Kamis, 14 Mei 2009

Kesaksian Rekan-Rekan Masa Remaja Boediono

Saat Sekolah Dikenal Hanya Bawa Satu Buku Tulis Boediono, 66, hampir pasti menjadi cawapres yang akan mendampingi SBY. Ekonom yang kini menjabat gubernur Bank Indonesia itu dikenal tak banyak bicara. Bagaimana kisahnya saat remaja? Inilah kesaksian sejumlah rekannya. Abdul Aziz Wahyudi, Radar Blitar --- Siang itu rumah nomor 8 di Jalan dr Wahidin, Kota Blitar, tampak sepi. Hanya ada meja dan coretan berwarna-warni di tembok. Ya, di rumah itulah Boediono menghabiskan masa kecil hingga remaja. ''Dulu (rumah itu) memang rumah keluarga Pak Boedi, kemudian disewa untuk dijadikan salon. Kabarnya sudah tuntas kontraknya,'' kata Eko Sri Wulandari, tetangga yang rumahnya di utara tempat tinggal Boediono itu. Sri Wulandari yang kini berusia 40 tahun mengatakan, memorinya tentang Boediono tak terlalu banyak. Sebab, saat itu dirinya masih kecil. ''Saya masih anak-anak, dia sudah remaja,'' katanya. Boediono merupakan anak pertama di antara tiga bersaudara dari pasangan suami istri Ahmad Siswo Sardjono dan Samilah. Orang tuanya merupakan pedagang kain batik yang sukses dan terkenal tekun dalam berbisnis. Selama hidup di rumah kecil, sifat atau karakter wong pintar sudah terlihat. ''Pak Boediono itu waktu saya kecil orangnya tegas dan lugas. Mungkin karena dia adalah anak pertama, jadi bisa ngemong adik-adiknya,'' kata wanita yang kini menggeluti bisnis katering di rumahnya itu. Nah, ketika nama Boediono disebut-sebut mendampingi SBY, para tetangga tak heran. Sebab, jiwa kepemimpinan dan tegas menjadi ciri khasnya. Selain itu, mantan menteri keuangan itu terkenal sangat teliti dan jujur. ''Yang saya ketahui cuma itu. Kalau memang jadi nanti, mudah-mudahan saja. Kan saya sebagai tetangga sekaligus warga Kota Blitar bangga,'' kata istri Nyuadi itu. Kabar Boediono mendampingi SBY juga mendapat sambutan hangat keluarga SMAN 1 Blitar. Maklum, Boediono pernah mengenyam sekolah di Jl Ahmad Yani itu. Menurut beberapa guru yang ditemui koran ini, sosok Boediono memang berbeda dengan alumnus lain. Saat sekolah, Boediono lebih banyak diam dan murah senyum. ''Kali pertama bertemu di reuni 2005, banyak yang tidak percaya. Dia masih ingat dengan rekan-rekan di sekolah ini. Saya sebagai adik kelasnya cukup bangga dan senang,'' ungkap Tatik, salah seorang guru SMAN 1, kepada koran ini kemarin. Jika nanti benar-benar resmi terpilih, lanjut Tatik, seluruh alumnus, bahkan siswa-siswi yang saat ini menuntut ilmu di SMAN 1 Blitar, siap untuk memberikan dukungan. Bukan hanya dukungan moral, tetapi juga doa. Ada kebanggaan tersendiri jika salah seorang alumnusnya duduk di jabatan strategis di negara ini. ''Siap mendukung, bagaimanapun pernah menjadi bagian SMAN 1,'' kata pengajar bahasa Jepang itu. Berdasar penelusuran koran ini, prestasinya tak terlalu menonjol selama menuntut ilmu di SMAN 1 Blitar. Bahkan, dia tak terlalu rajin. Yang tebersit atau menjadi ciri khasnya, sekolah hanya membawa satu buku tulis yang disakukan di celana sekenanya. Itu pun tidak semua berisikan mata pelajaran. Beberapa gambar menghiasi halaman buku tulisnya itu. Maklum, menggambar menurut teman-teman alumninya adalah hobi dia. Ketika ada waktu luang, dia menyempatkan diri menggambar. Setelah lulus, dia menempuh pendidikan di UGM hingga akhirnya menjadi orang penting di Jakarta. Kenangan terhadap sosok Boediono juga diutarakan Prijanto. Pria 63 tahun itu merupakan salah seorang teman karib Boediono sejak SMP hingga SMA. Boediono dikenal pendiam dan tidak banyak tingkah. Saat di SMA tidak banyak prestasinya. Yang menonjol pada diri putra pasangan Samilah dan Ahmad Siswo Sardjono itu adalah kemampuan akademik. Itu pun baru terlihat ketika ujian akhir. Dia mendapatkan nilai tertinggi. Pensiunan kepala Stasiun Blitar itu menuturkan, kerap saat ke sekolah Boediono hanya membawa buku tulis. Itu pun hanya diselipkan di celana belakang. Hal lain yang diingat tentang Boediono, yakni hobi menggambar. ''Setahu saya, dulu begitu. Anaknya santai,'' ujar Prijanto. Pastinya, walaupun kerap tidak serius, hasil akhir ujiannya sering mengungguli teman lainnya. Semasa SMA, Boediono juga dikenal pasif dalam berbagai kegiatan ekskul. Hanya, soal pergaulan Boediono tidak kalah dengan teman sebayanya di sekolah. Baru ketika masuk pada penjurusan, yakni saat kelas 3, Boediono secara mengejutkan memilih masuk jurusan C atau jurusan ilmu sosial. Kini, walaupun sudah lebih dari 30 tahun hijrah di ibu kota, kata Prijanto, Boediono tetap berhubungan dengan kawannya di SMA. Bahkan, walaupun waktu itu menjadi menteri keuangan era Presiden Megawati, Boediono sering mengunjungi kawan semasa SMA-nya. Teman semasa SMA Boediono memang tidak semua bernasib mujur. Ada juga di antara teman Boediono yang hanya menjadi pekerja biasa. Seperti sopir. Namun, ada juga yang berhasil dan suskes. Bambang Hari Subeno, sepupu Boediono, kepada beberapa wartawan yang mendatangi rumahnya menuturkan bahwa Boediono merupakan sosok yang teliti. Bakat itu diwarisi dari kedua orang tuanya yang bekerja sebagai pedagang. ''Ya, mungkin seperti itu,'' kata Bambang. (dibantu Karyanto)

Tidak ada komentar: