain tentang hidupnya kepada seekor sapi. Dia jengkel karena manusia tidak pernah menghargai hidupnya. Bahkan, namanya sendiri sering kali dipakai untuk memaki.
"Bayangkan, aku dipotong. Lantas hampir semua tubuhku dimakan. Aku dijadikan sosis. Kakiku saja, ada yang mau memakannya," kata si babi dengan marahnya.
Namun, kenapa aku tidak pernah dihargai? lanjutnya. Bahkan, dianggap najis. Bandingkan aku dengan dirimu yang lebih dihargai. Di beberapa tempat kamu dianggap suci.
Si sapi, dengan penuh pengertian, menjawab omongan si babi itu, "Babi temanku. Mungkin perbedaannya adalah kamu memberikannya setelah kamu mati, tetapi aku memberikan semuanya kepada manusia, ketika aku masih hidup!"
Pembaca, kita melihat, banyak orang yang ingin disanjung dan dipuji. Namun, mereka sendiri ternyata pelit sekali untuk memberi. Akibatnya, apa yang terjadi? Mereka pun ternyata jarang dihargai.
Realitanya, ada sebuah aturan prinsip kekal yang disebut law of giving (hukum memberi), yaitu penghargaan yang kita terima berkorelasi positif dengan pemberian yang kita berikan seumur hidup kita.
Perhatikanlah orang-orang terbesar sepanjang sejarah. Para nabi dan orang suci yang mem­punyai umat yang banyak. Salah satu alasannya karena mereka banyak memberi selama hidupnya.
Bahkan, beberapa di antaranya sungguh mengorbankan dirinya, ada yang melakukan perjalanan begitu jauhnya dengan cara keluar dari comfort zone, ada yang menyangkal kehidupan begitu enak yang bisa mereka nikmati, demi orang lain.
Itulah sebabnya, mereka dikenang sepanjang masa. Sebenarnya, bukan hanya dalam hal spiritual, dalam hal kehidupan sehari-hari pun, kita mengenal orang yang dikenang, dihargai karena apa yang mereka beri sepanjang hidup mereka.
Di salah satu kampung teman saya, terdapat sebuah makam yang hingga sekarang masih dikunjungi. Konon, makam itu adalah makam seorang kaya yang paling murah hati.
Pada waktu banyak pengungsian terjadi karena suatu bencana. Si orang kaya ini menyediakan gudang dan rumahnya untuk dijadikan sebagai tempat penampungan.
Dia pun mengeluarkan banyak uang demi para pengungsi. Dia tidak berhitung-hitung. Maka itu, ketika dia meninggal, bahkan lama setelah meninggal pun, banyak orang yang berdatangan dan menaruh hormat kepadanya.
Hukum memberi yang pertama, kurang lebih berbunyi "Apa yang kita tabur, itulah yang akan kita tuai". Maka, sebagai konsekuensinya, jika kita tidak pernah memberi kita pun tidak akan pernah menuai apa pun.
Ketika di SMP dulu, saya teringat seorang rekan saya yang sempat begitu iri ketika dia tidak pernah mendapatkan kartu ucapan ulang tahun atau kartu hari raya. Dia membandingkan dirinya dengan temannya.
Maka, kepadanya dia dinasihati. "Temannya yang lain yang sering mendapatkan kartu ucapan karena dia murah hati dan sering kali mengajari rekannya yang lain. Sementara, kamu sendiri sangat pelit berbagi ilmu" Tak heran, dia menjadi jarang diberi karena dia pun jarang memberi.
Hukum memberi yang kedua berbunyi, "Ketika kita memberi. Kita akan mendapatkan balasannya. Mungkin akan langsung kita terima, mungkin juga diterima dalam beberapa generasi yang akan datang, tetapi kemuliaan kita terletak pada ketidakinginan kita untuk mengharapkannya".
Bicara tentang hukum ini, pernahkah Anda baca kisah tentang seorang ibu yang mem­be­ri­kan sebotol susu kepada seorang anak kecil yang kelaparan. Kelak, ternyata ketika ibu ini su­dah tua, dan harus dioperasi, ternyata dia di­to­long oleh seorang dokter muda yang mem­bayari semua ongkos operasinya yang mahal.
Saat, si ibu ini mau membayar, si suster memberinya sebuah surat dari si dokter yang berbunyi, "Semua biaya obat ibu, sudah dibayar lunas dengan segelas susu". Ternyata, si dokter ini adalah bocah yang dulu pernah dibantunya dengan segelas susu.
Sama sekali tidak terbayangkan bahwa kelak si anak gembel yang ditolongnya akan menjadi seorang dokter terkemuka. Itulah nilai dari balasan yang kita terima. Sama sekali kita tidak pernah menduga, pemberian yang kita terima akan kembali dalam bentuk apa.
Namun, lebih baik kita tak mengharapkannya. Toh si ibu itu pun tidak pernah membayangkan bahwa dirinya akan menerima balasan apa pun pada kemudian harinya. Justru apa yang diberikannya, ternyata kembali dalam bentuk suprised yang luar biasa.
Hukum memberi yang keempat berbunyi, "Nilai pemberian sebenarnya diukur dari dua hal yakni ketulusan serta nilai pemberian itu sendiri bagi diri kita sendiri". Ada seorang jutawan yang memberikan berjuta-juta uangnya untuk membantu.
Namun, nilai uang itu sebenarnya tak mencapai 1% dari kekayaannya. Maka, sebenarnya nilai pemberiannya itu tidak seberapa dibandingkan dengan seorang pengemis yang rela memberikan uangnya untuk membantu pengemis lain yang mendapat kecelakaan.
Padahal, dia sendiri membutuhkan uangnya. Namun, dia tahu rekannya yang kecelakaan lebih membutuhkan. Di sinilah nilai pemberian menjadi relatif. Pemberian pun diukur dari ketulusan hati orang yang memberikannya.
Bicara soal ini, saya teringat tatkala Bob Geldof dan Midge Ure, pada 1984 mengumpulkan dana melalui album lagu untuk anak-anak yang kelaparan di Ethiopia. Mereka akhirnya bisa mengumpulkan berjuta-juta poundsterling untuk usahanya.
Atas usahanya, Midge Ure dan Geldof pernah berujar, "Kami tidak punya keinginan apa-apa. Saya hanya tergerak mengoordinasi para artis untuk menyanyi. Seharusnya yang mendapatkan nama adalah para artis yang mau datang capai-capai untuk menyanyi.”
Kepada merekalah, lanjutnya, seharusnya kita berterima kasih. Mereka bisa saja memberikan uangnya, tetapi bukan itu yang terpenting. Namun, waktu dan pengorbanan mereka itulah yang paling berharga, yang mesti kita hargai!"
Kalimat Bob Geldof cukup beralasan, karena bahkan Boy George, si penyanyi yang sebenarnya masih kecapaian, rela datang terbang dengan Concorde dari New York hanya untuk terlibat dalam proyek sosial mereka.
Sulitnya melakukan
Berbicara mengenai keempat hukum memberi ini saya pun teringat dengan pepatah, "Mereka yang selalu memberi tanpa mengharapkan apa pun, adalah orang yang pantas mendapatkan cinta. Pada akhirnya, mereka pun akan mendapatkannya".
Kalimat ini sebenarnya diucapkan oleh Bunda Teresa dari Kolkata yang pernah mendapatkan Nobel atas usahanya menolong para miskin. Singkatnya, hukum ini berbicara mengenai filosofi memberi di mana kita justru menjadi orang yang layak menerima karena hidup kita banyak memberi.
Paradoksnya, semakin kita berusaha menahan, mengambil dan berusaha menjaga apapun apa yang kita miliki, maka kita akan lebih banyak kehilangan. Saya sendiri pernah membaca kisah seorang gelandangan yang begitu pelit dalam hidupnya, yang ketika digeledah setelah dia meninggal, ternyata dia punya uang beratus-ratus dolar yang tidak pernah digunakannya.
Pertanyaannya: apa yang kini dia bisa guna­kan dengan uangnya itu? Toh tahukah Anda apa yang akhirnya pemerintah lakukan dengan uang tersebut? Uang itu akhirnya diambil oleh ne­gara untuk membantu gelandangan seperti dirinya.
Akhirnya, tulisan tentang hukum memberi ini tampaknya lebih mudah dikatakan daripada dilakukan. Seperti dikatakan oleh seorang penulis spiritual, "Keinginan daging kita adalah menjadi serakah dan mengumpulkan. Jauh lebih mudah menghidupi logika mengumpulkan bagi kita sendiri daripada memberi bagi orang lain. Namun, mari kita berusaha menjadi berkat bagi orang lain karena hidup kita sebenarnya sudah menerima banyak berkat." (sumber : bisnis.com)

Cara jitu menciptakan kekayaan

Senin, 12/04/2010
Oleh: Mike R. Sutikno
Carlos Slim Helu, namanya mungkin masih asing di telinga Anda. Pria Meksiko berusia 70 tahun ini telah memiliki nilai kekayaan bersih sebesar US$53,5 miliar, dan ini membuatnya berada di daftar teratas orang kaya di dunia pada 2010 versi majalah Forbes.
Pemulihan ekonomi global membuat kepemilikan sahamnya di beberapa perusahaan komunikasi termasuk America Movil, meroket. Mematahkan supremasi Bill Gates di urutan ke dua (US$53 miliar) dengan Microsoft dan Warren Buffet di urutan tiga (US$ 47 miliar) dengan Berkshire Hathaway.
Generasi yang lebih muda, Sergey Brin dengan Google-nya mengumpulkan US$17,5 miliar usianya baru 36 tahun, menempati posisi 24 dalam daftar Forbes.
Apakah 100 orang terkaya di dunia melakukan perencanaan keuangan untuk mencapai kekayaannya? Dalam kesehariannya orang-orang kaya tidak berbeda dengan orang-orang biasa. Hanya saja mereka melakukan apa yang orang biasa lakukan dengan cara yang luar biasa, terutama perencanaan keuangan mereka.
Karakter orang kaya
Apakah kekayaan adalah sesuatu yang menurut Anda hanya bisa dicapai oleh orang yang sudah kaya saja? Atau sebaliknya Anda yakin bahwa orang biasa juga bisa memiliki kekayaan?
Orang kaya tidak berbeda dengan kebanyakan orang pada umumnya. Hanya saja mereka melakukan apa yang dilakukan orang-orang biasa dengan cara yang luar biasa. Anda dapat dengan segera mengenali perbedaan mereka dari apa yang mereka bicarakan.
Orang biasa sering mengeluhkan peristiwa yang mereka tidak punya kendali atasnya dan menyalahkan orang lain atas kemalangan mereka. Orang kaya memiliki kendali atas pikiran dan perasaan mereka yang tecermin dari sikap dan perilakunya, sedemikian rupa, sehingga memengaruhi lingkungan mereka. Uang mengikuti ke mana karakter luar biasa ini pergi.
Kekayaan memiliki arti, interpretasi dan konotasi yang berbeda untuk tiap orang. Mulai dari bagaimana mengatur pengeluaran sehari-hari agar tidak melebihi gaji, mempersiapkan masa pensiun, sampai bisnis miliaran dolar.
Pada akhirnya kekayaan secara keuangan harus bisa dibuktikan oleh akumulasi aset dalam jumlah melimpah. Namun, jika segala sesuatu berawal dari tiada menjadi ada, itu juga berlaku untuk kekayaan dan cara terbaik untuk memulainya adalah memenuhi pikiran-pikiran dengan perencanaan keuangan, sedemikian rupa sehingga menggerakkan Anda menuju realitas keuangan yang diinginkan.
Kekayaan dan perencanaan
Untuk mengetahui bagaimana menciptakan kekayaan, Anda harus memahami hubungan antara penciptaan kekayaan dan perencanaan keuangan. Siapa pun yang ingin membeli rumah, menyekolahkan anak, mempersiapkan pensiun, atau mencapai tujuan keuangan lainnya, sedang mengakumulasi kekayaan.
Jangan mengira bahwa akumulasi kekayaan merupakan semata-mata kegiatan investasi, tetapi sesungguhnya adalah perencanaan keuangan. Penciptaan kekayaan terjadi karena proses pengelolaan harta, utang, dan pemasukan.
Secara garis besar perencanaan keuangan dibagi dalam tiga tahapan. Pertama, Anda harus mengidentifikasi berbagai macam kebutuhan dan keinginan yang membutuhkan sejumlah uang.
Kedua, sesuaikan kebutuhan dan keinginan tersebut menjadi tujuan keuangan dan tentukan berapa dana yang dibutuhkan untuk masing-masing tujuan keuangan. Ketiga, mengalokasikan sejumlah dana baik secara rutin dari waktu ke waktu atau sekali saja sekaligus di depan sehingga tercapai sejumlah besar dana yang dibutuhkan untuk mewujudkan tujuan keuangan tersebut pada waktu yang ditetapkan.
Aktivitas perencanaan keuangan akan melibatkan berbagai aspek dari keuangan Anda seperti menabung untuk dana pendidikan anak, menabung untuk dana pensiun, berinvestasi, perpajakan, juga perwarisan. Ini adalah proses yang berkelanjutan terhadap pembuatan, pelaksanaan, dan pengevaluasian dari rencana keuangan Anda.
Mengapa membutuhkan perencanaan keuangan untuk mengakumulasi kekayaan? Pertama, keseimbangan dalam hidup. Perencanaan keuangan akan membantu Anda mencapai kekayaan tanpa harus mengorbankan gaya hidup saat ini secara drastis. Misalnya, jika keputusan membeli rumah impian Anda diambil tanpa pikir panjang, Anda kemungkinan besar akan mengambil kredit rumah yang terlalu besar.
Penghasilan Anda bisa habis hanya untuk membayar cicilan rumah saja belum lagi biaya pemeliharaannya. Akibatnya tidak saja Anda kesulitan untuk memenuhi biaya hidup sehari-hari, bahkan tidak bisa menabung untuk mencapai tujuan keuangan lainnya. Padahal Anda tidak perlu ”bunuh diri” begitu jika berpatokan pada prinsip keseimbangan hidup dalam perencanaan keuangan.
Kedua, efisiensi dan efektifitas penggunaan uang. Dengan memiliki perencanaan keuangan, Anda akan mengarahkan uang tepat kepada tujuan–tujuan keuangan. Anda mengalokasikan baik harta, utang, penghasilan, dan pengeluaran sesuai dengan tempat dan porsinya masing-masing secara sistematis.
Dengan perhitungan yang yang lebih akurat, Anda semakin mampu membuat prioritas, mendapatkan lebih banyak dari uang yang dibelanjakan dan menghindari pemborosan yang tidak perlu. Misalnya, terjadi inflasi 8% per tahun, akibatnya nilai dari Rp100 juta anda akan tergerus menjadi Rp46,319 juta pada 2020.
Anda perlu merencanakan investasi agar Rp100 juta tetap bertumbuh lebih tinggi dari inflasi dan dengan perencanaan pajak Anda lebih dapat mengendalikan biaya-biaya investasi tersebut sambil tetap menjaga momentum pertumbuhan dana.
Ketiga, bantalan pengaman atau upaya berjaga-jaga. Dengan minimnya fasilitas jaminan sosial di negara kita, Anda memerlukan rencana tindakan pengamanan untuk menghadapi kondisi darurat seperti PHK dan masa pensiun.
Misalnya, Anda sudah menetapkan dan sedang menjalankan sebuah rencana pensiun. Namun, sebelum mencapai usia pensiun, Anda didiagnosis menderita suatu penyakit kritis yang kemungkinan akan semakin parah karena usia tua dan tidak bisa ditanggung oleh asuransi kesehatan. Anda harus mengkaji ulang rencana pensiun dan memperhitungkan kembali dana kesehatan hari tua yang dibutuhkan terkait dengan penyakit tersebut. (Sumber : Bisnis.Com).

Minggu, 14 Februari 2010

Data ototnomi Daerah dari Jawa Pos per tanggal 15 Februari 2010

[Jawa Pos.com, Selasa, 09 Februari 2010 ]

Arah Otonomi Lima Tahun ke Depan

Jangan Abaikan Kekhususan Daerah

Dalam rapat kerja pemerintah selama dua hari yang berakhir pekan lalu (3/2), Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengeluarkan instruksi presiden (inpres) terkait pembangunan berkelanjutan. Bagaimana potensi implikasinya bagi daerah?

---

PADA penutupan rapat tersebut, Presiden SBY menyampaikan, setidaknya akan ada dua substansi inpres yang terbit. Pertama, inpres ditujukan untuk menindaklanjuti hasil rapat enam kelompok kerja sektor pembangunan prioritas. Kedua, inpres bertujuan menindaklanjuti hasil kerja 100 hari pertama pemerintahan SBY-Boediono (Jawa Pos, 4/2).

Meski, isu itu sebenarnya kalah populer dalam pemberitaan media daripada isu Century, pemakzulan, dan koalisi. Namun, perlu dicatat bahwa isi yang akan dituangkan dalam inpres tersebut akan menentukan pelaksanaan pembangunan lima tahun ke depan. Terutama bagi pembangunan daerah dan masyarakat ke depan.

Otonomi daerah mendapat porsi tersendiri dalam pembangunan lima tahun ke depan. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 menyebutnya sebagai kegiatan prioritas. Ada tiga kegiatan inti di dalamnya, yaitu penghentian/pembatasan pemekaran wilayah, efisiensi dan efektivitas dana perimbangan daerah, serta penyempurnaan pilkada.

Berdasar fakta pelaksanaan otonomi daerah selama sembilan tahun terakhir, rencana-rencana tersebut memang cukup mendesak. Namun, bukan berarti tanpa kritik. Terdapat beberapa kelemahan yang mesti dipertimbangkan.

Rencana pertama cenderung dipaksakan dan tidak realistis. Sebab, terjadinya pemekaran daerah lebih banyak ditentukan faktor-faktor politis dan di luar jangkauan pemerintah. Pintu masuk usul UU daerah baru lebih banyak melalui DPR dan didorong kepentingan elite-elite lokal yang sulit dikendalikan.

Terkait dana perimbangan, perlu direnungkan kembali makna dan tujuannya. Terutama dana alokasi khusus (DAK) yang masih memiliki banyak kendala. Berdasar hasil studi lembaga penelitian SMERU (2008), kebijakan DAK masih kurang memberikan ruang perbedaan antardaerah.

Selain itu, kebijakan DAK dinilai sering terlambat dan tidak sesuai dengan jadwal perencanaan daerah. Alhasil, perubahan APBD harus dilakukan dengan menyita waktu dan biaya daerah untuk berkoordinasi dengan DPRD. Terakhir, masih ada persoalan transparansi alokasi DAK sehingga memunculkan praktik ''lobi dan percaloan" anggaran di Jakarta.

Penyempurnaan pilkada melalui efisiensi penyelenggaraannya merupakan program yang responsif. Pemerintah akan melakukan revisi terbatas UU 32/2004 dan menyusun UU Pemilu Kepala Daerah. Tetapi, terkait efisiensi, pemerintah perlu mempertimbangkan dengan matang wacana pemilihan gubernur oleh DPRD.

Artinya, masalah efisiensi pilkada tidak semata dipandang karena besarnya biaya. Efisiensi perlu pula menjawab persoalan rendahnya kepercayaan (trust) dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari kinerja kepala daerah terpilih. Apalagi, persoalan DPT masih saja merongrong penyelenggaraan Pilkada 2010 di sejumlah daerah.

Kasus Jawa Timur

Secara normatif, RPJMN terkait langsung dengan RPJMD (daerah). Undang-Undang 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan agar RPJMD memperhatikan RPJMN dalam penyusunannya. Begitu pula PP 8/2008 yang mengharuskan hal serupa.

Faktanya, perbedaan RPJMD sangat mungkin terjadi sebagaimana temuan studi LPPM Universitas Brawijaya (UB) dan Bappeprov Jawa Timur. Terdapat perbedaan kesesuaian antara agenda pembangunan provinsi Jawa Timur 2006-2008 dan 10 kabupaten dan kota sampel. Studi yang dilakukan pada 2009 tersebut menemukan dua argumen mengapa perbedaan bisa terjadi.

Pertama, adanya tuntutan untuk memasukkan visi dan misi bupati atau wali kota terpilih ke dalam RPJMD. Kemungkinan masuknya visi dan misi kepala daerah sebenarnya sudah diantisipasi dalam UU 25/2004 dan PP 8/2008. Tetapi, dalam kerangka penyamaan arah RPJMD.

Padahal, visi dan misi kepala daerah terpilih adalah manifestasi janji pada saat kampanye pilkada. Artinya, perbedaan beberapa substansi dalam RPJMD kabupaten dan kota dengan RPJMD provinsi dan RPJMN perlu dimaklumi. Apalagi, kepala daerah terpilih lebih memahami wilayah dan kebutuhan masyarakatnya.

Kedua, penyusunan RPJMD berdasar kondisi sosial masyarakat yang ada di kabupaten/kota masing-masing. Sebaliknya, RPJMD provinsi mengacu pada kondisi umum satu wilayah provinsi. Karena itu, perbedaan prioritas pembangunan daerah dan provinsi tidak bisa dihindari.

Studi menemukan perbedaan pada empat agenda (prioritas) pembangunan Provinsi Jawa Timur dengan 10 daerah sampel. Agenda percepatan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan infrastruktur paling berbeda dengan 10 daerah sampel. Selain karena perbedaan karakteristik kawasan (kota/desa), perbedaan muncul karena orientasi pembangunan ekonomi yang berbeda antara pertumbuhan dan pemerataan. (wawansobari/agm)

[jp.com, Selasa, 19 Januari 2010 ]

Efektif Mengendalikan Daerah

Pemerintah pusat tak mau pemda asal-asalan menyusun anggaran daerah (APBD). Karena itu, pusat menerapkan sanksi dan insentif atas pengesahan RAPBD. Efektifkah ketentuan tersebut? Berikut wawancara JPIP dengan Ahmad Erani Yustika PhD, direktur Indef.

---

Depkeu akan menghukum daerah yang penyerapan APBD-nya rendah. Pendapat Anda?

Depkeu selama ini memang memberi sanksi ketika pemda terlambat menyusun APBD tahun berikutnya. Belum sampai pada tahap memberi sanksi kepada daerah yang penyerapan anggarannya kurang bagus. Ada beberapa alasan. Pertama, penyerapan anggaran di pusat juga jelek. Kedua, pemerintah pusat tidak terlalu percaya diri memberi sanksi kepada daerah terhadap beberapa hal tertentu.

Mengapa kurang percaya diri?

Kita tahu, sejak otonomi daerah, sebagian kewenangan itu diberikan kepada daerah. Konsekuensinya, daerah pada tahap tertentu memiliki ruang untuk mengambil keputusan sendiri. Bila dalam beberapa hal program pemerintah pusat tidak bisa dijalankan di daerah, pusat akan sulit mengendalikan keputusan itu karena telah diserahkan kepada daerah. Apalagi bila kepala daerah dipimpin orang parpol yang berbeda dari pusat.

Apa saja antisipasi bagi daerah yang mengalami keterlambatan pengesahan APBD dalam menghadapi disinsentif pusat?

Sebenarnya hanya sedikit pemerintah daerah yang terlambat menetapkan APBD. Ada banyak hal yang bisa dilakukan. Di antaranya, memperkuat intensitas komunikasi dengan DPRD. Sebab, selama ini yang mengakibatkan terlambat adalah pembicaraan dengan DPRD. Jadi, karena adanya tarik-menarik kepentingan, keputusan tidak bisa secepatnya diambil.

Dalam beberapa kasus, itu sebenarnya terjadi karena political barter yang tidak ketemu antara eksekutif dan legislatif. Komunikasi yang bagus kepala daerah yang tidak berasal dari partai politik mayoritas di DPRD harus diperbaiki. Itu menjadi masalah serius karena sudah diperkirakan menjadi kelemahan model demokrasi seperti sekarang.

Apakah mekanisme pemotongan dana transfer sudah tepat ditetapkan sebagai sanksi bagi daerah?

Saya secara prinsipiil setuju dengan itu. Sebab, dana transfer merupakan dana terpenting daerah untuk mendapatkan penerimaan APBD-nya. Ketika dana transfer dijadikan instrumen untuk tertib administrasi, itu sudah tepat sasaran.

Ketika dilakukan, apakah pemotongan dana transfer justru tidak menghambat pembangunan?

Karena itu, ancaman semacam itu membuat perilaku daerah berubah. Kalau ancaman terlalu lunak, desakan untuk memperbaiki administrasi anggaran menjadi kurang.

Alternatif selain pemotongan dana transfer?

Di satu sisi, hal seperti itu ditakut-takuti karena diancam dengan penalti. Di sisi lain, harusnya ada insentif. Daerah-daerah yang adminsitrasinya bagus dan laporan pertanggungjawabannya tidak disclaimer harus diberi insentif. Misalnya, penambahan dana transfer.

Apakah pusat perlu mengadakan asistensi bagi daerah-daerah dengan penyerapan APBD yang rendah?

Sebenarnya sekarang pola semacam itu relatif banyak. Tidak harus dilakukan pemerintah. Misalnya, pusat mendapat bantuan dari USAID lewat Local Government Support Program, baik di bidang penganggaran maupun perencanaan. Tapi, memang itu tidak bisa selesai dalam jangka pendek karena banyaknya pemerintah daerah di Indonesia. Terutama daerah-daerah hasil pemekaran yang sumber daya manusianya terbatas. (novi/agm)

(Jp.com,Selasa, 02 Februari 2010 ]

Ukur Kinerja Provinsi, Adopsi Otonomi Award

Jatim Juara Dua, Sumut Terburuk

Memasuki usia sembilan tahun, evaluasi otonomi daerah yang dirintis The Jawa Pos Institute of Pro Otonomi (JPIP) terus memperoleh apresiasi. Bukan semata karena kredibilitas dan integritas, evaluasi kinerja pemerintah daerah (pemda) memang tetap dibutuhkan.

---

KAMIS lalu (28/1), di gedung Ditjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) diadakan partnership lecture series. Bentuknya berupa kuliah umum yang diikuti secara interaktif oleh sepuluh perguruan tinggi di Indonesia melalui video conference. Di ruang kuliah Dikti hadir sejumlah tokoh nasional seperti mantan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah (Menkrimpraswil) Erna Witoelar, mantan Hakim Agung Benjamin Mankoedilaga, sejumlah pejabat Kemendiknas, perwakilan lembaga donor, akademisi perguruan tinggi, serta sejumlah NGO di Jakarta.

Kuliah umum itu bertema "Mengukur Tata Kelola Pemerintahan yang Demokratis; Potret Tata Kelola Pemerintahan Provinsi di Indonesia." Tema ini menegaskan bahwa evaluasi kinerja pemerintah daerah selama pelaksanaan otonomi daerah sangat penting. Padahal, lecture series itu merupakan yang pertama diselenggarakan Kementerian Pendidikan Nasional yang direncanakan enam kali untuk isu-isu tata kelola pemerintahan.

Pemilihan tema evaluasi kinerja pemerintah daerah bukan tanpa alasan. Hal itu tersirat dari benang merah diskusi pada kuliah tersebut, yang menyoroti desentralisasi sebagai ruang ekspresi terbuka bagi daerah untuk menjalankan pemerintahan. Dalam implementasi desentralisasi, potensi disparitas otonomi daerah menjadi tinggi. Disparitas itulah yang harus dievaluasi agar menuju arah perbaikan. Disparitas kemajuan juga harus diukur sedemikian rupa sehingga memotivasi daerah untuk berkompetisi.

Inisiatif mengompetisikan daerah itulah yang mengarahkan apresiasi kepada JPIP yang telah melakukan Annual Otonomi Award sejak 2002. Apresiasi tersebut disampaikan narasumber lecture series Anis Baswedan PhD (rektor Universitas Paramadina) yang tampil bersama A. Malik Gismar PhD (kepala Unit Riset Partnership). Lecture series itu dipandu pengacara Bambang Widjojanto.

Apresiasi Anis Baswedan kepada JPIP dilontarkan dalam konteks menjelaskan Partnership Governance Index (PGI) yang dibahas dalam forum tersebut. Menurut Anis, PGI yang dibuat Partneship terinspirasi model evaluasi daerah yang dibuat JPIP. Bahkan, dalam penyusunan PGI, Partnership secara khusus melakukan bedah metodologi JPIP yang mendatangkan peneliti LP3ES dan Litbang Kompas tiga tahun lalu.

Menurut Anis, desentralisasi dan demokratisasi di Indonesia dilakukan secara serentak. Ini merupakan satu-satunya kasus di dunia. Dalam kacamata akademis, kasus Indonesia akan menjadi referensi dunia dalam menerapkan demokratisasi dan desentralisasi sekaligus. Kalau berhasil, Indonesia akan menjadi laboratorium dunia dalam menerapkan demokratisasi dan desentralisasi.

Dengan demikian, harus ada alat ukur yang jelas untuk mengevaluasi semua proses itu agar jangan sampai gagal. Pemerintah daerah harus dipacu agar termotivasi untuk memajukan daerahnya dengan bingkai good governance. Apa yang dilakukan JPIP via Otonomi Award dan Partnership via PGI merupakan upaya konkret mengawal otonomi daerah. Daerah perlu dipacu melalui model evaluasi pemeringkatan maupun indeks di samping model evaluasi lainnya.

Persoalannya, baik JPIP maupun PGI memiliki keterbatasan untuk mengevaluasi seluruh kabupaten/kota dan provinsi pada keseluruhan aspek tata pemerintahan. Dibutuhkan beragam evaluasi oleh pemerintah pusat dan non pemerintah. Termasuk keberanian pemerintah mengumumkan hasil Evaluasi Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (EPPD) yang memiliki dasar hukum PP Nomor 6 Tahun 2008.

Pemeringkatan yang Memotivasi

Sebagaimana pemeringkatan yang telah dilakukan JPIP, Partnerhip Governance Index (PGI) menampilkan hal serupa. Bedanya, kalau JPIP melakukan pemeringkatan kabupaten/kota di Jatim, Kaltim, Jateng-DIY, dan Sulsel. Sementara PGI membuat pemeringkatan untuk 33 provinsi di Indonesia dalam skala nilai 1 sampai 10. Perbedaan lainnya terletak pada unit analisisnya. JPIP mengevaluasi kemajuan daerah melalui ukuran perkembangan ekonomi, peningkatan layanan public, serta kinerja politik lokal (demokratisasi di daerah).

PGI mengukur dinamika empat arena tata pemerintahan, yaitu government (political office), birokrasi, masyarakat sipil, dan masyarakat ekonomi (economic society). Keempat arena tersebut diukur dengan prinsip-prinsip partisipasi, keadilan, akuntabilitas, transparansi, efisiensi, dan efektivitas. Dari simulasi yang dipaparkan, secara khusus PGI dapat menampilkan perbandingan indeks antararena. PGI juga dapat menampilkan korelasi indeks antarprinsip pada suatu arena.

Contohnya, kita dapat melihat gambaran efektivitas dan efisiensi pada arena birokrasi. Hasilnya, indeks efektivitas birokrasi di 33 provinsi relatif sama, antara 5 sampai 7,5. Namun, hal tersebut ditempuh dengan efisiensi yang berbeda untuk setiap provinsi. Artinya, untuk mencapai efektivitas sebuah capaian program tertentu, tiap provinsi melakukannya dengan efisiensi yang berbeda.

Dari keseluruhan arena dan prinsip PGI, ternyata ditemukan fakta menarik menyangkut tujuh provinsi baru yang masuk Daerah Otonom Hasil Pemekaran (DOHP). Lima di antara 7 provinsi baru tersebut berada di bawah rata-rata nilai indeks, yaitu Provinsi Bangka Belitung, Banten, Sulawesi Barat, Maluku Utara, dan Papua Barat. Hanya dua provinsi baru yang berhasil melampaui rata-rata indeks, yaitu Provinsi Kepulauan Riau dan Gorontalo.

Fakta tersebut menunjukkan bahwa sebuah evaluasi dengan ukuran tertentu sangat penting untuk menunjukkan kemajuan daerah secara relatif dengan daerah lainnya. Apa yang dilakukan PGI maupun JPIP memang dimaksudkan untuk mendorong daerah berprestasi. Pada taraf tertentu, daerah terpuruk terpacu untuk keluar dari keterpurukan. Pemeringkatan diharapkan memberikan rasa malu kepada daerah yang berada di peringkat jelek. (dadan/agm)

[jp.com, Selasa, 19 Januari 2010 ]

Lemahnya Pengelolaan Keuangan Daerah

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2010 di kabupaten-kota seharusnya sudah ditetapkan selambatnya Desember 2009. Depdagri mengancam memotong dana transfer karena keterlambatan tersebut. Apa konsekuensi sanksi itu bagi daerah?

---

ADA dua penyebab utama keterlambatan pengesahan APBD. Pertama, proses review dari pemerintah provinsi (pemprov) dan pengesahan dari gubernur. Kedua, kondisi politik di tingkat lokal. Kurang harmonisnya hubungan antara eksekutif dan legislatif berdampak terhadap pembahasan anggaran di tingkat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten-kota.

Akibatnya, pembahasan rancangan anggaran pendapatan dan belanja daerah (RAPBD) yang diajukan eksekutif akan melalui proses yang sangat panjang dan alot. Saat itu akan terjadi tarik-menarik kepentingan antara kedua pihak.

Setiap tahun, anggaran di daerah selalu dimulai pada Januari. Pada bulan yang sama, pemda telah memulai proses musyawarah pembangunan (musrenbang) di tingkat desa-kelurahan sebagai proses awal menyusun anggaran untuk tahun berikutnya.

Namun, tak jarang karena dua masalah tersebut, APBD baru disahkan pada Januari atau Februari. Molornya pengesahan berdampak terhadap implementasi program pembangunan di daerah. Misalnya, keterlambatan proses tender (lelang) proyek-proyek (terutama fisik) yang didanai APBD. Kalau tender terlambat dilaksanakan, pemda tidak dapat melakukan belanja modal.

Belanja modal biasanya dilaksanakan melalui lelang. Berdasar Permendagri No 13/2006 jo Permendagri No 59/2007 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, belanja yang bisa dilakukan pemkot hanya barang dan jasa. Itu pun menggunakan APBD pada tahun sebelumnya sebagai rujukan.

Dampak lain adalah rendahnya penyerapan anggaran pembangunan di daerah. Pemerintah menggunakan alasan tersebut untuk menilai kinerja pemda. Semakin rendah penyerapan anggaran, pemda dianggap tidak memaksimalkan pelayanan kepada publik. Itu jelas amat merugikan masyarakat.

Rendahnya daya serap anggaran di daerah terjadi karena berbagai sebab. Pertama, kapasitas dan kualitas sumber daya manusia (SDM) di daerah yang bervariasi. Kedua, kondisi politik di daerah yang tidak harmonis. Ketiga, prinsip kehati-hatian yang diterapkan pejabat daerah karena regulasi yang tumpang tindih dan dianggap ketat oleh daerah. Pejabat di daerah takut terjadi kesalahan prosedur, sehingga menyeret mereka ke dalam kasus korupsi. Karena itu, banyak pejabat di daerah yang tidak mau menjadi pimpinan proyek (pimpro).

Keterlambatan pengesahan APBD dan belum terserapnya semua pembangunan anggaran daerah mendorong Departemen Keuangan (Depkeu) untuk memberlakukan insentif dan disinsentif kepada pemda. Sebab, kondisi sudah dianggap meresahkan. Sanksi yang diterima daerah bila tidak mampu menjalankan fungsi anggaran adalah pemotongan atau penundaan transfer anggaran dari pusat. Nilainya disesuaikan dengan dana yang tidak berhasil diserap.

Ini merupakan kabar buruk bagi daerah yang tidak mampu menyerap semua anggaran publiknya. Sebab, selama ini 70 persen anggaran di daerah berasal dari dana transfer, baik berupa dana alokasi umum (DAU) maupun dana alokasi khusus (DAK). Dengan anggaran-anggaran tersebut, pemda membiayai gaji para pegawai dan proyek-proyek pembangunan di daerah. Tanpa dana transfer, pembangunan di daerah belum bisa berjalan.

Selain sanksi, sudah selayaknya pusat memberikan insentif kepada daerah. Menkeu Sri Mulyani Indrawati menyatakan, insentif ke daerah disalurkan dalam bentuk DAU, DAK, atau dana bagi hasil (DBH). Namun, jumlah tersebut belum ditentukan secara jelas oleh Depkeu. Jumlah insentif itulah yang seharusnya segera ditentukan Depkeu.

Reward dan punishment tersebut merupakan cara yang bagus untuk mendisiplinkan kebijakan anggaran di daerah. Tanpa sanksi yang keras, sangat sulit mengubah pengelolaan keuangan di daerah. Dengan alasan takut melanggar hukum dan ketentuan, anggaran yang seharusnya digunakan untuk kepentingan publik tidak terserap secara maksimal. Ini menjadi tantangan yang sangat besar bagi daerah yang mengalami kendala kualitas SDM dan panasnya suhu politik antara eksekutif dan legislatif.

Tertibkan Keuangan Daerah

Tahun anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) 2010 di tingkat nasional dan daerah telah dimulai pada 11 Januari lalu. Saat itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menyerahkan daftar isian penggunaan anggaran (DIPA).

Dalam kesempatan tersebut, presiden mengingatkan daerah untuk mempercepat penyerapan keuangan. Tidak ada alasan bagi daerah untuk menunda penggunaan anggaran. Sebab, regulasi, prosedur, dan pembagian kewenangan antara pusat dan daerah telah jelas. Pesan SBY tersebut bisa jadi sulit dilakukan bila daerah yang bersangkutan terlambat mengesahkan RAPBD.

Jelasnya prosedur pengelolaan keuangan itu kadang masih belum dilaksanakan pemda. Kesalahan dalam menjalankan prosedur keuangan di daerah dan tidak tahu regulasi tidak jarang menyeret kepala daerah dalam kasus korupsi. Misalnya, kasus penyelewengan dana kas daerah di Kabupaten Situbondo yang menyeret Bupati Ismunarso ke penjara.

Namun, terkait alokasi anggaran berdasar pembagian kewenangan, dalam praktiknya masih banyak terjadi tumpang tindih. Terutama untuk program-program dari DAK. Di lapangan, banyak yang kurang sesuai dengan kebutuhan daerah. (novi/agm)

[ jp.com.Selasa, 09 Februari 2010 ]

Belum Ada Grand Design

Sudah sebelas tahun Indonesia menerapkan otonomi. Masalah itu juga sudah diagendakan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014. Inilah pandangan peneliti politik LIPI R. Siti Zuhro PhD.

---

Apakah penataan otonomi daerah sudah pas?

Penataan daerah saat ini sudah sangat urgent. Itu dilakukan dengan menghadirkan grand design penataan daerah. Wujud desain tersebut saat ini belum ada. Hanya baru berupa pemekaran daerah. Untuk skala yang besar hingga 2025 atau 2030 belum ada.

Terkait dengan pilkada, penataan tersebut memang menjadi evaluasi. Sekarang harus ada ketegasan dari pemerintah pusat melalui revisi UU 32/2004 terkait titik tekan otonomi daerah itu ada di kabupaten/kota atau provinsi. Apakah akan memperkuat posisi gubernur sebagai kepala daerah atau wakil pemerintah pusat di daerah sehingga berkonsekuensi pada pelaksanaan pilkada langsung. Kalau menurut saya, akan efektif jika titik tekan otonomi daerah di provinsi sehingga mensyaratkan pilkada langsung di provinsi. Dengan konsekuensi itu, kabupaten dan kota tidak perlu mengadakan pilkada.

Bagaimana potensi implikasinya bagi daerah?

Sekarang yang kita tahu, apa yang dilakukan pemerintah pusat baru menyertakan pemerintahan di level provinsi. Ada kesadaran permasalahan rentang kendali, maka yang paling logis adalah level provinsi. Karena itu, provinsi mulai dilibatkan sejak program 100 hari sampai setelah 100 hari. Itu artinya, pemerintah pusat sekarang ingin mengajak sinergi dan menata hubungan yang lebih baik antara pusat dan daerah melalui keikutsertaan pemerintah provinsi untuk memantau, melaksanakan, dan bertanggung jawab.

Apa ini bukan bentuk resentralisasi?

Memang, kecenderungannya akan resentralisasi kalau provinsi hanya sebagai wakil pemerintah pusat. Namun, otonomi jangan hanya dipenuhi perdebatan antara desentralisasi dan resentralisasi. Kita butuh langkah konkret ke depan.

Bagaimana peran Dewan Perwakilan Daerah (DPD) untuk pelaksanaan RPJMN?

Selama tidak ada amandemen konstitusi, akan terjadi stagnasi. Sebab, DPD tidak bisa melampaui kewenangannya sehingga dalam mengawal penguatan daerah ke depan kurang riil. Ada korelasi positif antara keterbatasan kewenangan dan kurang maksimalnya peran DPD. (wawan/jpip/tof)

Data MP :

(Jp.com Senin, 15 Februari 2010 ]

Silang Sengkarut Sengketa Lahan SD

KBM Jadi Korban

PENYEGELAN sekolah dasar negeri (SDN) oleh warga yang mengklaim sebagai pemilik lahan belakangan ini marak. Motif di balik itu hampir sama. Pemilik lahan tidak mendapatkan janji pemerintah saat lahannya dipakai untuk ditempati gedung SD.

Pemkab pun dilematis. Sebab, lahan yang mesti diganti rugi butuh dana besar. Juga untuk mengangkat pesuruh atau PNS pemilik atau ahli waris lahan terkendala prosedur. Kini, akumulasi kecewa hingga protes membuncah. Perlu penyelesaian agar kegiatan belajar mengajar (KBM) tidak terganggu.

di Kabupaten Sumenep misalnya, belakangan ini protes hingga penyegelan SD marak terjadi. Ahli waris lahan menuntut ganti rugi atas lahan yang ditempati SD puluhan tahun.

Data di Dinas Pendidikan (Disdik) Sumenep, dua SDN telah disegel oleh pemilik tanah. Penyegelan buntut dari keinginan pemilik lahan yang tidak ditanggapi serius pemkab. Bahkan, ada yang sampai terjadi penyegelan berulang - ulang.

Sekolah yang disegel adalah SDN Kangayan pada Januari dan SDN Ambunten Tengah IV, Kec Ambunten, pada Februari 2010 untuk kali keempat. SDN Ambunten Tengah IV disegel Maat, 33, keponakan Haniya, pemilik tanah.

Motif penyegelan karena faktor kecewa kepada pemkab yang terkesan lamban dalam memberi ganti rugi atas tanah yang ditempati sekolah itu. Alasan lainnya, pemilik tanah menginginkan keluarganya bisa dijadikan sebagai pesuruh atau penjaga sekolah.

Kabid Pendidikan Dasar (Dikdas) Disdik Sumenep Moh. Sadik menuturkan, rata - rata permintaan pemilik tanah agar keluarganya diangkat menjadi pesuruh di sekolah. Justru untuk tuntutan ganti rugi tidak banyak. "Kadang yang diusulkan adiknya atau keluarga dekatnya untuk bisa dijadikan pesuruh," katanya.

Menurut dia, hanya ada dua kasus penyegelan sekolah yang belakangan ini mencuat ke permukaan. Padahal, dari awal tidak ada pemilik tanah yang menyegel sekolah. "Biasanya pemilik tanah langsung meminta kepada pemerintah sesuai keinginannya, terutama menjadi pesuruh. Namun, ada sebagian yang hanya minta ganti rugi dan rata - rata dikabulkan," jelasnya kepada koran ini kemarin (14/2).

Diungkapkan, ada sekitar 80 sekolah yang tanahnya dipermasalahkan pemilik tanah. Namun, tidak semua sampai menyegel sekolah. Mereka hanya minta diangkat menjadi pesuruh di sekolah yang tanahnya ditempati sekolah. Ini terjadi sejak disdik masih bernama dinas pendidikan dan kebudayaan (dinas P dan K).

"Semuanya sudah selesai dan bisa diatasi. Semuanya sudah sesuai dengan permintaan atau dikabulkan. Termasuk 80 pemilik tanah itu, sudah diangkat jadi pesuruh," klaimnya.

Memang, terang Sadik, untuk SDN Ambunten Tengah IV dan SDN Kangayan sampai saat ini belum ada ganti rugi maupun pemilik lahan dijadikan pesuruh sekolah. Masalah tersebut masih dalam proses penyelesaian dengan pemilik tanah. Disdik akan menyelesaikan secara cepat, agar KBM bisa normal kembali.

Dia berharap, jika ada masalah terkait tanah yang ditempati sekolah, jangan sampai pemilik tanah langsung menyegel sekolah. "Bicarakan dulu apa yang bisa dilakukan pemerintah, terutama disdik," harapnya. (c26/mat)

(Jp.comMinggu, 14 Februari 2010 ]

Diduga Ada Manipulasi Sertifikat

PAMEKASAN-Sertifikat tanah SDN Batu Kalangan I, Kec Proppo, yang dimiliki pemkab berbau manipulasi. Indikasinya, meski lahan seluas sekitar 2.331 meter persegi itu telah bersertifikat sejak 1981, namun hingga sekarang pemilik lama yang membayar PBB (pajak bumi dan bangunan).

Dugaan adanya ketidakberesan itu sebenarnya mulai terungkap saat Komisi A DPRD Pamekasan menggelar hearing (12/2). Saat itu warga setempat yang mengklaim pemilik sah, Muhdar alias H Mukid, 35, juga dihadirkan.

Karena merasa sebagai pemilik sah dan pemkab ingkar janji, Mukid bersikeras tidak akan membuka segel di SDN Batu Kalangan I. Meskipun, pemkab telah mengantongi sertifikat lahan SD yang jadi sengketa itu.

"Saya tidak akan membuka segel. Tanah itu milik keluarga besar kami. Dan, sejak awal hingga sekarang yang membayar pajak bukan pemkab," katanya saat pertemuan di aula komisi A.

Dugaan adanya manipulasi saat pengurusan sertifikat diakui Ketua Komisi A M. Suli Faris. Komisinya menerima informasi dan laporan dari warga. Namun, Suli tidak menjelaskan secara detail indikasi adanya penyimpangan pembuatan sertifikat tersebut.

"Informasi warga memang ada (dugaan penyimpangan). Tapi, itu sebatas informasi yang kami dapat. Dan, belum bisa dijadikan kesimpulan," terangnya melalui sambungan telepon genggamnya kemarin (13/2).

Menurut Suli, dugaan warga masuk akal. Sebab, jika memang tanah telah bersertifikat atas nama pemkab, seharusnya segala bentuk administrasi, termasuk pajak, tidak lagi tanggung pemilik semula.

"Namun, kami masih mempelajari semua informasi dan data, termasuk laporan dan kedua belah pihak. Artinya, sekali lagi ini bukan kesimpulan. Kasus ini masih proses dan secepat harus tuntas," tegasnya.

Selain mempelajari semua data yang telah didapat, sambungnya, komisi A koordinasi dengan instansi terkait. Termasuk dengan Dinas Pendidikan (Disdik) Pamekasan. "Semua pihak yang terlibat harus dimintai klarifikasi. Untuk itu, kami akan mendatangkan BPN (Badan Pertanahan Nasional) Pamekasan. Tujuannya, untuk mengetahui secara persis proses (sertifikat)," urainya.

Apakah setelah pertemuan akan ada kesimpulan? Politisi yang berangkat dari Dapil V (Pasean, Waru, dan Batumarmar) ini tidak mau memastikan. "Kita lihat nanti setelah hasil rapat. Yang terpenting, persoalan ini segera selesai. Dan, keputusannya nanti tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Pokoknya, harus mencari solusi yang terbaik dengan tidak melawan peraturan yang berlaku," tandasnya. (nam/mat)

Perpres penyediaan infrastruktur terbit

Minggu, 14/02/2010 17:41:21 WIBOleh: Dewi Astuti

JAKARTA (Bisnis.com): Pemerintah telah mengeluarkan peraturan presiden(perpres) baru hasil revisi Perpres No.67/2005 tentang Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha Swasta dalam Penyediaan Infrastruktur.

Syahrial Loetan, Sekretaris Utama Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Sestama Bappenas, mengungkapkan perpres baru tersebut telah mendapatkan persetujuan dan ditandatangani oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

“Penuntasan revisi Perpres No.67/2005 merupakan bagian dari program 100 hari. Hasil revisi sudah ditandatangani presiden dan tertuang dalam perpres No.13/2010," ujarnya pada akhir pekan lalu.

Dalam ketentuan baru hasil revisi, pemerintah memberikan sejumlah insentif untuk para investor yang menjadi pemrakarsa. Pemrakarsa proyek merupakan investor swasta yang mengajukan rencana pembangunan proyek termasuk didalamnya studi kelayakan yang belum direncanakan pemerintah.

Dedy S. Priatna, Deputi bidang Sarana dan Prasarana Bappenas, menjelaskan investor bisa menjadi pemrakarsa bila usulan mereka diajukan kepada kementerian/lembaga maupun pemerintah daerah dan disetujui oleh menteri terkait, sebelum kemudian diajukan kepada menteri keuangan.

Bila mendapatkan persetujuan, pemrakarsa akan memperoleh sejumlah insentif dari pemerintah atas usahanya tersebut seperti pertama, berupa pemberian preferensi 10% dalam tender.

Maksudnya, bila pemrakarsa ikut dalam tender proyek, namun harga pemenang tender lebih rendah 10% dari harga pemrakarsa proyek, maka pemrakarsa itu dinyatakan sebagai pemenang.

Kedua, pemberian right to match, yaitu bila ternyata harga investor pemenang tender proyek 10% di atas harga pemrakarsa, maka pemrakarsa diberikan waktu hingga 6 bulan untuk memberikan harga di bawah pemenang tender. Kalau dia memberikan tawaran lebih rendah dari pemenang tender, maka menang.

Ketiga, apabila pemrakarsa kalah dalam tender, pemerintah akan membeli hak intelektual rencana proyek tersebut yang nilainya akan dinilai oleh tim penilai independen. Kalau sudah dibeli pemerintah, tidak boleh ikut tender lagi.

Selain itu, Dedy menambahkan ketentuan baru hasil revisi Perpres No.67/2005 juga mengatur pemberian insentif lain seperti pembebasan pajak atau bea masuk barang impor. Namun, keputusan akhirnya akan berada di tangan menteri keuangan. (wiw)

Bea masuk dihapus, penyelundupan masih marak

Minggu, 14/02/2010 17:12:29 WIBOleh: Agus Supriadi

BATAM (Bisnis.com): Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mengatakan penyelundupan barang ilegal tetap akan terjadi sekalipun tarif bea dibebaskan melalui beragam kebijakan.

Kepala Kantor Wilayah Khusus Bea dan Cukai Kepulauan Riau Nasar Salim mengatakan penyelundupan barang illegal masih kerap terjadi meskipun kebijakan bea masuk banyak dihapuskan dengan adanya perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement/FTA) maupun kebijakan lainnya.

Pasalnya, tidak hanya bea masuk yang jadi faktor kepatuhan dari para importer, tetapi kebijakan perpajakan lainnya juga menjadi hal yang sering memunculkan ketidakpatuhan.

“Kenapa sudah dibebaskan bea masuk melalui ACFTA [Asean China FTA] dan insentif kawasan ekonomi khusus [KEK], penyelundupan masih saja terjadi? Karena mereka menghindari pajak lainnya, PPN misalnya,” tuturnya di Pangkalan Khusus Bea dan Cukai Batam pada akhir pekan lalu.

Selain itu, tuturnya, tabiat negatif dari para importir nakal juga tidak serta-merta hilang dengan adanya kebijakan-kebijakan tersebut. Menurutnya, tidak sedikit pelaku usaha yang gemar memacu adrenalinnya dalam berbisnis dengan sengaja melanggar ketentuan hukum.

“Jadi kalau berhasil mengelabui petugas [Ditjen Bea dan Cukai], menjadi kebanggan tersendiri buat mereka,” ujarnya.

Terkait dengan pemberlakuan ACFTA, Nasar menilai tidak akan berpengaruh banyak terhadap penerimaan bea masuk maupun peredaran barang asal China di wilayah Kepualauan Riau.

Pasalnya, sebagian besar importir di wilayah Batam, Bintan, dan Karimun lebih banyak membeli barang dari Singapura ketimbang membeli langsung dari China.

"Mereka sebenarnya tidak menggunakan fasilitas [bea masuk] ACFTA. Mereka itu kebanyakan kredit atau konsinyasi. Kirim dulu barangnya, baru bayar nanti. Jadi tidak ada pengaruhnya ke kita [Batam, Bintan, dan Karimun]," katanya. (wiw)

Manajemen gas nasional perlu kepastian hukum

Senin, 08/02/2010 11:28:00 WIBOleh: Kurtubi

Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 3/2010 antara lain mewajibkan kontraktor production sharing (KPS) atau sekarang disebut kontraktor kontrak kerjasama (KKS) untuk menyerahkan 25% dari produksi gas bagian kontraktor guna memenuhi keperluan dalam negeri dalam rangka DMO (domestic market obligation).

Di sini timbul pertanyaan, mengapa 25%? Mengapa tidak 20%, atau 30% atau 50% atau bahkan 100%, misalnya. Apakah ada dasar hukumnya untuk menetapkan batasan 25%?

Soalnya, Pasal 22 Ayat 1 dari UU Migas No. 22/2001 yang mengatur tentang batas maksimal persentase DMO gas sudah dicabut oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada tahun 2004.

Bersama dengan Pasal 12 Ayat 3 yang menyangkut Kuasa Pertambangan dan Pasal 28 Ayat 2 yang menyangkut pelepasan harga BBM sepenuhnya kepada mekanisme pasar, Pasal 22 Ayat 1 dinyatakan tidak berlaku lagi oleh MK karena dinilai melanggar Pasal 33 UUD 1945.

Selama lebih dari 5 tahun, UU Migas No. 22/2001 dibiarkan dalam kondisi 'cacat', tanpa ada upaya untuk melakukan amendemen/perbaikan/penggantian. Bahkan meskipun Pansus Hak Angket Kenaikan Harga BBM yang dibentuk DPR telah merekomendasikan agar UU Migas No. 22/2001 segera diganti, ternyata hingga saat ini belum juga dilakukan.

Kondisi memprihantinkan ini terjadi meskipun pihak eksekutif (Menteri ESDM) yang bertanggung jawab atas pengesahan dan penerapan UU Migas No. 22/ 2001 sudah diganti dengan menteri baru.

Putusan MK, Rekomendasi Pansus Hak Angket BBM, dan imbauan dari berbagai kelompok masyarakat selama ini tetap 'diabaikan', bak pepatah 'anjing menggonggong kafilah tetap berlalu'.

Seyogianya, kondisi 'cacat hukum' dari UU Migas No. 22/2001 harus segera diakhiri terlebih dahulu sebelum antara lain Menteri ESDM yang baru mengeluarkan Permen tentang pemenuhan gas untuk keperluan dalam negeri.

Kalau seandainya proses amendemen/penggantian UU Migas dikhawatirkan akan memakan waktu lama, Presiden dimungkinkan untuk mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti UU (perppu) karena sifatnya mendesak.

Sebagaimana PM Juanda telah pada akhir 1950-an berani mengeluarkan Perppu (kemudian berubah menjadi UU Prp. No. 44/1960) yang mengganti UU Pertambangan Zaman Belanda yang sangat merugikan Negara (Indische Mijnwet 1899).

Kondisi saat ini mendorong perlunya segera perbaikan/penggantian terhadap UU Migas ini guna menciptakan kepastian hukum dan menghindari terulangnya penjualan gas dengan harga sangat murah ke luar negeri.

Meningkatkan investasi

Kepastian hukum dibutuhkan untuk dapat segera meningkatkan investasi. Dasar hukum bagi kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di Blok2 baru harus segera dipulihkan pascapencabutan Pasal 12 Ayat 3 yang semula dimaksudkan sebagai dasar hukum bagi kegiatan usaha di sektor hulu.

Demikian juga bagi pengaturan pemenuhan gas untuk keperluan dalam negeri yang terkait dengan DMO harus segera dipulihkan dengan memperbaiki/mengganti UU Migas.

Sebab dengan tidak berlakunya Pasal 22 Ayat 1 UU Migas yang mengatur jumlah persentase DMO/gas yang harus dipasok untuk dalam negeri, tentu pasal ini tidak bisa disubstitusi dengan Permen, seperti Permen No. 3/2010.

Pasal 22 Ayat 1 yang sudah dinyatakan tidak berlaku, bersama Pasal 12 Ayat 3 dan Pasal 28 Ayat 2, kesemuanya harus segera diperbaiki. Oleh karena itulah maka seyogianya Pemerintah saat ini harus segera mengajukan perbaikan/penggantian UU Migas ke DPR atau segera mengeluarkan Perppu. Ini agar status 'cacat' dari UU Migas segera diakhiri.

Kebijakan pembiaran terhadap ketidakpastian hukum di sektor migas saat ini sungguh sangat merugikan negara. Terbukti dari anjloknya investasi/kegiatan pengeboran eksplorasi di Blok2 baru dalam 10 tahun terakhir ini telah menyebabkan tidak adanya penemuan cadangan baru yang berujung pada anjloknya produksi minyak nasional. Indonesia telah berubah menjadi net oil importer dan harus keluar dari OPEC.

Tidak segeranya diperbaiki atas Pasal 22 Ayat 1 UU Migas juga berdampak negatif terhadap pengembangan lapangan-lapangan gas seperti Donggi Senoro, Masela, dsbnya karena tidak ada kepastian persentase DMO yang berdasarkan UU.

Status Permen yang berada dibawah UU, secara pasti tidak bisa menggantikan Pasal 22 Ayat 1 UU Migas yang sudah dinyatakan tidak berlaku oleh MK. Terlebih lagi substansi isi dari Permen No.3/2010 kurang visioner karena cenderung untuk terus mendorong pemakaian gas (methane) yang sangat bernilai ekonomi, untuk diinjeksikan ke sumur-sumur tua guna meningkatkan produksi minyak lewat mekanisme EOR (enhanced oil recovery).

Padahal sudah lama berkembang teknologi pemakaian gas CO2 untuk keperluan EOR dimana CO2 selama ini dianggap sebagai beban dan sangat merusak lingkungan.

Gas CO2 tidak hanya bisa diinjeksikan untuk meningkatkan produksi minyak di sumur-sumur minyak tua dengan kandungan minyak jenis medium dan ringan (API di atas 25 derajat) seperti minyak jenis Minas, tetapi juga terbukti bisa diinjeksikan dan meningkatkan produksi dari lapangan minyak dengan kandungan minyak tergolong berat seperti yang terjadi di Lapangan Minyak Bati Rahman di Turki dengan hanya 5 derajat API.

Minyak jenis ini mirip dengan jenis minyak Duri di Riau yang saat ini menggunakan gas methane dalam jumlah yang sangat besar.

Ke depan justru penggunaan CO2 untuk meningkatkan produksi dari lapangan-lapangan tua yang harus didorong, bukan mendorong penggunaan gas methane yang bernilai ekonomi tinggi seperti pada Permen No.3/2010.

Rencana pengembangan Blok Natuna yang mengandung gas CO sekitar 200 tcf dan gas methane sekitar 45 tcf perlu dipercepat.

Gas CO2 yang selama ini direncanakan untuk dipendam kembali di sekitar Natuna, sangat dimungkinkan untuk dialirkan dan diinjeksikan di lapangan-lapangan minyak tua di Sumatra untuk meningkatakan produksi minyak nasional.

Sehingga pengembangan Blok Natuna punya manfaat ganda sekaligus. Selain bisa memperoleh gas untuk diekspor dan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, juga gas CO2 bisa meningkatkan produksi lapangan-lapangan tua di Sumatra, terutama Lapangan Minas dan Duri di Riau.

Kesemua ini baru bisa berjalan kalau ada kepastian hukum. Tidak ada solusi yang sistemik selain dengan terlebih dahulu memperbaiki/mengganti UU Migas No.22/2001 yang sudah terbukti sangat merugikan negara.

Oleh Kurtubi
Direktur Center
for Petroleum and Energy Economics Studies

[ Minggu, 14 Februari 2010 ]

Perlu Sosialisasi Lanjutan

Terkait Transaksi Lapak di Suramadu

BANGKALAN - Camat Labang Hosin Djamili mengatakan, sejak kali pertama melakukan sosialisasi agar lapak PKL (pedagang kaki lima) di Suramadu tidak membangun secara permanen lapak mereka. Kemarin (13/2), dia mengatakan akan melakukan pemantauan pada PKL di wilayah tersebut untuk menekankan kembali perihal lapak permanen tersebut.

Berdasarkan penelusuran koran ini, pembangunan lapak ada yang tidak digunakan sendiri. Ada lapak yang dibangun untuk ditempati orang lain dengan mengganti biaya pembangunan. Yang berminat bisa mengganti uang sebesar Rp 1 juta untuk sebuah lapak berukuran 3 meter persegi dengan beratapkan terpal.

Salah satu pedagang yang enggan disebut namanya, di wilayah Suramadu mengatakan, lapak yang dijual tersebut diperuntukkan bagi siapa saja yang berminat. "Lapak itu digunakan bagi siapa saja yang berminat. Asal mengganti uang sebesar Rp 1 juta," ujarnya.

Untuk itu, Hosin mengatakan pihaknya akan memantau para PKL di wilayah tersebut. Dikhawatirkan, terjadi salah persepsi antara penjual dan pembeli lapak yang berujung pada penguasaan lahan milik negara tersebut. "Besok saya akan pantau. Kalau larangan untuk mendirikan lapak permanen sudah dari awal disosialisasikan," ujarnya.

Sementara itu, Kepala BPWS (Badan Pengembangan Wilayah Suramadu) Edi Purwanto saat hearing dengan DPRD Kabupaten Bangkalan beberapa hari lalu mengatakan bahwa penertiban PKL perlu dilakukan. Kapan? Edi sempat mengatakan tahun ini dia akan berupaya untuk memikirkan hal tersebut. "Masak mereka mau selamanya jadi PKL. Tahun ini barangkali bisa mulai dilakukan," ujarnya.

Dalam hearing dengan Komisi C DPRD Bangkalan, itu, Edi memaparkan ada tiga wilayah yang harus dikembangkan. Tiga wilayah tersebut masing masing memerlukan sebanyak 600 Ha. Menurut Edi, alokasi dana untuk pengadaan lahan tersebut baru bisa di dapatkan pada Juli mendatang.

Sementara itu, Kepala Bappeda Bangkalan Drs Mohni mengatakan, untuk pembebasan lahan tersebut tidak mungkin dianggarkan dari APBD Kab Bangkalan. Pihaknya menunggu kucuran dana dari APBN. "Tidak mungkin kalau dari kita. Bayangkan saja berapa biayanya. Sementara kita sendiri kesulitan mengatur keuangan," ujarnya. (rif/rd)

[ Minggu, 14 Februari 2010 ]

Korban Merapat ke Dewan

Fraksi-Fraksi Tak Satu Kata Soal Hak Angket

SAMPANG-Bergulirnya wacana hak angket skandal jual-beli kios Pasar Srimangunan mendapat dukungan para korban. Pekan depan sejumlah korban berencana menemui DPRD Sampang untuk menceritakan secara langsung penipuan yang menimpa mereka.

Selain itu, mereka akan mendesak semua anggota dewan mendukung upaya membongkar skandal tersebut. Pernyataan ini disampaikan oleh seorang korban yang sebelumnya memberi informasi terkait penipuan jual-beli kios Pasar Srimangunan.

Sambil mewanti-wanti namanya tak disebutkan, dia mengaku telah menghubungi sejumlah korban lain. "Saya sudah menghubungi beberapa korban untuk bertemu dewan," akunya.

Menurut dia, ada juga korban lain yang mengajak warga lain yang sempat menyerahkan uang pada Agus Dwiyanto (oknum dispendaloka yang diduga membawa kabur uang) untuk mendapatkan kios di Pasar Srimangunan. Dengan begitu, akan lebih banyak korban yang datang dan memberikan keterangan kepada dewan.

"Mungkin tidak bisa semuanya datang. Tapi, kami berharap orang-orang yang tertipu bisa datang untuk bertemu dewan. Sebab, kami sangat berharap ada solusi dari masalah tersebut," ungkapnya.

"Yang jelas kami mendukung upaya dewan membantu kami mendapatkan keadilan. Kami khawatir kalau masalah ini tidak diungkap, dampaknya juga akan dirasakan korban selanjutnya. Siapa tahu masih ada oknum lain yang masih berkeliaran menjajakan kios seperti Agus," tandasnya.

Dari dewan mereka berharap ada kejelasan siapa dan ke mana saja aliran dana skandal jual-beli kios itu. Apalagi sejumlah korban mengaku tahu banyak orang-orang di balik Agus.

Selain kepada dewan, para korban berharap kepolisian segera menangkap Agus untuk mendapatkan keterangan kejelasan dari kasus tersebut. "Supaya dinas yang bersangkutan tidak lepas tangan dan menjatuhkan semuanya kepada Agus. Kami yakin ada yang menyuruh Agus menjual kios itu," sergahnya.

HF (inisial) yang juga pernah membayar uang pada Agus sebesar Rp 350 juta membenarkan rencana sejumlah korban bertemu dewan. "Saya sedang berusaha menghubungi teman-teman yang sudah membayar uang pada Agus. Insya Allah, minggu depan kami akan datang ke dewan," ungkapnya.

Terkait hak angket skandal Pasar Srimangunan, HF mengaku menaruh harapan besar kepada anggota dewan. "Mungkin sambil Agus diburu polisi, pihak dewan bisa membantu kami mencari jalan keluarnya. Ini korbannya banyak Mas," tegasnya.

Sementara itu, terkait hak angket skandal Pasar Srimangunan, pro dan kontra di dewan makin tampak. Hingga Jumat (12/2), sudah tiga ketua fraksi di DPRD Sampang mulai pasang badan dan menyatakan dukungannya. Yakni, dari Fraksi Partai Gerindra (FPG), Fraksi Partai Kebangkitan Nasional Ulama (FPKNU), dan Fraksi Partai Bintang Reformasi (FPBR).

Namun, penolakan terhadap hak angket juga muncul. Fraksi Bintang Demokrat Pembaruan Nasional (FBDPN) menyatakan menolak inisiatif hak angket tersebut. Padahal, sebelumnya Abd. Mohlis (salah satu inisiator hak angket) menyatakan fraksi tersebut mendukung, "Kami luruskan ya. Sejak awal tidak ada pernyataan mendukung dari fraksi kami!" sergah Moh. Hodai, wakil ketua FBDPN.

Hodai menyatakan, prinsipnya FBDPN menolak inisiatif hak angket skandal kios Srimangunan. Alasannya, masalah tersebut tak berkaitan dengan kebijakan pemerintah daerah. "Pandangan politis kami, masalah itu berawal dari oknum. Nah, kalau oknum, itu urusannya polisi. Korban cukup melaporkannya ke polisi saja," katanya.

Jika kasus tersebut sudah dilaporkan ke polisi, pihaknya berharap kepolisian bertindak cepat menangkap oknum tersebut. "Jadi, nanti polisi yang mengklarifikasi dan menyidik," tandasnya.

Terkait bantahan Hodai, Mohlis menyatakan, penolakan terhadap inisiatif hak angket tersebut adalah hak masing-masing fraksi. Menurut dia, pada dasarnya hak angket tidak hanya bicara tentang kebijakan. "Tapi kita lihat saja realitasnya di lapangan. Masalah seperti itu tidak bisa eksekutif dibiarkan lepas tangan begitu saja," sergahnya.

Terkait klaim dukungan FBDPN yang sempat dilontarkannya, Mohlis mengaku pernah mendengar pernyataan dukungan itu dari ketua fraksi. "Saya pernah tanya sama Halil (ketua FBDPN, Red) saat di telepon sampeyan (Radar Madura, Red). Waktu itu Halil bilang, kalau saya (Halil, Red) terserah teman-teman. Tapi, berdasarkan hati nurani, saya akan mendukung," ujar Mohlis menirukan Halil.

Mohlis menegaskan, pihaknya tidak akan mundur meski ada fraksi yang tidak setuju dengan inisiatif tersebut. "Kami akan berusaha sampai titik akhir. Ini demi kepentingan masyarakat," tegasnya.

Meski fraksi tidak setuju, lanjutnya, di paripurna nanti dukungan bukan berdasarkan pandangan fraksi. Tetapi, berdasarkan pandangan masing-masing anggota dewan. "Saya masih punya keyakinan. Anggota dewan yang punya hati nurani pasti akan mendukung hak angket ini," tegasnya. (lah/mat)

Investasi pertanian rendah, harga bergejolak

Kamis, 04/02/2010 10:46:09 WIBOleh: Martin Sihombing

Keluhan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang menjaga harga pangan, cukup menggelitik. Pasalnya, menjaga itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Pemerintah Indonesia harus introspeksi, sudahkah bangsa ini peduli pada arti investasi di sektor pertanian?

Betapa penting investasi di sektor pangan terpapar dalam laporan bertajuk Increased agricultural investment is critical to fighting hunger yang dipublikasikan dalam FAO.org, kemarin. Pasalnya, pemberantasan kemiskinan dan kelaparan adalah alasan utama Millennium Development Goals (MDG's).

MDG's tidak dapat dipenuhi tanpa ketahanan pangan dan pembangunan ekonomi karena 75% masyarakat miskin di negara-negara berkembang tinggal di daerah perdesaan. Penguatan sektor pertanian tidak hanya bisa meningkatkan akses terhadap makanan bergizi, memang lebih banyak-setidaknya dua kali lebih banyak-untuk mengurangi kemiskinan perdesaan daripada investasi di sektor lain.

Secara historis, pertumbuhan pertanian adalah pendahulu bangkitnya sektor industri. Hal ini terbukti benar hari ini di China, Ghana, India, Amerika Latin, dan Vietnam, yang semuanya telah menyaksikan penurunan tajam tingkat kemiskinan yang cepat di daerah perdesaannya melalui pertumbuhan pertanian.

Secara keseluruhan, negara-negara yang sukses besar dalam mengurangi kelaparan adalah lantaran investasi di bidang pertanian per pekerja pertanian tinggi.

Kendati kesadaran itu ada, ternyata, bagian dari Bantuan Pembangunan Resmi (ODA) untuk pertanian telah menurun tajam atau turun dari 17% pada 1979, tertinggi dalam Revolusi Hijau, hingga 3,5% pada 2004.

Ini juga menurun secara absolut dari US$8 miliar pada 1984 menjadi US$3,5 miliar pada 2005.

Mengapa? Beberapa catatan yang paling sering dikutip, alasan yang dapat dikemukakan, profitabiltas harga komoditas jatuh sakit. Persaingan untuk ODA meningkat, terutama dari sektor sosial.

Sumber daya dialihkan untuk mengatasi keadaan darurat. Petani di beberapa negara-negara donor keberatan untuk mendukung pertanian di pasar ekspor mereka. Kelompok lingkungan hidup berpendapat bahwa pertanian menambah polusi dan penghancuran sumber daya alam.

Kurangnya infrastruktur perdesaan seperti jalan, penyimpanan dan fasilitas pasar secara dramatis mengurangi kemungkinan untuk memperluas produksi pertanian di banyak daerah. Donor mengurangi bantuan luar negeri secara keseluruhan selama resesi.

Akhirnya, harus diakui, banyak investasi pertanian periode ini dilakukan dengan buruk.

Kebanyakan disebabkan oleh kurangnya kapasitas untuk melaksanakan proyek-proyek dan kelemahan dalam pemerintahan. Hal ini menantang kepercayaan pada peran positif investasi di bidang pertanian.

Kurang memadai

FAO mencatat tingkat investasi sebagian besar negara berkembang di sektor pertanian dianggap kurang memadai. Pada 1980-an dan 1990-an, di bawah tekanan dari Bretton Woods (lembaga negara-negara berkembang dalam krisis fiskal) melakukan penyesuaian struktural, yang menyebabkan pengurangan pengeluaran publik dan perincian layanan sektor publik untuk pertanian.

Pada 2004, perekonomian berbasis pertanian masih diterapkan hanya 4% dari belanja publik untuk sektor ini. Sedikit di bawah Asia yang menghabiskan 10% selama percepatan pertumbuhan pada 1980-an.

Beberapa tahun terakhir telah terlihat peningkatan. ODA untuk pertanian naik menjadi 5,5% pada 2007. Negara di Afrika berjuang untuk berinvestasi lebih banyak di sumber daya pertanian mereka.

Evaluasi independen baru-baru ini menunjukkan bahwa Bank Dunia, pada proyek yang disetujui 1999-2006, tampil pada tingkat yang memuaskan, lebih banyak berada di pertanian daripada di sektor lain, dan hal ini benar dalam hal desain dan pengawasan proyek.

Maka, FAO sepakat, rendahnya tingkat investasi di pertanian memiliki efek negatif. Ini adalah salah satu faktor yang berkontribusi terhadap naiknya harga pangan dan peningkatan tajam dalam kelaparan global.

Karena itu, dunia harus menggenjot produksi pertaniannya 70%-100% terutama negara berkembang lantaran pada 2050 permintaan akan pangan melonjak karena jumlah penduduk sudah mencapai 9 miliar orang. (martin.sihombing@bisnis.co.id)

Pertanian (bukan) sektor unggulan

Jumat, 05/02/2010 11:08:15 WIBOleh: Martin Sihombing

Saat ini, dengan mudah kita lihat, tingkat investasi pertanian tidak cukup. FAO memperkirakan investasi bersih untuk pertanian harus di atas US$83 miliar per tahun atau sekitar 50% dari tingkat saat ini guna memenuhi kebutuhan pangan (beras) masa depan. Pada 2009, jumlah orang lapar di dunia mencapai rekor, 1,02 miliar. Hal ini terutama disebabkan oleh keadaan ekonomi, yang paling memengaruhi kemiskinan.

Investasi di bidang pertanian dan pembangunan pedesaan-dan membuat investasi tersebut seefektif mungkin-adalah baik. Itu berarti untuk menyediakan lebih banyak makanan untuk lebih banyak orang dan cara untuk meningkatkan mata pencaharian desa, sehingga masyarakat miskin dapat membeli makanan yang mereka butuhkan.

Indonesia harus segera melakukan hal itu. Apalagi, seperti dituturkan oleh Ketua Seminar Nasional Pangan Kadin Indonesia Fransiskus Welirang, Kadin sudah memilih 15 komoditas pangan unggulan nasional yang akan dikembangkan untuk bisa mencapai tujuan ketahanan pangan. "Dari analisis awal, dari 15 komoditas itu kita dapat meraih pemasukan sebesar US$101,5 miliar dalam kurun 2010-2014," katanya.

Di sisi lain, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri mengatakan revitalisasi sektor pertanian, perkebunan, dan perikanan yang sudah berhasil harus dilanjutkan ke tahap berikutnya. Ditambah lagi Presiden mengakui revitalisasi gelombang pertama pertanian, perikanan dan perkebunan meski hasilnya nyata, ada hal yang masih harus dilakukan. "Saya katakan [revitalisasi pertama], belum cukup," katanya.

Untuk itu, sikap mendorong besaran investasi di sektor pertanian menjadi penting. Negara lain, juga melakukan. Pada awal 1980-an, sektor pertanian di Rumania relatif tidak efisien. Produktivitas tenaga kerja rendah, dan hasil tanaman dan ternak secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan di negara-negara lain pada tahap pembangunan yang sama. Sektor ini menghadapi kekurangan mesin dan input yang serius dan terus-menerus.

Untuk mengatasi masalah ini, Pemerintah Rumania menyatakan sektor pertanian sebagai prioritas dalam rencana ekonomi 1981-85. Pada Proyek Orchards, Proyek Peternakan Keempat, dan Proyek Kredit Pertanian Moldova dirancang dan dilaksanakan. Proyek-proyek, yang disetujui oleh Bank Dunia pada awal 1980 dan ditutup pada 1986, ditujukan untuk memperluas kapasitas produksi dan produktivitas sektor pertanian dengan melakukan investasi di aset fisik dan peralatan, memperkenalkan teknologi baru dan mekanisasi pertanian, dan Rumania memperkuat lembaga-lembaga riset pertanian.

Penerima manfaat utama adalah koperasi dan peternakan. Pembentukan kedua organisasi itu didominasi untuk produksi pertanian pada saat itu. Di mana di daerah pertanian para pelaku hanya sekitar 9%, terutama di daerah pegunungan terpencil. Atas desakan bank, sebagian kredit yang tersedia dibuat bagi pemilik peternakan tersebut. Sebagian besar melalui Moldova Pertanian Peternakan dan proyek Kredit.

Investasi di Proyek Orchards US$324 juta, US$50 juta pinjaman Bank Dunia, yang ditujukan untuk meningkatkan produksi buah-buahan Rumania dengan menanam kebun-kebun dan membangun fasilitas penyimpanan dingin, modernisasi laboratorium penelitian pertanian, dan memberikan bantuan teknis. Teknologi modern adalah menjadi salah satu ciri penting dari proyek.

Gejolak harga

Biaya Proyek Ternak Keempat US$412 juta, di mana US$80 juta adalah pinjaman Bank Dunia, yang ditujukan untuk meningkatkan produksi dan meningkatkan pengolahan daging sapi dan susu dengan membangun baru dan modernisasi peternakan sapi tua, mendirikan peternakan sapi peternakan dan unit usaha penggemukan sapi, meningkatkan tanah padang rumput dan fasilitas penyimpanan, dan memperkuat pelayanan teknis dan penelitian. Langkah-langkah yang besar.

Kemudian, US$290 juta diberikan untuk Moldova Proyek Kredit Pertanian, di mana US$95 juta pinjaman bank bertujuan untuk mengatasi kendala utama yang memengaruhi pertanian di wilayah dengan menyediakan kredit kepada koperasi, pertanian negara, dan petani secara individual, yang terakhir atas desakan Bank Dunia. Secara khusus, kredit itu untuk membiayai mekanisasi pertanian, membangun agroindustri, meningkatkan perlindungan erosi tanah dan padang rumput, peternakan sapi modern, dan merehabilitasi perkebunan dan kebun-kebun anggur.

Karena itu, menahan gejolak harga yang dimaui Presiden, harus dijawab dengan investasi. Apalagi, Pemerintah Indonesia berkesempatan mendapatkan kucuran investasi di bidang pangan dan pertanian. Beberapa negara dan lembaga internasional, telah menunjukkan komitmennya untuk menyalurkan sejumlah dana untuk investasi di bidang tersebut.

Bahkan, Pemerintah Jepang dan sejumlah perusahaan swasta seperti Mitsubishi Corp. telah menyampaikan ketertarikannya untuk mempromosikan Kabupaten Merauke, Papua sebagai lumbung pangan baru di Asia.

Sayangnya, RAPBN 2010, sektor pertanian tidak menjadi sektor unggulan yang mendapat alokasi anggaran yang besar. Ini, kosekuensinya petani dan rakyat miskin hanya akan tetap terperangkap dalam lingkaran setan inti-plasma dari investor dan perusahaan-perusahaan besar.

Dengan demikian, di tengah ancaman dan dampak krisis global serta perubahan iklim pada 2010, krisis pangan akan kembali menimpa keluarga petani. (martin.sihombing@bisnis.co.id)

Senin, 15 Februari 2010 ]

PKNU Usung 4 Bacabup Bukan Kiai

SUMENEP - Upaya penjaringan bakal calon bupati (bacabup) yang dilakukan DPC PKNU melalui desk pilkada, sudah final. Buktinya, kemarin (14/2) partai berasaskan ahlussunnah waljamaah itu melakukan sidang pleno hasil penjaringan bacabup.

Sidang pleno itu digelar desk pilkada di kompleks Pondok Pesantren Al Usmuni Tarate Kota Sumenep. Sidang dihadiri langsung oleh deklarator PKNU Sumenep KH Rakhem Usmuni dan tokoh-tokoh PKNU lainnya, seperti KH Mannan Jasuli dan Habib Ali Al-Khirit.

Sidang pleno juga dihadiri sejumlah dewan mustasyar, syuro, dan tanfidz serta unsur badan pemenangan pemilu (bapilu) dan unsur fraksi PKNU DPRD Sumenep.

Sebenarnya, DPC PKNU sebelumnya telah melakukan musyawarah pimpinan (muspim) untuk membahas tentang kriteria bacabup. Muspim dilakukan untuk menentukan arah dan sikap politik PKNU dalam Pilkada Sumenep 2010.

Dhady Eko Hariyanto, sekretaris Dewan Tanfidz DPC PKNU Sumenep, mengatakan, sidang pleno merupakan kelanjutan dari muspim untuk menentukan calon kepala daerah (cakada) yang akan diusung oleh partainya. Nah, dari hasil sidang pleno cakada, muncul sejumlah nama. Yakni, Bambang Mursalin, H Moch. Dahlan, Azasi Hasan, dan H Khalis. Empat orang itu ditentukan dalam sidang pleno PKNU dengan berdasarkan kriteria figur yang dibahas pada muspim lalu.

Salah satu kriteria paling mendasar yang dijunjung tinggi PKNU, selain akhlakul karimah dan berpendidikan minimal strata satu, bacabup harus berdasarkan ahlussunnah waljamaah. Kriteria lain bisa menyatakan komitmen secara tertulis dan usianya maksimal 60 tahun.

"Nah, berdasarkan kriteria itu, dari tujuh orang yang masuk ke kami, sementara ini empat cakada itulah yang sesuai dengan kriteria. Nantinya siapa dari empat orang tersebut akan dikomunikasikan pada partai mitra koalisi PKNU untuk dicalonkan menjadi M1," papar Dhedy.

Menurut dia, pihaknya masih melakukan komunikasi politik dengan beberapa partai untuk digandeng PKNU pada Pilkada 2010. Antara lain, Partai Golkar, PBB, Hanura, dan PKS. "Salah seorang dari empat cakada itu asal bukan kiai yang akan diusung oleh PKNU," pungkasnya. (c22/zid/advertorial)

Dibawah bayangan generasi senior

Jumat, 05/02/2010 09:15:19 WIBOleh: A. B. Susanto

Belum lama ini, Jay Y. Lee, cucu pendiri Samsung Electronics Co., dipilih sebagai chief operating officer Samsung, sementara Cho Gee-sung menjadi chief operating officer. Perusahaan juga menunjuk CFO baru. Menurut Wall Street Journal, selama bertahun-tahun Lee berperan sebagai penghubung di belakang layar bagi pelanggan terbesar perusahaan. Perubahan tersebut merupakan klimaks dari serangkaian pembaruan yang dimulai di Samsung saat ayahnya, Lee Kun-hee, mengundurkan diri dari posisi chairman pada 2008.

Kisah lainnya adalah Nordstrom Inc., yang saat ini dipimpin oleh Blake Nordstrom dan dua saudaranya, Pete dan Erik. Mereka adalah para cicit pendiri perusahaan. Nordstrom berhasil melewati masa-masa sulit akibat krisis ekonomi yang terjadi tahun lalu.

Keberhasilan generasi penerus yang melampaui generasi kedua dan tetap tegar seperti dalam kasus Samsung dan Nordstorm, merupakan sebuah prestasi. Konon kabarnya hanya sekitar 10% bisnis keluarga yang sampai ke generasi ketiga. Sering kita melihat generasi penerus dianggap kurang mampu untuk meneruskan bisnis keluarga. Terdapat beberapa kemungkinan: tidak tertarik dengan bisnis keluarga, tidak diberikan kesempatan, atau memang benar-benar tidak mampu.

Sering kali generasi penerus enggan untuk terlibat dan melanjutkan bisnis keluarga. Salah satu sebabnya adalah tidak mau terlibat dalam konflik. Generasi penerus pendiri perusahaan keluarga baik generasi kedua, ketiga, dan seterusnya, tentu menghadapi tantangan yang berbeda dengan generasi pendahulunya, baik dalam mengelola hubungan keluarga maupun mengelola perusahaan.

Generasi kedua, misalnya, hanya harus melakukan penyesuaian dengan generasi pertama, kakak, adik serta para profesional lama. Generasi kedua biasanya juga lebih mempunyai kedekatan emosional dengan bisnis yang dibangun oleh orangtuanya berbeda dengan generasi ketiga. Saat mereka tampil, boleh jadi semakin banyak anggota keluarga dan profesional nonkeluarga yang terlibat dalam perusahaan.

Mereka tentu memiliki tujuan, kepentingan, gagasan, wawasan, dan persepsi yang tidak jarang bertolak belakang. Bila gagal dikelola dengan baik, akan pecah konflik yang dapat berujung pada hancurnya perusahaan, yang telah dibangun dengan susah payah oleh generasi senior.

Penyebab berikutnya adalah ketidakyakinan terhadap pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. Keengganan juga sering kali bersumber dari pola pikir bahwa yang harus meneruskan bisnis perusahaan adalah anak tertua, khususnya laki-laki. Sementara anggota keluarga yang lain harus bekerja di luar perusahaan keluarga. Atau kalaupun ikut dalam bisnis keluarga, peran yang yang diberikan tidak signifikan, sehingga mereka kurang merasa tertantang dan termotivasi. Atau generasi penerus tidak tertarik dengan bidang bisnis yang digeluti oleh orangtuanya.

Untuk mengantisipasi pecahnya konflik, sebaiknya seluruh anggota keluarga yang terlibat dan berkepentingan dalam perusahaan memiliki kesepakatan bersama menyangkut tanggung jawab, wewenang, serta hak dan kewajiban setiap anggota keluarga dari setiap generasi. Termasuk di antaranya jenjang karier anggota keluarga, kekayaan, dan perencanaan aset baik bagi anggota keluarga maupun perusahaan.

Kesepakaatan bersama ini harus didasarkan pada prinsip-prinsip keadilan dan transparansi. Penetapan generasi penerus yang akan mengambil alih tanggung jawab perusahaan keluarga juga harus dilakukan secara adil tanpa membeda-bedakan posisi dan jenis kelamin.

Dalam hal ini perlu dipilih anggota keluarga terbaik yang memiliki kemampuan menjalankan perusahaan. Namun, jika memang generasi penerus benar-benar tidak tertarik untuk meneruskan bisnis keluarga, sebaiknya dia diberikan kebebasan untuk memilih. Sementara itu, untuk melanjutkan bisnis keluarga dapat dicari alternatif lain.

Sering kali generasi penerus hanya diberikan kesempatan yang sangat terbatas untuk membuktikan kemampuan dirinya. Generasi senior tidak mengakui kedewasaan dan keahlian generasi berikutnya. Mereka tidak ingin penerusnya melakukan kesalahan. Generasi senior juga telanjur menganggap perusahaan sebagai identitas yang melekat dalam diri mereka sehingga khawatir apakah penerus akan menghormati warisan pendahulunya atau malah menghancurkannya. Akibatnya banyak perusahaan yang kurang melakukan perencanaan suksesi dengan baik.

Demi proses pembelajaran, sebaiknya gene­rasi senior membiarkan generasi penerus melakukan kesalahan sampai batas-batas tertentu. Kemudian, bila generasi penerus sudah memiliki pengeta­hu­an dan keterampilan yang memadai, generasi seni­or harus rela untuk memberikan kepercayaan lebih besar untuk mengelola perusahaan.

Di lain sisi, penerus juga tidak boleh arogan dan bertindak semena-mena terhadap pendahulunya. Generasi penerus tetap harus menghormati jasa-jasa generasi pendahulu yang telah membesarkan perusahaan. Untuk mewujudkan hal ini, diperlukan perencanaan suksesi yang matang.

Namun, ceritanya akan berbeda bila generasi penerus memang benar-benar tidak mampu, tentu tak boleh dipaksakan. Mengundang keterlibatan profesional adalah pilihan terbaik.

[ Senin, 15 Februari 2010 ]

Tidak Ada Sertifikat, Hanya Letter C

Tanah SDN Ambunten Tengah IV

POLEMIK tanah yang terjadi pada SDN Ambunten Tengah IV, Kec Ambunten, diperkirakan sudah menemukan titik terang. Bahkan, keponakan pemilik tanah, Maat, telah membuka segel yang selama ini terpasang di sekolah.

Data yang diperoleh koran ini menyebutkan, pemilik tanah atau ahli waris Haniyah hingga saat ini tidak memiliki sertifikat tanah. Pihaknya hanya memiliki petok atau letter C yang dinilai sudah cukup dijadikan bukti kepemilikan tanah.

Tanah yang sekarang ditempati SDN Ambunten Tengah IV merupakan tanah milik kakek Haniyah, yaitu Sia alias Pak Ito. Tanah atas nama Sia alias Pak Ito hingga sekarang. Tanah itu diwariskan kepada Sapuna yang merupakan ibu dari Haniyah dan kemudian diwariskan ke Haniyah.

Namun, Haniyah hingga saat ini tidak memiliki keturunan dan tanah itu dialihkan kepada keponakannya, Maat. "Tanah milik kakek saya Sia alias Pak Ito dan sekarang diwariskan kepada saya sebagai ahli waris," kata Haniyah kepada koran ini.

Menurut dia, tanah miliknya itu tidak bersertifikat, hanya memiliki petok C. "Itu yang bisa dijadikan bukti kepemilikan tanah," cetusnya sambil tersipu.

Maat, 33, keponakan Haniyah yang juga diberi mandat untuk melakukan penyegelan SDN Ambunten Tengah IV membenarkan kalau pihaknya tidak memiliki sertifikat tanah. "Kami hanya petok C yang menurut beberapa kalangan sudah cukup bisa dijadikan bukti," katanya kepada koran ini kemarin (14/2).

Dan, sambungnya, setelah koordinasi dengan berbagai pihak, termasuk BPN, ternyata tidak ada masalah dengan petok C yang dimiliki. "Jadi, sudah kuat dan sudah sesuai dengan SPPT (surat pemberitahuan pajak terutang)," paparnya panjang lebar.

Hal tersebut juga dibenarkan anggota Komisi D DPRD, Syaiful Bahri. Tanah yang ditempati SDN Ambunten Tengah IV memang milik kakek Haniyah. "Itu diketahui dari SPPT yang dimiliki oleh keluarga. Lagian, zaman dulu jarang yang punya sertifikat," katanya kemarin.

Dia lega karena penyegelan telah berakhir dan siswa tidak lagi terlantar. "Semoga terus baik. Apalagi sudah mau diberi ganti rugi dan adiknya Maat yang namanya So akan diangkat menjadi pesuruh dengan status sukwan (sukarelawan)," ungkapnya kepada koran ini kemarin. (c26/zid)

Kepemimpinan visioner

Jumat, 12/02/2010 10:12:49 WIBOleh: A. M. Lilik Agung

Ketika berumur 153 tahun pada Oktober 2008, perusahaan pelat merah Telkom mengabarkan kepada khalayak bahwa dirinya melakukan proses transformasi bisnis paling akbar dalam sejarahnya.

Telkom tak hanya menjual produk telepon rumah, tetapi juga menyasar bisnis media, edutainment dan perdagangan. Lahirlah portofolio bisnis baru bernama TIME: telecommunication, information, media dan edutainment. Telkom yang sudah menjadi raja bisnis telekomunikasi dan produk turunannya ingin mengukuhkan posisinya ini.

Benar banyak kalangan menyebut apa yang dilakukan Telkom untuk konteks Indonesia bukan hal yang spektakuler. Dengan umur panjang, aset berjibun, manusia pekerja terbaik dan penguasaan wilayah paling luas, sudah bukan waktunya lagi bagi Telkom untuk berkiprah di Indonesia.

Jangkauan layanan Telkom harus melebar ke regional, bersaing ketat dengan Singtel dan Telecom Malaysia. Tagline baru Telkom untuk para konsumennya yakni "the world in your hand" sudah wajib untuk ditujukan kepada dirinya sendiri menjadi "the regional in your hand, Telkom."

Terlepas dari cita-cita menjadi terbesar di regional yang entah kapan bisa terlaksana, proses transformasi Telkom kali ini menjadi menarik. Abad informasi dan pengetahuan yang menjadi panglima dibidik dengan serius oleh Telkom.

Perluasan portofolio bisnis menjadi TIME, tak urung merupakan antisipasi terhadap perubahan maha cepat di ranah komunikasi dan informasi. Telkom tidak ingin tertinggal menyikapi trend ini. Beruntung Telkom memiliki CEO visioner bernama Rinaldi Firmansyah. Setelah era almarhum Cacuk Sudaryanto melakukan transformasi besar terhadap Telkom di tahun 80'an yang menjadikan Telkom sebagai perusahaan untung, bersih dan kompetitif, saatnya Rinaldi Firmansyah menunjukkan diri sebagai CEO yang sejajar atau bahkan lebih besar dibanding dengan Cacuk Sudaryanto. Meneropong apa yang dilakukan Rinaldi Firmansyah saat ini layak apabila beliau disebut pemimpin visioner.

Dalam buku yang menjadi klasik dan tetap dijadikan referensi para pemimpin bisnis sampai sekarang yaitu Visionary Leadership besutan Burt Nanus, ada empat peran pemimpin, yaitu: pelatih (motivator), juru bicara, agen perubahan, dan penentu arah.

Peran pelatih (motivator) merupakan peran yang dilakukan pada lingkungan internal dan dalam dimensi waktu sekarang. Tugasnya tak lain adalah pembentuk tim yang memberdayakan orang-orang, menghidupkan visi (tujuan) organisasi, dan membangun kepercayaan.

Menjadi pelatih (motivator) ketika Telkom melakukan proses transformasi bisnis besar-besaran alhasil menjadi pijakan pertama yang harus dilakukan oleh Rinaldi Firmansyah.

Visi sudah dicanangkan, anggota tim sudah ada dengan pengalaman panjangnya. Tinggal sekarang yang harus dilakukan Rinaldi Firmansyah adalah memberdayakan anggotanya menjadi manusia nan tangguh dan tanggap terhadap perubahan.

Membangun kepercayaan internal bahwa apa yang dilakukan oleh Telkom sudah sesuai dengan dinamika pasar sekaligus antisipasi terhadap perubahan masa depan, merupakan tugas berikut yang harus dilakukan oleh Rinaldi Firmansyah.

Kemampuan komunikator

Dalam membangun kepercayaan ini dapat dikatakan Rinaldi Firmansyah lulus dengan predikat cum laude. Sampai hari ini nyaris tidak ada perlawanan dari karyawannya. Bahkan paket pensiun dini menjadi alternatif lain yang dijadikan pilihan sebagian karyawan Telkom.

Peran juru bicara tak lain diarahkan pada pihak eksternal dan dilakukan sekarang. Oleh Burt Nanus juru bicara ini dipahami sebagai tindakan pemimpin untuk: (1) menjadi sarana dan penyampai pesan bagi organisasi (2) negosiator dalam berhubungan dengan pihak lain, (3) membangun kerja sama dan membentuk jaringan eksternal.

Khusus menjadi penyampai pesan organisasi, lagi-lagi Rinaldi Firmansyah lulus dengan predikat cum laude. Masyarakat luas tahu bahwa Telkom mengubah portofolio bisnisnya. Sosialisasi merek baru Telkom beserta atributnya juga diketahui oleh masyarakat.

Tinggal sekarang yang perlu diperkuat oleh Rinaldi Firmansyah adalah sebagai negosiator dan membentuk jaringan eksternal, sehingga menjadikan Telkom sebagai perusahaan yang disegani ditingkat regional bukan sebuah fatamorgana tanpa kenyataan.

Peran sebagai agen perubahan ditujukan kepada lingkungan internal Telkom, tetapi untuk sasaran masa depan. Tugas pemimpin dalam hal ini adalah: (1) merangsang perubahan internal, (2) menciptakan sense of urgency dan prioritas, dan (3) melihat dan mengantisipasi perubahan eksternal.

Proses transformasi bisnis yang dilakukan oleh Telkom akan berhasil sesuai dengan visi besarnya apabila sang pemimpin mampu menciptakan sense of urgency dan prioritas bagi seluruh karyawannya.

Perilaku karyawan Telkom pada dasarnya mirip dengan perilaku karyawan BUMN lainnya. Para karyawan ini memiliki masa kerja panjang, perputaran tenaga kerja nyaris nol, dan hidup secara komunal.

Dinamika kemudian menjadi ancaman yang hadir di depan pintu. Menjadi sebuah kewajiban bagi Rinaldi Firmansyah untuk menjaga dinamika karyawan dan organisasi, sehingga sense of urgency dan prioritas tetap tertanam di kepala manusia Telkom. Apalagi bisnis yang dijalankan oleh Telkom memiliki dinamika nan tinggi.

Peran keempat, penentu arah memiliki arti mau ke mana organisasi pada masa depan. Dengan demikian tugas pemimpin tak lain adalah: (1) menetapkan sasaran dengan mempertimbangkan lingkungan eksternal masa depan yang menjadi tujuan pengerahan seluruh sumber daya organisasi, (2) menyusun berbagai langkah menuju sasaran yang merupakan sebuah kemajuan, (3) menetapkan visi yang merangsang semua karyawan dalam organisasi agar bersedia membantu merealisasikan.

Mengubah portofolio bisnis Telkom menjadi TIME dengan gamblang dapat dijelaskan dalam konteks penentu arah ini. Agar arah yang dituju Telkom sesuai dengan garis-garis besar program transformasi, alhasil peran Rinaldi Firmansyah menjadi sentral.

Seperti dijelaskan ada tiga tugas utama penentu arah ini. Bagaimana agar tiga tugas ini dapat terlaksana dengan paripurna? Lagi-lagi hukum paling kuno tentang kepemimpinan menjadi sebuah keniscayaan: contoh peran. Contoh peran sebagai penentu arah dari seorang Rinaldi Firmansyah akan diikuti seluruh karyawan Telkom.

Transformasi Telkom baru saja dicanangkan. Mari kita saksikan Rinaldi Firmansyah membawa gerbong Telkom menjadi perusahaan yang tidak saja membanggakan bagi karyawannya, tetapi juga negerinya.

[ Senin, 15 Februari 2010 ]

Abrasi Pantura Semakin Parah

Ancam Rumah, Ponpes, dan Sekolah Dasar

SEPULU - Abrasi laut yang terjadi di wilayah pantai utara (Pantura) wilayah Kabupaten Bangkalan semakin parah. Setelah berlangsung sekian tahun, saat ini 200 meter tanah warga Desa Tajung, Kec Sepulu sudah terkikis habis. Itu terjadi karena tidak adanya tangkis laut yang kuat. Yang ada hanya campuran pasir dan semen yang dibuat swadaya oleh warga setempat.

Yang lebih parah, selain mengancam permukiman warga, abrasi juga mengintai bangunan pondok pesantren. Termasuk juga SDN Sepulu IV yang hanya berjarak tiga meter dari bibir laut.

Warga setempat sangat berharap ada agenda dari pemerintah daerah untuk membuat tangkis laut di wilayah tersebut. Berdasar keterangan sejumlah warga Tajung, mereka kini ketar - ketir dengan 'ganasnya' abrasi. "Kalau air laut pasang, biasanya meluap hingga ke halaman sekolah ini," ujar Mahmud Tabrani sambil menunjuk ke halaman SDN Sepulu IV.

Pria yang juga wakil ketua komisi B DPRD Bangkalan menceritakan, dulunya ada lahan kosong di sekitar SD yang dimanfaatkan oleh warga sebagai lapangan sepak bola. Tapi saat ini sudah terkikis dan menjadi laut lepas.

Untuk itu, dia berharap ada antisipasi baik dari pemerintah daerah, propinsi maupun pemerintah pusat yang peduli dengan membuat program tangkis laut di pesisir Desa Tajung.

Hal senada juga disampaikan KH Mustain, pengasuh pondok pesantren setempat. "Warga sudah sangat khawatir. Apalagi sekarang air laut sering pasang. Bisa hilang pondok saya ini, jaraknya kan hanya beberapa meter saja dari bibir laut," tuturnya.

Di lain lokasi, koran ini juga memantau pesisir di wilayah Kecamatan Tanjung Bumi. Ternyata kondisinya juga sangat parah. Beberapa rumah warga sudah tak berjarak dengan luapan air laut. Saat ini hanya dibendung tangkis yang dibuat ala kadarnya, yaitu tonggak bambu yang ditancapkan dan tumpukan sak pasir.

Abdullah, 48, warga setempat, mengaku ketakutan karena beberapa meter lahan di samping rumahnya sudah mulai terkikis. "Kalau pasang, air meluap hingga tempat penjemuran ikan ini," jelasnya sambil menunjuk ke lokasi penjemuran ikan. (c27/ed)

Mewujudkan daya saing hijau

Jumat, 12/02/2010 10:09:46 WIBOleh: Handito Joewono

PT Kereta Api merupakan salah satu perusahaan tertua di Indonesia, yang sudah beroperasi lebih dari 100 tahun. Boleh dikata, nyaris tidak ada orang Indonesia yang tidak kenal PT KA. Kalau pakai kata bijak 'kalau tidak kenal maka tidak sayang', tentunya PT KA sudah punya modal untuk disayang. Tentu saja pertanyaannya adalah 'Mengapa belum disayang?'

Dari sudut pandang pemasaran, customer awareness dan customer image merupakan dua indikator kinerja bisnis yang perlu terus ditingkatkan. PT KA sudah punya modal besar untuk memenangi kompetisi pemasaran karena awareness masyarakat sangat tinggi. Yang masih kurang adalah customer image, dan itu yang memengaruhi masih belum besarnya rasa sayang pada PT KA.

Nostalgia lebih dari 25 tahun lalu ketika saya sering menggunakan kereta api Gaya Baru Malam dari Jombang ke Jakarta untuk menuju tempat kuliah di Bogor. Waktu itu banyak penumpang termasuk saya sendiri yang 'menikmati' tempat tidur 'flat bed' yang akhir-akhir ini baru disediakan sebagai layanan istimewa di pesawat terbaru yang kursinya bisa dijadikan ranjang datar.

Waktu itu untuk menikmati 'flat bed', penumpang kereta api kelas ekonomi cukup 'menambah ongkos' selembar kertas koran. Kertas koran yang digelar di kolong tempat duduk digunakan sebagai alas selonjor dan lalu menyelinapkan kepala di bawah kaki penumpang lain.

Agar mata tidak kejatuhan sampah, wajah ditutup dengan kain atau kertas koran, dan siaplah perjalanan kereta api sambil tidur di 'flat bed'. Nikmat banget.

Meskipun sangat sederhana dan bisa jadi 'agak primitif', tetapi konsumen umumnya loyal, terpuaskan dan sayang pada KA Gaya Baru Malam. Rasanya nyaris tidak ada penumpang yang komplain. Tentu karena konsumen memahami "murah kok minta enak".

Sebegitu mendalamnya kesan positif yang tertanam, hingga sampai saat ini pun saya merasa KA Gaya Baru Malam 'tidak kalah' nyaman dibandingkan dengan Shinkansen yang sekarang sering saya gunakan kalau sedang menjalankan tugas APO di Jepang. '

Waktu itu, kalau KA Gaya Baru Malam terlambat satu atau dua jam, penumpang maklum dan 'tidak ribut'. Terlambat beberapa jam bisa dianggap biasa-biasa saja. Bandingkan dengan penumpang KA Shinkansen yang kalau terlambat 5 menit saja sudah resah. Apa maknanya? Kepuasan, citra, loyalitas dan rasa sayang berkorelasi positif dengan ekspektasi dan karakteristik konsumen.

Tentu saja pengelola PT KA tidak boleh terlena dan lalu tidak merasa perlu melakukan perbaikan. Ragam konsumen sekarang semakin bervariasi dan PT KA yang bermaksud memperbaiki kinerja keuangannya dengan melayani segmen pasar lebih tinggi perlu terus melalukan perbaikan.

Perbaikan citra mutlak diperlukan, dan Direksi PT KA dengan arahan Menteri Perhubungan telah melangkah maju dengan memberi perhatian pada peningkatan kualitas layanan. Tanpa gembar-gembor, PT KA terus melakukan perbaikan. Hasilnya memang tidak bisa instan langsung kelihatan. Apalagi perbaikan image yang perlu waktu cukup lama untuk merubah persepsi.

Beli lokomotif

Keseriusan PT KA memperbaiki citra dan kualitas layanan antara lain terlihat dari keputusan untuk membeli 20 unit lokomotif baru, yang tidak hanya mutakhir tetapi efisien bahan bakar dan ramah lingkungan termasuk rencana penggunaan bahan bakar biodiesel. Sebagai ketua pelaksana pameran dan konferensi internasional Eco-Products yang tidak lama lagi akan digelar di Jakarta, saya mengapresiasi PT KA yang telah menunjukkan kepedulian pada aspek lingkungan. Perhatian kalangan bisnis dunia sekarang memang sedang tertuju pada peningkatan daya saing yang mengedepankan keramahan lingkungan atau green competitiveness.

Filosofi dasar dari green competitiveness adalah peningkatan daya saing perusahaan yang mengedepankan keberlanjutan atau sustainability khususnya keberlanjutan alam.

Dengan menerapkan prinsip green competitiveness, perusahaan diharapkan tidak hanya 'panjang umur' seperti PT KA, tetapi juga berkontribusi memperpanjang umur bumi melalui penggunaan bahan baku yang ramah lingkungan, teknologi yang mengurangi pencemaran lingkungan dan penanganan limbah secara sistematis sehingga tidak mencemari lingkungan.

Sering ada ngeyel bahwa menerapkan 'prinsip hijau' berdampak peningkatan biaya dan menurunkan daya saing. Sesungguhnya tidak demikian, karenanya yang justru dituju adalah green competitiveness. Melalui penerapan prinsip green productivity menuju green competitiveness akan dihasilkan efisiensi secara agregat.

Pada produk-produk yang bernuansa eco-product terutama dari negara maju seperti Jepang yang akan dipamerkan di EPIF 2010 awal Maret, pemanfaatan teknologi akan menimbulkan daya tarik baru dan peningkatan potensi bisnis yang berkelanjutan.

Kita harapkan PT KA tidak hanya sukses mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan sebagai perusahaan yang terus tumbuh. Sekarang saatnya 'tumbuh' dan bukan 'mati' didengungkan pada jargon manajemen korporasi "Grow or Die".

Langkah PT KA yang membangun citra dengan mengedepankan peningkatan kualitas layanan yang memedulikan lingkungan merupakan contoh bagaimana daya saing hijau bisa terus dikembangkan.

[ Senin, 15 Februari 2010 ]

Rekam Jejak Proyek Silo Jagung dan Gudang Beras Rp 5 Miliar yang Diduga Bermasalah (1)

Tanpa Papan Proyek, Warga Mengira Milik Swasta

Lazimnya sebuah proyek, papan nama merupakan salah satu keharusan yang mesti dipasang. Namun, tidak demikian dengan proyek silo jagung dan gudang beras.

AKHMADI YASID, Sumenep

-------------------------------------------

SEJAK akhir 2009 lalu Achmad R. tak pernah menemukan jawaban pasti atas pertanyaan - pertanyaan yang ada di benaknya. Khususnya, soal bangunan mirip gudang dan sebuah bangunan besi mirip paralon raksasa yang tak jauh dari rumahnya.

Setiap bertanya kepada warga di sekitar lokasi, yakni di Desa/Kec Bluto, jawabannya hanya gelengan kepala. Tentu saja, hal ini membuat Achmad terheran - heran. Apalagi, dirinya memang lahir dan besar di sekitar bangunan 'aneh' itu.

Pertanyaan - pertanyaan di kepala pria yang hanya lulusan madrasah aliyah ini baru terjawab setelah membaca koran pekan lalu. Itu pun secara tak sengaja dirinya membaca koran bekas di salah satu warnet di dekat rumahnya. "Saya baru tahu jika itu proyek besar silo jagung dengan dana miliaran setelah baca koran," katanya pada koran ini kemarin (14/2).

Dari awal, Achmad sempat mengira proyek itu milik pengusaha palawija tak jauh dari lokasi. Maklum, selain lokasinya berdekatan dengan rumah si pengusaha, tak ada tanda apa pun yang menunjukkan identitas proyek.

Lokasi proyek silo jagung ini memang sedikit 'abu - abu'. Dari jalan raya memang terlihat jelas. Namun, siapa pun warga yang melihat sekilas, tentu tak banyak tahu soal proyek silo jagung. Sebab, dari jalan raya hanya terlihat dua bangunan berbeda, satu dari batu bata dan satunya dari besi.

Dari jarak dekat pun, masyarakat awam juga tak akan tahu apa sebenarnya di balik pembangunan menjulang tinggi itu. Hal itu maklum. Sebab, papan proyek yang semestinya ada di lokasi, juga tak ditemukan.

"Dari awal memang tidak ada papan proyek. Ini keterangan resmi dari warga," ujar H Dayat, ketua LSM SANGO yang juga ketua Gapeksindo (Gabungan Pengusaha Konstruksi Indonesia) Sumenep.

Menurut Dayat, papan proyek merupakan keharusan. Sebab, itu menjadi penunjuk identitas proyek yang biasanya berisi instansi berwenang, pelaksana proyek, batas akhir proyek hingga besaran nilai proyek.

Terkait hal ini, koran ini sudah pernah mengklarifikasi kepada Kadisperindag Hery Koentjoro Pribadi selaku leading sector. Namun, entah memahami apa tidak pertanyaan koran ini, dia hanya menjawab, "Tidak benar kalau tidak transparan. Semua sudah terbuka dan transparan sejak awal".

Hery juga hanya menjelaskan soal pelaksanaan proyek dari awal. Mulai dari pengumuman, pelaksanaan tender, dan penyelesaian proyek. Namun begitu, banyak keterangan Hery yang terkesan plinplan. Terutama, soal penyelesaian proyek yang sudah pernah diulas koran ini (baca Radar Madura 13/2).

Saat itu Hery terlihat kebingungan. Pada pernyataan awal, dia menegaskan bahwa proyek akan kelar akhir Februari. Itu sebabnya, dia memastikan rekanan akan terkena denda. Namun, pada keterangan lain, seperti disampaikan saat hearing dengan komisi B, Hery menyatakan proyek selesai sejak akhir Desember 2009. Saat ini, kata dia, hanya pemeliharaan saja.

Terkait hal tersebut, koran ini juga sudah mengonfirmasi kepada sejumlah warga. Ini penting untuk menghindari kesalahan persepsi publik. Dari keterangan sejumlah warga, dapat dipastikan penyelesaian proyek silo jagung ini bukan akhir Desember.

Hal tersebut juga dibuktikan dengan jepretan foto koran ini tertanggal 1 Februari 2010 lalu. Saat itu, secara jelas foto memperlihatkan aktivitas pekerja yang masih mengelas beberapa bagian bangunan besi. Sedangkan untuk pengecatan baru dilakukan pekan lalu.

Tentu saja, jika fakta ini tidak ditepis, disperindag sebagaimana desakan sejumlah LSM, harus bertanggung jawab atas keterlambatan proyek ini. Apalagi, sesuai ketentuan, batas akhir anggaran memang 31 Desember.

Kondisi yang sama terlihat pada pembangunan gudang beras di Kec Ganding. Hingga pekan lalu pembangunannya belum kelar. Di beberapa bagian masih belum tuntas. Terakhir, beberapa pekerja terlihat menyelesaikan pekerjaan pemasangan paving.

Namun, pada keterangan saat mendatangi redaksi koran ini, Hery pun meyakinkan jika semua telah selesai. Padahal, koran ini memiliki hasil jepretan yang menunjukkan adanya aktivitas penyelesaian hingga pekan lalu.

Untuk semua itu, koran ini mencoba menanyakan kembali kepada Hery kemarin. Sayang, berulang kali dihubungi, telepon selulernya tidak aktif. Sedangkan Ervandi selaku PPTK juga tidak bisa memberikan keterangan. Dia berdalih, semua keterangan langsung kepada Hery.

Seperti diketahui, pembangunan silo jagung dan gudang beras dianggarkan Rp 5 miliar. Namun, setelah tender menjadi Rp 4,2 miliar. Rinciannya, Rp 1,9 miliar untuk silo jagung, gudang beras Rp 2,3 miliar.

Proyek silo jagung yang menggunakan dana stimulus fiskal ini merupakan percontohan di Jawa Timur. Hanya di Sumenep proyek silo jagung ada. Dan, di Indonesia ada enam. Selain di Sumenep, ada di Garut, Minahasa, Tarakan, dan Gorontolo sebanyak dua unit.

Informasi lain, kedua proyek yang kontraknya tiga bulan mulai Oktober 2009 itu merupakan program percontohan BAPPEBTI (Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi) yang merupakan salah satu unit eselon I di bawah Departemen Perdagangan. (ditambahi moh. hayat/bersambung)

[ Senin, 15 Februari 2010 ]

Pansus Aset Jalan Terus

Demi Transparansi Kekayaan Daerah

SUMENEP - Wacana pembentukan Panitia Khusus (Pansus) DPRD soal pemindah - bukuan aset daerah menjadi aset badan usaha milik daerah (BUMD), semakin mengerucut. Sejumlah inisiator pansus menyatakan komitmennya untuk mendorong percepatan pembentukan pansus aset.

Upaya percepatan itu penting dilakukan agar kesepahaman di antara fraksi pendukung bisa segera terealisasi. Itu akan berguna untuk mengegolkan wacana pembentukan pansus aset sebagai dasar mengkaji, membahas, dan menyelidiki lebih jauh aset daerah.

Salah satu inisiator pansus aset, A. Fauzi Hasyim, menegaskan, dari delapan fraksi di DPRD Sumenep hanya dua yang tidak merespon. Sedangkan enam fraksi lainnya secara bulat mendukung dibentuknya pansus aset. "Sampai saat ini enam fraksi tetap sepakat untuk membentuk pansus," katanya kemarin siang (14/2).

Meski tidak didukung dua fraksi besar, yakni Fraksi PKB dan Fraksi PAN, Fauzi optimistis pansus tetap bisa dibentuk. Alasannya, komposisi pendukung pansus sudah sangat dominan.

"Namun, ya tetap dengan catatan, semua anggota fraksi pendukung satu kata. Dan, sampai saat ini kami tetap yakin semua satu komando," bebernya.

Mantan ketua HMI Badko Jawa Timur ini lalu menjelaskan beberapa dasar pemikiran soal pentingnya pansus aset. Antara lain, untuk transparansi kekayaan daerah yang saat ini dikelola sejumlah BUMD.

"Dengan pansus, semua akan transparan dan dibuka secara lebar besarnya kekayaan dan aset BUMD kita," jelas Fauzi.

Transparansi dinilai penting mengingat input dari sejumlah BUMD sangat minim. Seperti diketahui, sumbangan pendapatan asli daerah (PAD) dari sejumlah BUMD, terutama PT Sumekar Line dan PT WUS tidak lebih dari Rp 50 juta setiap tahunnya.

"Sedangkan untuk pom bensin saja di PT WUS modalnya sampai Rp 4 miliar. Ini kan yang juga harus menjadi perhatian. Soal pemindah - bukuan aset daerah ke BUMD, saya kira itu bagian saja," paparnya.

Dibentuknya pansus untuk merespon pemindah - bukuan aset daerah menjadi BUMD. Langkah ini diambil sebagai sikap atas pembahasan komisi B sebagai leading sector bidang perekonomian yang belum menemukan titik terang. Saat pembahasan di komisi B, sempat deadlock lantaran tidak ada titik temu. Terutama, soal rencana pemindah - bukuan aset daerah menjadi BUMD. Seperti PT WUS (Wira Usaha Sumekar), PDAM, dan PT Sumekar Line. Dari deadlock inilah beberapa fraksi memiliki kehendak sama untuk membentuk pansus.

Wacana pembentukan pansus aset mendapat DPPKA (Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset) Sumenep. Kabid Aset DPPKA Herman Kamil dalam keterangan sebelumnya menilai berlebihan jika masalah aset dipansuskan. Sebab, masalahnya tidak rumit.

DPPKA, kata dia, hanya menginginkan penghapusan pencatatan neraca keuangan pemkab. Itu sesuai dengan rekomendasi yang diberikan oleh BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) di Jakarta. Ini dilakukan supaya tidak ada duplikasi pencatatan. (zid/mat)

Data :

[ Rabu, 10 Februari 2010 ]

Menggaji Pejabat secara Adil

Oleh: Adnan Topan Husodo

DALAM kurun waktu 2009 dan awal 2010, pemerintah berturut-turut menggagas program yang sangat tidak populis. Mulai pembelian mobil dinas mewah bagi para pejabat negara, rencana pembelian pesawat kepresidenan, renovasi pagar istana, hingga yang terakhir, ide menambah kocek pejabat publik kita melalui kebijakan menaikkan gaji pejabat negara.

Meskipun usul kenaikan gaji 20 persen belum diimplementasikan, tekad menambah pundi-pundi bagi pejabat negara itu sepertinya belum surut. Ini mengingat hingga kini Presiden SBY tak pernah menginstruksikan adanya penundaan atau pembatalan. Artinya, kemungkinan urungnya rencana menaikkan gaji pejabat tinggi yang santer beberapa waktu lalu merupakan strategi untuk meredam kritik publik. Jika sorotan publik atas usul itu mereda, sangat mungkin eksekusi kenaikan gaji akan dilakukan.

Disinformasi Publik

Alasan utama pemerintah merencanakan kenaikan gaji bagi pejabat publik hingga 20 persen adalah soal rendahnya jumlah gaji pokok yang diterima. Bahkan, SBY sendiri berujar, sudah lima tahun gaji dirinya dan para menteri tidak pernah naik.

Disebutkan, kenaikan gaji untuk pejabat itu untuk mengurangi korupsi. Sesungguhnya antara korupsi dan rendahnya gaji pejabat negara tidak memiliki hubungan yang kasualistik. Pasalnya, motif korupsi pejabat negara lebih karena faktor greed atau keserakahan, dibandingkan dengan korupsi yang dilakukan pegawai rendahan.

Jika alasannya gaji pejabat negara di Indonesia masih rendah, pertanyaannya, apakah yang diterima pejabat negara setiap bulan hanyalah gaji semata? Lalu, bagaimana pendapatan lain-lain yang secara rutin diterima oleh mereka? Pada titik ini, pemerintah sepertinya tidak jujur dalam menyampaikan informasi.

Meskipun yang disampaikan pemerintah hanyalah usul kenaikan gaji pokok, dalam sistem hitungan penggajian di mana pun, kenaikan gaji pokok akan membawa konsekuensi pada naiknya tunjangan, baik tunjangan jabatan maupun tunjangan fungsional. Ini artinya, yang akan dinaikkan oleh pemerintah sebenarnya adalah seluruh penerimaan bagi pejabat negara, bukan semata-mata gaji pokoknya.

Demikian halnya, secara etis, pejabat yang berkuasa tidak diperbolehkan mengeluarkan kebijakan menaikkan gaji untuk dirinya sendiri. Jika Presiden SBY beralasan bahwa gajinya sudah tidak naik dalam kurun waktu 5 tahun, dalam negara yang sudah mengadopsi nilai-nilai atau aturan mengenai konflik kepentingan, justru terdapat larangan bagi pejabat yang bersangkutan untuk membuat kebijakan yang memberikan keuntungan ekonomi bagi diri sendiri. Jika pun ada rencana kenaikan gaji, pejabat sebelumnyalah yang menyusun dan mengesahkan.

Pendapatan Lain-Lain

Hitung-hitungan kasar ICW menyimpulkan bahwa meskipun jumlah gaji pokok pejabat negara dikategorikan kecil, sumber-sumber income lain sangatlah besar. Untuk satu bulan saja, seorang menteri bisa menikmati tak kurang Rp 140 juta dana kerumahtanggaan yang diperoleh dari berbagai alokasi, baik yang resmi maupun yang abu-abu (grey area).

Ambil contoh menteri dalam negeri yang bisa menggunakan dana taktis dari sumber upah pungut secara bebas dan tanpa disertai pertanggungjawaban pengeluaran yang otentik. Demikian halnya temuan ICW 2008 dalam kasus penerimaan tak resmi menteri agama dari sumber Dana Abadi Umat (DAU) dan BPIH (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji) senilai Rp 700 juta.

Sumber di atas belum termasuk dana operasional para menteri yang secara resmi memang dilegalkan oleh peraturan atau keputusan menteri keuangan. Artinya, jika pemerintah menghendaki perbaikan pada sistem penggajian pejabat publik, sisi-sisi gelap penerimaan pejabat publik terlebih dahulu harus diungkap dan dibenahi.

Langkah Penting Pemerintah

Oleh karena itu, wacana menaikkan gaji pejabat negara harus diletakkan dalam kerangka reformasi birokrasi. Artinya, dengan memperbaiki sistem penggajian pejabat publik, diharapkan pendekatan dalam menaikkan gaji pejabat publik akan lebih komprehensif. Demikian pula, akan tercapai sebuah pengelolaan anggaran yang efisien, efektif, transparan, serta akuntabel.

Jika pemerintah ingin menaikkan gaji pejabat publik, perlu diambil langkah untuk mengkaji secara lebih mendalam sumber-sumber penerimaan yang selama ini dinikmati secara leluasa oleh para pejabat negara dan memberikan kontribusi bagi bocornya anggaran negara atau rendahnya tingkat penerimaan pendapatan negara. Daftar penerimaan abu-abu dan ilegal itu harus secepatnya ditutup dengan aturan tegas melalui larangan menerima dan sanksi bagi yang sengaja menerima/menggunakannya.

Setelah itu, pemerintah dapat menyusun langkah memperbaiki sistem penggajian dengan berlandaskan pada tiga komponen penting, yakni penerimaan pokok, penerimaan tunjangan atas dasar tingkat tanggung jawab, dan penerimaan tunjangan atas dasar kinerja. Pemerintah tidak bisa lagi menerapkan sistem tradisional penggajian yang hanya mengedepankan aspek senioritas. Maksudnya, semakin senior seorang pejabat negara, semakin tinggi pendapatannya.

Dengan tiga komponen dasar penggajian di atas, konsep perbaikan pendapatan bagi pejabat publik diselaraskan dengan tujuan mendorong peningkatan kinerja dan output kerja. Dengan demikian, naik tidaknya dan besar kecilnya pendapatan yang diterima pejabat negara tidak lagi ditentukan oleh sebuah dasar yang tidak jelas, melainkan diletakkan dalam kerangka membangun birokrasi yang efesien, efektif, dan profesional. (*)

*). Adnan Topan Husodo, wakil koordinator ICW

[ Rabu, 10 Februari 2010 ]

Menguji Konsistensi Dewan

HASIL sementara Pansus Angket Bank Century cukup mengagetkan. Ada perubahan peta politik di Senayan. Koalisi parpol yang bergabung dengan pemerintah benar-benar pecah. Hanya Partai Demokrat -sebagai penyangga utama- dan PKB yang berada di belakang pemerintah untuk membenarkan bailout Rp 6,7 triliun itu.

Empat anggota kongsi lain -Golkar, PKS, PAN, dan PPP- kompak menilai ada indikasi pelanggaran yang dilakukan Bank Indonesia (BI) dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Ini berarti Wapres Boediono yang saat itu menjadi gubernur BI dan Menkeu Sri Mulyani sebagai ketua KSSK harus bertanggung jawab.

Sikap Golkar dan PKS sejak awal sudah bisa ditebak. Mereka sangat kritis seperti fraksi-fraksi nonistana; FPDIP, Fraksi Gerindra, dan Fraksi Hanura. Yang mengejutkan dan mengubah peta itu adalah Fraksi PPP dan Fraksi PAN. Kedua fraksi yang disebut terakhir ini sempat dipetakan sebagai bumper istana. Semua analisis menempatkan positioning mereka akan satu langkah dengan Demokrat.

PAN dan PPP membuat analisis politik berantakan. Kedua ''anak manis'' itu memilih arah yang berbeda dengan induk koalisi. Ketua FPAN Asman Abnur menyatakan fraksinya menemukan 60 pelanggaran yang mengandung unsur tindak pidana perbankan, pencucian uang, dan korupsi. PPP tak kalah garang. Melalui juru bicaranya, M. Romahurmuzy, partai yang mendapat jatah dua menteri di kabinet tersebut menilai KSSK belum melakukan semua amanat Perppu No.4 Tahun 2008 tentang JPSK saat memutuskan bailout.

Ibarat main bola, posisi sementara 7 -2. Kubu yang menyatakan bailout Bank Century mengandung pelanggaran unggul jauh. Kalaupun voting, di antara 30 suara di pansus, Demokrat (8 kursi) dan PKB (2) tentu kalah telak oleh 7 fraksi lain yang mengantongi 20 suara.

Skor itu bukan semata-mata angka menang atau kalah. Di balik dinamika peta politik tersebut sebenarnya ada pendidikan politik yang harus ditunjukkan wakil rakyat. Yakni, konsistensi. Apakah para wakil rakyat itu akan tetap teguh terhadap kesimpulan awal mereka?

Para wakil rakyat harus sadar bahwa Pansus Angket Bank Century adalah etalase parlemen. Dari dinamika pansus inilah, jutaan rakyat bisa mengintip apa yang dilakukan para wakilnya. Tayangan langsung sidang-sidang pansus lewat televisi telah menjadi salah satu acara favorit.

Sikap dan pandangan fraksi-fraksi sudah terekam jelas di benak publik. Siapa yang membenarkan bailout dan siapa yang kritis terhadap pemberian dana talangan Rp 6,7 triliun itu sudah terpetakan. Bahkan, masyarakat sudah mengenal visi dan karakter masing-masing anggota pansus.

Betapa sedihnya kita bila show-show yang dilakukan para wakil rakyat tersebut ternyata merupakan atraksi tawar-menawar politik. Umpamanya, ada yang berubah sikap karena takut kehilangan kursi menteri. Atau, mereka berubah pikiran karena mendapat konsesi politik lain.

Kita semua tentu tidak ingin panggung pansus itu hanya sebagai panggung sandiwara. Para wakil rakyat yang merupakan kelompok elite harus bisa memberikan teladan kepada para rakyat yang mereka wakili. Keteladanan tersebut adalah sejalannya ucapan dengan tindakan. Yang diucapkan lidah itulah yang dilakukan tangan dan kaki. Dari sinilah kepercayaan akan terbangun. (*)

[ Rabu, 10 Februari 2010 ]

Paradoks Rencana Kenaikan Gaji

Oleh: M. Mas'ud Said

TIDAK seberapa lama berselang dari kontroversi pembelian mobil dinas pejabat yang menghabiskan dana sangat besar, tahun ini, pemerintah kembali akan membuat peraturan presiden (perpres) tentang kenaikan gaji pejabat tinggi negara (JP, 2/2/2010).

Karena pembahasannya sudah tuntas di DPR dan koor persetujuan diberikan, maka ditilik dari ilmu kebijakan publik dan etika administrasi negara, recana itu baik-baik saja dan absah adanya. Ditilik dari otoritas keuangan yang dimiliki Menkeu, disertai kepemilikan data perimbangan keuangan, kebijakan tersebut normal saja.

Persetujuan DPR itulah salah satu prasyarat kebijakan yang baik. Tak boleh menimbulkan kerugian negara -sesuai dengan semangat reformasi birokrasi-karena diasumsikan sebagai bagian dari renumerasi dan diharapkan memperlancar tugas serta bisa meningkatkan produktivitas kerja pejabat negara.

Berbeda dengan kasus Century yang panas, kebijakan tersebut akan aman- aman saja, bukan diskresi, dibuat secara rasional. Total anggaran 158 triliun mungkin akan diterima secara keseluruhan pegawai dari golongan kecil sampai pejabat tinggi, hanya tunggu momentum saja.

Politik Anggaran

Kebijakan itu akan lancar mengingat DPR dan pembuat kebijakan secara teoretis akan diuntungkan dengan kenaikan gaji tersebut. Sulit mengharapkan akan ada tantangan dalam proses pelaksanaannya.

Mungkin, pemerintah akan menyangkal kalau ada yang mencoba mengasumsikan dan berpikir kritis bahwa penetapan kenaikan gaji itu adalah tebar pesona eksekutif kepada legislatif dan good approach kepada lembaga yudikatif, MPR, dan lembaga negara lainnya.

Namun, kalau kita ingin mendalami politik anggaran, kemungkinan itu dapat saja terjadi. Persoalannya ialah bahwa kebijakan kenaikan gaji tidak boleh dilakukan tanpa mempertimbangkan kondisi psikologis ''masyarakat yang diperintah". Gaji tidak mungkin bisa dinaikkan hanya karena kebutuhan, apalagi berdasar keinginan orang-orang yang digaji. Kenaikan gaji itu harus melihat besaran gaji golongan PNS terkecil agar ada keadilan.

Di negara-negara maju, kenaikan gaji pejabat tinggi termasuk hal sensitif. Sewaktu Bill Clinton menjadi presiden AS, pada Januari 1998, menteri keuangan Clinton diserang habis-habisan oleh Congressional Budget Office -semacam panitia anggaran DPR- gara- gara tidak bisa mengurangi pengeluaran belanja rutinnya di tengah krisis ekonomi Amerika.

Teorinya, kucuran anggaran adalah cermin keberpihakan pemerintah. Kalau anggaran untuk anak jalanan, fakir miskin, janda tua, atau infrastruktur di desa miskin di perbatasan sangat minim, tak bisa dimungkiri bahwa perhatian pemerintah untuk hal tersebut rendah.

Sayang sekali, sering ditemukan paradoks. Pemerintah sering mengeluh kekurangan anggaran untuk hal-hal mendesak bagi rakyat kecil, seperti, amanat pasal 34 UUD 1945 bahwa ''Fakir miskin dan anak telantar dipelihara oleh negara", sedangkan untuk kenaikan gaji diri mereka, disajikan alasan yang masuk akal, rasional, dan seakan-akan urgen.

Mendongak ke Atas

Dapat dikatakan bahwa jurang antara gaji tertinggi pejabat negara RI dan gaji terendah pegawai negeri sipil (PNS) sudah dapat dipersempit tahun demi tahun. Pada 1968, perbadingannya 1:25, sampai 1988 dipersempit menjadi 1:8. Karena itu, dengan tambahan gaji pejabat tinggi sampai 20 persen tahun ini, gap gaji pegawai rendahan dengan pejabat akan lebih lebar lagi.

Dengan mempertimbangkan bahwa jumlah pejabat tinggi kita hanya sekitar 1.500 orang, maka penambahan 28 triliun untuk mereka, sedikit atau banyak, mencerminkan keberpihakan anggaran dalam pemerintahan tahun ini. Tidak dapat disalahkan kalau orang mengatakan bahwa pemerintah kita mendongak ke atas, bahkan tidak adil.

Tidak dapat dimungkiri bahwa peningkatan gaji pegawai secara teoretis bisa meningkatkan kinerja pegawai. Dalam teori Herzberg, misalnya, gaji adalah pengakuan, peningkatan gaji adalah rewards. Tanpa gaji yang cukup, pegawai akan loyo, dan dengan gaji cukup, pegawai akan giat.

Tapi, teori itu sekadar berlaku bagi karyawan rendahan, setingkat kuli. Adalah kesalahan besar kalau pendekatan peningkatan gaji tersebut diterapkan untuk pejabat tinggi di negara kita. Teori yang pas bagi mereka adalah penciptaan lingkungan yang kondusif dan pengakuan serta aktualisasi diri (self actualization) dalam lingkungan kecil dan lingkungan yang lebih luas.

Hasil sebuah survei menyatakan bahwa sejumlah PNS golongan rendah yang dijadikan responden (495 orang) mempunyai hasil tambahan pendapatan dari bekerja sambilan. Mereka mengaku menggunakan jam kantor dan 24,4 persen menopang hidup sehari-hari dengan cara nyambi.

Akhir-akhir ini, terdapat kecenderungan bahwa pegawai rendah di berbagai instansi pemerintah mendapat tambahan gaji mereka dari ''ceperan" yang dianggap sah, walaupun sesungguhnya tidak sah alias korupsi jalanan.

Sudah lima tahun belakangan ini, data mengenai ''njomplangnya" perbandingan pengeluaran rutin untuk pegawai dan belanja pembangunan. Apalagi untuk rakyat langsung. Data evaluasi RAPBD di 33 provinsi serta 420 kota dan kabupaten menunjukkan rata- rata 70-75 persen anggaran berpihak ke pejabat daerah dan pegawai daripada dana pembangunan.

Dengan berbagai data tersebut, terlihat bahwa rencana peningkatan gaji pejabat tinggi masih paradoks dengan kemiskinan dan keterbelakangan, tidak serasi dengan janji untuk mengutamakan rakyat. (*)

*). Prof M. Mas'ud Said PhD, wakil ketua DPP Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI)

Opini

[ Senin, 15 Februari 2010 ]

Saatnya Seberani Bung Karno

Oleh: Airlangga Pribadi

Integritas pemimpin pada saat krisis diuji oleh keberanian menghadapi masalah yang ada di depannya tanpa mengeluh. Ketika hari-hari terakhir ini kita disuguhi model komunikasi politik Presiden SBY yang terkesan menghindar dari persoalan, saya terkesima saat membuka kembali lembaran naskah pidato Proklamasi RI dari Bung Karno pada 1966 yang berjudul Jas Merah (Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah).

Dalam pembukaan pidato tersebut, Soekarno menegaskan di tengah tekanan politik bertubi-tubi menghadangnya, dia tetap menunjukkan dirinya tegak berdiri sebagai presiden Republik Indonesia di hadapan seluruh rakyat. Melalui pidatonya, Bung Karno memperlihatkan bahwa dia tidak lari dari persoalan politik yang dihadapkan kepada dirinya. Dia menjawabnya satu per satu, mulai besarnya anggaran yang dia gunakan untuk merebut Papua sampai persoalan posisi politik dari Supersemar.

Meski pada akhirnya Soekarno tidak dapat mempertahankan kekuasaan, pidato tersebut memberi kesan yang sangat kuat bahwa sebagai presiden, Soekarno tidak mengeluh kepada rakyat atas tekanan politik yang dihadapi. Soekarno berusaha menenteramkan hati rakyat bahwa dia masih mampu mengelola kondisi politik di saat krisis. Sejarah mencatat, bagaimana Soekarno memperlihatkan jiwa kesatria, bahkan pada pertempuran politik pada masa akhir kepemimpinannya.

Keutamaan memimpin sebagai presiden seperti inilah yang tengah kita tunggu terkait dengan penyelesaian kasus bailout Century. Komunikasi politik Presiden SBY saat ini yang memperlihatkan kepada publik bahwa dirinya adalah korban yang dizalimi dan menyerahkan tanggung jawab kepada para pembantunya, dapat melunturkan kepercayaan publik. Ketika hal itu terjadi, setidaknya ada tiga langkah komunikasi politik yang seharusnya dilakukan SBY untuk memulihkan integritas pemerintahannya.

Ambil Tanggung Jawab

Pertama, sudah saatnya Presiden SBY menyadari bahwa memosisikan diri sebagai korban pertarungan politik dan mengharap simpati publik dalam kondisi krisis justru akan meluluhlantakkan kepercayaan publik akan hadirnya pemimpin yang tangguh dan bersama bisa menghadapi segala persoalan. Posisi sebagai korban dan menghindar seperti ini saatnya diubah. Apabila pada situasi normal, presiden dapat memberikan wewenang kepada para pembantunya untuk merumuskan kebijakan maupun menjawab pertanyaan publik atas berbagai persoalan pemerintahan, pada situasi krisis langkah yang berbeda harus diambil.

Sekarang saatnya bagi Presiden SBY untuk tampil sendiri dengan mengambil tanggung jawab dari Boediono dan Sri Mulyani dengan menyatakan bahwa dirinya mengetahui kebijakan bailout Bank Century dan menjelaskan secara jernih alasan dan kondisi-kondisi yang mengharuskan pemerintah mengambil tindakan tersebut. Meski kebijakan tersebut kemudian dinilai salah oleh pihak parlemen dan publik, keterusterangan dan mengakui kesalahan tidak membuat integritas presiden luntur di hadapan rakyatnya, selama pemimpin tidak melakukan praktik korupsi.

Kejujuran dan keberanian sikap tersebut dapat membangun citra diri Presiden SBY sebagai pemimpin yang tegar dan berani meski dihantam krisis politik yang kuat di hadapan rakyat Indonesia. Sekaranglah saatnya memperlihatkan kepada rakyat Indonesia bahwa kemampuan Presiden SBY menyelesaikan persoalan yang ada di depannya bukanlah pencitraan publik semata, namun benar-benar karakter otentik dirinya.

Kedua, sudah saatnya SBY menghadapi dengan tegar segenap kekuatan oposisi politik, baik di tingkat kekuatan politik maupun kekuatan masyarakat sipil. Bukanlah tindakan arif bagi presiden di era sistem politik demokrasi, menyerukan ancaman kudeta kepada publik. Saat membaca sejarah, kita menjadi saksi bagaimana mantan Presiden Indonesia KH Abdurrahman Wahid berani menghadapi lawan-lawan politiknya para legislator, di gedung DPR RI.

Tidaklah salah apabila Presiden SBY belajar dari momen tersebut. Saatnya dia tidak menghindar dan justru memanggil para aktivis dan agensi-agensi politik yang saat ini melakukan protes. Bukankah pada saat bertugas sebagai perwira tinggi pada masa Orde Baru, dirinya dikenal sebagai jenderal yang rajin berdialog dengan para intelektual dan aktivis gerakan mahasiswa. Tunjukkan kepada rakyat sebagai pemimpin yang selama ini menyerukan pentingnya optimisme. SBY siap dan mampu berdialog dengan lawan politiknya dengan segenap argumen dan penjelasan yang jernih dan rasional.

Ketiga, sebagai presiden tidak sepatutnya SBY mudah memberikan respons-respons reaktif dan emosional. Kepemimpinan yang efektif dalam kondisi krisis diperlukan, terutama pada saat-saat sekarang, ketika kritik dan tekanan politik tengah bertubi-tubi dialamatkan kepadanya. Sejarah kepemimpinan dunia memberikan contoh kepemimpinan efektif, saat Jenderal Charles De Gaulle menghadapi krisis gerakan mahasiswa pada 1968.

Pada situasi yang sangat genting di bawah ancaman revolusi sosial, De Gaulle bertindak tenang. Dia tidak mudah terpancing oleh tekanan dan provokasi politik, dan pada saat yang tepat hadir di hadapan rakyat Prancis dengan menunjukkan integritasnya sebagai presiden. Kemampuan De Gaulle menjalankan komunikasi politik secara efektif terbukti berhasil mengembalikan kepercayaan publik dengan memperlihatkan kapasitasnya sebagai pemimpin untuk menyelesaikan persoalan politik yang dihadapi rakyat Prancis.

Pendeknya, yang dibutuhkan Presiden SBY untuk memimpin di saat krisis adalah keberanian menghadapi persoalan yang muncul sebagai akibat dari kebijakan pada masa kepemimpinannya. Semoga beliau sadar bahwa saat ini bukanlah situasi normal, namun krisis politik terhadap pemerintahannya yang membutuhkan kehadiran pemimpin yang berani. (*)

*). Airlangga Pribadi, pengajar Ilmu Politik FISIP Universitas Airlangga

[ Senin, 15 Februari 2010 ]

Ancaman Krisis Masih Nyata

Sudah lebih dua tahun krisis finansial mendera dunia. Meski saat ini sudah ada tanda-tanda mereda, ancaman ternyata masih tetap ada. Krisis utang di Yunani bisa menjadi salah satu contoh. Gara-gara menerapkan defisit tinggi untuk menangkal krisis, negeri para dewa itu malah terjerat utang. Akibatnya, seluruh Eropa terkena imbasnya. Kurs euro terhadap dolar AS pun terus menuju titik terendah.

Beberapa bulan sebelumnya, Dubai, pusat bisnis dan ekonomi di Timur Tengah, juga terjerat krisis yang nyaris sama. Tapi, yang surat utangnya bermasalah bukan pemerintah, melainkan raksasa properti Nakheel, anak usaha Dubai World. Kejadian di dua benua berbeda itu seakan membuka mata dunia bahwa ancaman krisis finansial global masih tetap nyata.

Banyak ekonom memprediksi krisis yang menimpa Yunani adalah awal bencana di Eropa. Dalam waktu dekat, hal serupa bisa terjadi di Portugal, Irlandia, dan negara-negara lain yang kualitas perekonomiannya tak jauh berbeda. Sebagai anggota Uni Eropa yang menggunakan mata uang tunggal euro, Yunani secara tak langsung bakal menyeret negara-negara lain ke jurang krisis keuangan.

Ironisnya, negara-negara berekonomi kuat Eropa, seperti Jerman, enggan membantu menyelamatkan Yunani. Jerman menyebut Yunani mesti menyelesaikan masalah sendiri. Meski sudah komit membantu, presiden Uni Eropa juga tak jelas bakal memberikan pertolongan dalam bentuk apa. Namun, pekan lalu 16 menteri keuangan negara pemakai euro telah bertemu untuk membicarakan rencana penyelamatan Yunani dari kemungkinan gagal bayar (default) utang.

Apa pun bentuk bantuan itu, yang jelas mesti cepat dan akurat. Sebab, dampak krisis Yunani telah merembet ke seantero dunia. Sebagai ilustrasi, indeks Dow Jones di Bursa Efek New York (NYSE) secara masif terus melemah. Bahkan, pekan lalu sempat melorot di bawah 10.000 atau terendah tahun ini. Indeks harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) juga sempat mencium level terendah selama 2010.

Berkaca pada kasus Yunani, Indonesia mesti ekstra hati-hati. Sebab, bukan tidak mungkin krisis serupa menghampiri negeri ini. Yunani yang punya rating utang lebih tinggi saja bisa terjerat krisis, apalagi Indonesia. Negeri ini pun dalam beberapa waktu terakhir cukup semangat menumpuk utang baru.

Berdasar data Ditjen Pengelolaan Utang, per 20 Januari 2010 total surat utang negara, termasuk obligasi rekapitalisasi yang diterbitkan untuk menolong perbankan saat krisis moneter pada 1997, sudah hampir Rp 1.000 triliun. Tepatnya Rp 998,154 triliun. Wow, sungguh besar sekali. Jika utang segunung itu tak dikelola dengan benar, tentu sangat berbahaya.

Kita semua berharap, krisis di Eropa segera teratasi. Meski begitu, tak ada salahnya pemerintah melakukan langkah antisipasi. Siapa tahu, krisis di Eropa berkepanjangan. Tapi, itu bukan lagi menjadi ancaman karena kita sudah siapkan penangkal. (*)

[ Jum'at, 12 Februari 2010 ]

Petaka di Dunia Maya

Oleh: Bagong Suyanto

PERSENTUHAN anak-anak dengan kemajuan teknologi informasi dan peluang anak untuk dapat berselancar di dunia maya, tampaknya, tidak selalu berdampak positif. Kendati di era revolusi informasi, anak-anak kita seyogianya tidak gaptek serta tak asing dengan internet, tetapi ketika mereka tidak siap, jangan kaget jika efek samping yang timbul malah merugikan.

Kehadiran Facebook dan media berkomunikasi di dunia maya yang dramatis dalam dua-tiga tahun terakhir, mungkin benar telah membuka belenggu isolasi dan menjadikan wawasan dan jaringan sosial anak-anak makin luas. Namun, di saat yang sama tawaran keterbukaan informasi itu ternyata juga menyebabkan anak-anak rentan terpedaya.

Kisah yang dialami Nova, gadis 14 tahun di Tangerang yang kehilangan kesucian gara-gara terpedaya lelaki muda yang dikenalnya lewat Facebook adalah salah satu contoh betapa berisikonya kehadiran Facebook ketika anak-anak kita tidak siap mengantisipasi dampak negatif yang mungkin timbul.

Di media massa, kita bisa melihat sejumlah contoh kasus tentang efek samping kehadiran Facebook. Di Surabaya, belum lama ini berhasil dibongkar adanya kasus perdagangan dan pelacuran anak yang pemasarannya mempergunakan jalur on line Facebook.

***

Berbeda dengan kontak-kontak langsung secara personal dan setiap pihak yang berinteraksi tahu persis sejarah dan latar belakang lawan bicaranya, kontak yang terbangun di dunia maya sering berlangsung penuh kemasan seperti dunia simulacra. Jean Baudrillard menyatakan bahwa simulasi adalah sebuah realitas semu yang tidak selalu identik deangan realitas nyata.

Di dunia maya, lewat Facebook, seseorang bisa memperkenalkan diri menjadi siapa pun, tanpa harus terikat dengan kondisi riil dirinya. Seorang lelaki iseng, playboy yang suka mempermainkan perempuan, melalui Facebook bukan tidak mungkin merepresentasikan dirinya sebagai sosok yang santun, penuh perhatian, dan jauh dari kesan menjengkelkan.

Di dunia maya, yang namanya identitas adalah sebuah bentukan citra, dan oleh karena itu yang penting di sini adalah image, konstruksi, dan seberapa jauh lawannya berinteraksi dapat dikecoh atau terkecoh.

Bagi seorang anak perempuan yang sehari-hari dibesarkan dalam keluarga broken home, atau bermasalah, apalagi menjadi korban child abuse, berselancar di dunia maya untuk mencari teman chatting bukan hanya menjadi alternatif kegiatan pelarian yang mengasyikan. Lebih dari itu, kegiatan tersebut juga menjadi kegiatan untuk mencari sosok-sosok idola substitutif yang ideal.

Seorang anak yang di dunia nyata memiliki ayah yang ringan tangan dan suka main pukul, biasanya dengan mudah akan terpedaya oleh kenalannya di dunia maya yang pandai menghibur, penuh perhatian, dan terkesan sabar. Seorang anak yang lugu seperti Nova, misalnya, niscaya dengan mudah jatuh cinta kepada cowok yang lewat Facebook tampak penuh perhatian dan bisa menjadi teman curhat yang mengasyikkan.

***

Sebagai bagian dari kemajuan teknologi, kehadiran media jejaring Facebook memang penuh pesona dan mampu membunuh rasa kesepian anak-anak kita yang sehari-hari kurang memperoleh perhatian orang tuanya. Di tengah kondisi kegiatan belajar-mengajar yang acapkali terlalu membebani dan menjemukan bagi siswa, ditambah lagi komunikasi dengan orang tua yang sangat minimal karena kesibukan bekerja, sering terjadi para orang tua menempuh langkah pragmatis.

Membelikan anak-anak perangkat telepon seluler yang canggih semacam BlackBerry dan memasangkan anak fasilitas internet di HP maupun laptopnya adalah cara yang acapkali dipilih para orang tua dengan alasan agar anaknya tidak ketinggalan perkembangan. Sementara itu, bagi anak-anak dari keluarga menengah ke bawah yang mungkin tak kuat membayar perangkat teknologi informasi yang mahal, keberadaan warung-warung internet adalah salah satu pilihan yang bisa mereka akses dengan mudah dan murah.

Bagi anak-anak yang hidup di era revolusi informasi, menjalin jejaring sosial di dunia maya dan mendaftarkan diri dalam akun pertemanan Facebook, Twitter, atau situs yang lain memang merupakan konsekuensi kemajuan zaman dan menjadi kebutuhan yang tak terelakkan. Cuma, yang menjadi masalah: karena secara psikologis anak-anak dalam usia belia acapkali masih belum sepenuhnya matang, dan dalam banyak kasus mereka masih mudah terpedaya karena sulit membedakan mana kenalan yang benar-benar baik dan mana pula sesungguhnya yang termasuk predator yang tengah mencari mangsa lewat dunia maya, maka jangan kaget jika tiba-tiba ada orang tua yang kehilangan anaknya karena kabur atau tertipu kenalannya lewat Facebook.

Adalah tugas pemerintah, orang tua, pendidik, dan berbagai elemen masyarakat lain untuk mencegah anak-anak kita menjadi korban dunia simulacra yang ditawarkan kemajuan teknologi informasi. Sudah barang tentu solusinya tidak harus dengan mengeluarkan fatwa haram bagi Facebook dan semacamnya. Yang terpenting adalah bagaimana menjaga agar kita semua tidak kehilangan hubungan sosial dengan anak-anak kita.

Musuh dan para predator yang mengancam anak-anak kita sesungguhnya tidak selalu ada di luar rumah, di jalanan, atau di tempat-tempat yang berbahaya. Di rumah kita sendiri, pada saat anak-anak dibiarkan terbenam berselancar di dunia maya, entah itu bermain Facebook atau membuka situs porno, maka di situlah mala petaka mulai mengancam anak-anak kita. (*)

*). Bagong Suyanto, pengajar masalah sosial anak di FISIP Universitas Airlangga.