Kamis, 14 Mei 2009

Perniagaan aset negara Privatisasi BUMN harus tumbuhkan harapan baru

Wajah ekonomi dalam negeri memang belum cukup sumringah, efek krisis global juga masih bergentayangan hampir di semua sektor. Akan tetapi, dari badan usaha negara bidang transportasi mengembuskan kabar gembira.Kinerja Garuda cukup ciamik sehingga mampu menambah pundi keuntungan perusahaan hingga Rp683,6 miliar pada 2008. Perolehan ini jauh lebih besar dari laba bersih 2007 yang 'hanya' Rp258 miliar.Namun, merdunya hasil perusahaan jasa penerbangan ini terasa pilu dengan rencana privatisasi pemerintah, yang mana Garuda termasuk dalam BUMN yang telah disetujui untuk dilego.Tahun kemarin pemerintah telah menetapkan tiga BUMN, yakni Bank Tabungan Negara (BTN), PT Garuda Indonesia, dan PT Krakatau Steel yang akan masuk dalam kerangkeng privatisasi.Bila sampai saat ini niat itu belum terealisasi bukan berarti hasrat untuk menjual telah padam, melainkan karena memang kondisi bursa yang masih belum bugar. Saat ini indeks harga saham Gabungan (IHSG) masih berada pada zona 1.500-1.600.Tentu ketika indeks terus tumbuh hingga mencapai 2.000, gairah privatisasi akan kembali berkobar, seperti yang dialunkan pemerintah lewat Menteri BUMN pertengahan minggu ke-4 bulan lalu.Sebagai kebijakan ekonomi, sampai saat ini privatisasi tidak terlepas dari berbagai kritikan. Negara dituduh sembrono ketika melepas mesin uang negara yang mewujud dalam BUMN.Dan terbangya PT Indosat Tbk lewat jendela privatisasi seolah-olah menjadi salah satu kenangan pahit kebijakan ini.Memang sebagai strategi ekonomi, kebijakan ini cukup jamak diperankan oleh banyak negara. Sejak dekade 1980-an, ramuan privatisasi banyak menjadi resep dan tidak sedikit negara yang menjalankannya, khususnya di negara-negara berkembang.Tercatat pada pertengahan dekade 1970-an sampai akhir dekade 1980-an, nilai privatisasi dunia mencapai US$185 miliar. Pada 1990 pemerintah di seluruh dunia berhasil menjual perusahaan publiknya senilai US$25 miliar, kebijakan ini terus berlanjut hingga dua tahun berikutnya yakni pada 1992 mencapai nilai total US$69 miliar.Dengan demikian hanya dalam kurun waktu tiga tahun yakni dari 1990-1993 angka aset milik beberapa negara yang dipindah tangankan tidak kurang dari US$175 miliar.Bahkan angka fantastis pun untuk perdagangan aset mencapai lebih dari US$600 miliar pada akhir 2000 (Guseh, 2001)Tampaklah bahwa kebijakan ini cukup laris manis, diterbitkan oleh beberapa negara. Dan bila kita bentangkan berbagai tujuan privatisasi akan terdapat berbagai kehendak, mulai dari menambah pendapatan negara, menambal lubang APBN alias defisit, hingga menyehatkan kondisi internal perusahaan milih negara tersebut yang kesemuanya menuju ufuk peningkatan perekonomian nasional secara keseluruhan.Bila kita lihat, salah satu aset negara yang saat ini masuk ko-tak privatisasi adalah Garuda Indonesia, sementara dengan tambunnya keuntungan yang diperoleh, tentu dapat diterjemahkan bahwa perusahaan ini sesungguhnya baik-baik saja dengan prospek pertumbuhan yang sangat meyakinkan.Terasa hambarDi sini argumen bahwa privatisasi akan menyehatkan kondisi badan usaha jasa penerbangan ini akan terasa hambar.Bahkan jika animo kebijakan privatisasi terhadap perusahaan-perusahaan negara terus berkobar menjadi dalih akan sehatnya perekonomian bangsa. Hal inilah yang harus berani kita gugat.Sebab saat ini, kapitalisasi pasar modal Indonesia dikuasai oleh 14 BUMN atau hanya sekitar 5% dari jumlah perusahaan yang listing di bursa.Bahkan kumulatif aset-aset BUMN ini jauh dari aset Holding Temasek Singapura. Artinya, kita punya embrio raksasa bisnis dari penyatuan BUMN-BUMN tersebut.Oleh karena itu holding BUMN, yang diwacanakan sejak kurang lebih empat tahun lalu harus terus didukung oleh semua pihak supaya bangsa ini digdaya pada perekonomian hingga mampu melebarkan sayap bisnisnya ke seluruh dunia.Oleh karena itu, kebijakan mengamputasi kepemilikan pada badan-badan usaha atau privatisasi adalah sebuah kebijakan aborsi raksasa bisnis.Oleh sebab itu kita tetap berharap, ketika ramuan privatisasi diambil terutama pada perusahaan-perusahaan negara yang dapat tumbuh kokoh, haruslah selalu mempertimbangkan cakrawala harapan terhadap pertumbuhan badan usaha tersebut. Janganlah keuntungan sesaat dijadikan sebagai alat ukur agar pada kemudian hari kita tidak tergelincir dalam kesalahan-kesalahan yang tidak dapat dibetulkan lagi.Ke depan strategi ekonomi pemerintah lewat privatisasi menjadi kebijakan yang benar-benar bisa membantu tercapainya efisiensi perusahaan dari sisi internal dan memperbaiki struktur pasar dari sisi eksternal, sehingga masifnya perekonomian Indonesia menjadi sebuah keniscayaan.Oleh Agus SumanGuru Besar Universitas Brawijaya, Malang

Tidak ada komentar: