Kamis, 14 Mei 2009

Penggunaan sistem outsourcing akan dibatasi

JAKARTA: Pemerintah akan membatasi penggunaan sistem kerja alih daya (outsourcing), menyusul pembentukan Badan Pekerja pada Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit Nasional yang akan menampung aspirasi pekerja dan pengusaha untuk membuat konsep perbaikan sistem tersebut."Kebijakan sistem outsourcing memang harus dihapuskan. Wong bekerja kok ada sistem kontrak. Dulu memang ada masa percobaan, tetapi sesudah 3 bulan harus diangkat sebagai karyawan," kata Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Erman Suparno kemarin.Dia menjelaskan LKS Tripartit Nasional sepakat akan membahas masalah pekerja kontrak itu melalui Badan Pekerja agar aspirasi serikat pekerja dan pengusaha dapat disalurkan dalam bentuk sistem baru yang dapat mengatasi kebutuhan tenaga kerja di perusahaan."Yang menjadi permasalahan, bisa saja saya mengeluarkan kebijakan, tetapi tidak bisa apa-apa jika terbentur dengan undang-undang," ujarnya.Menurut Erman, untuk menghapus kebijakan sistem kerja kontrak akan terbentur UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan, karena dalam peraturan tersebut terdapat pasal yang mengatur soal kerja waktu tertentu.Bab IX tentang Hubungan Kerja di antaranya menyebutkan tentang hubungan kerja waktu tertentu hanya dapat diadakan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 hari berakhirnya perjanjian kerja waktu tertentu yang lama. Pembaruan perjanjian itu hanya boleh dilakukan sebanyak satu kali dan paling lama untuk 2 tahun.Menakertrans berharap hasil pembahasan LKS Tripartit Nasional tentang masalah tersebut dapat menampung aspirasi pekerja dan pengusaha, sehingga tidak menimbulkan konflik baru dalam sistem hubungan industrial."Sebagai Menakertrans, saya harus bijak menerima masukan dari pengusaha maupun para serikat pekerja yang tergabung dalam badan tripartit itu," katanya.Namun, Wakil Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Mathias Tambing menilai pemerintah akan kesulitan untuk mengubah sistem kontrak atau outsourcing, karena peraturan perundangan mendukung hal itu."Masalah outsourcing harus menjadi perhatian pemerintah, karena pekerja sektor itu selalu menjadi prioritas pertama ketika perusahaan dalam kondisi krisis, sehingga posisi pekerja sangat rawan," tukasnya.Menurut data Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), pekerja outsourcing cukup banyak menanggung dampak krisis ekonomi sekarang ini. Sebanyak 90%-95% dari korban pemutusan hubungan kerja (PHK) diperkirakan pekerja outsourcing.Oleh R. FitrianaBisnis Indonesia

Tidak ada komentar: