Kamis, 14 Mei 2009

LSM Persoalkan Selisih Rp 8,8 M

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mendapat amunisi terkait dugaan korupsi di tubuh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Koalisi LSM kemarin membeberkan temuan pemborosan dalam pengadaan pemindai (scanner) untuk memproses hasil suara pemilu legislatif lalu.Koalisi beranggota LSM Indonesia Budget Center (IBC), Indonesian Corruption Watch (ICW), Fitra, dan Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP), serta sejumlah LSM lain, itu setidaknya menemukan potensi pemborosan uang negara Rp 8,8 miliar dalam pengadaan 1.028 scanner di seluruh Indonesia. Potensi itu didasarkan asumsi harga scanner yang dibeli KPU dengan merek yang sama di pasaran. Menurut temuan koalisi LSM, harga satu unit scanner tersebut Rp 13,9 juta. "Sementara harga satuan yang dikucurkan KPU ternyata Rp 22,5 juta," jelas aktivis ICW Fahmi Badoh kemarin. Untuk membeli alat tersebut, KPU mendapat alokasi DIPA Rp 23,18 miliar. "Kalau dihitung, ada selisih yang besar," imbuhnya.Dengan harga sebesar itu ternyata alat tidak bisa dipakai secara maksimal. Sebenarnya, alat tersebut bisa memindai formulir C-1 seberat 80 gram. Kenyataannya, berat kertas formulir C-1 tersebut 60 hingga 70 gram. "Alat itu tentu tak bisa digunakan secara maksimal," terangnya. Pengadaan alat itu terdesentralisasi ke KPU daerah. Namun, KPU di tingkat pusat juga memberikan petunjuk yang mengarah kepada merek scanner tertentu. Dari kondisi itu, kata Fahmi, bisa disimpulkan bahwa KPU melaksanakan perencanaan anggaran yang buruk. "Proses perencanaan pengadaan juga tergesa-gesa," terangnya. Terkait temuan itu, jelas Fahmi, koalisi meminta untuk tidak dikait-kaitkan dengan proses politik. "Langkah kami agar pelaksanaan pemilihan presiden mendatang berjalan lebih baik," ujarnya. (git/agm)

Tidak ada komentar: