Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengujian Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UU PT), Selasa (3/2), di ruang sidang pleno MK. Pemohon perkara ini antara lain Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN), Himpunan Pengusaha Muda Indoneia (HIPMI), dan Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia (IWAPI) yang diwakili oleh ketuanya. Mereka menilai, Pasal 74 UU PT yang mengatur tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TSL) telah merugikan perekonomian mereka.
Sidang ketiga ini mendengarkan keterangan Pemerintah, DPR, serta Ahli dari Pemohon antara lain, Ahli Hukum Perusahaan/Hukum Bisnis Prof. Dr. Hikmahanto Juwana, Direktur Program CSR Universitas Trisakti Maria R Nindita Radyanti, serta Maria Dian Nurani.
Menurut Hikmahanto, berdasarkan definisi UU PT, TSL atau yang sering disebut Coorporate Social Responsibility (CSR) bukan suatu kewajiban yang dibebankan oleh negara kepada PT, namun sebagai komitmen dari PT itu sendiri. “TSL adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya,” kata Hikmahanto.
Lanjut Hikmahanto, pelaksanaan CSR tidak seharusnya hanya pada badan hukum berbentuk PT, namun semua badan hukum yang melakukan kegiatan di sektor tertentu yang mendapat pengaturan oleh UU sektor tertentu. “Ini untuk menjamin keadilan,” tandasnya.
Sedangkan, Maria Nindita dalam penjelasannya mengatakan CSR ialah konsep di mana perusahaan harus mempunyai perhatian terhadap persoalan sosial dan lingkungan berdasar prinsip sukarela, dan kegiatan bisnis serta interaksi dengan para pemangku kepentingan harus memperhatikan persoalan sosial dan lingkungan. “Ini sudah dijalankan di negara-negara eropa,” terangnya.
Arti dari CSR, menurut Nindita, ialah bagaimana keseluruhan operasi perusahaan, yakni fungsi bisnis utama (core business functions), dapat memberikan dampak positif terhadap lingkungan dan para pemangku kepentingan serta masyarakat pada umumnya.
Sementara itu, Maria Dian Nurani memandang standarisasi CSR melalui ISO 26000 di mana tanggung jawab perusahaan akan berdampak terhadap masyarakat dan lingkungan melalui perilaku etis dan transparan yang berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan, termasuk kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, mengikutsertakan harapan stakeholder, sesuai hukum yang berlaku, dan konsisten dengan perilaku norma internasional, “serta terinteraksi di seluruh organisasi dan dipraktekkan dalam relasinya,” papar Maria.
Sidang selanjutnya akan dilaksanakan 18 Februari 2009. (Prana Patrayoga Adiputra)
Sidang ketiga ini mendengarkan keterangan Pemerintah, DPR, serta Ahli dari Pemohon antara lain, Ahli Hukum Perusahaan/Hukum Bisnis Prof. Dr. Hikmahanto Juwana, Direktur Program CSR Universitas Trisakti Maria R Nindita Radyanti, serta Maria Dian Nurani.
Menurut Hikmahanto, berdasarkan definisi UU PT, TSL atau yang sering disebut Coorporate Social Responsibility (CSR) bukan suatu kewajiban yang dibebankan oleh negara kepada PT, namun sebagai komitmen dari PT itu sendiri. “TSL adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya,” kata Hikmahanto.
Lanjut Hikmahanto, pelaksanaan CSR tidak seharusnya hanya pada badan hukum berbentuk PT, namun semua badan hukum yang melakukan kegiatan di sektor tertentu yang mendapat pengaturan oleh UU sektor tertentu. “Ini untuk menjamin keadilan,” tandasnya.
Sedangkan, Maria Nindita dalam penjelasannya mengatakan CSR ialah konsep di mana perusahaan harus mempunyai perhatian terhadap persoalan sosial dan lingkungan berdasar prinsip sukarela, dan kegiatan bisnis serta interaksi dengan para pemangku kepentingan harus memperhatikan persoalan sosial dan lingkungan. “Ini sudah dijalankan di negara-negara eropa,” terangnya.
Arti dari CSR, menurut Nindita, ialah bagaimana keseluruhan operasi perusahaan, yakni fungsi bisnis utama (core business functions), dapat memberikan dampak positif terhadap lingkungan dan para pemangku kepentingan serta masyarakat pada umumnya.
Sementara itu, Maria Dian Nurani memandang standarisasi CSR melalui ISO 26000 di mana tanggung jawab perusahaan akan berdampak terhadap masyarakat dan lingkungan melalui perilaku etis dan transparan yang berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan, termasuk kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, mengikutsertakan harapan stakeholder, sesuai hukum yang berlaku, dan konsisten dengan perilaku norma internasional, “serta terinteraksi di seluruh organisasi dan dipraktekkan dalam relasinya,” papar Maria.
Sidang selanjutnya akan dilaksanakan 18 Februari 2009. (Prana Patrayoga Adiputra)