Saat Terima Dukungan Sebagian Anggota DPRD JAKARTA - Sikap capres Megawati terhadap wacana amandemen konstitusi sulit diubah. Meski mendapatkan dukungan politik dari 44 senator, Ketua Umum (Ketum) PDIP itu belum tergerak untuk mendukung penguatan peran Dewan Perwakilan Daerah (DPD) melalui perubahan UUD 1945. Padahal, DPD sangat ingin mewujudkan sistem bikameral (dua kamar) yang utuh di parlemen.''Saya pernah bilang dengan Mas Amien (Amien Rais) dan Gus Dur, (amandemen, Red) sampai empat kali kok kebanyakan ya? Sebaiknya kan diimplementasikan dulu. Nanti terasa mana yang baik, mana yang harus ditambah atau dikurangi,'' kata Megawati saat menerima dan meresmikan dukungan 44 anggota DPD di kediamannya, Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat, kemarin (17/6).Megawati didampingi cawapres Prabowo Subianto. Hadir pula Ketua Dewan Pertimbangan Pusat (Deperpu) PDIP Taufiq Kiemas, Sekjen DPP PDIP Pramono Anung, Ketua Umum DPP Partai Gerindra Suhardi, dan Ketua DPP Partai Karya Perjuangan (Pakar Pangan) M. Yasin.Di antara 44 senator yang telah membubuhkan tanda tangan, hanya 31 orang yang berkesempatan datang. Anggota DPD dari Bengkulu Muspani yang memimpin rombongan mengakui, memang tidak semuanya bisa hadir. ''Kebetulan sekarang ada fit and proper test anggota BPK di DPD. Sebagian lagi tengah berada di daerahnya,'' jelasnya. Tampak juga I Wayan Sudhirta (Bali), Muhammad Nasir (Jambi), Intsiawati Ayus (Riau), Harun Al Rasyid (NTB), Sofwat Hadi (Kalimantan Selatan), dan puluhan anggota DPD lainnya.Megawati mengomentari salah satu materi menyangkut DPD yang tengah hangat diperdebatkan dalam pembahasan RUU Susunan dan Kedudukan Anggota MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Materi itu adalah menyangkut domisili para senator. ''Saya pernah bercanda dengan Ginandjar Kartasasmita (ketua DPD, Red). Biasa saya panggil Kang Ginandjar. Ngapain ada di Jakarta, kamu seharusnya tinggal di Jawa Barat. Bukan maksudnya menimbulkan ketersinggungan. Tapi, adanya DPD, niatnya kan untuk memperkuat daerah,'' beber Megawati.Fraksi PDIP di DPR memang termasuk yang ngotot mendorong setiap senator berdomisili di provinsinya. Apalagi, UU Susduk yang berlaku sekarang memang mengatur begitu. Bila tengah bersidang, baru mereka bertempat tinggal di ibu kota negara, Jakarta. Hanya, selama hampir lima tahun ini, praktiknya justru bertolak belakang. Para senator tetap ''berkantor'' di Senayan dan pulang ke provinsinya saat reses layaknya anggota DPR.Muspani membantah jika pernyataan Megawati dimaknai sebagai tertutupnya pintu bagi penguatan DPD melalui amandemen konstitusi dan pembahasan RUU Susduk. ''Tidak begitu cara menerjemahkannya,'' katanya.Menurut dia, komunikasi politik antara DPD dan PDIP selama ini memang tidak berjalan baik. Para anggota DPD sendiri tidak pernah datang melobi Megawati. Dengan demikian, wajar-wajar saja terjadi kebuntuan politik. ''Jadi, kondisi DPD yang tidak berfungsi ini tidak diketahui Megawati,'' ungkap Muspani. (pri/tof)
Kamis, 18 Juni 2009 ]
Pro SBY Bangun Poros Daerah
JAKARTA - Tarik ulur arah dukungan pilpres berkembang di kalangan senator penghuni DPD. Tak hanya kubu pendukung Mega-Prabowo yang bergerak, kubu pendukung duet SBY-Boediono juga sudah menyiapkan manuver.''Sebagian besar anggota DPD cenderung ke SBY,'' kata anggota DPD dari Sulawesi Tengah Abdul Karim di gedung parlemen, Senayan, kemarin (17/6). Dia menuturkan, para anggota DPD yang condong mendukung SBY-Boediono melebur di sebuah forum yang bernama "Poros Daerah".''Kami memang tidak mau terburu-buru. Yang jelas, sudah ada pembicaraan (untuk memberi dukungan resmi, Red),'' ujar Sekretaris Dewan Pembina Al Khairat -organisasi Islam terbesar di Indonesia Timur itu.Anggota DPD dari Sulawesi Tenggara Laode Ida mengatakan, dirinya mendukung SBY sejak Pilpres 2004. Kecil kemungkinan, tegas dia, pendiriannya berubah di Pilpres 2009 ini. ''Saya juga meyakini rakyat sulit diubah persepsinya dalam tiga minggu ini,'' tegas wakil ketua DPD itu.Menurut dia, SBY-Boediono dalam struktur geopolitik memang mengesankan pola Jawa-Jawa. ''Tapi, bukan berarti pasangan bernomor urut dua itu akan menomorduakan pembangunan luar Jawa,'' katanya. SBY sendiri mengatakan prioritas pembangunan nasional ke depan adalah luar Jawa. Bahkan, Sekjen DPP Partai Demokrat Marzuki Alie, imbuh Laode, juga menegaskan, komposisi Jawa-luar Jawa akan terbuka di struktur kabinet.Meski tidak berniat menempuh manuver yang sama, anggota DPD dari Sulawesi Tengah, Ichsan Loulembah, menegaskan, pendukung JK -Wiranto di internal DPD cukup banyak. Kelompok pertama adalah anggota DPD yang berlatar belakang Golkar. (pri/tof)
Kamis, 18 Juni 2009 ]
Tak Kampanye, SBY Bertemu Ribuan Santri
SUMEDANG - Calon Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemarin tidak berkampanye. Namun, kegiatannya sebagai presiden dipilih yang berhubungan dengan ribuan orang. Kemarin SBY membuka Perkemahan Pramuka Santri Nusantara (Pekasa) II 2009 di Bumi perkemahan Letjen TNI Pur Mashudi di Jatinangor, Sumedang.Perkasa II atau yang dikenal dengan Jambore santri itu diikuti enam ribu santri dari 800 pesantren di Indonesia. Mereka adalah pemilih pemula dalam pilpres mendatang. Menurut SBY, Gerakan Pramuka di lingkungan pesantren dikenal sejak zaman kolonial Belanda. Di pondok-pondok pesantren di seluruh tanah air telah berdiri organisasi-organisasi kepanduan yang saat itu terlibat aktif dalam perjuangan. (tom/tof)
Kamis, 18 Juni 2009 ]
Orang-Orang Muda Motor Tim Sukses Pasangan Capres-Cawapres (3-Habis)
Pilpres Selesai, Berlibur Bersama Keluarga ke Bali Bintang-bintang muda bertaburan di Tim JK-Wiranto. Di antaranya Priyo Budi Santoso dan Indra Jaya Pilliang yang punya cerita menarik mengenai keluarganya di musim pilpres ini.Priyo Handoko, Jakarta --- BELAKANGAN ini Priyo Budi Santoso merasa sangat terhibur bila bisa berkumpul dengan istrinya, Fenti Estiana, beserta ketiga buah hatinya. Acara kumpul keluarga itu sangat berharga di tengah kesibukannya di pusaran pemilihan presiden. ''Hampir tiga bulan terakhir ini saya tidak bisa lagi jalan-jalan dan nonton film dengan anak-anak. Padahal, sebelumnya itu rutin kami lakukan setiap minggu,'' kata Priyo saat bincang-bincang santai dengan Jawa Pos di Jakarta kemarin (17/6).Karena itu, dia mengaku sudah menyiapkan ''penebusan dosa'' bila pelaksanaan pilpres selesai nanti. Sebagai tim pendukung JK-Wiranto tentu saja dia berharap selesai perhelatan nasional itu dengan hasil kemenangan pasangan yang diperjuangkannya. ''Saya akan mengajak mereka liburan di Bali sebulan penuh. Niat awalnya sih mau ke New Zealand (Selandia Baru, Red). Tapi, kami takut flu babi. Makanya, cari yang aman-aman saja,'' ujar ketua Fraksi Partai Golkar (FPG) di DPR itu lantas terkekeh.Saat proses lobi membangun koalisi, Priyo selalu tampak setia mendampingi JK. Setelah JK positif berdampingan dengan Wiranto, tugas Priyo bertambah berat. Bersama Ketua DPP Partai Hanura Fuad Bawazier, Priyo menyinergikan para juru bicara tim pemenangan JK-Wiranto yang berjumlah sembilan orang.''Semuanya orang-orang muda,'' katanya. Siapa saja mereka? Priyo menuturkan, di antaranya, anggota Komisi I dari FPG Yuddy Chrisnandi, mantan pengamat politik yang kini menjadi politikus Golkar Indra Jaya Piliang, dan Wakil Bendahara DPP Partai Golkar Poempida Hidayatullah.Ada juga Wakil Direktur Eksekutif Lembaga Pemenangan Pemilu DPP Partai Golkar Jefrrey Geovani. Dari luar kubu beringin ada Drajad Wibowo dan Alvin Lie, keduanya dari PAN.''Usia saya dengan Yuddy hanya lebih tua enam bulan. Sama Indra juga masih segenerasi. Poempida itu setahun di bawah saya. Jadi, masih satu generasi. Tapi, saya memang dituakan dan dianggap kepala suku untuk generasi muda. Mungkin karena dianggap senior secara jabatan ketua fraksi di DPR,'' beber pria kelahiran Trenggalek, 30 Maret 1966 itu.Karena usia yang tidak terpaut jauh itu, Priyo mengaku tidak punya hambatan berarti saat berkoordinasi. Priyo menuturkan, banyak ide progresif dan cemerlang yang lahir dari mereka. Misalnya, ide-ide iklan politik JK-Wiranto. ''Selanjutnya itu semua digodok bersama dengan para senior dan jenderal,'' katanya.Dia merasa hasil yang dipetik sudah optimal. Mengingat mereka sama sekali tidak mensubkontrakkan program kampanye pemilu kepada konsultan profesional. ''Semua kami rumuskan sendiri. Soalnya, dana kami tidak sebesar pasangan lain, terutama incumbent,'' ujar Priyo yang mengaku tetap sangat menghormati Presiden SBY itu.Selain menyinergikan para jubir, Priyo mengomandani caleg-caleg terpilih dan anggota DPR dari Golkar periode sekarang untuk turun ke daerah masing-masing. ''Secara khusus saya menjadi penanggung jawab pemenangan Jatim juga,'' kata caleg terpilih dari Dapil Jatim I, Surabaya dan Sidoarjo itu.Indra Jaya Pilliang menceritakan, kesibukannya di Tim Pemenangan JK-Wiranto juga harus ditebus mahal. Salah satunya, dia terpaksa tidak bisa pulang ke Padang saat nenek tersayangnya meninggal dunia pada 30 Mei lalu. Sebab, pada hari itu Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengundi nomor urut pasangan capres-cawapres.Sebagai salah satu jubir yang diandalkan Tim JK-Wiranto, kehadirannya tentu sangat bernilai strategis, terutama untuk berkomunikasi dengan media massa. ''Apalagi, pada awal-awal JK-Wiranto mulai running sepi sekali. Orang yang datang ke Mangunsakoro (markas tim Sukses JK-Wiranto di Jalan Mangunsakoro, Red) bisa dihitung dengan jari. Sekarang saya bersyukur sudah ramai, banyak yang mau bergabung,'' beber pria kelahiran Pariaman, Sumatera Barat, 19 April 1972 itu.Indra menceritakan, sesibuk apa pun, dia tetap berusaha mencuri-curi waktu untuk rileks. ''Setiap hari saya mengambil beberapa jam, biasanya pagi untuk Facebook, baca buku, main-main bersama anak-anak atau jalan-jalan berdua dengan istri,'' kata mantan pengamat politik Centre for Strategic and International Studies (CSIS) itu, lantas tersenyum. (tof)
[ Kamis, 18 Juni 2009 ]
Kementerian BUMN Diminta Tegas
ANGGOTA Bawaslu Bambang Eko Cahyo Widodo menyatakan, Bawaslu tidak hanya mengklarifikasi ke tim kampanye, namun juga kepada pejabat bersangkutan. ''Kami belum memutuskan hasil klarifikasi ini. Bisa jadi yang kena pasal tim kampanye atau pasal pejabat bersangkutan yang berinisiatif sendiri menjadi tim kampanye nasional,'' katanya. Nama-nama baru yang disampaikan timkamnas JK-Wiranto juga akan dipanggil dalam waktu yang berbeda. Desakan berbagai pihak agar Kementerian BUMN bersikap tegas kepada komisaris yang masuk tim sukses calon presiden mulai direspons.Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu mengatakan, meski tidak bisa memberikan sanksi kepada para komisaris yang disebut-sebut terlibat, pihaknya akan memberikan imbauan agar mereka segera mengambil keputusan. ''Cepat putuskan, tetap ingin menjadi komisaris BUMN atau tim sukses,'' ujarnya kemarin (17/6).Menurut Said, keterlibatan para komisaris dalam tim sukses berpotensi melanggar UU Pilpres. Karena itu, jika nanti memang terbukti melanggar, mereka terancam hukuman kurungan minimal 6 bulan. ''Kalau dihukum 6 bulan, pasti diganti,'' katanya.Kementerian BUMN, lanjut dia, juga akan membuka pintu bagi komisaris BUMN yang ingin mengundurkan diri. Dia mencontohkan, pengunduran diri Raden Pardede dari jabatan komisaris utama PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) karena lebih memilih bergabung dengan tim sukses SBY-Boediono. ''Kasus kemarin, begitu saya konsultasi dengan Men BUMN, langsung disetujui,'' terangnya.Ditanya terkait kurang proaktifnya Kementerian BUMN, Said mengelak. Menurut dia, pihaknya hanya bisa aktif untuk menyerahkan nama-nama pejabat BUMN, baik komisaris dan direksi BUMN maupun komisaris dan direksi anak perusahaan BUMN, kepada Bawaslu. ''Dalam hal ini, yang berhak menafsirkan UU adalah Bawaslu, termasuk tindak lanjut atas keberadaan para komisaris tersebut,'' ujarnya. (tom/bay/owi/agm)
[ Kamis, 18 Juni 2009 ]
Tim SBY Copot Sembilan Anggota Tim Sukses yang Berlatar Pejabat BUMN
JAKARTA - Tim Pemenangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono bergerak cepat. Di tengah inisiatif Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mengklarifikasi keterlibatan pejabat dalam tim sukses, kubu incumbent itu mencopot sembilan anggota tim sukses yang berlatar pejabat badan usaha milik negara (BUMN).Ketua Tim Pemenangan SBY-Boediono Hatta Rajasa menegaskan, dengan pencopotan itu, saat ini tidak ada lagi pejabat BUMN di tim yang dipimpinnya. Karena itu, sudah tidak ada lagi yang perlu dipersoalkan di tim sukses SBY-Boediono. ''Kami sudah menarik. Kecuali Pak Raden Pardede karena beliau mundur dari PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA),'' kata Hatta di Kantor Bravo Media Center kemarin. Hatta mengatakan telah mengecek dalam struktur tim sukses seputar para pejabat BUMN. Tim sukses adalah anggota pemenangan yang didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). ''Kami dari timnas, sama sekali tidak ingin menggunakan atau memanfaatkan pejabat-pejabat BUMN, apalagi terkait jabatannya. Kami jamin itu,'' tegas Hatta.Menurut dia, ada sembilan anggota tim kampanye nasional yang ditarik. Di antara sembilan nama itu, tim SBY-Boediono hanya mengganti dengan satu nama, yakni Sudrajat yang mengisi posisi Soeprapto. Soal posisi mantan Kapolri Jenderal (pur) Sutanto yang menjadi komisaris Pertamina, Hatta menyatakan bahwa namanya tidak ada dalam tim kampanye nasional. Sutanto, kata Hatta, hanya masuk tim relawan. Sutanto telah mundur dari posisinya sebagai ketua Dewan Pembina Gerakan Pro SBY (GPS) untuk menghindari tudingan negatif.Saat memberikan keterangan pers, Hatta didampingi Ketua Umum PPP Suryadharma Ali dan Sekjen Partai Demokrat Marzuki Alie. Hatta juga mengklarifikasi kritik tentang keterlibatan para menteri di tim kampanye nasional. Menurut Hatta, keterlibatan para menteri tidak dilarang dalam undang-undang. Dalam UU Pilpres maupun PP Nomor 14/2009 tentang cuti pejabat negara telah diatur secara rinci. ''Pada peraturan KPU 28/2009 pasal 51 juga dikatakan bahwa pejabat negara yang berstatus anggota parpol dapat melakukan kampanye,'' kata Hatta. Selain itu, lanjut Hatta, dalam pasal 62 ayat 1 UU Pilpres diterangkan bahwa menteri dapat melakukan kampanye dengan diberikan cuti. Dalam PP 14/2009 disebutkan, cuti diberikan satu hari dalam seminggu. ''Tidak ada yang salah. Yang penting, tidak menggunakan fasilitas negara,'' katanya.Kubu JK-Wiranto Tak Tahu Sementara itu, Tim kampanye nasional (timkamnas) capres-cawapres Jusuf Kalla (JK)-Wiranto kemarin memenuhi panggilan Bawaslu. Kedatangan mereka itu mengklarifikasi dugaan keterlibatan sejumlah pejabat BUMN dalam tim kampanyenya. Ketua Timkamnas JK-Wiranto Fahmi Idris mengatakan, pencantuman sejumlah pejabat itu terjadi karena kealpaan. ''Kami lupa mengecek nama-nama yang kami susun itu,'' kata Fahmi di Kantor Bawaslu, Jakarta, kemarin (17/6). Dia didampingi Wakil Ketua Timkamnas Syamsul Muarif dan anggota Bawaslu Bambang Eko Cahyo Widodo.Fahmi lantas menceritakan kronologi pembentukan timkamnas. Dia menyatakan, timkamnas itu disusun partai gabungan pengusung capres dan cawapres, yakni partai Golkar dan Hanura. Masing-masing partai menyusun nama-nama yang masuk di timkamnas, kemudian digabung menjadi satu. Daftar Timkamnas itu selesai disusun 6 Mei. ''Namun, saat itu kami tidak sempat mengecek," kata Fahmi. Ketika itu, timkamnas memiliki pekerjaan padat. Timkamnas masih harus berkonsentrasi pada proses deklarasi pasangan calon, pendaftaran di KPU, dan membentuk tim kampanye di daerah. ''Itu baru selesai akhir Mei,'' tutur Fahmi. Memasuki Juni, lanjut Fahmi, timkamnas baru menyadari bahwa ada nama-nama pejabat BUMN yang tercantum di dalamnya. ''Kami langsung mengeluarkan surat bahwa yang bersangkutan tidak lagi berada di timkamnas. Suratnya sudah ada,'' ujar Fahmi. Dia mengatakan, surat itu dibuat pada 10-11 Juni.Ketika ditanya apakah timkamnas mengetahui adanya larangan menyertakan pejabat negara dalam tim kampanye, Fahmi mengatakan baru tahu setelah rampung menyusun struktur tim kampanye. ''Dulu kira-kira begitu, itu ketahuan saat disusun,'' jawabnya.Berdasar data Bawaslu, lima nama pejabat BUMN yang diduga tergabung dalam timkamnas adalah Komisaris Utama Telkom Tanri Abeng selaku anggota dewan penasihat timkamnas, Komisaris PTPN XI Fadhil Hasan selaku anggota tim kajian, Komisaris Jamsostek Rekson Silaban sebagai wakil koordinator penggalangan pekerja, tani, dan nelayan, dan Komisaris Pertamina Sumarsono menjadi anggota dewan pengawah timkamnas.Pada saat klarifikasi, timkamnas mengkoreksi nama-nama yang dirilis Bawaslu. Dua nama lagi yang belum tercantum. Mereka adalah Abdul Razak Manan selaku komisaris Pelindo I sekaligus anggota bidang kajian dan Sjukur Sarto yang menjabat komisaris Jamsostek. ''Nama Sumarsono di tim kampanye itu bukan komisaris Pertamina, melainkan Sekjen Partai Golkar,'' kata Syamsul.Fahmi menambahkan, timkamnas juga sudah menyampaikan pencantuman itu kepada para pejabat BUMN. ''Kecuali Rekson Silaban, dia tidak mengetahui namanya dicantumkan,'' ujarnya. Fahmi pada kesempatan itu juga mengkritik kinerja Bawaslu yang hanya memeriksa pejabat BUMN. Dia menilai, masih bertebaran pegawai negeri sipil (PNS) yang diduga juga masuk di timkamnas. ''Jika pejabat BUMN dikejar-kejar, seharusnya PNS juga,'' kata Fahmi.Setelah Fahmi, Tanri Abeng datang memenuhi panggilan Bawaslu. Pemeriksaan Tanri sejatinya dijadwalkan Selasa (16/6). Namun, dia mendadak berhalangan hadir. Tanri kepada pers menyatakan tidak tahu-menahu bahwa dirinya dicantumkan dalam timkamnas. ''Saya tidak tahu dan tidak pernah dikasih tahu,'' kata Tanri kepada wartawan.Dia mengumpamakan, akan sangat bodoh jika dirinya tahu dan kemudian masuk timkamnas saat memiliki posisi sebagai pejabat BUMN. Menurut dia, mungkin pencantuman itu terjadi karena posisinya sebagai anggota Dewan Penasihat Partai Golkar. ''Tapi, saya tidak pernah menyatakan diri masuk timkamnas,'' terangnya.Dia menyatakan, mungkin petinggi di timkamnas mengetahui kabar bahwa dirinya sudah menyatakan bersedia sebagai timkamnas. Namun, sejatinya dia tidak pernah diberi tahu. ''Itu biasa di dalam suatu koordinasi. Petinggi tahu dari bawah. Padahal, yang di bawah tidak pernah berbuat apa-apa,'' ujarnya.Sebanyak 12 pejabat BUMN kemarin dipanggil oleh Bawaslu. Selain Tanri Abeng, mereka yang dari timkamnas JK-Wiranto adalah Fadhil Hasan dan Rekson Silaban. Sedangkan dari kubu SBY-Boediono, terdapat nama Achdari, Max Tamaela, Dadi Prajitno, Effendi Rangkuti, Yahya Ombara, Umar Said, dan Sulatin Umar.(tom/bay/owi/agm)
Jum'at, 19 Juni 2009 ]
Minta Tidak Tebang Pilih
APA reaksi kubu tim pemenangan JK-Wiranto terhadap rencana Bawaslu memolisikan capres dan cawapres tersebut? Juru bicara Yuddhi Chrisnandi mengatakan, semua pejabat teras di tim pemenangan JK-Win siap menjalani proses hukum. ''Pak JK adalah orang yang menjunjung tinggi hukum. Beliau menyerahkan semuanya pada proses hukum yang ada,'' ujarnya di Jakarta kemarin (18/6).Namun, lanjut Yuddy, dia meminta Bawaslu tidak tebang pilih. Sebab, pejabat BUMN yang banyak terlibat justru berasal dari tim pemenangan SBY-Boediono. Kalaupun ada di JK-Win, itu tak lebih dari dua orang. ''Dua-duanya pun sudah mundur dari tim pemenangan. Lantas, kenapa sampai sekarang masih mempermasalahkan kami,'' katanya. Dia berharap Bawaslu menindak tegas semua orang yang terlibat. ''Jangan hanya karena di kami ada, kami yang terus-terusan disalahkan. Yang di tim pasangan lain harus ikut ditindak tegas dong,'' tuturnya.Persoalan keterlibatan pejabat BUMN dalam tim kampanye nasional dianggap kubu SBY sudah selesai. Ketua Departemen SDM DPP Partai Demokrat Andi Mallarangeng mengatakan, tim SBY-Boediono menarik sembilan anggota tim sukses dari daftar di KPU. Dengan demikian, tidak ada yang perlu dipersoalkan lagi.Menurut Andi, saat ini sudah tidak ada lagi pejabat BUMN yang berada di tim kampanye nasional SBY-Boediono. Mereka diberi pilihan terus menjadi pejabat BUMN atau tim sukses. ''Jadi, semuanya sudah selesai. Mereka telah memilih sendiri,'' ujarnya. (aga/tom)
Jum'at, 19 Juni 2009 ]
Sudi: SBY Andil Besar Damaikan Aceh
JAKARTA - Klaim Capres Jusuf Kalla (JK) bahwa dirinya yang membuat keputusan soal perdamaian di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) membuat kubu Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) meradang. Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi sampai harus memberikan keterangan khusus kepada wartawan terkait klaim wakil presiden itu.Menurut Sudi, sebagai presiden, SBY tentu memiliki andil besar dalam proses perdamaian di provinsi berjuluk Negeri Serambi Makkah itu. ''Tidak hanya manggut-manggut saja,'' kata Sudi di Kantor Presiden kemarin. Dia lantas menjelaskan bahwa proses perdamaian Aceh digagas SBY sejak 2001. Itu semasa SBY menjadi Menkopolkam. Kerja keras SBY saat itu terlihat dengan keluarnya inpres yang berisi instruksi penyelesaian Aceh secara baik dan bermartabat. ''Saat itu dibentuk desk Aceh yang dipimpin sekretaris Menkopolkam, yang kebetulan saat itu saya jabat,'' kata Sudi.Saat itu, menurut Sudi, memang belum berhasil. Sebab, unsur-unsur di pemerintahan dan DPR tidak cukup solid dalam penyikapan kasus Aceh. Tidak semua mendukung upaya penyelesaian Aceh secara damai dan bermartabat.Pada waktu terpilih menjadi presiden, lanjut Sudi, SBY sangat bersungguh-sungguh berniat menyelesaikan masalah Aceh secara damai dan bermartabat. Dan, puncaknya ketika terjadi tsunami, SBY aktif mengimbau untuk dilakukan perdamaian. Dan, imbauan itu direspons secara positif oleh kelompok GAM (Gerakan Aceh Merdeka) di dalam dan luar negeri. ''Akhirnya dibentuklah suatu tim perunding, itu pun keluar dengan keppres, siapa saja juru runding itu, apa saja misinya, dan upaya-upaya perundingan itu adalah arahan dari presiden,'' kata Sudi. ''Sampai terjadi persetujuan damai ada MoU-nya, naskahnya pun dalam kontrol dan kendali Pak SBY. Saat perundingan alot, sampai titik koma naskah perjanjian, pr esiden ikut campur di dalamnya,'' sambung Sudi.Apakah SBY terganggu oleh klaim JK tersebut? Sudi justru menjawab bahwa dirinya yang merasa terganggu karena ikut menjadi pelaku sejarah. ''Presiden hanya tanya ke saya, 'Lho, kok begitu? Mas Sudi kan tahu seperti apa dulu perjuangan kita dari 2001 untuk menyelesaikan Aceh secara damai dan bermartabat','' kata Sudi menirukan ucapan SBY. Meski demikian, kata Sudi, SBY tidak tersinggung. Sebab, SBY memang tidak pernah ingin menonjolkan pekerjaan yang dilakukannya. ''Tidak sampai terganggu. Sampai sekarang jalan terus dan pemerintah terus mengawal agar hasil yang telah dicapai bisa dijaga dan dipertahankan,'' katanya. (tom/agm)
[ Jum'at, 19 Juni 2009 ]
Bawaslu Akan Polisikan JK dan Hatta
Bersama Para Bos BUMN yang Jadi Tim Sukses JAKARTA - Kendati sejumlah pejabat BUMN sudah ditarik dari tim pemenangan pasangan capres-cawapres, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tetap akan memperkarakan mereka. Lembaga pimpinan Nur Hidayat Sardini itu bakal melaporkan para petinggi perusahaan pelat merah tersebut ke Mabes Polri dengan tuduhan melakukan pelanggaran pidana pemilu.''Saat ini kami masih dalam proses pemberkasan akhir. Kami putuskan untuk membawa laporan tersebut ke polisi,'' kata anggota Bawaslu Wirdianingsih di gedung KPU kemarin. Dia didampingi Bambang Eko Cahyo, anggota Bawaslu lainnya, dan Bambang Widjojanto, konsultan hukum Bawaslu.Itu, lanjut Wirdianingsih, berdasar pemeriksaan yang dilakukan terhadap sejumlah pejabat BUMN pada Rabu lalu (17/6) dan kemarin (18/6). Mereka yang secara formal tertulis dalam daftar tim kampanye dikonfirmasi. ''Ada yang mengakuinya, ada yang tidak datang saat kami undang untuk hadir memberikan konfirmasi,'' ujarnya.Para pejabat BUMN yang terjaring Bawaslu itu berasal dari tim pemenangan SBY-Boediono dan JK-Win. ''Kami juga mendapatkan laporan adanya pegawai negeri sipil (PNS) yang terlibat dalam tim sukses Mega-Prabowo. Tapi karena tidak ada bukti formalnya, kami tidak bisa menindaklanjuti,'' ungkapnya. Bukan hanya pejabat BUMN yang bakal diseret ke meja penyelidikan. Ketua tim pemenangan yang menandatangani struktur tim pemenangan pun akan terseret. Mereka adalah Ketua Tim Kampanye Nasional SBY-Boediono Hatta Rajasa dan Sekretaris Tim Kampanye Nasional Marzuki Alie. Di kubu JK-Win, Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla dan Wiranto ikut terseret karena menandatangani daftar tim kampanye yang memuat pejabat BUMN plus sejumlah pejabat teras Hanura dan Golkar. ''Mereka yang menandatangani dikenakan pasal 216 UU Pilpres, sementara pejabat BUMN-nya dikenakan pasal 217 UU Pilpres,'' jelas Wirdianingsih.Bagaimana dengan keputusan tim pemenangan menarik pejabat BUMN tersebut? Kata Wirdianingsih, itu takkan mengubah upaya hukum Bawaslu. Sebab, keputusan menarik pejabat dari tim kampanye tersebut dilakukan setelah memasuki masa kampanye. ''Artinya, mereka sudah melakukan pelanggaran. Penarikan mereka dari tim kampanye tidak bisa menghapus kesalahan mereka,'' tegasnya. (aga/tof)
[ Jum'at, 19 Juni 2009 ]
Tim SBY Optimis Rebut 70 Persen Suara Pemilih Jatim
PEMETAAN kekuatan tiga kubu pasangan capres-cawapres mulai melokal ke daerah. Tak mau hanya berkontestasi di level elite, tim sukses kampanye pemenangan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono bahkan mengatakan sudah menghitung peta di daerah. Anggota tim sukses pemenangan SBY-Boediono Ramadhan Pohan mengatakan, pihaknya optimistis bahwa pasangan capres-cawapres nomor urut dua bakal mampu meraih minimal 70 persen suara pemilih di Provinsi Jawa Timur. Selain melihat kecenderungan pemilih, menurut Pohan, keyakinan itu didasarkan pada hasil pemilu legislatif April lalu.''Alat ukur kami jelas. Di Jawa Timur itu sudah umum apa pun partainya, ya tetap SBY presidennya,'' kata caleg terpilih dapil Jatim VII itu kepada wartawan di Jakarta kemarin.Argumentasi lain yang mampu menegaskan bahwa optimisme 70 persen suara di Jawa Timur rasional, ungkap dia, adalah ikatan emosional masyarakat Jatim yang mayoritas warga nahdliyin. Sebagai capres yang berasal dari Pacitan, sebuah kabupaten kecil di Jawa Timur, tentu SBY secara emosi akan mendapatkan paling banyak simpati. Meski belum memiliki hitungan matang, dia juga yakin, kemenangan mutlak juga bakal terjadi di banyak provinsi lainnya.''Walaupun SBY didukung semua suku daerah yang ada di Indonesia, pasti emosional orang Jawa, khususnya Jawa Timur, tentu lebih besar. Rasa kepemilikan mereka terhadap anak sendiri pasti kan berbeda dengan orang lainnya,'' urai mantan wartawan Jawa Pos itu. Lebih lanjut Pohan mengatakan, keyakinan 70 persen kemenangan juga bertumpu kepada karakter SBY yang merepresentasikan sosok negarawan yang lebih unggul daripada calon lainnya. Sejak 2004 sosok SBY demikian fenomenal, antara lain, kata dia, karena kenegarawanannya.Menurut dia, negarawan sangat berbeda dengan politisi. Negarawan selalu memikirkan apa yang akan terjadi pada generasi berikutnya, sedangkan politisi pasti hanya memikirkan apa yang akan terjadi pada pemilihan berikutnya. ''Negarawan itu selalu berbicara next generation, sedangkan politisi bicara apa yang akan dilakukan next election,'' tuturnya. (did/jpnn/agm)
[ Jum'at, 19 Juni 2009 ]
JK dan Prabowo Tolak Gerakan Pilpres Satu Putaran
JAKARTA - Isu pemilihan presiden satu putaran yang dikampanyekan Lembaga Studi Demokrasi (LSD) pimpinan Denny J.A. semakin gencar. Kubu JK-Wiranto dan Mega-Prabowo menilai gerakan tersebut tidak demokratis. Calon presiden Jusuf Kalla menganggap bahwa klaim gerakan pilpres satu putaran menghemat anggaran negara sekitar Rp 4 triliun itu tidak tepat. ''Benar Rp 4 triliun itu besar, tapi kalau rakyat salah memilih pemimpin, kita bisa rugi ratusan triliun. Jika kita selalu telat membangun bangsa, ruginya bisa ratusan triliun. Salah memilih pemimpin itu lebih besar ruginya daripada Rp 4 triliun," ujar JK di Jakarta kemarin (18/6).Calon wakil presiden Wiranto menuturkan, pemilu adalah hak rakyat untuk memilih pemimpin nasional yang terbaik. Aturan UU pemilu presiden memang memungkinkan pemilu presiden bisa selesai satu putaran dengan syarat-syarat yang berat. Karena itu, dia meminta tidak perlu ada gerakan untuk menyelesaikan pemilu presiden dalam satu putaran dengan segala macam cara yang tidak demokratis. ''Yang terbaik, biarkan rakyat memilih, jangan diganggu upaya-upaya yang membuat pemilu tidak transparan dan tidak adil," tandasnya.Wiranto menuturkan, JK-Wiranto tidak akan meramal dan melakukan upaya untuk mempercepat pemilu. Mereka hanya menggunakan waktu hingga 8 Juli untuk menampilkan yang terbaik untuk selanjutnya dipilih rakyat secara jujur dan adil. Cawapres Prabowo Subianto juga menilai kampanye pilpres satu putaran sangat memprihatinkan. Dia menyebut, upaya tersebut tidak arif. Dalam konteks demokratisasi, pendekatannya tidak semata-mata efisiensi.''Kalau mau hemat, tidak usah pilpres saja. Atau, kalau mau lebih hemat lagi, bikin saja sistem pemerintahan yang otoriter atau oligarki,'' tegasnya. (pri/noe/tof)
Politika
[ Jum'at, 19 Juni 2009 ]
Megawati-Prabowo Sepakat Tidak Terima Gaji bila Menang Pilpres
JAKARTA - Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto terus bermanuver untuk menarik simpati publik. Salah satunya, capres-cawapres PDIP-Partai Gerindra itu berjanji tidak menikmati gaji plus tunjangan bulanan bila kelak memenangi pemilu presiden (pilpres).Aksi pantang gajian itu akan terus dilaksanakan selama komitmen yang tertuang dalam kontrak politik belum terealisasi. ''Saya sudah bicara dengan Ibu Megawati. Bila terpilih, kami sepakat tidak akan memanfaatkan semua gaji dan tunjangan yang diberikan selama sasaran-sasaran kami di kontrak politik atau delapan program aksi untuk rakyat itu belum tercapai,'' tegas Prabowo di Jakarta Selatan, kemarin (18/6). Lantas, selama tidak gajian, diberikan kepada siapa penghasilan bulanan tersebut? ''Semua akan kami salurkan kepada pihak-pihak yang lebih memerlukan. Misalnya, yatim piatu, kaum duafa, dan mereka yang tertimpa bencana,'' ujarnya.Menanggapi hal tersebut, Ketua Departemen SDM DPP Partai Demokrat Andi Mallarangeng menyatakan, persoalan di negara ini tidak sekadar menerima atau tidak menerima gaji. ''Yang penting adalah bagaimana menjalankan kekuasaan pemerintahan itu,'' katanya di Kantor Presiden.Menerima atau tidak menerima gaji, jelas dia, tidak berkaitan dengan kinerja seorang pemimpin. Kalau kinerja pemimpin jelek, meski tidak menerima gaji, hasil yang dicapai tetap akan buruk.Menurut dia, yang justru menjadi pertanyaan publik terhadap Mega bukan soal menerima gaji atau tidak. Tapi, yang perlu dijelaskan saat Mega menjalankan kekuasaan pemerintahan adalah apakah program-programnya untuk rakyat menguntungkan negara atau merugikan negara. (pri/tom/agm)
Opini
[ Kamis, 18 Juni 2009 ]
Dana Cekak, Buat Skala Prioritas
DPR sebagai lembaga negara yang memiliki kewenangan budgeting mencoba merespons kian banyaknya pesawat TNI yang jatuh. Mereka berikhtiar untuk meningkatkan porsi anggaran Departemen Pertahanan (Dephan), dari Rp 33,7 triliun menjadi Rp 36,5 triliun. Jadi, meningkat Rp 2,8 triliun.Ikhtiar itu bukanlah sesuatu yang mudah. Sebab, untuk itu, dewan harus mengorbankan departeman yang lain. Disebutkan, porsi anggaran Dediknas harus turun dari Rp 62,1 triliun menjadi Rp 58 triliun. Begitu juga departemen yang lain. Misalnya, Departemen Pekerjaan Umum (Rp 35 triliun menjadi Rp 34 triliun), dan Depag (26,7 triliun menjadi Rp 25,3 triliun). (Jawa Pos, 17/06/2009).Kendati demikian, Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono menyatakan tidak puas. Menurut dia, kenaikan Rp 2,8 triliun tersebut tidak sesuai dengan hasil kesepakatan dengan Komisi I DPR yang menyepakati kenaikan anggaran Dephan berkisar Rp 7 triliun hingga Rp 10 triliun.Menhan tentu memiliki alasan kuat untuk kecewa. Bisa jadi, kenaikan ''sekecil itu'' memang tidak memadai untuk keperluan departemen yang dipimpinnya. Namun, dewan tentunya juga memiliki alasan yang sama kuatnya. Yakni, keterbatasan kemampuan negara. Itu bisa dilihat ketika menaikkan porsi anggaran Dephan, dewan harus memangkas anggaran untuk departemen yang lain.Jadi, persoalannya memang cukup pelik. Dan, kita semua maklum akan hal itu. Negara kita memang kaya raya dari sisi potensi. Namun, karena salah urus, negara yang kaya raya ini menjadi negara yang serba kekurangan. Utang luar negeri pun, karena saking banyaknya, sulit dibayangkan kapan kita bisa melunasi. Kini yang menjadi masalah, sudahkah para penyelenggara negara menyadari kondisi itu? Ketika kebingungan membagi jatah anggaran seperti yang dialami dewan saat ini, mungkin mereka bisa merasa bahwa kemampuan negara menyediakan dana memang lemah. Namun, fakta menunjukkan, hal itu tidak membekas dan berimplikasi apa-apa.Bukan hal yang sulit untuk membuktikan hal itu. Bukankah selama ini publik sering disuguhi perilaku bermewah-mewahan oleh para pejabat? Dari kebiasaan mereka mengadakan mobil dinas baru, kendati mobil yang lama masih layak, hingga kesukaan mereka mengadakan studi banding yang pada praktiknya hanya jalan-jalan (pelesir). Dan, yang terbaru dan paling menghebohkan adalah rencana memberikan kenang-kenangan cincin emas kepada anggota dewan. Padahal, untuk keperluan itu, negara harus menyediakan dana Rp 5 miliar lebih. Dengan demikian, yang menjadi masalah adalah sikap mental yang dimiliki para pejabat itu sendiri. Bila mentalnya masih seperti itu, berapa pun dana yang dimiliki negara tidak akan pernah cukup. Karena itu, kata kunci yang harus kita pegang adalah perubahan sikap mental. Kita, terutama mereka yang saat ini menjabat, harus bisa menyadari kondisi riil bangsa ini. Tanpa terus mengungkit kesalahan masa lalu, mari kita tatap masa depan dengan perilaku yang rasional. Karena bangsa ini telanjur jatuh miskin dan terjerembab dalam utang luar negeri yang begitu besar, pilihan rasional adalah hidup hemat. Tentukan sekala prioritas. Hal-hal yang tidak sangat mendesak janganlah dipenting-pentingkan. Dengan bersikap begitu, berarti kita bertanggung jawab terhadap keberlangsungan bangsa ini ke depan. (*)
Kamis, 18 Juni 2009 ]
Suramadu Cacat di Usia Dini
SIAPA pun yang menyaksikan Jembatan Suramadu tentu akan bangga. Namun, akibat ulah tangan-tangan jahil yang tidak bertanggung jawab, jembatan itu kini ''cacat'' di usia sangat dini, belum satu minggu. Sungguh, itu tidak bisa dibiarkan. Pemerintah dan Jasa Marga harus bertindak cepat dan tegas. Sebab, jembatan yang diperkirakan umurnya bisa bertahan hingga seratus tahun tersebut bisa terancam. Apalah gunanya dana triliunan rupiah dan waktu pengerjaan yang lama jika akhirnya runtuh sia-sia? Jembatan merupakan proyek infrastruktur penting yang sangat berguna bagi masyarakat. Karena itu, sungguh sangat disesalkan bila perusakan dan pencurian tidak bisa dicegah.SOTYASARI DHANISWORO, Griya Sedati Permai, Jl Cenderawasih, Sedati, Sidoarjo
Opini
[ Kamis, 18 Juni 2009 ]
Jangan Pilih Pemimpin dalam Karung
Oleh: Djohansjah MarzoekiSUDAH lama berselang, seorang teman baik saya, yang biasa bicara macam-macam bagai seorang teman, suatu hari berkata, "Kalau orang respek pada Anda, itu jelas. Tapi, kalau orang suka pada Anda, itu belum tentu!" Jawab saya, "Ya, saya tahu, tidak semua orang suka pada saya."Diagnosis yang dia ucapkan secara jujur dalam suasana yang kurang bersahabat itu terasa menusuk perasaan. Sehingga, saya perlu memikirkannya berhari-hari. Pertama, haruskah saya mengubah perilaku sehari-hari? Tetapi, nanti dulu, yang harus berubah itu saya atau mereka yang tidak suka? Masih banyak lagi pertanyaan yang timbul. Tetapi, pertanyaan yang paling penting akhirnya keluar. Yakni, lebih baik mana, direspeki atau disukai orang kalau hanya satu yang boleh dipilih? Orang bisa suka begitu saja. Tanpa alasan rumit, yang disukai tidak perlu bekerja apa-apa. Seperti boneka dan bayi, tergeletak saja, sudah banyak yang suka. Paling-paling, lucu, cantik, ganteng, dan mbanyol atau cukup nyanyi yang merdu, banyak yang suka. Cukup kepemilikan dan kemampuan yang bersifat primordial.Tetapi, respek berbeda. Orang baru bisa respek kepada orang lain karena ada suatu prestasi, suatu kemampuan yang ditunjukkan. Suka dan tidak suka hanya emosi yang berlangsung tidak terlalu lama dan mudah berubah. Sedangkan respek yang muncul karena prestasi akan lebih permanen. Akhirnya, saya lebih memilih direspeki orang daripada disukai. Diagnosis teman yang dulu saya anggap berbau merendahkan itu kini saya sadari sebagai pujian. Dalam hati, ada rasa berterima kasih karena telah bisa menganalisisnya dengan lebih baik. ***Masa berjalan terus. Pola pikir telah berkembang. Maka, analisis yang terkait dengan itu berkembang pula. Ternyata, banyak sekali orang, baik pejabat maupun bukan, tidak bisa membedakan masalah publik, seperti fungsi menjabat, keilmuan, dan kepentingan orang banyak, dengan persoalan personal, seperti perkawinan, upaya mendesain rumah, cara berpakaian, dan kehidupan beragama. Masalah yang bersifat publik membutuhkan analisis dan pengujian rasional. Sedangkan kebanyakan masalah personal tidak perlu dan tidak bisa dianalisis atau diuji rasional seperti itu. Tapi, kalau bisa dilakukan, hasilnya tentu lebih baik. Itulah yang terjadi pada teman saya tersebut. Waktu kami berbicara tentang keilmuan, suatu masalah publik, timbul asupan-asupan emosional yang seharusnya tidak terjadi. Dalam ilmu, yang dibicarakan bukan suka dan tidak suka, melainkan valid dan tidak valid, bukti (evidence) dan alat ukur. Mencampuradukkan pola pikir rasional dan emosional untuk mencari kebenaran ilmiah atau masalah publik bakal menelurkan suka dan tidak suka dan bentrok emosional antarstaf.Kalau kebiasaan seperti itu membudaya dan berada di semua sektor kegiatan publik, entah kantor pemerintah, sekolah, universitas, maupun DPR, runyam akan terjadi di mana-mana. Karena itu, kalau kita ingin memilih pejabat dan pemimpin, bahkan presiden, jangan pilih yang Anda suka, melainkan yang Anda respek, yang prestasi dan kemampuannya Anda ketahui. Alasannya bukan dia cantik, ganteng, dan pintar mbanyol atau nyanyi. Riwayat prestasi calon pemimpin harus diketahui oleh umum. Kalau tak punya prestasi dasar sebagai pemimpin, seharusnya calon itu tidak ikut nominasi. Pertimbangan berikutnya adalah program yang dijalankan kalau dia menjabat. Debat publik antarcalon pemimpin akan memberikan gambaran pola pikir yang dipakai dalam menyelesaikan masalah yang diajukan. Jika semua cara itu ditempuh, rakyat bakal memilih dengan lebih mudah, siapa yang berkemampuan lebih di antara mereka, tidak membeli kucing dalam karung. Tampaknya, kita saat ini menuju ke sana walaupun masih setengah hati.***Kalau sekarang banyak pejabat yang hanya bermodal cantik, pintar mbanyol, atau berbaju penuh embel-embel mencolok, itu bukan salah mereka. Mereka dipilih. Akarnya ada di si pemilih. Kemampuan rakyat untuk memilih hanya sampai di situ. Karena itu, jika kita ingin lebih baik, lebih maju untuk hari yang akan datang, perhatian tidak ditujukan kepada yang menjabat sekarang, melainkan rakyat, si pemilih. Seberapa jauh pengertian bangsa ini akan perlunya pemimpin yang berkemampuan dan berpotensi untuk berprestasi.Itu tujuan pendidikan politik. Pendidikan membedakan kepentingan umum dan personal/kelompok, meletakkan pola pikir emosional dan rasional di tempat yang sesuai. Kalau pendidikan politik berhasil, pemimpin di hari yang akan datang adalah yang berkemampuan dan berpotesi mendulang prestasi. Negara digarap berdasar sistem yang teruji, dengan perencanaan riil, oleh orang yang berkemampuan. (*)*). Djohansjah Marzoeki, guru besar (LB) Unair.
[ Kamis, 18 Juni 2009 ]
Koruptor, Kabur Lagi...Kabur Lagi...
Oleh: Emerson Yuntho KEJAKSAAN Negeri Jakarta Selatan Selasa lalu (16/6) gagal mengeksekusi Djoko S. Tjandra, terpidana kasus korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali di Bank Dagang Nasional Indonesia dengan kerugian negara Rp 546 miliar. Eksekusi itu merupakan bagian dari pelaksanaan putusan peninjauan kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) yang memvonis Djoko S. Tjandra dua tahun penjara. Jika Djoko gagal dieksekusi dan dinyatakan buron oleh kejaksaan, fakta itu akan memperpanjang deretan koruptor Indonesia yang kabur atau melarikan diri. Dalam catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), lima tahun terakhir terdapat 45 koruptor -dengan status tersangka, terdakwa dan terpidana- yang melarikan diri, baik ke luar maupun di dalam negeri. Para koruptor yang kabur, antara lain, Samadikun Hartono, tersangka kasus BLBI di Bank Modern yang merugikan negara Rp 80 miliar. Terpidana yang lain Bambang Sutrisno, terkait kasus BLBI Bank Surya, merugikan negara sekitar Rp1,5 triliun. Oleh pengadilan, Bambang divonis penjara seumur hidup. Demikian juga, Andrian Kiki Ariawan, terpidana kasus BLBI Bank Surya Rp1,5 triliun, divonis seumur hidup dan diduga kini berada di Australia. Daftar terpidana lain adalah Sudjiono Timan, terpidana kasus korupsi di BPUI yang merugikan negara USD 126 juta; Eddy Tansil, terkait kasus ekspor fiktif Rp 1,3 triliun; dan David Nusa Wijaya, terpidana kasus BLBI Bank Servitia Rp 1,3 triliun dan telah divonis di tingkat kasasi 8 tahun penjara.Di antara sejumlah pelaku yang melarikan diri, hanya David Nusa Widjaya yang tertangkap. Hendra Raharja, terpidana seumur hidup BLBI Bank Modern, bahkan meninggal dunia dalam pelariannya di Australia. Selebihnya belum tertangkap dan bahkan masih leluasa menjalankan usahanya dari luar negeri. ***Jika dicermati kembali, kaburnya Djoko S. Tjandra terjadi karena lambatnya MA menyerahkan salinan putusan dan lambatnya kejaksaan melaksanakan eksekusi. Berdasar pasal 170 KUHAP, intinya menyebutkan bahwa kejaksaan baru dapat melakukan eksekusi setelah menerima salinan putusan dari pengadilan. Artinya, meskipun telah divonis penjara oleh MA, jika salinan putusan kasasi belum diserahkan kepada jaksa sebagai eksekutor, terpidana belum dapat dijebloskan ke penjara. MA menjatuhkan putusan peninjuan kembali pada 11 Juni 2009. Namun, eksekutor dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan baru akan melaksanakan eksekusi pada 16 Juni 2009 atau enam hari kemudian. Adanya rentang waktu yang cukup lama itu jelas membuka peluang Djoko melarikan diri. Sebelumnya, peristiwa itu juga terjadi pada terpidana David Nusa Wijaya yang divonis MA selama 8 tahun penjara pada 23 Juli 2003. Namun, hingga setahun lebih, salinan putusannya belum juga diserahkan kepada kejaksaan. Demikian halnya dengan Sujiono Timan, terdakwa korupsi BPUI Rp 2 miliar yang divonis 15 tahun penjara oleh MA. Petikan putusannya baru diserahkan ke kejaksaan seminggu setelahnya. Lambatnya proses tersebut justru menjadi peluang David dan Sujiono Timan melarikan diri ke luar negeri. Tidak dimungkiri pula, terdapat indikasi adanya upaya kesengajaan dari pihak-pihak tertentu untuk memberikan kesempatan kepada koruptor melarikan dengan cara sengaja mengulur-ulur atau menghambat salinan putusan ke pengadilan negeri tempat terpidana kali pertama disidangkan yang selanjutkan diserahkan kepada kejaksaan negeri untuk di eksekusi. Masalah lain juga muncul akibat buruknya koordinasi di antara penegak hukum dan imigrasi. Ketika koruptor kabur, sering antara pihak pengadilan, kejaksaan, dan imigrasi akan saling menyalahkan. ***Indonesia bukanlah negara pertama yang mengalami masalah koruptor melarikan diri. Tiongkok dan Peru jauh sebelumnya juga memiliki masalah serupa. Surat kabar Legal Daily dalam tajuk rencananya di halaman depan, sebagaimana dikutip kantor berita AFP akhir 2004, menulis ada sekitar 4.000 pejabat Tiongkok yang melarikan diri ke luar negeri. Begitu pula Peru yang pada 2003 dalam kasus Alberto Fujimori, mantan presiden Peru keturunan Jepang yang diduga melakukan sejumlah kasus korupsi selama menjabat sebagai orang pertama di Peru. Alberto Fujimori bahkan telah berganti kewarganegaraan Jepang sehingga upaya mengadili dia di Pengadilan Peru pada akhirnya kandas. Untuk menghindari kejadian serupa pada masa mendatang, terdapat beberapa hal penting yang harus dilakukan. Pertama, sebagai langkah antisipatif, pelaku korupsi sudah selayaknya dicekal sejak berstatus sebagai tersangka. Perlu ada upaya mencegah pelaku melarikan diri sejak penyidikan hingga pelaksanaan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkracht). Kedua, perlu penelusuran dan penyitaan harta kekayaan koruptor. Hal itu menjadi penting untuk menghindari pelaku mengalihkan harta kekayaannya kepada pihak ketiga maupun membawa kabur ke luar negeri. Dengan cara tersebut, kewajiban koruptor membayar uang pengganti senilai uang yang dikorupsi dapat segera dilaksanakan. Meskipun koruptor kabur, harta kekayaaannya dapat disita dan dilelang untuk negara. Ketiga, koordinasi antaraparat penegak hukum perlu diperbaiki kembali. Seharusnya pada saat pengadilan menjatuhkan vonis bagi pelaku korupsi, pada hari itu juga salinan putusan disampaikan kepada kejaksaan. Selanjutnya, kejaksaan segera mengeksekusi terpidana sekaligus berkoordinasi dengan pihak imigrasi untuk mencekal pelaku ke luar negeri. Keempat, selain pembenahan administrasi, MA dan kejaksaan harus juga memeriksa dan memproses secara hukum terhadap pihak-pihak yang diduga memperlambat penyelesaian dan pengiriman salinan putusan atau bahkan membocorkan putusan kepada koruptor sehingga mengakibatkan pelaku melarikan diri.Tanpa adanya perbaikan dan langkah yang extra ordinary, dapat dipastikan pada masa mendatang peristiwa koruptor yang kabur akan kembali terjadi. (*)*). Emerson Yuntho, wakil Koordinator Badan Pekerja ICW, Jakarta
[ Jum'at, 19 Juni 2009 ]
Capres Suka Saling Klaim
Bursa capres semakin hari semakin panas. Para kandidat saling serang, sindir, dan saling klaim keberhasilan. Keberhasilan yang tercapai seakan hasil kerja sendiri tanpa bantuan orang lain. Semua itu dilakukan hanya dengan satu tujuan. Yakni, masyarakat mau memilihnya saat pilpres mendatang.Mengklaim itu sah-sah saja. Tapi, mereka semestinya juga mengungkapkan bahwa keberhasilan yang sudah diperoleh tersebut tak semata-mata dari dirinya. Sikap menghargai itu perlu. Hal tersebut merupakan cermin dari orang yang jujur dan amanah.Bila menghargai rekan kerja saja tidak mau, bagaimana nanti bisa menghargai amanah? Padahal, seorang pemimpin yang baik haruslah orang yang bisa memegang amanah yang diberikan rakyat kepada dia. MUH. SUPRIHATIN, mahasiswa Universitas Muria Kudus, Jawa Tengah
Ekonomi Bisnsi :
[ Jum'at, 19 Juni 2009 ]
Gudang Garam Menarik Investor Asing
Philips Morris-BAT Paling Berminat JAKARTA - Satu persatu perusahaan rokok kretek nasional yang sudah go public (Tbk) dicaplok perusahaan rokok asing. Setelah Sampoerna dibeli Philips Morris lalu Bentoel diakuisisi British American Tobaccos (BAT). Kini, tinggal Gudang Garam yang masih bertahan. Sedangkan PT Djarum masih berstatus perusahaan keluarga dan belum ada rencana menjadi perusahaan publik."Sekarang ini hanya tinggal Gudang Garam, terserah komisaris nya kalau mau dijual. Saya tidak tahu isi hati mereka saat ini," ujar Ketua Umum Gabungan Perserikatan Perusahaan Rokok Indonesia (Gappri), Ismanu Soemiran kemarin. Namun menurut dia, jika Gudang Garam dijual maka pihak yang berminat membeli adalah dua perusahaan rokok global, Philips Morris dan BAT.Ismanu mengatakan, fenomena penjualan rokok kretek nasional oleh asing tidak terlepas dari kondisi pasar rokok dunia. Saat ini rokok kretek dipandang sebagai jenis yang bisa mendunia. "Mereka itu kan ahlinya di bidang industri. Saat ini rokok kretek dipandang sebagai new comer yang bisa mendunia, bisa menjadi era baru dalam industri rokok," ungkapnya.Pada saat yang sama, industri rokok dalam negeri menghadapi berbagai tekanan regulasi. Selain itu, penjualan pabrik rokok dalam negeri juga terkait dengan kinerja perusahaan rokok kretek yang semakin baik. "Inovasi pasar rokok kretek semakin menggeser pasar rokok putih, yang justru turun," terangnya.Rumor Gudang Garam dijual ke investor asing sudah sering terdengar. Enam tahun lalu, kabar itu muncul ketika Gudang Garam mengumumkan akan menggandeng produsen rokok terbesar keempat sedunia dari Jerman, Reemtsma Cigarettenfabriken GmbH, pemilik pabrik Davidoff. Tapi, rencana untuk menggarap pasar rokok putih itu gagal di tengah jalan lantaran sengketa merekKabar dilegonya pabrik rokok kebanggaan warga Kediri, Jawa Timur, itu kembali menguat ketika presiden komisaris dan anak dari pendiri Gudang Garam, Rachman Halim meninggal di Singapura pada 27 Juli 2008. Rumor penjualan saat itu bahkan sempat membuat harga saham GGRM (kode emiten Gudang Garam) melesat 47 persen dalam dua hari. Namun, lagi-lagi rumor itu dibantah. GGRM memang beda karakter dengan HMSP dan Bentoel. Kendati sudah berstatus perusahaan terbuka, manajemen Gudang Garam masih bersifat kekeluargaan yang cenderung tertutup. Selain itu, dibandingkan dengan pesaingnya, keluarga Wonowidjojo termasuk kurang ekspansif mengembangkan bisnis baru di luar rokok. Padahal bisnis keluarga Sampoerna dan keluarga Hartono (Djarum) sudah merambah kemana-mana. Namun, seperti riwayat penjualan HMSP dan Bentoel, keputusan menjual perusahaan itu bisa muncul kapan saja dan selalu mengagetkan semua pihak. Selalu ada faktor X yang melatar belakangi. Nah, faktor itu masih tergolong misteri di Gudang Garam. (wir/kim)
]
Kamis, 18 Juni 2009 ]
Hadapi Perdagangan Bebas, Perkuat Konsumsi Domestik
SURABAYA - Tersendat-sendatnya proses perundingan multilateral dalam WTO (world trade organisation) menyebabkan banyak negara mencari alternatif kerjasama liberalisasi perdagangan. Baik melalui kerjasama perdagangan bilateral maupun regional. Kerjasama tersebut dalam bentuk Free Trade Agreement (FTA).Indonesia sendiri telah menandatangani kerjasama FTA dengan Tiongkok, Jepang, dan Korea. Di katakan oleh Kepala Bidang Pengaduan dan Hukum, Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia Murad Purba, selain ketiga negara tersebut, ada beberapa negara lain yang kini tengah dalam proses negosiasi FTA. Negara tersebut antara lain, Australia, New Zealand, India dan Uni Eropa.Perjanjian kerjasama perdagangan ini mengakibatkan bebas bergeraknya barang, jasa, dan modal di suatu negara. ''Tidak ada lagi hambatan (tarif dan non tarif, Red) untuk memasuki wilayah suatu negara,'' kata Murad disela acara Sosialisasi posisi kulit dan alas kaki dalam FTA di Hotel Utami, kemarin (17/6).Dengan begitu setiap negara termasuk Indonesia mendapatkan keuntungan seperti akses pasar, bantuan teknis, transfer teknologi dan investasi. Tapi disisi lain, dengan dibukanya pasar akan terjadi peningkatan impor. Mengenai dampak tersebut, Murad mengatakan kalau Indonesia mampu menghadapinya. ''Persiapan Indonesia untuk perdagangan bebas sudah matang,'' ucapnya.Industri alas kaki merupakan salah satu sektor yang dianggap berpotensi dalam era perdagangan bebas. Peluang pasar sepatu dalam negeri terus tumbuh, produk alas kaki Indonesia juga diakui oleh negara lain. Terbukti pada tahun 2001 Indonesia menduduki peringkat delapan dalam pengusaan pasar ekspor. Meski kemudian terjadi tren penurunan dari tahun ke tahun.Ketua Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Jatim Sutan R.P. Siregar melihat FTA membawa peluang ekspor. ''Ini kan menguntungkan. Pasar luar negeri semakin terbuka, tidak hanya Uni Eropa dan Asean saja, tapi juga Asia Pasifik,'' ungkapnya. Peluang ini, kata dia, bisa dimanfaatkan industri alas kaki Jatim untuk memperluas pasar. ''Produk alas kaki Jatim memiliki ciri khas yaitu sepatu non sport mengunakan bahan kulit. Ini potensial mengingat sudah ada beberapa produk kita yang telah mendapatkan order dari Uni Eropa. Berarti kedepannya bisa ditingkatkan,'' paparnya.Meski demikian, dia tetap menghimbau agar mewaspadai kemudahan impor yang diakibatkan oleh FTA. Produk impor yang masih menjadi "musuh" bagi produk sepatu lokal adalah sepatu impor dari Tiongkok. (jan/kim)
Jum'at, 19 Juni 2009 ]
Sejuta Konsumen Madura Beralih
Pilih Surabaya Melalui Suramadu SURABAYA - Beroperasinya Jembatan Suramadu diprediksi memacu pertumbuhan ekonomi Madura. Jika peluang tersebut tidak segera direspons pengusaha dengan membuka bisnis ritel di pulau garam itu, sekitar satu juta konsumen akan mengalihkan belanja mereka ke Surabaya. Pakar statistik ITS Kresnayana Yahya mengatakan, PDRB empat kabupaten di Madura diperkirakan naik sekitar 10 hingga 25 persen dari nilai rata-rata empat tahan terakhir yang mencapai Rp 10 triliun hingga Rp 12 triliun. "Dengan semakin mudah dan murahnya akses, saya prediksi akan ada satu juta konsumen dari empat juta penduduk di pulau tersebut yang beralih belanja ke Surabaya," katanya kemarin (18/6). Konsumen tersebut adalah orang-orang yang memiliki potensi cukup baik secara finansial, namun selama ini hanya sempat membelanjakan uangnya di Madura. "Pada Agustus hingga September merupakan musim panen tembakau. Saat itu akan ada Rp 3 triliun hingga Rp 5 triliun uang yang mengalir ke Madura. Jumlah itu akan bertambah jika akses ke sana semakin mudah," ucapnya.Biasanya. Lanjut Kresnayana, uang hasil panen tersebut dibelikan hewan ternak atau kendaraan di Madura. Ke depan, sangat mungkin mereka tak lagi belanja di Madura karena akses ke Surabaya sangat mudah. "Itu bisa sedikit dicegah jika ada sarana perbelanjaan modern di Madura,'' tuturnya.Dia mengakui, potensi pasar yang besar di Madura masih belum terbangun sepenuhnya. Artinya, saat ini bisnis ritel berskala besar dengan jaringan nasional belum bisa dibuka di sana. ''Yang paling berpeluang untuk dibuka di sana adalah minimarket atau sejenisnya di lokasi-lokasi tertentu,'' imbuhnya.Senada dengan Kresnayana, Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Jatim Abraham Ibnu mengatakan bahwa keberadaan jembatan penghubung antara Surabaya dan Madura membuka peluang bagi pengusaha untuk membuka ritel di kawasan Madura. Namun, tidak semua jenis ritel dapat didirikan di kawasan tersebut, terutama untuk ritel skala nasional. "Membuka bisnis ritel baru membutuhkan perhitungan cermat. Misalnya tentang kapasitas penduduk, tingkat pendapatan, sampai kondisi geografis, sehingga dapat memperkirakan nilai investasi. Yang bisa segera menangkap peluang itu adalah jenis minimarket," katanya. Di sisi lain, keberadaan jembatan itu juga menimbulkan dilema di kalangan pengusaha ritel skala besar untuk membangun jaringan di Madura. Sebab, akses transportasi ke Surabaya relatif lebih mudah. ''Bisa jadi masyarakat Madura memilih pergi ke Surabaya daripada membeli kebutuhan di daerahnya," ucapnya. (luq/res)
Ekonomi Bisnis
[ Jum'at, 19 Juni 2009 ]
Setoran Dividen BUMN Tahun 2010 Dipastikan Menyusut
JAKARTA - Gejolak perekonomian global membuat roda bisnis perusahaan, termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), melambat. Salah satu dampak lanjutannya, setoran dividen 2010 yang akan diambil dari keuntungan 2009 dipastikan menyusut. Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan angka setoran dividen 2010 yang akan diusulkan dalam pembahasan APBN 2010. "Angkanya belum bisa disebutkan. Yang jelas turun jika dibandingkan tahun ini," ujarnya kemarin (18/6). Tahun ini, pemerintah menargetkan setoran dividen sebesar Rp 26,11 triliun. Menurut Said, penyusutan nilai dividen 2010 bakal lebih besar jika tahun ini pemerintah menarik dividen interim 2010 (dividen sementara, red) yang akan dibayar di muka (pada 2009). "Kalau tahun ini ditarik dividen interim, pasti angka pada 2010 akan semakin kecil," katanya. Saat ditanya apakah ada rencana pemerintah menarik dividen interim, Said mengaku belum diputuskan. Namun, lanjut dia, jika melihat perkembangan harga minyak dunia yang bergerak naik, maka diasumsikan beban APBN makin berat karena subsidi BBM maupun listrik dipastikan ikut melonjak. "Setoran pajak kan juga turun. Jadi ada kemungkinan (diambil dividen interim, red),'' terangnya. Menurut Said, untuk mengamankan target setoran dividen tahun ini yang sebesar Rp 26,1 triliun, Kementerian BUMN juga menyiapkan opsi menarik dividen spesial. ''Kami akan tarik porsi dividen yang besar sekali dari salah satu BUMN, mungkin Anda akan kaget,'' ucapnya. Namun, Said enggan menyebut nama perusahaan yang dimaksud. Yang jelas, lanjut dia, dividen spesial diambil karena kondisi likuiditas perusahaan tersebut sangat kuat. ''Pembukuan perusahaan itu terkena dampak selisih kurs. Tapi cash-nya sangat kuat,'' ujarnya. Sementara itu, Said memastikan tahun ini ada beberapa perusahaan pelat merah yang tidak akan diambil dividennya tahun ini, yakni PT Askes, PT Taspen, PT Asabri, PT Jamsostek, PT Jasa Raharja, Askrindo, dan Jamkrindo. "Dividen BUMN-BUMN itu nol,'' katanya. Menurut Said, dividen nol tersebut dimaksudkan agar hasil pengelolaan dana dari iuran tenaga kerja bisa digunakan perseroan untuk memperkuat pendanaan, sehingga bisa memberikan fasilitas tambahan kepada tenaga kerja yang menjadi anggota. "Gantinya sudah ada, tapi belum bisa kami sebut akan diambil dari BUMN mana," terangnya. Sebelumnya, Deputi Kementerian Negara BUMN Bidang Perbankan dan Jasa Keuangan Parikesit Suprapto mengatakan, dividen yang akan diambil dari BUMN perbankan tahun ini akan lebih kecil dari setoran tahun 2008. Itu dilakukan untuk mengantisipasi tingkat kredit macet atau nonperforming loan (NPL) yang dikhawatirkan naik pada 2009. ''Dividen pasti akan lebih sedikit. Sebab sebagian dana akan diarahkan sebagai cadangan," ujarnya. (owi/fat)
Kamis, 18 Juni 2009 ]
Pro SBY Bangun Poros Daerah
JAKARTA - Tarik ulur arah dukungan pilpres berkembang di kalangan senator penghuni DPD. Tak hanya kubu pendukung Mega-Prabowo yang bergerak, kubu pendukung duet SBY-Boediono juga sudah menyiapkan manuver.''Sebagian besar anggota DPD cenderung ke SBY,'' kata anggota DPD dari Sulawesi Tengah Abdul Karim di gedung parlemen, Senayan, kemarin (17/6). Dia menuturkan, para anggota DPD yang condong mendukung SBY-Boediono melebur di sebuah forum yang bernama "Poros Daerah".''Kami memang tidak mau terburu-buru. Yang jelas, sudah ada pembicaraan (untuk memberi dukungan resmi, Red),'' ujar Sekretaris Dewan Pembina Al Khairat -organisasi Islam terbesar di Indonesia Timur itu.Anggota DPD dari Sulawesi Tenggara Laode Ida mengatakan, dirinya mendukung SBY sejak Pilpres 2004. Kecil kemungkinan, tegas dia, pendiriannya berubah di Pilpres 2009 ini. ''Saya juga meyakini rakyat sulit diubah persepsinya dalam tiga minggu ini,'' tegas wakil ketua DPD itu.Menurut dia, SBY-Boediono dalam struktur geopolitik memang mengesankan pola Jawa-Jawa. ''Tapi, bukan berarti pasangan bernomor urut dua itu akan menomorduakan pembangunan luar Jawa,'' katanya. SBY sendiri mengatakan prioritas pembangunan nasional ke depan adalah luar Jawa. Bahkan, Sekjen DPP Partai Demokrat Marzuki Alie, imbuh Laode, juga menegaskan, komposisi Jawa-luar Jawa akan terbuka di struktur kabinet.Meski tidak berniat menempuh manuver yang sama, anggota DPD dari Sulawesi Tengah, Ichsan Loulembah, menegaskan, pendukung JK -Wiranto di internal DPD cukup banyak. Kelompok pertama adalah anggota DPD yang berlatar belakang Golkar. (pri/tof)
Kamis, 18 Juni 2009 ]
Tak Kampanye, SBY Bertemu Ribuan Santri
SUMEDANG - Calon Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemarin tidak berkampanye. Namun, kegiatannya sebagai presiden dipilih yang berhubungan dengan ribuan orang. Kemarin SBY membuka Perkemahan Pramuka Santri Nusantara (Pekasa) II 2009 di Bumi perkemahan Letjen TNI Pur Mashudi di Jatinangor, Sumedang.Perkasa II atau yang dikenal dengan Jambore santri itu diikuti enam ribu santri dari 800 pesantren di Indonesia. Mereka adalah pemilih pemula dalam pilpres mendatang. Menurut SBY, Gerakan Pramuka di lingkungan pesantren dikenal sejak zaman kolonial Belanda. Di pondok-pondok pesantren di seluruh tanah air telah berdiri organisasi-organisasi kepanduan yang saat itu terlibat aktif dalam perjuangan. (tom/tof)
Kamis, 18 Juni 2009 ]
Orang-Orang Muda Motor Tim Sukses Pasangan Capres-Cawapres (3-Habis)
Pilpres Selesai, Berlibur Bersama Keluarga ke Bali Bintang-bintang muda bertaburan di Tim JK-Wiranto. Di antaranya Priyo Budi Santoso dan Indra Jaya Pilliang yang punya cerita menarik mengenai keluarganya di musim pilpres ini.Priyo Handoko, Jakarta --- BELAKANGAN ini Priyo Budi Santoso merasa sangat terhibur bila bisa berkumpul dengan istrinya, Fenti Estiana, beserta ketiga buah hatinya. Acara kumpul keluarga itu sangat berharga di tengah kesibukannya di pusaran pemilihan presiden. ''Hampir tiga bulan terakhir ini saya tidak bisa lagi jalan-jalan dan nonton film dengan anak-anak. Padahal, sebelumnya itu rutin kami lakukan setiap minggu,'' kata Priyo saat bincang-bincang santai dengan Jawa Pos di Jakarta kemarin (17/6).Karena itu, dia mengaku sudah menyiapkan ''penebusan dosa'' bila pelaksanaan pilpres selesai nanti. Sebagai tim pendukung JK-Wiranto tentu saja dia berharap selesai perhelatan nasional itu dengan hasil kemenangan pasangan yang diperjuangkannya. ''Saya akan mengajak mereka liburan di Bali sebulan penuh. Niat awalnya sih mau ke New Zealand (Selandia Baru, Red). Tapi, kami takut flu babi. Makanya, cari yang aman-aman saja,'' ujar ketua Fraksi Partai Golkar (FPG) di DPR itu lantas terkekeh.Saat proses lobi membangun koalisi, Priyo selalu tampak setia mendampingi JK. Setelah JK positif berdampingan dengan Wiranto, tugas Priyo bertambah berat. Bersama Ketua DPP Partai Hanura Fuad Bawazier, Priyo menyinergikan para juru bicara tim pemenangan JK-Wiranto yang berjumlah sembilan orang.''Semuanya orang-orang muda,'' katanya. Siapa saja mereka? Priyo menuturkan, di antaranya, anggota Komisi I dari FPG Yuddy Chrisnandi, mantan pengamat politik yang kini menjadi politikus Golkar Indra Jaya Piliang, dan Wakil Bendahara DPP Partai Golkar Poempida Hidayatullah.Ada juga Wakil Direktur Eksekutif Lembaga Pemenangan Pemilu DPP Partai Golkar Jefrrey Geovani. Dari luar kubu beringin ada Drajad Wibowo dan Alvin Lie, keduanya dari PAN.''Usia saya dengan Yuddy hanya lebih tua enam bulan. Sama Indra juga masih segenerasi. Poempida itu setahun di bawah saya. Jadi, masih satu generasi. Tapi, saya memang dituakan dan dianggap kepala suku untuk generasi muda. Mungkin karena dianggap senior secara jabatan ketua fraksi di DPR,'' beber pria kelahiran Trenggalek, 30 Maret 1966 itu.Karena usia yang tidak terpaut jauh itu, Priyo mengaku tidak punya hambatan berarti saat berkoordinasi. Priyo menuturkan, banyak ide progresif dan cemerlang yang lahir dari mereka. Misalnya, ide-ide iklan politik JK-Wiranto. ''Selanjutnya itu semua digodok bersama dengan para senior dan jenderal,'' katanya.Dia merasa hasil yang dipetik sudah optimal. Mengingat mereka sama sekali tidak mensubkontrakkan program kampanye pemilu kepada konsultan profesional. ''Semua kami rumuskan sendiri. Soalnya, dana kami tidak sebesar pasangan lain, terutama incumbent,'' ujar Priyo yang mengaku tetap sangat menghormati Presiden SBY itu.Selain menyinergikan para jubir, Priyo mengomandani caleg-caleg terpilih dan anggota DPR dari Golkar periode sekarang untuk turun ke daerah masing-masing. ''Secara khusus saya menjadi penanggung jawab pemenangan Jatim juga,'' kata caleg terpilih dari Dapil Jatim I, Surabaya dan Sidoarjo itu.Indra Jaya Pilliang menceritakan, kesibukannya di Tim Pemenangan JK-Wiranto juga harus ditebus mahal. Salah satunya, dia terpaksa tidak bisa pulang ke Padang saat nenek tersayangnya meninggal dunia pada 30 Mei lalu. Sebab, pada hari itu Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengundi nomor urut pasangan capres-cawapres.Sebagai salah satu jubir yang diandalkan Tim JK-Wiranto, kehadirannya tentu sangat bernilai strategis, terutama untuk berkomunikasi dengan media massa. ''Apalagi, pada awal-awal JK-Wiranto mulai running sepi sekali. Orang yang datang ke Mangunsakoro (markas tim Sukses JK-Wiranto di Jalan Mangunsakoro, Red) bisa dihitung dengan jari. Sekarang saya bersyukur sudah ramai, banyak yang mau bergabung,'' beber pria kelahiran Pariaman, Sumatera Barat, 19 April 1972 itu.Indra menceritakan, sesibuk apa pun, dia tetap berusaha mencuri-curi waktu untuk rileks. ''Setiap hari saya mengambil beberapa jam, biasanya pagi untuk Facebook, baca buku, main-main bersama anak-anak atau jalan-jalan berdua dengan istri,'' kata mantan pengamat politik Centre for Strategic and International Studies (CSIS) itu, lantas tersenyum. (tof)
[ Kamis, 18 Juni 2009 ]
Kementerian BUMN Diminta Tegas
ANGGOTA Bawaslu Bambang Eko Cahyo Widodo menyatakan, Bawaslu tidak hanya mengklarifikasi ke tim kampanye, namun juga kepada pejabat bersangkutan. ''Kami belum memutuskan hasil klarifikasi ini. Bisa jadi yang kena pasal tim kampanye atau pasal pejabat bersangkutan yang berinisiatif sendiri menjadi tim kampanye nasional,'' katanya. Nama-nama baru yang disampaikan timkamnas JK-Wiranto juga akan dipanggil dalam waktu yang berbeda. Desakan berbagai pihak agar Kementerian BUMN bersikap tegas kepada komisaris yang masuk tim sukses calon presiden mulai direspons.Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu mengatakan, meski tidak bisa memberikan sanksi kepada para komisaris yang disebut-sebut terlibat, pihaknya akan memberikan imbauan agar mereka segera mengambil keputusan. ''Cepat putuskan, tetap ingin menjadi komisaris BUMN atau tim sukses,'' ujarnya kemarin (17/6).Menurut Said, keterlibatan para komisaris dalam tim sukses berpotensi melanggar UU Pilpres. Karena itu, jika nanti memang terbukti melanggar, mereka terancam hukuman kurungan minimal 6 bulan. ''Kalau dihukum 6 bulan, pasti diganti,'' katanya.Kementerian BUMN, lanjut dia, juga akan membuka pintu bagi komisaris BUMN yang ingin mengundurkan diri. Dia mencontohkan, pengunduran diri Raden Pardede dari jabatan komisaris utama PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA) karena lebih memilih bergabung dengan tim sukses SBY-Boediono. ''Kasus kemarin, begitu saya konsultasi dengan Men BUMN, langsung disetujui,'' terangnya.Ditanya terkait kurang proaktifnya Kementerian BUMN, Said mengelak. Menurut dia, pihaknya hanya bisa aktif untuk menyerahkan nama-nama pejabat BUMN, baik komisaris dan direksi BUMN maupun komisaris dan direksi anak perusahaan BUMN, kepada Bawaslu. ''Dalam hal ini, yang berhak menafsirkan UU adalah Bawaslu, termasuk tindak lanjut atas keberadaan para komisaris tersebut,'' ujarnya. (tom/bay/owi/agm)
[ Kamis, 18 Juni 2009 ]
Tim SBY Copot Sembilan Anggota Tim Sukses yang Berlatar Pejabat BUMN
JAKARTA - Tim Pemenangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono bergerak cepat. Di tengah inisiatif Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mengklarifikasi keterlibatan pejabat dalam tim sukses, kubu incumbent itu mencopot sembilan anggota tim sukses yang berlatar pejabat badan usaha milik negara (BUMN).Ketua Tim Pemenangan SBY-Boediono Hatta Rajasa menegaskan, dengan pencopotan itu, saat ini tidak ada lagi pejabat BUMN di tim yang dipimpinnya. Karena itu, sudah tidak ada lagi yang perlu dipersoalkan di tim sukses SBY-Boediono. ''Kami sudah menarik. Kecuali Pak Raden Pardede karena beliau mundur dari PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA),'' kata Hatta di Kantor Bravo Media Center kemarin. Hatta mengatakan telah mengecek dalam struktur tim sukses seputar para pejabat BUMN. Tim sukses adalah anggota pemenangan yang didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU). ''Kami dari timnas, sama sekali tidak ingin menggunakan atau memanfaatkan pejabat-pejabat BUMN, apalagi terkait jabatannya. Kami jamin itu,'' tegas Hatta.Menurut dia, ada sembilan anggota tim kampanye nasional yang ditarik. Di antara sembilan nama itu, tim SBY-Boediono hanya mengganti dengan satu nama, yakni Sudrajat yang mengisi posisi Soeprapto. Soal posisi mantan Kapolri Jenderal (pur) Sutanto yang menjadi komisaris Pertamina, Hatta menyatakan bahwa namanya tidak ada dalam tim kampanye nasional. Sutanto, kata Hatta, hanya masuk tim relawan. Sutanto telah mundur dari posisinya sebagai ketua Dewan Pembina Gerakan Pro SBY (GPS) untuk menghindari tudingan negatif.Saat memberikan keterangan pers, Hatta didampingi Ketua Umum PPP Suryadharma Ali dan Sekjen Partai Demokrat Marzuki Alie. Hatta juga mengklarifikasi kritik tentang keterlibatan para menteri di tim kampanye nasional. Menurut Hatta, keterlibatan para menteri tidak dilarang dalam undang-undang. Dalam UU Pilpres maupun PP Nomor 14/2009 tentang cuti pejabat negara telah diatur secara rinci. ''Pada peraturan KPU 28/2009 pasal 51 juga dikatakan bahwa pejabat negara yang berstatus anggota parpol dapat melakukan kampanye,'' kata Hatta. Selain itu, lanjut Hatta, dalam pasal 62 ayat 1 UU Pilpres diterangkan bahwa menteri dapat melakukan kampanye dengan diberikan cuti. Dalam PP 14/2009 disebutkan, cuti diberikan satu hari dalam seminggu. ''Tidak ada yang salah. Yang penting, tidak menggunakan fasilitas negara,'' katanya.Kubu JK-Wiranto Tak Tahu Sementara itu, Tim kampanye nasional (timkamnas) capres-cawapres Jusuf Kalla (JK)-Wiranto kemarin memenuhi panggilan Bawaslu. Kedatangan mereka itu mengklarifikasi dugaan keterlibatan sejumlah pejabat BUMN dalam tim kampanyenya. Ketua Timkamnas JK-Wiranto Fahmi Idris mengatakan, pencantuman sejumlah pejabat itu terjadi karena kealpaan. ''Kami lupa mengecek nama-nama yang kami susun itu,'' kata Fahmi di Kantor Bawaslu, Jakarta, kemarin (17/6). Dia didampingi Wakil Ketua Timkamnas Syamsul Muarif dan anggota Bawaslu Bambang Eko Cahyo Widodo.Fahmi lantas menceritakan kronologi pembentukan timkamnas. Dia menyatakan, timkamnas itu disusun partai gabungan pengusung capres dan cawapres, yakni partai Golkar dan Hanura. Masing-masing partai menyusun nama-nama yang masuk di timkamnas, kemudian digabung menjadi satu. Daftar Timkamnas itu selesai disusun 6 Mei. ''Namun, saat itu kami tidak sempat mengecek," kata Fahmi. Ketika itu, timkamnas memiliki pekerjaan padat. Timkamnas masih harus berkonsentrasi pada proses deklarasi pasangan calon, pendaftaran di KPU, dan membentuk tim kampanye di daerah. ''Itu baru selesai akhir Mei,'' tutur Fahmi. Memasuki Juni, lanjut Fahmi, timkamnas baru menyadari bahwa ada nama-nama pejabat BUMN yang tercantum di dalamnya. ''Kami langsung mengeluarkan surat bahwa yang bersangkutan tidak lagi berada di timkamnas. Suratnya sudah ada,'' ujar Fahmi. Dia mengatakan, surat itu dibuat pada 10-11 Juni.Ketika ditanya apakah timkamnas mengetahui adanya larangan menyertakan pejabat negara dalam tim kampanye, Fahmi mengatakan baru tahu setelah rampung menyusun struktur tim kampanye. ''Dulu kira-kira begitu, itu ketahuan saat disusun,'' jawabnya.Berdasar data Bawaslu, lima nama pejabat BUMN yang diduga tergabung dalam timkamnas adalah Komisaris Utama Telkom Tanri Abeng selaku anggota dewan penasihat timkamnas, Komisaris PTPN XI Fadhil Hasan selaku anggota tim kajian, Komisaris Jamsostek Rekson Silaban sebagai wakil koordinator penggalangan pekerja, tani, dan nelayan, dan Komisaris Pertamina Sumarsono menjadi anggota dewan pengawah timkamnas.Pada saat klarifikasi, timkamnas mengkoreksi nama-nama yang dirilis Bawaslu. Dua nama lagi yang belum tercantum. Mereka adalah Abdul Razak Manan selaku komisaris Pelindo I sekaligus anggota bidang kajian dan Sjukur Sarto yang menjabat komisaris Jamsostek. ''Nama Sumarsono di tim kampanye itu bukan komisaris Pertamina, melainkan Sekjen Partai Golkar,'' kata Syamsul.Fahmi menambahkan, timkamnas juga sudah menyampaikan pencantuman itu kepada para pejabat BUMN. ''Kecuali Rekson Silaban, dia tidak mengetahui namanya dicantumkan,'' ujarnya. Fahmi pada kesempatan itu juga mengkritik kinerja Bawaslu yang hanya memeriksa pejabat BUMN. Dia menilai, masih bertebaran pegawai negeri sipil (PNS) yang diduga juga masuk di timkamnas. ''Jika pejabat BUMN dikejar-kejar, seharusnya PNS juga,'' kata Fahmi.Setelah Fahmi, Tanri Abeng datang memenuhi panggilan Bawaslu. Pemeriksaan Tanri sejatinya dijadwalkan Selasa (16/6). Namun, dia mendadak berhalangan hadir. Tanri kepada pers menyatakan tidak tahu-menahu bahwa dirinya dicantumkan dalam timkamnas. ''Saya tidak tahu dan tidak pernah dikasih tahu,'' kata Tanri kepada wartawan.Dia mengumpamakan, akan sangat bodoh jika dirinya tahu dan kemudian masuk timkamnas saat memiliki posisi sebagai pejabat BUMN. Menurut dia, mungkin pencantuman itu terjadi karena posisinya sebagai anggota Dewan Penasihat Partai Golkar. ''Tapi, saya tidak pernah menyatakan diri masuk timkamnas,'' terangnya.Dia menyatakan, mungkin petinggi di timkamnas mengetahui kabar bahwa dirinya sudah menyatakan bersedia sebagai timkamnas. Namun, sejatinya dia tidak pernah diberi tahu. ''Itu biasa di dalam suatu koordinasi. Petinggi tahu dari bawah. Padahal, yang di bawah tidak pernah berbuat apa-apa,'' ujarnya.Sebanyak 12 pejabat BUMN kemarin dipanggil oleh Bawaslu. Selain Tanri Abeng, mereka yang dari timkamnas JK-Wiranto adalah Fadhil Hasan dan Rekson Silaban. Sedangkan dari kubu SBY-Boediono, terdapat nama Achdari, Max Tamaela, Dadi Prajitno, Effendi Rangkuti, Yahya Ombara, Umar Said, dan Sulatin Umar.(tom/bay/owi/agm)
Jum'at, 19 Juni 2009 ]
Minta Tidak Tebang Pilih
APA reaksi kubu tim pemenangan JK-Wiranto terhadap rencana Bawaslu memolisikan capres dan cawapres tersebut? Juru bicara Yuddhi Chrisnandi mengatakan, semua pejabat teras di tim pemenangan JK-Win siap menjalani proses hukum. ''Pak JK adalah orang yang menjunjung tinggi hukum. Beliau menyerahkan semuanya pada proses hukum yang ada,'' ujarnya di Jakarta kemarin (18/6).Namun, lanjut Yuddy, dia meminta Bawaslu tidak tebang pilih. Sebab, pejabat BUMN yang banyak terlibat justru berasal dari tim pemenangan SBY-Boediono. Kalaupun ada di JK-Win, itu tak lebih dari dua orang. ''Dua-duanya pun sudah mundur dari tim pemenangan. Lantas, kenapa sampai sekarang masih mempermasalahkan kami,'' katanya. Dia berharap Bawaslu menindak tegas semua orang yang terlibat. ''Jangan hanya karena di kami ada, kami yang terus-terusan disalahkan. Yang di tim pasangan lain harus ikut ditindak tegas dong,'' tuturnya.Persoalan keterlibatan pejabat BUMN dalam tim kampanye nasional dianggap kubu SBY sudah selesai. Ketua Departemen SDM DPP Partai Demokrat Andi Mallarangeng mengatakan, tim SBY-Boediono menarik sembilan anggota tim sukses dari daftar di KPU. Dengan demikian, tidak ada yang perlu dipersoalkan lagi.Menurut Andi, saat ini sudah tidak ada lagi pejabat BUMN yang berada di tim kampanye nasional SBY-Boediono. Mereka diberi pilihan terus menjadi pejabat BUMN atau tim sukses. ''Jadi, semuanya sudah selesai. Mereka telah memilih sendiri,'' ujarnya. (aga/tom)
Jum'at, 19 Juni 2009 ]
Sudi: SBY Andil Besar Damaikan Aceh
JAKARTA - Klaim Capres Jusuf Kalla (JK) bahwa dirinya yang membuat keputusan soal perdamaian di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) membuat kubu Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) meradang. Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi sampai harus memberikan keterangan khusus kepada wartawan terkait klaim wakil presiden itu.Menurut Sudi, sebagai presiden, SBY tentu memiliki andil besar dalam proses perdamaian di provinsi berjuluk Negeri Serambi Makkah itu. ''Tidak hanya manggut-manggut saja,'' kata Sudi di Kantor Presiden kemarin. Dia lantas menjelaskan bahwa proses perdamaian Aceh digagas SBY sejak 2001. Itu semasa SBY menjadi Menkopolkam. Kerja keras SBY saat itu terlihat dengan keluarnya inpres yang berisi instruksi penyelesaian Aceh secara baik dan bermartabat. ''Saat itu dibentuk desk Aceh yang dipimpin sekretaris Menkopolkam, yang kebetulan saat itu saya jabat,'' kata Sudi.Saat itu, menurut Sudi, memang belum berhasil. Sebab, unsur-unsur di pemerintahan dan DPR tidak cukup solid dalam penyikapan kasus Aceh. Tidak semua mendukung upaya penyelesaian Aceh secara damai dan bermartabat.Pada waktu terpilih menjadi presiden, lanjut Sudi, SBY sangat bersungguh-sungguh berniat menyelesaikan masalah Aceh secara damai dan bermartabat. Dan, puncaknya ketika terjadi tsunami, SBY aktif mengimbau untuk dilakukan perdamaian. Dan, imbauan itu direspons secara positif oleh kelompok GAM (Gerakan Aceh Merdeka) di dalam dan luar negeri. ''Akhirnya dibentuklah suatu tim perunding, itu pun keluar dengan keppres, siapa saja juru runding itu, apa saja misinya, dan upaya-upaya perundingan itu adalah arahan dari presiden,'' kata Sudi. ''Sampai terjadi persetujuan damai ada MoU-nya, naskahnya pun dalam kontrol dan kendali Pak SBY. Saat perundingan alot, sampai titik koma naskah perjanjian, pr esiden ikut campur di dalamnya,'' sambung Sudi.Apakah SBY terganggu oleh klaim JK tersebut? Sudi justru menjawab bahwa dirinya yang merasa terganggu karena ikut menjadi pelaku sejarah. ''Presiden hanya tanya ke saya, 'Lho, kok begitu? Mas Sudi kan tahu seperti apa dulu perjuangan kita dari 2001 untuk menyelesaikan Aceh secara damai dan bermartabat','' kata Sudi menirukan ucapan SBY. Meski demikian, kata Sudi, SBY tidak tersinggung. Sebab, SBY memang tidak pernah ingin menonjolkan pekerjaan yang dilakukannya. ''Tidak sampai terganggu. Sampai sekarang jalan terus dan pemerintah terus mengawal agar hasil yang telah dicapai bisa dijaga dan dipertahankan,'' katanya. (tom/agm)
[ Jum'at, 19 Juni 2009 ]
Bawaslu Akan Polisikan JK dan Hatta
Bersama Para Bos BUMN yang Jadi Tim Sukses JAKARTA - Kendati sejumlah pejabat BUMN sudah ditarik dari tim pemenangan pasangan capres-cawapres, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) tetap akan memperkarakan mereka. Lembaga pimpinan Nur Hidayat Sardini itu bakal melaporkan para petinggi perusahaan pelat merah tersebut ke Mabes Polri dengan tuduhan melakukan pelanggaran pidana pemilu.''Saat ini kami masih dalam proses pemberkasan akhir. Kami putuskan untuk membawa laporan tersebut ke polisi,'' kata anggota Bawaslu Wirdianingsih di gedung KPU kemarin. Dia didampingi Bambang Eko Cahyo, anggota Bawaslu lainnya, dan Bambang Widjojanto, konsultan hukum Bawaslu.Itu, lanjut Wirdianingsih, berdasar pemeriksaan yang dilakukan terhadap sejumlah pejabat BUMN pada Rabu lalu (17/6) dan kemarin (18/6). Mereka yang secara formal tertulis dalam daftar tim kampanye dikonfirmasi. ''Ada yang mengakuinya, ada yang tidak datang saat kami undang untuk hadir memberikan konfirmasi,'' ujarnya.Para pejabat BUMN yang terjaring Bawaslu itu berasal dari tim pemenangan SBY-Boediono dan JK-Win. ''Kami juga mendapatkan laporan adanya pegawai negeri sipil (PNS) yang terlibat dalam tim sukses Mega-Prabowo. Tapi karena tidak ada bukti formalnya, kami tidak bisa menindaklanjuti,'' ungkapnya. Bukan hanya pejabat BUMN yang bakal diseret ke meja penyelidikan. Ketua tim pemenangan yang menandatangani struktur tim pemenangan pun akan terseret. Mereka adalah Ketua Tim Kampanye Nasional SBY-Boediono Hatta Rajasa dan Sekretaris Tim Kampanye Nasional Marzuki Alie. Di kubu JK-Win, Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla dan Wiranto ikut terseret karena menandatangani daftar tim kampanye yang memuat pejabat BUMN plus sejumlah pejabat teras Hanura dan Golkar. ''Mereka yang menandatangani dikenakan pasal 216 UU Pilpres, sementara pejabat BUMN-nya dikenakan pasal 217 UU Pilpres,'' jelas Wirdianingsih.Bagaimana dengan keputusan tim pemenangan menarik pejabat BUMN tersebut? Kata Wirdianingsih, itu takkan mengubah upaya hukum Bawaslu. Sebab, keputusan menarik pejabat dari tim kampanye tersebut dilakukan setelah memasuki masa kampanye. ''Artinya, mereka sudah melakukan pelanggaran. Penarikan mereka dari tim kampanye tidak bisa menghapus kesalahan mereka,'' tegasnya. (aga/tof)
[ Jum'at, 19 Juni 2009 ]
Tim SBY Optimis Rebut 70 Persen Suara Pemilih Jatim
PEMETAAN kekuatan tiga kubu pasangan capres-cawapres mulai melokal ke daerah. Tak mau hanya berkontestasi di level elite, tim sukses kampanye pemenangan Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono bahkan mengatakan sudah menghitung peta di daerah. Anggota tim sukses pemenangan SBY-Boediono Ramadhan Pohan mengatakan, pihaknya optimistis bahwa pasangan capres-cawapres nomor urut dua bakal mampu meraih minimal 70 persen suara pemilih di Provinsi Jawa Timur. Selain melihat kecenderungan pemilih, menurut Pohan, keyakinan itu didasarkan pada hasil pemilu legislatif April lalu.''Alat ukur kami jelas. Di Jawa Timur itu sudah umum apa pun partainya, ya tetap SBY presidennya,'' kata caleg terpilih dapil Jatim VII itu kepada wartawan di Jakarta kemarin.Argumentasi lain yang mampu menegaskan bahwa optimisme 70 persen suara di Jawa Timur rasional, ungkap dia, adalah ikatan emosional masyarakat Jatim yang mayoritas warga nahdliyin. Sebagai capres yang berasal dari Pacitan, sebuah kabupaten kecil di Jawa Timur, tentu SBY secara emosi akan mendapatkan paling banyak simpati. Meski belum memiliki hitungan matang, dia juga yakin, kemenangan mutlak juga bakal terjadi di banyak provinsi lainnya.''Walaupun SBY didukung semua suku daerah yang ada di Indonesia, pasti emosional orang Jawa, khususnya Jawa Timur, tentu lebih besar. Rasa kepemilikan mereka terhadap anak sendiri pasti kan berbeda dengan orang lainnya,'' urai mantan wartawan Jawa Pos itu. Lebih lanjut Pohan mengatakan, keyakinan 70 persen kemenangan juga bertumpu kepada karakter SBY yang merepresentasikan sosok negarawan yang lebih unggul daripada calon lainnya. Sejak 2004 sosok SBY demikian fenomenal, antara lain, kata dia, karena kenegarawanannya.Menurut dia, negarawan sangat berbeda dengan politisi. Negarawan selalu memikirkan apa yang akan terjadi pada generasi berikutnya, sedangkan politisi pasti hanya memikirkan apa yang akan terjadi pada pemilihan berikutnya. ''Negarawan itu selalu berbicara next generation, sedangkan politisi bicara apa yang akan dilakukan next election,'' tuturnya. (did/jpnn/agm)
[ Jum'at, 19 Juni 2009 ]
JK dan Prabowo Tolak Gerakan Pilpres Satu Putaran
JAKARTA - Isu pemilihan presiden satu putaran yang dikampanyekan Lembaga Studi Demokrasi (LSD) pimpinan Denny J.A. semakin gencar. Kubu JK-Wiranto dan Mega-Prabowo menilai gerakan tersebut tidak demokratis. Calon presiden Jusuf Kalla menganggap bahwa klaim gerakan pilpres satu putaran menghemat anggaran negara sekitar Rp 4 triliun itu tidak tepat. ''Benar Rp 4 triliun itu besar, tapi kalau rakyat salah memilih pemimpin, kita bisa rugi ratusan triliun. Jika kita selalu telat membangun bangsa, ruginya bisa ratusan triliun. Salah memilih pemimpin itu lebih besar ruginya daripada Rp 4 triliun," ujar JK di Jakarta kemarin (18/6).Calon wakil presiden Wiranto menuturkan, pemilu adalah hak rakyat untuk memilih pemimpin nasional yang terbaik. Aturan UU pemilu presiden memang memungkinkan pemilu presiden bisa selesai satu putaran dengan syarat-syarat yang berat. Karena itu, dia meminta tidak perlu ada gerakan untuk menyelesaikan pemilu presiden dalam satu putaran dengan segala macam cara yang tidak demokratis. ''Yang terbaik, biarkan rakyat memilih, jangan diganggu upaya-upaya yang membuat pemilu tidak transparan dan tidak adil," tandasnya.Wiranto menuturkan, JK-Wiranto tidak akan meramal dan melakukan upaya untuk mempercepat pemilu. Mereka hanya menggunakan waktu hingga 8 Juli untuk menampilkan yang terbaik untuk selanjutnya dipilih rakyat secara jujur dan adil. Cawapres Prabowo Subianto juga menilai kampanye pilpres satu putaran sangat memprihatinkan. Dia menyebut, upaya tersebut tidak arif. Dalam konteks demokratisasi, pendekatannya tidak semata-mata efisiensi.''Kalau mau hemat, tidak usah pilpres saja. Atau, kalau mau lebih hemat lagi, bikin saja sistem pemerintahan yang otoriter atau oligarki,'' tegasnya. (pri/noe/tof)
Politika
[ Jum'at, 19 Juni 2009 ]
Megawati-Prabowo Sepakat Tidak Terima Gaji bila Menang Pilpres
JAKARTA - Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto terus bermanuver untuk menarik simpati publik. Salah satunya, capres-cawapres PDIP-Partai Gerindra itu berjanji tidak menikmati gaji plus tunjangan bulanan bila kelak memenangi pemilu presiden (pilpres).Aksi pantang gajian itu akan terus dilaksanakan selama komitmen yang tertuang dalam kontrak politik belum terealisasi. ''Saya sudah bicara dengan Ibu Megawati. Bila terpilih, kami sepakat tidak akan memanfaatkan semua gaji dan tunjangan yang diberikan selama sasaran-sasaran kami di kontrak politik atau delapan program aksi untuk rakyat itu belum tercapai,'' tegas Prabowo di Jakarta Selatan, kemarin (18/6). Lantas, selama tidak gajian, diberikan kepada siapa penghasilan bulanan tersebut? ''Semua akan kami salurkan kepada pihak-pihak yang lebih memerlukan. Misalnya, yatim piatu, kaum duafa, dan mereka yang tertimpa bencana,'' ujarnya.Menanggapi hal tersebut, Ketua Departemen SDM DPP Partai Demokrat Andi Mallarangeng menyatakan, persoalan di negara ini tidak sekadar menerima atau tidak menerima gaji. ''Yang penting adalah bagaimana menjalankan kekuasaan pemerintahan itu,'' katanya di Kantor Presiden.Menerima atau tidak menerima gaji, jelas dia, tidak berkaitan dengan kinerja seorang pemimpin. Kalau kinerja pemimpin jelek, meski tidak menerima gaji, hasil yang dicapai tetap akan buruk.Menurut dia, yang justru menjadi pertanyaan publik terhadap Mega bukan soal menerima gaji atau tidak. Tapi, yang perlu dijelaskan saat Mega menjalankan kekuasaan pemerintahan adalah apakah program-programnya untuk rakyat menguntungkan negara atau merugikan negara. (pri/tom/agm)
Opini
[ Kamis, 18 Juni 2009 ]
Dana Cekak, Buat Skala Prioritas
DPR sebagai lembaga negara yang memiliki kewenangan budgeting mencoba merespons kian banyaknya pesawat TNI yang jatuh. Mereka berikhtiar untuk meningkatkan porsi anggaran Departemen Pertahanan (Dephan), dari Rp 33,7 triliun menjadi Rp 36,5 triliun. Jadi, meningkat Rp 2,8 triliun.Ikhtiar itu bukanlah sesuatu yang mudah. Sebab, untuk itu, dewan harus mengorbankan departeman yang lain. Disebutkan, porsi anggaran Dediknas harus turun dari Rp 62,1 triliun menjadi Rp 58 triliun. Begitu juga departemen yang lain. Misalnya, Departemen Pekerjaan Umum (Rp 35 triliun menjadi Rp 34 triliun), dan Depag (26,7 triliun menjadi Rp 25,3 triliun). (Jawa Pos, 17/06/2009).Kendati demikian, Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono menyatakan tidak puas. Menurut dia, kenaikan Rp 2,8 triliun tersebut tidak sesuai dengan hasil kesepakatan dengan Komisi I DPR yang menyepakati kenaikan anggaran Dephan berkisar Rp 7 triliun hingga Rp 10 triliun.Menhan tentu memiliki alasan kuat untuk kecewa. Bisa jadi, kenaikan ''sekecil itu'' memang tidak memadai untuk keperluan departemen yang dipimpinnya. Namun, dewan tentunya juga memiliki alasan yang sama kuatnya. Yakni, keterbatasan kemampuan negara. Itu bisa dilihat ketika menaikkan porsi anggaran Dephan, dewan harus memangkas anggaran untuk departemen yang lain.Jadi, persoalannya memang cukup pelik. Dan, kita semua maklum akan hal itu. Negara kita memang kaya raya dari sisi potensi. Namun, karena salah urus, negara yang kaya raya ini menjadi negara yang serba kekurangan. Utang luar negeri pun, karena saking banyaknya, sulit dibayangkan kapan kita bisa melunasi. Kini yang menjadi masalah, sudahkah para penyelenggara negara menyadari kondisi itu? Ketika kebingungan membagi jatah anggaran seperti yang dialami dewan saat ini, mungkin mereka bisa merasa bahwa kemampuan negara menyediakan dana memang lemah. Namun, fakta menunjukkan, hal itu tidak membekas dan berimplikasi apa-apa.Bukan hal yang sulit untuk membuktikan hal itu. Bukankah selama ini publik sering disuguhi perilaku bermewah-mewahan oleh para pejabat? Dari kebiasaan mereka mengadakan mobil dinas baru, kendati mobil yang lama masih layak, hingga kesukaan mereka mengadakan studi banding yang pada praktiknya hanya jalan-jalan (pelesir). Dan, yang terbaru dan paling menghebohkan adalah rencana memberikan kenang-kenangan cincin emas kepada anggota dewan. Padahal, untuk keperluan itu, negara harus menyediakan dana Rp 5 miliar lebih. Dengan demikian, yang menjadi masalah adalah sikap mental yang dimiliki para pejabat itu sendiri. Bila mentalnya masih seperti itu, berapa pun dana yang dimiliki negara tidak akan pernah cukup. Karena itu, kata kunci yang harus kita pegang adalah perubahan sikap mental. Kita, terutama mereka yang saat ini menjabat, harus bisa menyadari kondisi riil bangsa ini. Tanpa terus mengungkit kesalahan masa lalu, mari kita tatap masa depan dengan perilaku yang rasional. Karena bangsa ini telanjur jatuh miskin dan terjerembab dalam utang luar negeri yang begitu besar, pilihan rasional adalah hidup hemat. Tentukan sekala prioritas. Hal-hal yang tidak sangat mendesak janganlah dipenting-pentingkan. Dengan bersikap begitu, berarti kita bertanggung jawab terhadap keberlangsungan bangsa ini ke depan. (*)
Kamis, 18 Juni 2009 ]
Suramadu Cacat di Usia Dini
SIAPA pun yang menyaksikan Jembatan Suramadu tentu akan bangga. Namun, akibat ulah tangan-tangan jahil yang tidak bertanggung jawab, jembatan itu kini ''cacat'' di usia sangat dini, belum satu minggu. Sungguh, itu tidak bisa dibiarkan. Pemerintah dan Jasa Marga harus bertindak cepat dan tegas. Sebab, jembatan yang diperkirakan umurnya bisa bertahan hingga seratus tahun tersebut bisa terancam. Apalah gunanya dana triliunan rupiah dan waktu pengerjaan yang lama jika akhirnya runtuh sia-sia? Jembatan merupakan proyek infrastruktur penting yang sangat berguna bagi masyarakat. Karena itu, sungguh sangat disesalkan bila perusakan dan pencurian tidak bisa dicegah.SOTYASARI DHANISWORO, Griya Sedati Permai, Jl Cenderawasih, Sedati, Sidoarjo
Opini
[ Kamis, 18 Juni 2009 ]
Jangan Pilih Pemimpin dalam Karung
Oleh: Djohansjah MarzoekiSUDAH lama berselang, seorang teman baik saya, yang biasa bicara macam-macam bagai seorang teman, suatu hari berkata, "Kalau orang respek pada Anda, itu jelas. Tapi, kalau orang suka pada Anda, itu belum tentu!" Jawab saya, "Ya, saya tahu, tidak semua orang suka pada saya."Diagnosis yang dia ucapkan secara jujur dalam suasana yang kurang bersahabat itu terasa menusuk perasaan. Sehingga, saya perlu memikirkannya berhari-hari. Pertama, haruskah saya mengubah perilaku sehari-hari? Tetapi, nanti dulu, yang harus berubah itu saya atau mereka yang tidak suka? Masih banyak lagi pertanyaan yang timbul. Tetapi, pertanyaan yang paling penting akhirnya keluar. Yakni, lebih baik mana, direspeki atau disukai orang kalau hanya satu yang boleh dipilih? Orang bisa suka begitu saja. Tanpa alasan rumit, yang disukai tidak perlu bekerja apa-apa. Seperti boneka dan bayi, tergeletak saja, sudah banyak yang suka. Paling-paling, lucu, cantik, ganteng, dan mbanyol atau cukup nyanyi yang merdu, banyak yang suka. Cukup kepemilikan dan kemampuan yang bersifat primordial.Tetapi, respek berbeda. Orang baru bisa respek kepada orang lain karena ada suatu prestasi, suatu kemampuan yang ditunjukkan. Suka dan tidak suka hanya emosi yang berlangsung tidak terlalu lama dan mudah berubah. Sedangkan respek yang muncul karena prestasi akan lebih permanen. Akhirnya, saya lebih memilih direspeki orang daripada disukai. Diagnosis teman yang dulu saya anggap berbau merendahkan itu kini saya sadari sebagai pujian. Dalam hati, ada rasa berterima kasih karena telah bisa menganalisisnya dengan lebih baik. ***Masa berjalan terus. Pola pikir telah berkembang. Maka, analisis yang terkait dengan itu berkembang pula. Ternyata, banyak sekali orang, baik pejabat maupun bukan, tidak bisa membedakan masalah publik, seperti fungsi menjabat, keilmuan, dan kepentingan orang banyak, dengan persoalan personal, seperti perkawinan, upaya mendesain rumah, cara berpakaian, dan kehidupan beragama. Masalah yang bersifat publik membutuhkan analisis dan pengujian rasional. Sedangkan kebanyakan masalah personal tidak perlu dan tidak bisa dianalisis atau diuji rasional seperti itu. Tapi, kalau bisa dilakukan, hasilnya tentu lebih baik. Itulah yang terjadi pada teman saya tersebut. Waktu kami berbicara tentang keilmuan, suatu masalah publik, timbul asupan-asupan emosional yang seharusnya tidak terjadi. Dalam ilmu, yang dibicarakan bukan suka dan tidak suka, melainkan valid dan tidak valid, bukti (evidence) dan alat ukur. Mencampuradukkan pola pikir rasional dan emosional untuk mencari kebenaran ilmiah atau masalah publik bakal menelurkan suka dan tidak suka dan bentrok emosional antarstaf.Kalau kebiasaan seperti itu membudaya dan berada di semua sektor kegiatan publik, entah kantor pemerintah, sekolah, universitas, maupun DPR, runyam akan terjadi di mana-mana. Karena itu, kalau kita ingin memilih pejabat dan pemimpin, bahkan presiden, jangan pilih yang Anda suka, melainkan yang Anda respek, yang prestasi dan kemampuannya Anda ketahui. Alasannya bukan dia cantik, ganteng, dan pintar mbanyol atau nyanyi. Riwayat prestasi calon pemimpin harus diketahui oleh umum. Kalau tak punya prestasi dasar sebagai pemimpin, seharusnya calon itu tidak ikut nominasi. Pertimbangan berikutnya adalah program yang dijalankan kalau dia menjabat. Debat publik antarcalon pemimpin akan memberikan gambaran pola pikir yang dipakai dalam menyelesaikan masalah yang diajukan. Jika semua cara itu ditempuh, rakyat bakal memilih dengan lebih mudah, siapa yang berkemampuan lebih di antara mereka, tidak membeli kucing dalam karung. Tampaknya, kita saat ini menuju ke sana walaupun masih setengah hati.***Kalau sekarang banyak pejabat yang hanya bermodal cantik, pintar mbanyol, atau berbaju penuh embel-embel mencolok, itu bukan salah mereka. Mereka dipilih. Akarnya ada di si pemilih. Kemampuan rakyat untuk memilih hanya sampai di situ. Karena itu, jika kita ingin lebih baik, lebih maju untuk hari yang akan datang, perhatian tidak ditujukan kepada yang menjabat sekarang, melainkan rakyat, si pemilih. Seberapa jauh pengertian bangsa ini akan perlunya pemimpin yang berkemampuan dan berpotensi untuk berprestasi.Itu tujuan pendidikan politik. Pendidikan membedakan kepentingan umum dan personal/kelompok, meletakkan pola pikir emosional dan rasional di tempat yang sesuai. Kalau pendidikan politik berhasil, pemimpin di hari yang akan datang adalah yang berkemampuan dan berpotesi mendulang prestasi. Negara digarap berdasar sistem yang teruji, dengan perencanaan riil, oleh orang yang berkemampuan. (*)*). Djohansjah Marzoeki, guru besar (LB) Unair.
[ Kamis, 18 Juni 2009 ]
Koruptor, Kabur Lagi...Kabur Lagi...
Oleh: Emerson Yuntho KEJAKSAAN Negeri Jakarta Selatan Selasa lalu (16/6) gagal mengeksekusi Djoko S. Tjandra, terpidana kasus korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali di Bank Dagang Nasional Indonesia dengan kerugian negara Rp 546 miliar. Eksekusi itu merupakan bagian dari pelaksanaan putusan peninjauan kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) yang memvonis Djoko S. Tjandra dua tahun penjara. Jika Djoko gagal dieksekusi dan dinyatakan buron oleh kejaksaan, fakta itu akan memperpanjang deretan koruptor Indonesia yang kabur atau melarikan diri. Dalam catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), lima tahun terakhir terdapat 45 koruptor -dengan status tersangka, terdakwa dan terpidana- yang melarikan diri, baik ke luar maupun di dalam negeri. Para koruptor yang kabur, antara lain, Samadikun Hartono, tersangka kasus BLBI di Bank Modern yang merugikan negara Rp 80 miliar. Terpidana yang lain Bambang Sutrisno, terkait kasus BLBI Bank Surya, merugikan negara sekitar Rp1,5 triliun. Oleh pengadilan, Bambang divonis penjara seumur hidup. Demikian juga, Andrian Kiki Ariawan, terpidana kasus BLBI Bank Surya Rp1,5 triliun, divonis seumur hidup dan diduga kini berada di Australia. Daftar terpidana lain adalah Sudjiono Timan, terpidana kasus korupsi di BPUI yang merugikan negara USD 126 juta; Eddy Tansil, terkait kasus ekspor fiktif Rp 1,3 triliun; dan David Nusa Wijaya, terpidana kasus BLBI Bank Servitia Rp 1,3 triliun dan telah divonis di tingkat kasasi 8 tahun penjara.Di antara sejumlah pelaku yang melarikan diri, hanya David Nusa Widjaya yang tertangkap. Hendra Raharja, terpidana seumur hidup BLBI Bank Modern, bahkan meninggal dunia dalam pelariannya di Australia. Selebihnya belum tertangkap dan bahkan masih leluasa menjalankan usahanya dari luar negeri. ***Jika dicermati kembali, kaburnya Djoko S. Tjandra terjadi karena lambatnya MA menyerahkan salinan putusan dan lambatnya kejaksaan melaksanakan eksekusi. Berdasar pasal 170 KUHAP, intinya menyebutkan bahwa kejaksaan baru dapat melakukan eksekusi setelah menerima salinan putusan dari pengadilan. Artinya, meskipun telah divonis penjara oleh MA, jika salinan putusan kasasi belum diserahkan kepada jaksa sebagai eksekutor, terpidana belum dapat dijebloskan ke penjara. MA menjatuhkan putusan peninjuan kembali pada 11 Juni 2009. Namun, eksekutor dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan baru akan melaksanakan eksekusi pada 16 Juni 2009 atau enam hari kemudian. Adanya rentang waktu yang cukup lama itu jelas membuka peluang Djoko melarikan diri. Sebelumnya, peristiwa itu juga terjadi pada terpidana David Nusa Wijaya yang divonis MA selama 8 tahun penjara pada 23 Juli 2003. Namun, hingga setahun lebih, salinan putusannya belum juga diserahkan kepada kejaksaan. Demikian halnya dengan Sujiono Timan, terdakwa korupsi BPUI Rp 2 miliar yang divonis 15 tahun penjara oleh MA. Petikan putusannya baru diserahkan ke kejaksaan seminggu setelahnya. Lambatnya proses tersebut justru menjadi peluang David dan Sujiono Timan melarikan diri ke luar negeri. Tidak dimungkiri pula, terdapat indikasi adanya upaya kesengajaan dari pihak-pihak tertentu untuk memberikan kesempatan kepada koruptor melarikan dengan cara sengaja mengulur-ulur atau menghambat salinan putusan ke pengadilan negeri tempat terpidana kali pertama disidangkan yang selanjutkan diserahkan kepada kejaksaan negeri untuk di eksekusi. Masalah lain juga muncul akibat buruknya koordinasi di antara penegak hukum dan imigrasi. Ketika koruptor kabur, sering antara pihak pengadilan, kejaksaan, dan imigrasi akan saling menyalahkan. ***Indonesia bukanlah negara pertama yang mengalami masalah koruptor melarikan diri. Tiongkok dan Peru jauh sebelumnya juga memiliki masalah serupa. Surat kabar Legal Daily dalam tajuk rencananya di halaman depan, sebagaimana dikutip kantor berita AFP akhir 2004, menulis ada sekitar 4.000 pejabat Tiongkok yang melarikan diri ke luar negeri. Begitu pula Peru yang pada 2003 dalam kasus Alberto Fujimori, mantan presiden Peru keturunan Jepang yang diduga melakukan sejumlah kasus korupsi selama menjabat sebagai orang pertama di Peru. Alberto Fujimori bahkan telah berganti kewarganegaraan Jepang sehingga upaya mengadili dia di Pengadilan Peru pada akhirnya kandas. Untuk menghindari kejadian serupa pada masa mendatang, terdapat beberapa hal penting yang harus dilakukan. Pertama, sebagai langkah antisipatif, pelaku korupsi sudah selayaknya dicekal sejak berstatus sebagai tersangka. Perlu ada upaya mencegah pelaku melarikan diri sejak penyidikan hingga pelaksanaan putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap (inkracht). Kedua, perlu penelusuran dan penyitaan harta kekayaan koruptor. Hal itu menjadi penting untuk menghindari pelaku mengalihkan harta kekayaannya kepada pihak ketiga maupun membawa kabur ke luar negeri. Dengan cara tersebut, kewajiban koruptor membayar uang pengganti senilai uang yang dikorupsi dapat segera dilaksanakan. Meskipun koruptor kabur, harta kekayaaannya dapat disita dan dilelang untuk negara. Ketiga, koordinasi antaraparat penegak hukum perlu diperbaiki kembali. Seharusnya pada saat pengadilan menjatuhkan vonis bagi pelaku korupsi, pada hari itu juga salinan putusan disampaikan kepada kejaksaan. Selanjutnya, kejaksaan segera mengeksekusi terpidana sekaligus berkoordinasi dengan pihak imigrasi untuk mencekal pelaku ke luar negeri. Keempat, selain pembenahan administrasi, MA dan kejaksaan harus juga memeriksa dan memproses secara hukum terhadap pihak-pihak yang diduga memperlambat penyelesaian dan pengiriman salinan putusan atau bahkan membocorkan putusan kepada koruptor sehingga mengakibatkan pelaku melarikan diri.Tanpa adanya perbaikan dan langkah yang extra ordinary, dapat dipastikan pada masa mendatang peristiwa koruptor yang kabur akan kembali terjadi. (*)*). Emerson Yuntho, wakil Koordinator Badan Pekerja ICW, Jakarta
[ Jum'at, 19 Juni 2009 ]
Capres Suka Saling Klaim
Bursa capres semakin hari semakin panas. Para kandidat saling serang, sindir, dan saling klaim keberhasilan. Keberhasilan yang tercapai seakan hasil kerja sendiri tanpa bantuan orang lain. Semua itu dilakukan hanya dengan satu tujuan. Yakni, masyarakat mau memilihnya saat pilpres mendatang.Mengklaim itu sah-sah saja. Tapi, mereka semestinya juga mengungkapkan bahwa keberhasilan yang sudah diperoleh tersebut tak semata-mata dari dirinya. Sikap menghargai itu perlu. Hal tersebut merupakan cermin dari orang yang jujur dan amanah.Bila menghargai rekan kerja saja tidak mau, bagaimana nanti bisa menghargai amanah? Padahal, seorang pemimpin yang baik haruslah orang yang bisa memegang amanah yang diberikan rakyat kepada dia. MUH. SUPRIHATIN, mahasiswa Universitas Muria Kudus, Jawa Tengah
Ekonomi Bisnsi :
[ Jum'at, 19 Juni 2009 ]
Gudang Garam Menarik Investor Asing
Philips Morris-BAT Paling Berminat JAKARTA - Satu persatu perusahaan rokok kretek nasional yang sudah go public (Tbk) dicaplok perusahaan rokok asing. Setelah Sampoerna dibeli Philips Morris lalu Bentoel diakuisisi British American Tobaccos (BAT). Kini, tinggal Gudang Garam yang masih bertahan. Sedangkan PT Djarum masih berstatus perusahaan keluarga dan belum ada rencana menjadi perusahaan publik."Sekarang ini hanya tinggal Gudang Garam, terserah komisaris nya kalau mau dijual. Saya tidak tahu isi hati mereka saat ini," ujar Ketua Umum Gabungan Perserikatan Perusahaan Rokok Indonesia (Gappri), Ismanu Soemiran kemarin. Namun menurut dia, jika Gudang Garam dijual maka pihak yang berminat membeli adalah dua perusahaan rokok global, Philips Morris dan BAT.Ismanu mengatakan, fenomena penjualan rokok kretek nasional oleh asing tidak terlepas dari kondisi pasar rokok dunia. Saat ini rokok kretek dipandang sebagai jenis yang bisa mendunia. "Mereka itu kan ahlinya di bidang industri. Saat ini rokok kretek dipandang sebagai new comer yang bisa mendunia, bisa menjadi era baru dalam industri rokok," ungkapnya.Pada saat yang sama, industri rokok dalam negeri menghadapi berbagai tekanan regulasi. Selain itu, penjualan pabrik rokok dalam negeri juga terkait dengan kinerja perusahaan rokok kretek yang semakin baik. "Inovasi pasar rokok kretek semakin menggeser pasar rokok putih, yang justru turun," terangnya.Rumor Gudang Garam dijual ke investor asing sudah sering terdengar. Enam tahun lalu, kabar itu muncul ketika Gudang Garam mengumumkan akan menggandeng produsen rokok terbesar keempat sedunia dari Jerman, Reemtsma Cigarettenfabriken GmbH, pemilik pabrik Davidoff. Tapi, rencana untuk menggarap pasar rokok putih itu gagal di tengah jalan lantaran sengketa merekKabar dilegonya pabrik rokok kebanggaan warga Kediri, Jawa Timur, itu kembali menguat ketika presiden komisaris dan anak dari pendiri Gudang Garam, Rachman Halim meninggal di Singapura pada 27 Juli 2008. Rumor penjualan saat itu bahkan sempat membuat harga saham GGRM (kode emiten Gudang Garam) melesat 47 persen dalam dua hari. Namun, lagi-lagi rumor itu dibantah. GGRM memang beda karakter dengan HMSP dan Bentoel. Kendati sudah berstatus perusahaan terbuka, manajemen Gudang Garam masih bersifat kekeluargaan yang cenderung tertutup. Selain itu, dibandingkan dengan pesaingnya, keluarga Wonowidjojo termasuk kurang ekspansif mengembangkan bisnis baru di luar rokok. Padahal bisnis keluarga Sampoerna dan keluarga Hartono (Djarum) sudah merambah kemana-mana. Namun, seperti riwayat penjualan HMSP dan Bentoel, keputusan menjual perusahaan itu bisa muncul kapan saja dan selalu mengagetkan semua pihak. Selalu ada faktor X yang melatar belakangi. Nah, faktor itu masih tergolong misteri di Gudang Garam. (wir/kim)
]
Kamis, 18 Juni 2009 ]
Hadapi Perdagangan Bebas, Perkuat Konsumsi Domestik
SURABAYA - Tersendat-sendatnya proses perundingan multilateral dalam WTO (world trade organisation) menyebabkan banyak negara mencari alternatif kerjasama liberalisasi perdagangan. Baik melalui kerjasama perdagangan bilateral maupun regional. Kerjasama tersebut dalam bentuk Free Trade Agreement (FTA).Indonesia sendiri telah menandatangani kerjasama FTA dengan Tiongkok, Jepang, dan Korea. Di katakan oleh Kepala Bidang Pengaduan dan Hukum, Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia Murad Purba, selain ketiga negara tersebut, ada beberapa negara lain yang kini tengah dalam proses negosiasi FTA. Negara tersebut antara lain, Australia, New Zealand, India dan Uni Eropa.Perjanjian kerjasama perdagangan ini mengakibatkan bebas bergeraknya barang, jasa, dan modal di suatu negara. ''Tidak ada lagi hambatan (tarif dan non tarif, Red) untuk memasuki wilayah suatu negara,'' kata Murad disela acara Sosialisasi posisi kulit dan alas kaki dalam FTA di Hotel Utami, kemarin (17/6).Dengan begitu setiap negara termasuk Indonesia mendapatkan keuntungan seperti akses pasar, bantuan teknis, transfer teknologi dan investasi. Tapi disisi lain, dengan dibukanya pasar akan terjadi peningkatan impor. Mengenai dampak tersebut, Murad mengatakan kalau Indonesia mampu menghadapinya. ''Persiapan Indonesia untuk perdagangan bebas sudah matang,'' ucapnya.Industri alas kaki merupakan salah satu sektor yang dianggap berpotensi dalam era perdagangan bebas. Peluang pasar sepatu dalam negeri terus tumbuh, produk alas kaki Indonesia juga diakui oleh negara lain. Terbukti pada tahun 2001 Indonesia menduduki peringkat delapan dalam pengusaan pasar ekspor. Meski kemudian terjadi tren penurunan dari tahun ke tahun.Ketua Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Jatim Sutan R.P. Siregar melihat FTA membawa peluang ekspor. ''Ini kan menguntungkan. Pasar luar negeri semakin terbuka, tidak hanya Uni Eropa dan Asean saja, tapi juga Asia Pasifik,'' ungkapnya. Peluang ini, kata dia, bisa dimanfaatkan industri alas kaki Jatim untuk memperluas pasar. ''Produk alas kaki Jatim memiliki ciri khas yaitu sepatu non sport mengunakan bahan kulit. Ini potensial mengingat sudah ada beberapa produk kita yang telah mendapatkan order dari Uni Eropa. Berarti kedepannya bisa ditingkatkan,'' paparnya.Meski demikian, dia tetap menghimbau agar mewaspadai kemudahan impor yang diakibatkan oleh FTA. Produk impor yang masih menjadi "musuh" bagi produk sepatu lokal adalah sepatu impor dari Tiongkok. (jan/kim)
Jum'at, 19 Juni 2009 ]
Sejuta Konsumen Madura Beralih
Pilih Surabaya Melalui Suramadu SURABAYA - Beroperasinya Jembatan Suramadu diprediksi memacu pertumbuhan ekonomi Madura. Jika peluang tersebut tidak segera direspons pengusaha dengan membuka bisnis ritel di pulau garam itu, sekitar satu juta konsumen akan mengalihkan belanja mereka ke Surabaya. Pakar statistik ITS Kresnayana Yahya mengatakan, PDRB empat kabupaten di Madura diperkirakan naik sekitar 10 hingga 25 persen dari nilai rata-rata empat tahan terakhir yang mencapai Rp 10 triliun hingga Rp 12 triliun. "Dengan semakin mudah dan murahnya akses, saya prediksi akan ada satu juta konsumen dari empat juta penduduk di pulau tersebut yang beralih belanja ke Surabaya," katanya kemarin (18/6). Konsumen tersebut adalah orang-orang yang memiliki potensi cukup baik secara finansial, namun selama ini hanya sempat membelanjakan uangnya di Madura. "Pada Agustus hingga September merupakan musim panen tembakau. Saat itu akan ada Rp 3 triliun hingga Rp 5 triliun uang yang mengalir ke Madura. Jumlah itu akan bertambah jika akses ke sana semakin mudah," ucapnya.Biasanya. Lanjut Kresnayana, uang hasil panen tersebut dibelikan hewan ternak atau kendaraan di Madura. Ke depan, sangat mungkin mereka tak lagi belanja di Madura karena akses ke Surabaya sangat mudah. "Itu bisa sedikit dicegah jika ada sarana perbelanjaan modern di Madura,'' tuturnya.Dia mengakui, potensi pasar yang besar di Madura masih belum terbangun sepenuhnya. Artinya, saat ini bisnis ritel berskala besar dengan jaringan nasional belum bisa dibuka di sana. ''Yang paling berpeluang untuk dibuka di sana adalah minimarket atau sejenisnya di lokasi-lokasi tertentu,'' imbuhnya.Senada dengan Kresnayana, Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Jatim Abraham Ibnu mengatakan bahwa keberadaan jembatan penghubung antara Surabaya dan Madura membuka peluang bagi pengusaha untuk membuka ritel di kawasan Madura. Namun, tidak semua jenis ritel dapat didirikan di kawasan tersebut, terutama untuk ritel skala nasional. "Membuka bisnis ritel baru membutuhkan perhitungan cermat. Misalnya tentang kapasitas penduduk, tingkat pendapatan, sampai kondisi geografis, sehingga dapat memperkirakan nilai investasi. Yang bisa segera menangkap peluang itu adalah jenis minimarket," katanya. Di sisi lain, keberadaan jembatan itu juga menimbulkan dilema di kalangan pengusaha ritel skala besar untuk membangun jaringan di Madura. Sebab, akses transportasi ke Surabaya relatif lebih mudah. ''Bisa jadi masyarakat Madura memilih pergi ke Surabaya daripada membeli kebutuhan di daerahnya," ucapnya. (luq/res)
Ekonomi Bisnis
[ Jum'at, 19 Juni 2009 ]
Setoran Dividen BUMN Tahun 2010 Dipastikan Menyusut
JAKARTA - Gejolak perekonomian global membuat roda bisnis perusahaan, termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN), melambat. Salah satu dampak lanjutannya, setoran dividen 2010 yang akan diambil dari keuntungan 2009 dipastikan menyusut. Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan angka setoran dividen 2010 yang akan diusulkan dalam pembahasan APBN 2010. "Angkanya belum bisa disebutkan. Yang jelas turun jika dibandingkan tahun ini," ujarnya kemarin (18/6). Tahun ini, pemerintah menargetkan setoran dividen sebesar Rp 26,11 triliun. Menurut Said, penyusutan nilai dividen 2010 bakal lebih besar jika tahun ini pemerintah menarik dividen interim 2010 (dividen sementara, red) yang akan dibayar di muka (pada 2009). "Kalau tahun ini ditarik dividen interim, pasti angka pada 2010 akan semakin kecil," katanya. Saat ditanya apakah ada rencana pemerintah menarik dividen interim, Said mengaku belum diputuskan. Namun, lanjut dia, jika melihat perkembangan harga minyak dunia yang bergerak naik, maka diasumsikan beban APBN makin berat karena subsidi BBM maupun listrik dipastikan ikut melonjak. "Setoran pajak kan juga turun. Jadi ada kemungkinan (diambil dividen interim, red),'' terangnya. Menurut Said, untuk mengamankan target setoran dividen tahun ini yang sebesar Rp 26,1 triliun, Kementerian BUMN juga menyiapkan opsi menarik dividen spesial. ''Kami akan tarik porsi dividen yang besar sekali dari salah satu BUMN, mungkin Anda akan kaget,'' ucapnya. Namun, Said enggan menyebut nama perusahaan yang dimaksud. Yang jelas, lanjut dia, dividen spesial diambil karena kondisi likuiditas perusahaan tersebut sangat kuat. ''Pembukuan perusahaan itu terkena dampak selisih kurs. Tapi cash-nya sangat kuat,'' ujarnya. Sementara itu, Said memastikan tahun ini ada beberapa perusahaan pelat merah yang tidak akan diambil dividennya tahun ini, yakni PT Askes, PT Taspen, PT Asabri, PT Jamsostek, PT Jasa Raharja, Askrindo, dan Jamkrindo. "Dividen BUMN-BUMN itu nol,'' katanya. Menurut Said, dividen nol tersebut dimaksudkan agar hasil pengelolaan dana dari iuran tenaga kerja bisa digunakan perseroan untuk memperkuat pendanaan, sehingga bisa memberikan fasilitas tambahan kepada tenaga kerja yang menjadi anggota. "Gantinya sudah ada, tapi belum bisa kami sebut akan diambil dari BUMN mana," terangnya. Sebelumnya, Deputi Kementerian Negara BUMN Bidang Perbankan dan Jasa Keuangan Parikesit Suprapto mengatakan, dividen yang akan diambil dari BUMN perbankan tahun ini akan lebih kecil dari setoran tahun 2008. Itu dilakukan untuk mengantisipasi tingkat kredit macet atau nonperforming loan (NPL) yang dikhawatirkan naik pada 2009. ''Dividen pasti akan lebih sedikit. Sebab sebagian dana akan diarahkan sebagai cadangan," ujarnya. (owi/fat)