Rabu, 15 April 2009

5 (Lima) Tipe Karyawan / Pejabat

Disarikan dari buku saku Abdullah Gymnastiar, tanpa bermaksud menggurui, dimanakah kita menempatkan posisi hari ini?
1.
Karyawan / Pejabat WAJIB
Memiliki ciri-ciri antara lain :
Keberadaannya sangat disukai. Ketiadaannya membuat orang merasa kehilangan.
Wajahnya selalu jernih, cerah dengan senyum tulus. Tutur katanya sopan tak pernah melukai siapapun yang mendengarnya. Perintahnya tak dirasakan sebagai suruhan. Akhlak sangat mulia. Penampilan selalu rapih, bersih dan bersahaja. Ia sangat menjaga kebersamaan, tidak ada keserakahan, egois atau sikap yang mementingkan diri sendiri.
Bila bekerja selalu dengan persiapan yang matang. Baginya bekerja adalah ibadah, sehingga tidak over acting,cari muka, menjilat atasan, sikuk kiri sikut kanan serta menginjak dan menindas bawahan
2
Karyawan / Pejabat SUNNAH
Memiliki ciri : kehadiran dan keberadaannya memang menyenangkan, tetapi ketiadaanya tidak dirasakan sebagai suatu kehilangan. Hal ini terjadi karena kualitas ketulusan, kesungguhan dan tekad pengabdiannya belum mendarah daging pada dirinya. Prestasi dan sikap kerjanya dilakukan hanya demi uang, pangkat, jabatan, pujian dan tuntutan duniawi semata, sehingga tidak ada keikhlasan dalam melaksanakan pekerjaan.
3
Karyawan / Pejabat MUBAH
Ciri khas karyawan / pejabat tipe ini adalah ada dan tiadanya sama saja. Kehadirannya tidak membawa manfaat maupun mudharat apapun dan kepergiannya tidak membuat orangn lain merasa kehilangan . Karyawan / pejabat tipe ini adalah orang yang tidak memiliki motivasi dan asal-asalan dalam bekerja, tidak memikirkan kualitas, prestasi, kemajuan, perbaikan dan hal produktif lainny
4
Karyawan / Pejabat MAKRUH
Ciri karyawan / pejabat tipe ini adalah keberadaannya menimbulkan masalah dan ketiadaanya juga menimbulkan masalah. Bila berada di kantor akan mengganggu kinerja dan suasana walaupun tidak sampai menimbulkan kerugian besar, setidaknya membuat suasana tidak nyaman. Hal ini terjadi karena cara berpakaian yang asal-asalan, etika berbicara dan bercanda? yang selalu vulgar dan menyinggung perasaan orang lain serta jika diberi tugas hasilnya tidak tuntas dan tidak memuaskan.
5
Karyawan / Pejabat HARAM
Ciri khas kelompok ini adalah kehadirannya sangat merugikan dan ketiadannya sangat diharapkan. Hal ini terjadi karena akhlaknya yang sangat buruk . Selain tidak menunaikan kewajibannya, ia suka mengambil yang bukan haknya (kolusi dan korupsi). Dia? akan melakukan sesuatu yang dirasakan menguntungkan bagi dirinya tanpa memperdulikan aturan dan menzalimi orang lain. Ia bukan menyelesaikan pekerjaan malah sebaliknya menjadi pembuat masalah tak hanya bagi dirinya tetapi juga bagi orang di sekitarnya

Selasa, 14 April 2009

Active Brand

oleh : Alexander MulyaChief Consultant Brand Marketing Brand Credence, MarkPlus&Co

Brand Activation menjadi semakin populer belakangan ini. Mengapa? Krisis ekonomi mengakibatkan banyak perusahaan yang mengalami krisis pendanaan, yang pada ujungnya membuat mereka terpaksa memangkas anggaran A&P (Advertising & Promotions) pada kisaran 10% di bawah normal (menurut Zenith Optimedia dan Group M). Di dalam negeri sendiri spending iklan industri consumer berkurang, tetapi akan banyak ditolong oleh spending partai-parta politik.
Untuk itu pemasar memerlukan pendekatan yang LBHI (low budget - high impact), yang salah satunya adalah aktivasi brand - baik lewat offline (fisik), maupun online (maya) - pendekatan ini kontras dengan kampanye lewat media-media masa satu arah seperti advertising yang HBHI (high budget - high impact).
Kenapa activation dianggap low budget tetapi bisa high impact?
Program aktivasi memungkinkan customer untuk berbicara satu sama lainnya, sehingga memultiplikasi upaya pemasaran yang anda lakukan. Multiplikasi ini terjadi karena:
campaign dibuat sedemikian menarik sehingga publik mau mempromosikannya kepada orang lain
campaign memiliki lokasi atau sarana yang memungkinkan publik untuk mengajak orang lain "melihat", "berbagi" atau "berinteraksi" dengan acara kita.
Activation tentu saja bukan berarti 100% anda harus mempergunakan event. Sebagian besar activation juga harus ditunjang booster media massa (TV, radio, koran, dan lain-lain) untuk menciptakan mass awareness - tetapi di sini bedanya semua dirancang untuk adanya interaksi dan memancing publik/customer untuk berpartisipasi dalam campaign.
Contoh yang dilakukan Deadline Courriers di New Zealand: untuk menanamkan image "yang kami janjikan pasti kami tepati" mereka menempatkan satu billboard yang besar dengan tulisan "billboard ini akan meledak dalam waktu delapan hari" - billboard tersebut dilengkapi dengan electronic timer dengan hitungan mundur 8..7..6..5 hari dan seterusnya (lengkap dengan jam dan detik).
Akhirnya publik yang menanti apakah memang akan ada ledakan mengajak kerabat mereka untuk menyaksikannya. Publisitasnya bahkan sampai diliput stasiun TV, live web reporting, dan sebagainya. Singkat kata, puluhan ribu pasang mata menyaksikan langsung ledakan billboard, dan PR coverage yang didapatkan sangat luar biasa untuk sebuah aktivasi yang sebenarnya relatif sangat low-budget.
Engagement meningkat
Aktivasi di dalam negeri tentu saja sangat dimudahkan dengan platform telekomunikasi seluler, misalnya, program XLent Heroes dari XL - kompetisi nasional seni, olahraga, dan busana. Banyak sekolah dilibatkan, dan hadiah utama bagi pemenang diberikan kepada sekolah. Tentu saja syaratnya, peserta dan penonton harus mempergunakan kartu XL (atau menunjukkan pack perdana atau isi ulang XL).
Ratusan ribu kartu pedana/isi ulang terlibatkan, dan puluhan ribu siswa SMA berpartisipasi sebagai peserta dan penonton lewat rekomendasi dan aksi "saling ajak" mereka.
Keuntungan event seperti ini adalah keterlibatan mereka dengan XL menjadi lebih kuat karena adanya rekomendasi teman untuk memakai XL - kualitas "engagement" lebih tinggi dibandingkan dengan lewat iklan. Belum lagi apresiasi yang timbul karena para siswa dapat melihat XL dalam konteks pemakaian yang "nyata" untuk aktivitas seni, olahraga dan lain sebagainya.
Dari contoh-contoh di atas, activation menjadi lebih "bernilai" di mata customer/publik karena banyak sekali nilai (value) yang mereka dapatkan, yaitu:
Entertainment value: nilai hiburan
Informational value: nilai informasi
Explicit value (rewards): nilai hadiah (sebagai pemenang)
Intrinsic value (feeling of belonging): nilai merasa menjadi bagian dari sebuah komunitas
Extrinsic value (ego/reputation): nilai kebanggaan/pengakuan dari orang lain
Experiential value (immersion): nilai sensasi yang lebih kaya dibanding sekedar iklan
Social value (making connections): nilai kebersamaan dengan kerabat/teman
Talent value (expressing skills/creativity): nilai perwujudan bakat dan kemampuan
Service value (adds to the product): nilai merasakan manfaat ekstra/layanan dari produk
Collaborative value (1+1=3): nilai merasa bermanfaat bagi orang lain. 1 + 1 = 3 berarti publik bekerja bersama brand menghasilkan manfaat yang baik bukan cuma bagi customer dan brand saja, melainkan juga bagi orang lain
Adapun pendekatan pasif yang satu arah (one-way) lewat TV, Radio, dan koran/majalah biasanya hanya punya implikasi entertainment value & informational value saja.
Pada intinya aktivasi brand bukan semata-mata untuk mengejar awareness atau keterkenalan merek. Aktivasi brand adalah untuk mengubah brand menjadi karakter yang akrab dan memiliki keunikan sehingga tercipta keterikatan emosional yang konsisten dan intens antara customer dan brand.
Dalam konteks pemasaran horisontal (yang kerap di MarkPlus kita sebut sebagai pemasaran "New Wave"), kita mengatakan bahwa brand harus menjadi "character". Segala bentuk aktivitas harus dapat memberikan "clarification" siapa, apa, dan mengapa brand tersebut hadir bagi si customer satu per satu, sehingga tercipta relevansi "what is it for me" bagi si customer.
Aktivasi adalah upaya untuk "coding" (meminjam istilah "kode DNA") atau menciptakan kekhas-an yang original dan tak dapat ditemui di tempat lain sebagaimana layaknya sebuah DNA adalah unik dan tak dapat ditiru.
Sebuah brand yang berkarakter kuat akan menciptakan antuasiasme customer untuk bicara tentangnya dan loyal kepadanya karena brand tersebut tidak tergantikan.
Sumber : Bisnis Indonesia

Lunasi kartu kredit sekarang

oleh : Budi FrensidyStaf pengajar FEUI dan penulis buku

Anda sudah menonton Confessions of a Shopaholic? Jika Anda pemegang kartu kredit, ada baiknya Anda menyempatkan diri menyaksikan film humor ringan tentang perilaku konsumtif itu. Film itu dan artikel tentang kartu kredit yang ditulis Hery Trianto, redaktur harian ini, akhir bulan lalu telah mengilhami saya untuk kembali menulis tentang jeratan utang kartu kredit. Inilah tulisan ketiga saya tentang kartu kredit setelah artikel Kartu kredit: dibenci dan dicinta dan Mimpi bunga kartu kredit turun tahun lalu.
Saya sangat setuju jika dikatakan kartu kredit itu alat bayar dan bukan alat utang. Inilah persepsi yang benar. Kenyataannya, justru persepsi salah yang berkembang di sebagian besar pengguna kartu kredit. Sangat disayangkan jika 70% nasabah memilih pembayaran tagihan kartu kreditnya dengan mengangsur daripada melunasinya saat jatuh tempo. Kita ketahui bersama kalau jumlah keping kartu kredit yang diterbitkan sekitar 20 bank di Indonesia saat ini hampir menembus 12 juta dengan pertumbuhan 205.000 kartu kredit baru setiap bulannya.
Volume transaksi dengan kartu kredit juga bukan main-main angkanya karena menembus belasan triliun rupiah per bulan. Dengan sebagian besar nasabah berutang dan bunga 2,75%-3,5%, tidak kurang dari ratusan miliar rupiah setiap bulannya diraup bank-bank penerbit untuk bunga kartu kredit ini. Belum lagi merchant's fee yang sekitar 2,5% dari nilai transaksi dan biaya tahunan yang ratusan ribu rupiah per kartu.
Persepsi yang lebih salah adalah yang melihat kartu kredit sebagai tambahan kas di dompet. Kelompok ini tidak jarang menarik dana tunai dari kartu kreditnya. Padahal, untuk tarikan tunai ini, bank mengenakan bunga sekitar 4% per bulan atau 48% per tahun. yang dihitung sejak tanggal transaksi. Sangat mencekik leher, bukan?
Selain persepsi salah di atas, kita juga sering menganggap enteng perhitungan bunga oleh bank. Jika Anda mengira bunga akan dihitung dari saldo tagihan yang belum dibayar mulai tanggal jatuh tempo, Anda salah. Yang benar, bunga umumnya dihitung dari tanggal transaksi untuk jumlah tagihan yang belum dilunasi. Sebagai alat bayar, kartu kredit memudahkan belanja barang dan jasa yang kita perlukan sekaligus menguntungkan karena dapat menunda waktu pembayaran. Namun, sebagai alat utang, kartu kredit sangat merugikan penggunanya karena berbunga sangat tinggi. Ilustrasinya adalah sebagai berikut.
Kebetulan saya mempunyai dua kartu kredit dari dua bank papan atas. Tanggal pencetakan tagihan kartu kredit yang pertama adalah 13 yang jatuh tempo tanggal 30 setiap bulannya. Adapun yang kedua, tagihan dicetak setiap tanggal 25 untuk dilunasi tanggal 9 bulan berikutnya. Agar pembayaran biaya tahunan kedua kartu kredit itu yang hampir mencapai Rp2 juta tidak sia-sia, saya selalu menggunakan kartu kredit yang pertama untuk transaksi tanggal 13-25 dan kartu kredit yang kedua untuk transaksi tanggal 26-12. Ketika tagihan datang, saya selalu melunasinya dan tidak pernah berutang.
Dengan strategi ini, saya dapat menunda pembayaran belanja saya hingga 30-45 hari tanpa tambahan biaya. Dana yang mestinya dibayarkan saat belanja, jika tidak menggunakan kartu kredit, dapat saya taruh di bank atau di reksa dana pasar uang. Sangat menguntungkan, bukan? Dengan kartu kredit itu, saya juga memperoleh fasilitas bersantap gratis di executive lounge hampir semua bandara di Indonesia plus harga diskon untuk beberapa hotel, restoran, dan produk tertentu. Inilah enaknya punya kartu kredit.
Bunga dihitung mundur
Susahnya adalah jika tagihan jatuh tempo, Anda tidak mampu melunasinya dan hanya membayar, katakan 20%. Jika ini terjadi, tagihan Anda yang belum terlunasi yaitu sebesar 80% akan langsung dikenakan bunga sejak tanggal transaksi dan bukan sejak Anda tidak mampu melunasi. Istilah populernya adalah argo bunga ternyata dihitung mundur. Misalkan, tagihan Rp10 juta hanya dilunasi Rp2 juta saat jatuh tempo. Tagihan bunga untuk bulan berikutnya bukan 3% x Rp8 juta atau Rp240 ribu tetapi sekitar dua hingga hampir tiga kali angka itu. Ini dikarenakan bunga 15-50 hari dari periode sebelumnya ikut ditagihkan pada bulan berikutnya. Biaya bunga ini tidak ada jika seluruh tagihan dilunasi.
Perhitungan seperti ini sungguh menjerat pengguna kartu kredit. Perangkap ini hampir sama dengan jebakan tingginya bunga cicilan terutama jika ada diskon tunai.
Namun, bank juga merasa tidak bersalah karena menganggap sudah memberikan penjelasan yang cukup tentang ketentuan ini di belakang lembar penagihan setiap bulannya seperti sebagai berikut. Bunga akan ditambahkan pada penagihan berikutnya bila Anda tidak membayar seluruh saldo terutang pada tanggal jatuh tempo. Bunga ditagih per bulan berdasarkan saldo harian sejak tanggal transaksi. Nasabah akan terkena bunga jika pembayaran melampaui tanggal jatuh tempo, pembayaran tidak penuh atau tidak melakukan pembayaran, dan adanya transaksi penarikan uang tunai. Transaksi yang belum jatuh tempo tidak termasuk dalam komponen perhitungan bunga.
Tip dari saya, lunasi seluruh tagihan kartu kredit Anda saat jatuh tempo dan punya dua kartu kredit itu sudah lebih dari cukup.
Anda tentu tidak ingin seperti Rebecca di Confessions of a Shopaholic. Setelah kehilangan pekerjaan dengan utang lebih dari US$16.000 dan dikejar-kejar debt collector akibat terlalu sering belanja dengan 12 kartu kreditnya, Rebecca (diperankan Isla Fisher) barulah sadar untuk selalu bertanya, "Apakah saya membutuhkan barang itu?" sebelum berbelanja.
Mereka yang lebih bijak akan menggenapi pertanyaan itu dengan dua pertanyaan lainnya yaitu "Jika membutuhkannya, apakah harus saat ini?" dan "Apakah harganya mesti setinggi itu?" Inilah tiga pertanyaan utama bagian anggaran atau bagian keuangan yang juga dapat diterapkan untuk para penggila belanja.
Sumber : Bisnis Indonesia

Recovery keuangan pascabencana

Rabu, 08/04/2009 12:17 WIB
oleh : Mike R. SutiknoMike Rini & Associates- Financial Counselling & Education

Bencana alam terjadi dalam beragam bentuk, seperti gempa dan tsunami yang melanda Sumatra Utara dan Aceh serta banjir yang melanda Jakarta dan beberapa kota lainnya, kebakaran hutan di Australia, sampai runtuhnya tanggul Situ Gintung di Ciputat, Banten, belum lama ini.
Ketika bencana alam menimpa, Anda perlu berpikir, bergerak, dan bertindak dengan cepat. Bukan saja dalam hal melakukan evakuasi dan menyediakan barang kebutuhan seperti pakaian, makanan, air minum, dan obat-obatan. Namun juga tidak kalah pentingnya mengambil beberapa langkah-langkah finansial, untuk memastikan bahwa setelah bencana berlalu kondisi keuangan keluarga yang mengalami kerugian akan pulih kembali.
Tiap jenis risiko keuangan berbeda-beda frekuensi kemunculannya dan berbeda-beda pula tingkat kerusakaannya. Ada suatu jenis risiko tertentu yang sering muncul tetapi tidak menimbulkan kerugian finansial yang fatal.
Contoh, penyakit pilek yang muncul secara reguler tetapi tidak perlu biaya mahal untuk penyembuhannya. Sementara itu, jika kematian menimpa seorang pencari nafkah walaupun hanya sekali terjadinya, keluarga akan kehilangan sumber penghasilannya. Ini sungguh fatal.
Adapun terjadinya bencana alam dapat dikategorikan sebagai risiko keuangan keluarga dengan frekuensi yang jarang terjadi, tetapi bisa menimbulkan tingkat kerusakan yang parah dan bersifat massal.
Munculnya korban jiwa, korban luka serta rusaknya atau hilangnya harta benda, mengakibatkan risiko kerugian finansial yang signifikan. Cara penanganannya tentu membutuhkan pendekatan tersendiri. Pada saat itu kita perlu melakukan tindakan kuratif keuangan setelah bencana yang terdiri dari tiga langkah , yaitu : (a) Menghitung tingkat kerusakan; (b) Memperkirakan sumber dana pemulihan; (c) Menutup selisih kekurangan dana pemulihan.
A. Menentukan tingkat kerusakan
Bencana alam, selain menimbulkan kerugian harta benda dan luka fisik biasanya diiringi pula dengan traumatik luka psikis pascabencana. Karena itu untuk memulai recovery keuangan keluarga pascabencana, langkah pertama yang harus dilakukan adalah menghitung kerusakan kerugian ini terlebih dulu. Anda bisa membuat tabel analisis biaya kerusakan seperti contoh di bawah ini :
B. Memperkirakan sumber dana pemulihan
Setelah mengetahui tingkat kerugian dan biaya pemulihan yang dibutuhkan, selanjutnya adalah memperkirakan sumber dana yang ada untuk melakukan pemulihan. Untuk itu Anda dapat membuat tabel perkiraan sumber dana pemilihan seperti contoh berikut :
C. Menutup selisih kekurangan dana pemulihan
Jika pada langkah kedua terjadi selisih kurang dana pemulihan, Anda dapat mengambil langkah ketiga yaitu meng-cover selisih tersebut dengan mengambil beberapa tindakan seperti yang disarankan berikut ini :
Mengumpulkan bala bantuan: Anda dapat mencari informasi bantuan pemerintah yang biasanya disalurkan melalui pejabat setempat khusus korban bencana.
Menggalang bantuan dari saudara dekat: Janganlah malu melakukan hal ini. Ingat, dalam kondisi darurat yang diutamakan adalah keselamatan dan keberlangsungan hidup Anda dan keluarga, bukan gengsi.
Negosiasi dengan pemberi pinjaman: Jika akibat bencana menyebabkan Anda kehilangan penghasilan, melakukan negosiasi ulang dengan pemberi pinjaman dan meminta keringanan pembayaran juga penjadwalan ulang utang akan sangat membantu Anda sampai mendapatkan penghasilan kembali
Penghematan: Bencana bisa menyebabkan pengeluaran ekstra untuk melakukan pemulihan. Ironisnya, di sisi lain penghasilan tidak meningkat bahkan dalam kasus ekstrem, hilang. Tindakan yang realistis adalah tidak memaksa menjalankan gaya hidup Anda yang lama dan mulai melakukan penghematan untuk mengurangi beban biaya hidup
Meningkatkan penghasilan: Selalu ada hikmah di balik setiap musibah, paling tidak membuka mata kita untuk memiliki beberapa penghasilan. Identifikasilah peluang-peluang mendapatkan penghasilan dan wujudkanlah secara bertahap.
Sumber : Bisnis Indonesia

Peta atau kompas kehidupan, pilih mana?


oleh : Anthony Dio MartinTrainer, Speaker, EQ Motivator

"Let your heart guide you. It whispers softly, so listen closely." - Anonim
Saya teringat masa-masa dulu ketika aktif mengikuti kegiatan pencinta alam. Di mana pada waktu itu bersama dengan teman - teman kelompok pencinta alam lainnya, melakukan perjalanan di tengah hutan belantara.
Sebagai pencinta alam tentunya ada dua barang penting yang harus selalu dibawa yaitu peta dan kompas. Dengan peta dan kompaslah maka kami dapat mencapai tujuan yang akan dicapai.
Manakah yang lebih penting? Peta atau kompas? Coba bayangkan jika saat ini Anda berada di tengah - tengah hutan belantara, Anda dalam kondisi tersesat. Anda diminta untuk memilih antara peta dan kompas, yang manakah yang akan Anda pilih?
Jika Anda memilih peta, tentunya Anda akan kebingungan menentukan akan bergerak ke arah mana, sebab dengan peta saja arah tidak dapat diketahui. Lain halnya jika yang dipilih adalah kompas.
Dengan adanya kompas, maka kita bisa mengetahui mana arah utara, mana arah timur, barat serta selatan. Tentu saja akan lebih baik jika kita bisa memiliki keduanya, jika hanya diizinkan memilih salah satu tentunya lebih baik kompaslah yang dipilih.
Begitu pula halnya dalam kehidupan ini. Kita pun memiliki baik peta maupun kompas yang akan membawa kita untuk meraih kesuksesan ataupun keberhasilan. Peta dalam kehidupan ini bisa saja dianalogikan sebagai buku - buku yang kita baca, video atau film yang kita tonton, website yang sering kita browsing, seminar maupun workshop yang sering kita hadiri, mentor ataupun pembimbing di mana kita sering berkonsultasi dengannya, ataupun hal - hal lainnya yang membantu kita sehingga kita terinspirasi untuk menyiapkan dan merencanakan strategi untuk kesuksesan kita.
Kompas di sini dapatlah dianalogikan sebagai nilai - nilai (value) baik yang diperoleh dari keluarga, lingkungan maupun dari agama serta prinsip - prinsip yang selalu bekerja walaupun kita mungkin tidak setuju. Contohnya adalah hukum gravitasi, di mana pun kita berada di dunia ini, setuju atau tidak setuju, hukum gravitasi tidak mungkin tidak berlaku.
Bisakah kita mengatakan di tempat ini kita akan melawan hukum gravitasi karena kita tidak setuju? Bisakah kita mengatakan, mulai sekarang, ketika saya melemparkan barang ini, maka barang ini pasti akan terus melayang? Tentunya hal ini tidak mungkin terjadi khan? Dimana pun dan kapan pun, selama berada di bumi ini, pastilah hukum gravitasi akan berlaku. Jadi gunakanlah kompas internal dalam hidup Anda, karena kompas selalu menunjuk ke arah utara yang sejati!
Manfaat kompas kehidupan
Ada dua manfaat penting yang bisa kita dapatkan dari kompas kehidupan kita. Pertama, kompas selalu membimbing untuk mencapai sukses dalam hidup.
Sama seperti kompas yang selalu membimbing kita ke utara, kompas internal dalam hidup kita pun dapat membimbing kita untuk meraih kesuksesan ataupun keberhasilan dalam hidup kita, entah kita menjadi orang tua yang lebih baik, pasangan yang lebih baik, anak yang lebih baik, karyawan yang lebih baik, atasan yang lebih baik, pengusaha yang lebih baik, rekan kerja yang lebih baik, pemimpin yang lebih baik ataupun menjadi bawahan yang lebih baik serta hal - hal lainnya.
Utara yang selalu ditunjuk oleh kompas internal dalam hidup kita yang merupakan nilai - nilai maupun prinsip - prinsip adalah level terdalam dalam hidup manusia. Ada pula yang menyebut hal ini sebagai hati nurani.
Jika kita selalu mengikuti hati nurani kita dalam melakukan segala sesuatu menuju kesuksesan maupun keberhasilan kita, tentunya hati nurani kita ini akan semakin tajam, peka dan semakin terasah, sama seperti kompas yang benar - benar menunjuk ke utaranya yang sejati.
Apa yang terjadi jika kita coba - coba mengabaikan dan terus - menerus mengabaikan hati nurani? Maka, hati nurani kita akan semakin tumpul dan semakin tidak peka. Sama seperti kompas yang akan rusak menunjukkan utaranya yang sejati, jika kompas tersebut kita selalu main - mainkan utaranya dengan magnet buatan, sehingga tidak lagi menunjukkan utaranya yang sejati.
Dalam kehidupan ini, perlulah kita memahami nilai dan prinsip apa yang akan membawa kita naik dan terus naik menuju kesuksesan maupun keberhasilan yang kita cita - citakan. Bahkan, seorang penemu luar biasa, Albert Einstein pernah mengatakan "Try not to become a man of success, but rather try to become a man of value."
Ya! Jangan sampai pada saat kita sukses kita menjadi pribadi yang tidak memiliki nilai, sukses dengan dibenci orang, dimusuhi orang. Pada posisi ini apalah gunanya kesuksesan. Jadilah pribadi yang sukses yang penuh dengan nilai dan menjadi banyak berkat dan teladan bagi orang lain!
Kedua, kompas membantu memfokuskan mencapai hal yang penting dalam kehidupan ini. Manfaat lain dari kompas internal dalam kehidupan kita yakni akan membantu kita untuk memfokuskan kepada hal - hal yang penting, significant serta hal - hal yang akan memberikan makna serta warna dalam hidup kita maupun orang yang berada di sekitar kita.
Sebenarnya kompas internal kita yang selalu menunjuk kepada utaranya yang sejati selalu berdasarkan kepada nilai - nilai yang paling mendukung kita dalam mengarahkan hasrat dan motivasi dalam hidup kita. Percayalah kompas kita akan selalu mengarahkan kita kepada hasrat terdalam kita. Selama belum bergerak menuju ke arah sana, panggilan itu akan terus - menerus muncul sampai Anda mulai bergerak mendekatinya!
Itu adalah panggilan serta hasrat terdalam yang penting yang akan mengubahkan diri Anda ataupun orang lain disekitarnya menjadi lebih baik. Jika hal ini dipenuhi maka akan terjadi hal yang ajaib setelah sampai di sana yaitu kita akan mendapatkan rasa sangat puas untuk segala yang dicapai dalam hidup kita. Karena utara yang sejati selalu menunjuk kepada sumber di mana kita merasa sangat puas dan merasa sangat bahagia.
Mari mulai saat ini, aktifkan dan ikutilah bimbingan dari kompas internal Anda sehingga pada akhirnya sampai di tempat utara sejati yang selalu ditunjuk oleh kompas pribadi Anda! Find your true north
Sumber : Bisnis Indonesia

Motivasi di balik kampanye


oleh : Anthony Dio MartinTrainer, Speaker, EQ Motivator ahli psikologi

Sebentar lagi, setelah pemilihan legislatif yang berlangsung minggu ini, bangsa kita juga akan memulai hajatan memilih presiden. Acara lima tahunan ini menjadi fenomena penting yang disoroti oleh berbagai pihak.
Pokoknya, tahun ini merupakan tahun dimana rakyat dibombardir dengan berbagai kampanye, kampanye eksekutif ataupun kampanye legislatif.
Intinya, inilah masa di mana kampanye dijadikan sebagai kesempatan untuk 'unjuk gigi'. Setelah sekian lama entah berkiprah di mana, tiba-tiba di depan kita terpampang begitu banyak wajah yang tidak kita kenal sama sekali. Bermunculan, dengan begitu banyak janji untuk kepentingan daerah yang bahkan kita sendiri, sebagai orang daerah, tidak pernah mengenalnya.
Tak mengherankan, di tengah hiruk pikuknya kampanye ini, animo publik terhadap kampanye justru kian menurun. Tidak sedikit opini yang menganggap kampanye justru membuat situasi kota makin macet, keruh, dan sama sekali tidak memengaruhi pilihan suara mereka.
Bahkan ada yang menganggapnya seperti sebuah lelucon. Baru-baru ini sebuah surat kabar bahkan membuat kartun gambar legislatif yang isinya tahun pertama terpilih, menghitung modal yang sudah keluar. Tahun kedua, ketiga, dan keempat, sibuk mengembalikan modal. Adapun tahun kelima, sibuk mengeluarkan modal untuk berkampanye kembali. Jadi, kapan punya waktu untuk memperjuangkan rakyat?
Bahkan, saya teringat sekitar 5 tahun yang lalu, saat berada di sebuah hotel, saya mendengar pembicaraan yang agak memalukan. Akan tetapi karena dibicarakan dengan nada keras, isinya jadi terdengar.
Inti percakapan itu adalah seorang calon anggota DPR yang tidak berhasil terpilih yang 'marah-marah' kepada seorang 'broker' karena merasa telah mengeluarkan hampir 1 miliar, tetapi tidak berhasil terpilih.
Sementara, si broker berusaha menenangkan si calon tersebut supaya tidak naik pitam. Sebuah percakapan yang kedengaran lucu, tetapi membuat hati miris mendengarnya.
Motif di balik kampanye
Cukup ironis, mengingat bahwa kampanye sebenarnya bertujuan menyosialisasikan visi misi setiap partai, yang ujung-ujungnya untuk "membujuk" semua orang agar memilih partai mereka.
Mengapa antipati terhadap kampanye ini bisa sampai sedemikian parahnya di Indonesia? Apakah para capres dan jubir kampanye tidak cukup berkarisma untuk menarik hati?
Menurut saya, salah satu penyebabnya adalah karena rakyat kita sudah cukup lama merasa kecewa dan tertipu dengan kampanye. Itu sebabnya muncul kalimat, "Kalau menjelang pemilu, semua sok baik dan obral janji. Nanti kalau sudah terpilih, lupa semua janjinya."
Kekecewaan ini yang akhirnya membuat orang tidak lagi percaya dengan kampanye. Ditambah lagi adanya anggota dewan "pilihan rakyat" yang berperilaku memalukan. Mulai dari korupsi, terjerat kasus moralitas, "baku hantam" di tengah sidang, hingga tidur saat rapat. Kepercayaan publik terhadap siapa pun yang berkampanye telah hancur.
Jika dianalisis dari ilmu psikologi, boleh dikatakan rakyat mengalami disonansi kognitif (cognitive dissonance). Antara apa yang mereka saksikan sehari-hari dengan apa yang mereka dengar dalam kampanye sangat bertentangan.
Karena itulah, tak mengherankan jika dalam kondisi ini, rakyat cenderung bingung. Ketika kebingungan ini muncul, rakyat cenderung memilih apatis karena ada begitu banyak agenda yang lebih penting bagi kehidupan mereka sehari-hari.
Belajar makna kampanye
Saya berpikir, kampanye sesungguhnya bukanlah sebuah momentum. Bukan pula pengumpulan massa. Kampanye yang sebenarnya justru terjadi ketika kita melakukan tanggung jawab kita dan memberi kontribusi yang berarti untuk kehidupan orang lain.
Ketika seorang pemimpin mengambil tanggung jawabnya untuk mengayomi, mengarahkan, melindungi, dan memberdayakan orang lain, saat itulah sebenarnya ia sedang berkampanye tentang dirinya. Kampanye sama sekali tidak berbicara mengenai karisma, melainkan mengenai trust.
Dari mana datangnya trust? Dari tanggung jawab yang diselesaikan. Saat Anda berani mengambil tanggung jawab dan menyelesaikannya, Anda sudah melakukan kampanye paling efektif!
Saya beri salah satu contoh yang pernah saya berikan dalam seminar kecerdasan emosional yang saya pandu. Kisahnya, suatu hari Alexander The Great memimpin pasukannya untuk mengadakan sebuah invasi penting. Tak disangka, mereka tersesat di gurun pasir.
Berhari-hari berjalan di tengah gurun pasir, pasukan Alexander mulai kehabisan air dan sangat kelelahan. Bahkan, cukup banyak pasukan yang meninggal di tengah gurun.
Suatu ketika, Alexander merasa haus dan meminta air kepada bawahannya. Persediaan air saat itu sudah habis, sehingga akhirnya seluruh pasukan berusaha mengumpulkan sisa air yang ada untuk mendapat satu gelas air.
Ketika Alexander mengetahui bahwa itu adalah air yang terkumpul dari sisa terakhir, ia berkata, "Jika saya meminum air ini dan kalian kehausan demi air ini, saya tidak layak memimpin kalian."
Alexander membuang air itu dan berteriak, "Kita pasti bisa melewati masa sulit ini! Kita akan melewati gurun ini!". Moral pasukan yang sudah hancur, tiba-tiba bangkit kembali, dan mereka akhirnya mampu melewati gurun itu.
Inilah kampanye yang sesungguhnya. Alexander tidak perlu berkoar-koar untuk mendapatkan dukungan. Tindakannya sudah menjadi kampanye yang bersuara keras.
Mengapa para para legislatif kita sulit mendapat trust dari rakyat? Karena mereka hanya berkampanye dengan modal "karisma" dan kepiawaian bicara, bukan dengan tindakan yang bertanggung jawab. Lagipula, itu pun hanya dilakukan sebagai momentum belaka!
Nah, pertanyaan singkat, wahai para pemimpin, sudahkah tindakan Anda menunjukkan kampanye Anda setiap hari? Mari kita ingat, "Action ALWAYS speak louder than words..."!
Sumber : Bisnis Indonesia

Pemimpin transformatif

oleh : A. M. Lilik AgungTrainer dan Pembicara Publik
Hotel Novotel Bogor, pagi hari. Seluruh jajaran manajemen PT Garuda Indonesia- mulai dari General Manager, Vice President, hingga Direktur - berkumpul untuk membicarakan strategi perusahaan ke depan.
Pertemuan pada bulan Juli itu terasa istimewa. Setelah bertahun-tahun PT Garuda Indonesia mengalami pendarahan nan akut sehingga harus disuntik uang rakyat melalui APBN, maka selama operasional pertengahan tahun itu perusahaan membukukan keuntungan. Alhasil pada akhir tahun diproyeksikan PT Garuda Indonesia akan membukukan laba signifikan.
Saya orang luar yang kebetulan mengikuti rapat kerja itu. Jadi sedari awal saya paham bahwa telah terjadi perubahan besar-besaran di tubuh PT Garuda Indonesia. Di bawah kendali CEO baru Emirsyah Satar, PT Garuda Indonesia mencanangkan program transformasi bisnis.
Oleh Emirsyah Satar transformasi bisnis ini diartikan sebagai seluruh proses perubahan yang diperlukan oleh perusahaan untuk memosisikan diri agar lebih siap menghadapi tantangan bisnis baru dan lingkungan usaha yang berubah secara cepat. Perubahan dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan terhadap pola pikir, perilaku, tata nilai atau budaya perusahaan, dan strategi bisnis.
Ada empat bidang pokok dalam proses transformasi bisnis di PT Garuda Indonesia, yaitu; (1) efisiensi biaya, (2) streamline organisasi dan manajemen, (3) rasionalisasi dan pemberdayaan anak perusahaan, serta (4) strategic alliance / strategic partner.
Transformasi bisnis di tubuh PT Garuda Indonesia menemukan moment terbaik karena dua hal; kondisi perusahaan yang terjerembab dan persaingan usaha nan ketat. Seperti diketahui, selama puluhan tahun PT Garuda Indonesia memperoleh hak pribadi nan luar biasa bernama monopoli.
Hanya ada satu perusahaan penerbangan di Indonesia. Perusahaan penerbangan lain terbatas operasionalnya dan terlalu kecil dibanding dengan kepakan sayap PT Garuda Indonesia.
Ketika Emirsyah Satar menjadi kepala suku PT Garuda Indonesia, kondisi asset perusahaan jauh lebih kecil dibandingkan dengan utang yang dimiliki. Jumlah karyawan terlampau besar dengan masa kerja panjang dan nyaris tanpa ada regenerasi.
Pada sisi lain deregulasi yang dilancarkan pemerintah menjadikan industri penerbangan berada dalam kondisi persaingan berdarah-darah. Selain pemain baru bermunculan, industri penerbangan dari negara-negara tetangga ikut bertempur di pasar Indonesia.
Sejurus dengan gencarnya menjalankan proses transformasi bisnis ini, Emirsyah Satar juga menjalankan proses transformasi nonbisnis bernama pemantapan nilai-nilai perusahaan. Pemantapan nilai-nilai perusahaan ini mutlak dilakukan karena menjadi jiwa dan perilaku karyawan serta merupakan motor penggerak di dalam menyikapi tantangan bisnis. Intinya membuka pola pikir karyawan untuk berubah dan bekerja berbasis pada nilai-nilai.
Giatkan efisiensi
Nilai-nilai yang dikembangkan di PT Garuda Indonesia dikenal dengan istilah FLY-HI (singkatan dari eFficient and effective, Loyalty, customer centricitY, Honesty and openness serta Integrity).
Efisiensi dan efektitivas menjadi mantra yang pantas dikampanyekan untuk mengurangi lemak-lemak yang membuat perusahaan mengalami pemborosan. Langkah efisiensi yang dilakukan oleh Emirsyah Satar adalah pemindahan kantor pusat PT Garuda Indonesia di pusat kota (Jalan Medan Merdeka, Jakarta) menuju Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng dan pembentukan direktorat baru yang membawahi strategi dan teknologi informasi.
Pemindahan kantor pusat ke Bandara Soekarno-Hatta ini membawa efek luar biasa. Operasional perusahaan menjadi efektif dan gesit untuk bergerak. Nuansa dan irama kerja menjadi dinamis karena setiap hari seluruh karyawan merasakan dan melihat sendiri operasional perusahaan.
Sementara direktorat strategi dan teknologi informasi ditangani oleh Elisa Lumbantoruan, mantan CEO HP Indonesia yang rekam jejak pada bisnis teknologi informasi tidak diragukan lagi.
Bagi perusahaan penerbangan, teknologi informasi merupakan alat manajemen paling terdepan. Oleh karenanya dengan sistem yang didukung oleh teknologi informasi akan membawa PT Garuda Indonesia terbang tinggi mencapai cita-cita transformasi bisnisnya.
Efisiensi yang dicanangkan oleh Emirsyah Satar tidak semata diartikan dalam konteks pengurangan biaya, tetapi diarahkan pada efektifitas organisasi dan sumber daya, yang meliputi langkah-langkah seperti berikut: (1) menyederhanakan proses bisnis, (2) meniadakan dan mengurangi hal-hal yang tidak perlu, (3) meningkatkan response time, (4) meningkatkan produktivitas.
Khusus meningkatkan response time ini menjadi senjata unggulan bagi setiap perusahaan penerbangan. Dengan ketepatan waktu akan menghemat biaya bahan bakar (bahan bakar merupakan komponen yang memakan 40% dari biaya operasional), peningkatan rute penerbangan dan berujung pada pelayanan optimal kepada pelanggan.
Dapat dikatakan bahwa menyoal response time ini PT Garuda Indonesia menjadi tolok ukur pada industri penerbangan nasional. Namun, bila dibandingkan dengan penerbangan internasional, PT Garuda Indonesia masih perlu belajar banyak.
Proses transformasi bisnis harus mendongkrak kinerja perusahaan. Bahkan dalam tataran ideal transformasi bisnis harus membalikkan keadaan perusahaan yang berdarah-darah menjadi untung dalam waktu singkat. Di tangan Emirsyah Satar, proses transformasi bisnis PT Garuda Indonesia menunjukkan kinerja bagus.
Jika jika pada 2004 nilai kerugian mencapai Rp811 miliar; pada 2005 menurun menjadi Rp688 miliar; setahun kemudian menurun menjadi Rp197 miliar ; pada 2007 mampu membukukan keuntungan sebesar Rp258 miliar. Tahun lalu kembali PT Garuda Indonesia meraih keuntungan sebanyak Rp683,6 miliar.
Kepakan sayap PT Garuda Indonesia di bawah pilot Emirsyah Satar semakin tinggi mengarungi angkasa. Selain induknya yang semakin digdaya, beberapa anak perusahaan juga menunjukkan kinerja membaik. PT Garuda Maintenance Facility selain membukukan keuntungan terus-menerus juga beberapa kali mendapat penghargaan dari berbagai lembaga prestisius.
Citilink yang sempat pingsan sekarang sudah terbang lagi melayani rute-rute yang selama ini tidak terlayani PT Garuda Indonesia. Di bawah komando Elisa Lumbantoruan, tidak menutup kemungkinan Citilink akan menjadi jawara pada penerbangan berbiaya murah.
Sebagai warga negara mari kita lihat sepak terjang selanjutnya Emirsyah Satar dalam menerbangkan perusahaan penerbangan yang membawa nama yang dulu pada 17 Agustus 1945 diproklamasikan oleh Bapak Bangsa: Indonesia.
Sumber : Bisnis Indonesia

Pemimpin transformatif

oleh : A. M. Lilik AgungTrainer dan Pembicara Publik
Hotel Novotel Bogor, pagi hari. Seluruh jajaran manajemen PT Garuda Indonesia- mulai dari General Manager, Vice President, hingga Direktur - berkumpul untuk membicarakan strategi perusahaan ke depan.
Pertemuan pada bulan Juli itu terasa istimewa. Setelah bertahun-tahun PT Garuda Indonesia mengalami pendarahan nan akut sehingga harus disuntik uang rakyat melalui APBN, maka selama operasional pertengahan tahun itu perusahaan membukukan keuntungan. Alhasil pada akhir tahun diproyeksikan PT Garuda Indonesia akan membukukan laba signifikan.
Saya orang luar yang kebetulan mengikuti rapat kerja itu. Jadi sedari awal saya paham bahwa telah terjadi perubahan besar-besaran di tubuh PT Garuda Indonesia. Di bawah kendali CEO baru Emirsyah Satar, PT Garuda Indonesia mencanangkan program transformasi bisnis.
Oleh Emirsyah Satar transformasi bisnis ini diartikan sebagai seluruh proses perubahan yang diperlukan oleh perusahaan untuk memosisikan diri agar lebih siap menghadapi tantangan bisnis baru dan lingkungan usaha yang berubah secara cepat. Perubahan dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan terhadap pola pikir, perilaku, tata nilai atau budaya perusahaan, dan strategi bisnis.
Ada empat bidang pokok dalam proses transformasi bisnis di PT Garuda Indonesia, yaitu; (1) efisiensi biaya, (2) streamline organisasi dan manajemen, (3) rasionalisasi dan pemberdayaan anak perusahaan, serta (4) strategic alliance / strategic partner.
Transformasi bisnis di tubuh PT Garuda Indonesia menemukan moment terbaik karena dua hal; kondisi perusahaan yang terjerembab dan persaingan usaha nan ketat. Seperti diketahui, selama puluhan tahun PT Garuda Indonesia memperoleh hak pribadi nan luar biasa bernama monopoli.
Hanya ada satu perusahaan penerbangan di Indonesia. Perusahaan penerbangan lain terbatas operasionalnya dan terlalu kecil dibanding dengan kepakan sayap PT Garuda Indonesia.
Ketika Emirsyah Satar menjadi kepala suku PT Garuda Indonesia, kondisi asset perusahaan jauh lebih kecil dibandingkan dengan utang yang dimiliki. Jumlah karyawan terlampau besar dengan masa kerja panjang dan nyaris tanpa ada regenerasi.
Pada sisi lain deregulasi yang dilancarkan pemerintah menjadikan industri penerbangan berada dalam kondisi persaingan berdarah-darah. Selain pemain baru bermunculan, industri penerbangan dari negara-negara tetangga ikut bertempur di pasar Indonesia.
Sejurus dengan gencarnya menjalankan proses transformasi bisnis ini, Emirsyah Satar juga menjalankan proses transformasi nonbisnis bernama pemantapan nilai-nilai perusahaan. Pemantapan nilai-nilai perusahaan ini mutlak dilakukan karena menjadi jiwa dan perilaku karyawan serta merupakan motor penggerak di dalam menyikapi tantangan bisnis. Intinya membuka pola pikir karyawan untuk berubah dan bekerja berbasis pada nilai-nilai.
Giatkan efisiensi
Nilai-nilai yang dikembangkan di PT Garuda Indonesia dikenal dengan istilah FLY-HI (singkatan dari eFficient and effective, Loyalty, customer centricitY, Honesty and openness serta Integrity).
Efisiensi dan efektitivas menjadi mantra yang pantas dikampanyekan untuk mengurangi lemak-lemak yang membuat perusahaan mengalami pemborosan. Langkah efisiensi yang dilakukan oleh Emirsyah Satar adalah pemindahan kantor pusat PT Garuda Indonesia di pusat kota (Jalan Medan Merdeka, Jakarta) menuju Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng dan pembentukan direktorat baru yang membawahi strategi dan teknologi informasi.
Pemindahan kantor pusat ke Bandara Soekarno-Hatta ini membawa efek luar biasa. Operasional perusahaan menjadi efektif dan gesit untuk bergerak. Nuansa dan irama kerja menjadi dinamis karena setiap hari seluruh karyawan merasakan dan melihat sendiri operasional perusahaan.
Sementara direktorat strategi dan teknologi informasi ditangani oleh Elisa Lumbantoruan, mantan CEO HP Indonesia yang rekam jejak pada bisnis teknologi informasi tidak diragukan lagi.
Bagi perusahaan penerbangan, teknologi informasi merupakan alat manajemen paling terdepan. Oleh karenanya dengan sistem yang didukung oleh teknologi informasi akan membawa PT Garuda Indonesia terbang tinggi mencapai cita-cita transformasi bisnisnya.
Efisiensi yang dicanangkan oleh Emirsyah Satar tidak semata diartikan dalam konteks pengurangan biaya, tetapi diarahkan pada efektifitas organisasi dan sumber daya, yang meliputi langkah-langkah seperti berikut: (1) menyederhanakan proses bisnis, (2) meniadakan dan mengurangi hal-hal yang tidak perlu, (3) meningkatkan response time, (4) meningkatkan produktivitas.
Khusus meningkatkan response time ini menjadi senjata unggulan bagi setiap perusahaan penerbangan. Dengan ketepatan waktu akan menghemat biaya bahan bakar (bahan bakar merupakan komponen yang memakan 40% dari biaya operasional), peningkatan rute penerbangan dan berujung pada pelayanan optimal kepada pelanggan.
Dapat dikatakan bahwa menyoal response time ini PT Garuda Indonesia menjadi tolok ukur pada industri penerbangan nasional. Namun, bila dibandingkan dengan penerbangan internasional, PT Garuda Indonesia masih perlu belajar banyak.
Proses transformasi bisnis harus mendongkrak kinerja perusahaan. Bahkan dalam tataran ideal transformasi bisnis harus membalikkan keadaan perusahaan yang berdarah-darah menjadi untung dalam waktu singkat. Di tangan Emirsyah Satar, proses transformasi bisnis PT Garuda Indonesia menunjukkan kinerja bagus.
Jika jika pada 2004 nilai kerugian mencapai Rp811 miliar; pada 2005 menurun menjadi Rp688 miliar; setahun kemudian menurun menjadi Rp197 miliar ; pada 2007 mampu membukukan keuntungan sebesar Rp258 miliar. Tahun lalu kembali PT Garuda Indonesia meraih keuntungan sebanyak Rp683,6 miliar.
Kepakan sayap PT Garuda Indonesia di bawah pilot Emirsyah Satar semakin tinggi mengarungi angkasa. Selain induknya yang semakin digdaya, beberapa anak perusahaan juga menunjukkan kinerja membaik. PT Garuda Maintenance Facility selain membukukan keuntungan terus-menerus juga beberapa kali mendapat penghargaan dari berbagai lembaga prestisius.
Citilink yang sempat pingsan sekarang sudah terbang lagi melayani rute-rute yang selama ini tidak terlayani PT Garuda Indonesia. Di bawah komando Elisa Lumbantoruan, tidak menutup kemungkinan Citilink akan menjadi jawara pada penerbangan berbiaya murah.
Sebagai warga negara mari kita lihat sepak terjang selanjutnya Emirsyah Satar dalam menerbangkan perusahaan penerbangan yang membawa nama yang dulu pada 17 Agustus 1945 diproklamasikan oleh Bapak Bangsa: Indonesia.
Sumber : Bisnis Indonesia

Minggu, 12 April 2009

Awas Politik Anarki

Awas Politik Anarki
Dec.17, 2008 in Opinion, Political Marketing
Gejolak anarki ada di sekitar kita. Ia hadir dan tampil dalam banyak wajah dan tidak selalu vulgar dalam mengomunikasikan dirinya. Inilah bahaya laten dalam peta perpolitikan Indonesia zaman ini.
Tindakan anarki cenderung dipahami dalam arti luas, tetapi sebenarnya dangkal, yakni semua tindakan yang melawan negara atau membahayakan keamanan dan keutuhan negara. Pemahaman seperti ini tidak salah, tetapi jika kita berhenti pada pemahaman yang dangkal ini, kita akan terjebak momen nihilistik.Anarki yang hadir secara tidak vulgar cenderung dinafikan pada hal ia berpotensi membubarkan negara. Momen nihilistik meruangkan konflik sosial. Anarki zaman ini pada peta politik Indonesia ada dalam sistem politik itu sendiri yang sebenarnya adalah pilar dan representasi politik bangsa. Anarki ini cenderung mengelabui publik dengan aneka wacana keadilan, padahal dia sendiri merampas dan bertindak tidak adil.
Politik anarki
Bangsa Indonesia menyimpan aneka tindakan anarki. Politik anarki cenderung meremangkan kesadaran sosial. Geliat anarki melahirkan ketercabikan kehidupan sosial sebagai bentuk destrusi moral. Ada beberapa politik anarki yang telah terjadi di negara kita dan hingga kini belum dikuak dan ditangani serius, seperti korupsi, pelecehan hukum, pemasungan demokrasi, dan fanatisme.
Pada kasus korupsi, politik anarki ini bersetubuh dengan pelecehan hukum yang hadir dan melumpuhkan jejaring kesejahteraan yang seharusnya dinikmati semua warga. Politik anarki ini mengklaim diri sebagai yang berhak memiliki, memanfaatkannya secara sepihak, apalagi sistem birokrasi yang bobrok mengondisikannya.
Integritas moral politisi terisap ke dalam ”massa” birokrasi yang korup sehingga politisi sendiri akhirnya kehilangan diri. Dalam sistem birokrasi yang korup, tindak korupsi menjadi sesuatu yang banal. Mengusut kejahatan korupsi berarti membuka labirin dosa dan magma kejahatan yang terus saja menyembul.
Kedua, fanatisme. Politik anarki jenis fanatisme ini mengkristal dalam berbagai macam klaim kebenaran. Klaim kebenaran itu bisa muncul dalam berbagai macam bidang di antaranya agama, budaya, ideologi, dan ras. Politik anarki ini memarjinalkan kebersamaan dan melihat segala macam perbedaan sebagai ancaman. Ia merasa tidak aman dengan adanya kehadiran the other (heterofobia).
Bentuk anarki keempat adalah pemasungan demokrasi. Demokrasi yang sebenarnya adalah perekat sosial antargolongan masyarakat telah menjadi nista oleh politik anarki yang melihat demokrasi sebagai kebebasan untuk bersaing. Politik anarki jenis ini berangkat dari keegoan dan kerakusan akan kekuasaan. Perdebatan wacana, saling menyalahkan dan mengumpat, adalah tanda bahwa demokrasi kita belum sampai pada kompromi, baru sebatas persaingan. Lihat pada setiap pemilu yang disebut pesta demokrasi. Di sana banyak terjadi politik anarki yang disiasati dalam banyak bentuk dan diperuncing dengan berbagai cara.
Politik untuk rakyat
Nelson Mandela telah menjadi ikon bukan hanya bagi rakyat Afrika Selatan, tetapi juga untuk semua rakyat yang merindukan figur seorang pemimpin yang berpihak kepada rakyat. Ia telah mendapat tempat di hati rakyat Afrika Selatan. Sepanjang pemerintahannya, ia tunduk pada kepentingan rakyat dengan menjunjung tinggi semangat demokrasi yang menjadikan rakyat sejahtera.
Demikian pula Presiden Bolivia Evo Morales yang memahami politik sebagai ilmu melayani rakyat, bukan hidup dari rakyat.
Di Indonesia, Bung Hatta juga menjadi inspirasi bagi politisi yang mau berpihak kepada rakyat, bukan pada diri, kelompok, atau golongan tertentu. Komitmennya untuk menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi yang mengutamakan rakyat menjadikannya sebagai pemimpin dan pahlawan besar dalam sejarah Indonesia. Ia mundur dari wakil presiden saat merasa posisi itu tidak membuatnya mampu menyuarakan dan memperjuangkan kepentingan rakyat. Bung Hatta mewariskan ketulusan politik untuk membangun suatu bangsa.
Baik Nelson Mandela, Evo Morales, maupun Bung Hatta adalah figur pemimpin yang tahu diri. Mereka tahu bahwa posisi yang dimiliki bukan sebuah kesempatan untuk menggapai cita-cita dan ambisi pribadi. Mereka adalah pemimpin yang punya prinsip, yang teguh dalam memperjuangkan kepentingan rakyat. Bagi mereka, politik adalah melayani rakyat. Rakyat adalah kata kunci dalam politik itu sendiri.
Sanggupkah para politisi kita sekarang ini menghadirkan Nelson Mandela dan Bung Hatta dalam politiknya sehingga rakyat tidak hanya terus mencerca para politisi sebagai yang anarki, tetapi pada akhirnya juga bisa percaya dan menyanjung politisi yang tahu dan menjawab situasi negara ini?
DONY KLEDEN Rohaniwan; Pemerhati Masalah Politik, Tinggal di NTT
Source : kompas.com, 16 Desember 2008