Jumat, 08 Mei 2009

Mega Diminta Mensesneg Sukseskan Debat Capres

JAKARTA - Mensesneg Hatta Rajasa menemui Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri di kediaman pribadinya, Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat, kemarin (6/5). Kedatangan Hatta itu cukup menarik. Sebab, wakil ketua Majelis Pertimbangan Pusat Partai Amanat Nasional (MPP PAN) tersebut merupakan kandidat calon wakil presiden (cawapres) yang didorong Amien Rais untuk disandingkan dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pria kelahiran Palembang, 18 Desember 1953, itu tiba sekitar pukul 17.30 dengan Toyota Camry B 1808 RFS. Pembicaraan tertutup berlangsung sekitar satu jam.Setelah pertemuan, Hatta menyampaikan bahwa kedatangannya itu terkait dengan status rumah Megawati. Sebelumnya, ungkapnya, rumah di kawasan elite tersebut merupakan milik pemerintah. Sesuai UU, para mantan presiden dan wakil presiden berhak mendapatkan rumah itu. ''Rumah ini sudah menjadi milik ibu sebagai mantan presiden,'' terangnya.Sekjen DPP PDIP Pramono Anung menjelaskan, Hatta memang datang dalam kapasitas sebagai Mensesneg. Sebagai pembantu presiden, dia menyampaikan persoalan status rumah Megawati tersebut.Tetapi, soal rumah bukan satu-satunya materi pembicaraan. Pram -sapaan akrab Pramono- mengakui bahwa Megawati dan Hatta juga membahas perkembangan politik, khususnya momentum pilpres yang sudah di depan mata. Salah satunya ialah agenda debat capres yang mau tidak mau akan mempertemukan para capres-cawapres di satu panggung.Apabila Megawati jadi tampil sebagai capres, sudah bisa dipastikan bahwa dia akan berdebat dengan SBY selaku incumbent. ''Bagaimanapun, Mega, SBY, Wiranto, Jusuf Kalla, dan Prabowo, secara langsung maupun tidak langsung, akan berkomunikasi. Itu terjadi nanti ketika debat capres-cawapres,'' ujar Pram.Menurut dia, momentum itu tidak perlu ditanggapi berlebihan. ''Apalagi, semua punya persepsi yang sama tentang kebangsaan,'' katanya. Selain itu, lanjut Pram, Hatta menyampaikan bahwa PAN sudah positif berkoalisi dengan Demokrat dalam pemilihan presiden (pilpres) mendatang. Itu sekaligus menepis anggapan bahwa di internal PAN masih terjadi friksi. (pri/agm)

Pembahasan Seret, Ketua DPR Pesimistis RUU Tipikor Selesai

JAKARTA - Harapan menyelesaikan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (RUU Tipikor) sesuai tenggat semakin tipis. Pembahasan di DPR masih seret. Ketua DPR Agung Laksono bahkan sudah pesimistis penyelesaian RUU bisa tuntas. Sejak awal, pembahasannya terkesan lambat. Sampai sekarang saja panitia khusus RUU tersebut belum menyusun daftar inventarisasi masalah. Padahal, tenggat pembahasannya harus berakhir pada Desember 2009."Agak miris memang," kata Agung di gedung DPR, Senayan, Jakarta, kemarin (6/5). Dia mengaku cukup kecewa terhadap kinerja Panitia Khusus RUU Tipikor yang dipimpin politikus Golkar Dewi Asmara. "Kami telah panggil berkali-kali, tapi masih saja," tambahnya dengan nada kecewa. Meski demikian, dia akan terus mendorong agar RUU tersebut selesai sesuai target. Sebab, berdasar amanat keputusan Mahkamah Konstitusi (MK), RUU Tipikor itu harus tuntas pada 19 Desember. Jika tidak, keberadaan pengadilan tindak pidana korupsi akan terancam dan kasus korupsi dialihkan pada pengadilan umum. Sebelumnya, Staf Khusus Kepresidenan Bidang Hukum Denny Indrayana menyatakan bahwa pemerintah siap mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) sebagai alternatif terburuk. Sifat kegentingan yang memaksa dianggap telah terpenuhi."Solusi itu bisa dipertimbangkan, tapi sekarang yang penting sama-sama kita dorong agar RUU ini bisa selesai," ujarnya.Masa sidang keempat akan berakhir pada 3 Juli 2009. Selanjutnya, masa sidang kelima yang dimulai Agustus berakhir pada 30 Oktober. Sesuai jadwal, tepat pada 31 Oktober adalah pergantian anggota DPR. (dyn/tof)

Menimbang Cawapres SBY, Antara Politikus atau Teknokrat

Butuh Pendamping Berkemampuan Three in One Teka-teki siapa yang bakal digandeng SBY sebagai cawapres menjadi kajian menarik sejumlah pengamat politik. Mereka mencoba membedah empat sosok yang paling santer disebut bakal menjadi cawapres SBY. Yakni, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Mensesneg Hatta Radjasa, Gubernur Bank Indonesia (BI) Boediono, dan Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW).Berangkat dari berbagai argumentasi, para analis politik sampai kepada kesimpulan yang berbeda. Ada yang menjagokan Sri Mulyani. Ada juga yang menilai Hatta Radjasa yang didorong Amien Rais melalui PAN jauh lebih berpeluang.Peneliti dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanudin Muhtadi termasuk yang berpandangan SBY akan memilih Sri Mulyani. Dia punya alasan tersendiri. Menurut Burhan -begitu dia akrab disapa, SBY akan memilih cawapres yang kecil potensinya menjadi ancaman bagi Partai Demokrat dalam Pilpres 2014.Kalau menggandeng cawapres dari kalangan parpol yang berusia di bawah 50 tahun, kata dia, SBY seperti membesarkan anak macan. ''Ini buruk buat kaderisasi di Demokrat,'' ujar Burhan saat diskusi Cawapres SBY: Teknokrat atau Politisi? di Kantor Charta Politika, Jalan Cipaku 2, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, kemarin (6/5).Secara tidak langsung Burhan ''menembak'' Hidayat Nur Wahid, tokoh PKS yang usianya saat ini baru 49 tahun.Dalam kesempatan itu, turut berbicara Direktur Eksekutif Charta Politika Bima Arya Sugiarto, Direktur Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti, dan pakar hukum tata negara Refly Harun.Burhan melanjutkan, munculnya wacana duet SBY-Hatta Radjasa memang membangkitkan romantisme terhadap dwitunggal Soekarno-Hatta. SBY yang memiliki ide-ide besar dicoba diasosiasikan dengan sosok Soekarno yang juga pemikir. Keduanya lantas dianggap memiliki kesamaan, yakni miskin di level operasional.Hatta Radjasa, ungkap Burhan, tampil sebagai sosok yang low profile, sepi publikasi, administratur, dan lebih operatif. Dia bisa menutupi kekurangan SBY itu. ''Persoalannya, Hatta tidak naif dan lugu,'' ujarnya. Dalam konteks ini, Hatta yang berlatar belakang parpol itu juga bisa menjadi ancaman bagi SBY.Meski begitu, SBY tidak otomatis memilih cawapres teknokrat. Sebab, posisi wakil presiden bukan jabatan teknis semata, tapi juga politis. ''Kalau terlalu teknokrat murni, hanya menguasai ekonomi, SBY akan kerepotan,'' katanya.Boediono termasuk kategori cawapres teknokrat yang belum terbukti mampu menangani masalah lain di luar ekonomi. Misalnya, soal politik, hukum, termasuk menyinergikan kabinet. ''Sri Mulyani juga punya itu. Tapi, sampai sekarang dia belum tampil ke publik.'' Menurut Burhan, persoalan elektabilitas tidak terlalu signifikan. Dari survei yang dilakukan lembaganya Maret lalu, berpasangan dengan siapa pun, SBY tetap di posisi teratas. Selisih elektabilitas antar pasangannya juga hanya 1-2 persen. ''Yang dilihat tetap SBY,'' katanya. ''Jadi, kalau dibikin skor 1-10, HNW itu 3, Boediono 5, Hatta 6, dan Sri Mulyani 7,'' cetusnya.Refly Harun mencoba berpikir out of the box. Menurut dia, SBY tetap akan mencari cawapres yang punya elektabilitas. Sebab, koalisi ''Asal Bukan SBY'' tetap punya potensi untuk membesar. Dengan demikian, SBY belum tentu menang. Selain itu, lanjut dia, SBY membutuhkan cawapres yang siap loyal selama lima tahun dan tidak punya potensi menjadi capres.''Lebih nyaman SBY mengambil teknokrat yang bisa dibujuk menjadi politikus untuk ditarik ke Demokrat. Nah, apakah Boediono dan Sri Mulyani itu punya potongan jadi politikus,'' katanya.Refly lantas menyebut nama mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshidiqie. ''Jimly punya wibawa politik. Malah banyak anggota DPR yang menjadi siswa S-2 dan S-3 beliau,'' katanya. Tak hanya itu, Jimly yang tidak memiliki track record politik sangat mungkin ditarik ke Demokrat. ''Kalau saya, Boediono itu poinnya 2, Sri Mulyani 3, Hidayat 4, Hatta 5, dan Jimly 6,'' katanya.Lain lagi pandangan Arya Bima. Dia mengatakan, dalam menentukan pasangannya, SBY mengombinasikan tiga kebutuhan sekaligus. Ketiganya adalah pemenangan pilpres, terwujudnya pemerintahan efektif, dan pengamanan suksesi 2014. ''Sederhananya, three in one,'' ujarnya.Karena itu, SBY membutuhkan cawapres yang memiliki citra personal dan jaringan kuat. Mengenai citra ini, mau tidak mau, SBY tetap memperhitungkan representasi geografis, ideologis, kekuatan politik Islam, dan jaringan aktivis. Apalagi, SBY dicitrakan dekat dengan AS, tentu dia akan mencari Wapres yang bisa menetralkan citra itu. ''Boediono dan Ani jelas nggak masuk,'' katanya.Parlemen yang ''liar'' juga membutuhkan Wapres yang mampu mengendalikannya. ''Kalau saya, Sri Mulyani 5, Boediono 6, Hidayat 7, dan Hatta 8,'' ujarnya.Ray Rangkuti menuturkan, dia sebenarnya tidak menjagokan SBY. Sebab, dalam lima tahun pemerintahannya, SBY tidak memiliki prestasi besar. ''Tapi, realitasnya, dari hasil berbagai survei, SBY akan terpilih lagi,'' katanya.Menurut Ray, dirinya sepakat kalau SBY mengambil cawapres dari generasi muda dan kalangan nonpartai. Ini sebagai bentuk penghormatan bahwa tidak semua pemimpin nasional datang dari komunitas partai politik. ''Cuma kalau pilihannya Boediono dan Sri Mulyani, jelas no. Saya tidak mau dipimpin orang-orang neolib begitu. Poinnya nol,'' bebernya. (pri/agm)

Jusuf Kalla Minta Restu NU

Hasyim Senang Ada Nahdliyin Jadi Capres JAKARTA - Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla kemarin mengadakan pertemuan tertutup dengan sejumlah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama. Dalam pertemuan satu jam itu, Jusuf Kalla (JK) meminta restu untuk maju sebagai calon presiden."Ini silaturahmi dan sebagai warga NU saya minta doa restu (menjadi calon presiden). Saya juga menjelaskan perkembangan dan rencana-rencana ke depan. Alhamdulillah, berjalan dengan baik," ujar JK dalam konferensi pers di Kantor PB NU, Jalan Kramat Raya, Salemba, Jakarta Pusat, kemarin (6/5). Hadir dalam pertemuan itu Ketua DPP Golkar Priyo Budi Santoso dan Wakil Ketua MPR Aksa Mahmud. Sedangkan Ketua PB NU Hasyim Muzadi didampingi Sekjen PB NU Ahmad Bagja.Sebelum berdiskusi dengan JK, PB NU juga mengundang Ketua Umum PPP Suryadharma Ali, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar, dan Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Ahmad Mubarok untuk memaparkan perkembangan politik dan menanyakan langkah koalisi yang akan diambil PPP. Suryadharma pulang bertepatan ketika JK tiba di gedung PB NU. Dalam paparan di depan pengurus PB NU, JK menjelaskan sejumlah program yang dilakukan bila terpilih menjadi presiden. Salah satunya penguatan ekonomi kerakyatan dan peningkatan kemandirian ekonomi nasional. Bila dua hal tersebut bisa dilakukan, umat yang sebagian besar warga NU akan sejahtera. "Hanya dengan meningkatkan ekonomi kerakyatan kita bisa memberikan lebih banyak kesejahteraan untuk rakyat," urainya.Dalam sambutan singkatnya, Hasyim Muzadi mengatakan, NU bersyukur karena salah satu warga NU tahun ini bisa menjadi calon presiden setelah pada pemilu sebelumnya dirinya hanya menjadi calon wakil presiden. "Semoga diridai Allah," katanya. JK memang salah satu warga NU. Bahkan, ayahnya adalah salah satu tokoh NU di Sulawesi Selatan. Sementara, ibunda JK, Ny Athirah, adalah salah satu tokoh Nasyiatul Aisyah, organisasi perempuan Muhammadiyah. Hasyim sebelumnya mengatakan, rangkaian pertemuan dengan para petinggi partai politik tersebut digelar NU untuk berbagi informasi tentang sikap partai dalam pembangunan, sekaligus kontribusinya pada NU. "Apa yang sesungguhnya mereka kerjakan untuk bangsa dan NU," terangnya.Hasyim menegaskan, pertemuan itu bukan pemihakan kepada salah satu calon presiden tertentu, melainkan pendidikan politik bagi warga NU. Dia menegaskan, warga NU memiliki kebebasan memilih calon presiden di pemilu presiden mendatang. "Namun, kebebasan bukan berarti pengawuran (asal-asalan). Dengan adanya pertemuan ini, informasi yang diterima warga NU akan lebih lengkap. Kita juga bisa berpikir tenang sehingga pilihan lebih lengkap," terangnya. (noe/tof)

Saat Lawan Menjadi Kawan

Pada 2004, Hasyim Muzadi dan Jusuf Kalla (JK) adalah sama-sama calon wakil presiden (cawapres). Hasyim berpasangan dengan capres PDIP yang juga ketua umumnya, Megawati Soekarnoputri. Sedangkan JK adalah cawapres untuk capres Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Saat itu duet Megawati-Hasyim dan SBY-JK mendulang suara terbanyak dan melaju ke putaran II. Mereka mengalahkan tiga pasangan lain, yaitu Wiranto-Salahuddin Wahid, Hamzah Haz-Agum Gumelar, dan Amien Rais-Siswono Yudohusodo. Pada 2004, Hasyim tidak lagi maju dalam pemilihan presiden (pilpres). Bukan karena tidak ada pasangan atau tidak ada parpol yang mendukung. Namun, kiai pengasuh Pesantren Al-Hikam, Malang, itu lebih memilih menekuni gerakan kultural daripada terjun ke dunia politik. Apalagi, posisinya sebagai ketua umum PB NU mengharuskan dia ''ngopeni'' organisasi Islam terbesar di tanah air tersebut. Namun, sebaliknya, JK pada pilpres tahun ini maju sebagai capres dengan menggandeng rivalnya pada 2004 sebagai cawapres, yakni Wiranto. Menjelang Pilpres 2009, silaturahmi JK dan Hasyim tidak putus. Hasyim bahkan terang-terangan senang dengan majunya JK sebagai capres. Bagi JK, dukungan Hasyim dan kesediaan Wiranto menjadi cawapresnya membuktikan bahwa dua mantan lawannya itu kini menjadi kawan politisnya. Itulah dunia politik, tak ada musuh abadi. (agm)

Dilarang Awasi Rekap, LSM Pemantau Protes

JAKARTA - Sejumlah LSM pemantau yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Peduli Pemilu (KMPP) mempersoalkan proses rekapitulasi hasil pemilu legislatif. Proses tersebut dinilai tidak transparan karena tidak memberikan akses sepenuhnya kepada masyarakat untuk memantau secara langsung.''Ini adalah kemunduran penyelenggaraan pemilu,'' kata Juru Bicara KMPP Jeirry Sumampow di sela-sela rekapitulasi manual di Hotel Borobudur, Jakarta, kemarin (6/5). Jeirry menyatakan, pelaksanaan rekapitulasi suara nasional yang tidak transparan baru terjadi pada Pemilu 2009. Peristiwa itu merupakan yang pertama terjadi sejak Pemilu 1999.Seperti kemarin, beberapa aktivis KMPP yang hendak menuju area rekapitulasi suara tidak diperkenankan masuk dengan alasan tidak memiliki tanda pengenal. Mereka sempat beradu pendapat dengan panitia dan petugas keamanan atas kejadian tersebut. Padahal, di dalam KMPP terdapat LSM pemantau yang telah disertifikasi Komisi Pemilihan Umum (KPU).Berdasar pantuan, proses rekapitulasi yang berlangsung sejak Ahad lalu (26/4) itu memang hanya bisa diikuti KPU, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan saksi dari parpol. Selain ketiga unsur tersebut, termasuk wartawan dan pemantau, tidak diperkenankan memasukti ruang sidang rekapitulasi.Meski demikian, panitia tetap menyediakan monitor di luar ruang sidang yang menyiarkan secara langsung proses rekapitulasi. Namun, KMPP tetap menganggap itu sebagai sikap yang tidak transparan. ''Pasal 236 UU No 10/2008 menyebutkan, pemantau memiliki hak untuk mengamati dan mengumpulkan informasi penyelenggaraan pemilu,'' kata Jeirry.Aktivis KMPP yang lain Jojo Rohi menambahkan, KPU juga melanggar pasal 2 UU No 22/2007 yang menyebutkan bahwa penyelenggaraan pemilu harus berpedoman kepada asas jujur dan adil. ''Selain itu, KPU wajib menyelenggarakan pemilu dengan keterbukaan,'' tegasnya. Dengan alasan itu, KMPP mendesak KPU untuk menghormati hak pemantau untuk memantau secara langsung proses sidang rekapitulasi suara. (bay/agm)

Gugatan Caleg Seijin Parpol

JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) mengajukan persyaratan ketat terhadap calon anggota legislatif (caleg) yang menggugat sengketa hasil pemilu. Setiap caleg penggugat harus menyertakan surat keterangan yang ditandatangani eksekutif dewan pimpinan pusat (DPP) parpol yang bersangkutan.Ketua MK Mahfud M.D. mengatakan, berkas gugatan caleg harus menyertakan keterangan dari ketua umum dan Sekjen DPP atau sebutan lain untuk tingkat eksekutif parpol. Prosedur itu dilakukan untuk menghindari bantahan bahwa partai tidak pernah merasa mengajukan gugatan. ''Caleg tidak bisa perseorangan saja mengajukan gugatan. Harus seizin partai,'' kata Mahfud di gedung MK, Jakarta, kemarin. MK siap menerima berkas gugatan sengketa hasil pemilu legislatif setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) menetapkan hasil itu pada 9 Mei mendatang.Menurut Mahfud, MK memiliki dasar yang kuat untuk menetapkan prosedur tersebut. Dasar itu adalah pasal 22 E ayat 3 UUD 1945. Berdasar pasal tersebut, yang disebut sebagai peserta pemilu adalah parpol. Berdasar pantauan MK, selama ini yang paling digugat adalah hasil penghitungan di tingkat tempat pemungutan suara (TPS) dan panitia pemilihan kecamatan (PPK). Dalam pengajuan bukti, penggugat sebaiknya menyertakan salinan berita acara formulir C1 dari TPS yang dimaksud atau formulir DA yang merupakan hasil rekapitulasi di tingkat PPK. "Rekaman, foto, atau saksi juga bisa diajukan sebagai bukti," tambahnya. (bay/agm)

KPU Buka Lelang Logistik Pilpres

JAKARTA - Komisi Pemilihan Umum (KPU) mulai membuka lelang pengadaan barang dan jasa untuk pemilihan presiden (pilpres). Pengadaan logistik pilpres itu dibagi dalam tiga jenis tender, yakni surat suara, tinta, dan segel untuk pilpres.Wakil Kepala Biro Logistik KPU Boradi mengatakan, pembukaan lelang akan mencari perusahaan yang berminat pada tiga item barang tersebut. Perusahaan pemenang lelang direncanakan untuk menandatangani kontrak pada 5 Juni mendatang. "Pengumuman pemenang disampaikan pada 25 Mei nanti," kata Boradi di gedung KPU, Jakarta, kemarin (6/5).Meski jumlah daftar pemilih untuk pilpres belum ditetapkan, biro logistik saat ini harus segera mengadakan logistik itu. Sebab, waktu yang tersedia sangat sedikit. Saat ini, biro logistik mengasumsikan jumlah pemilih yang akan berpartisipasi pada pilpres mendatang 175 juta orang. "Waktunya kan tidak selama saat"pemilu (legislati, Red). Makanya, (lelang) dibuka sekarang," jelasnya.Boradi mengatakan, pendaftaran dan pengambilan dokumen dilakukan pada 6-15 Mei 2009 di kantor KPU. Kemudian, penjelasan dokumen dilakukan pada 12 Mei 2009. Surat penawaran dimasukkan pada 13-18 Mei 2009. Surat penawaran dibuka pada 18 Mei 2009.Ketika ditanya tentang perusahaan yang masuk daftar hitam pascapileg lalu, Boradi mengatakan, KPU tidak memasukkan perusahaan dalam daftar hitam. Seperti diketahui, beberapa perusahaan peserta lelang pengadaan logistik pemilu legislatif bermasalah. Misalnya, melakukan subkontrak atau terlambat menyelesaikan pekerjaan. "Sampai sekarang, belum ada black list," jelasnya singkat. (bay/agm)

Dana Revitalisasi Mesin dan Peralatan Tidak Terserap Optimal

SURABAYA - Dana revitalisasi mesin dan peralatan industri tekstil tak terserap maksimal tahun lalu. Menurut Dirjen Industri Logam, Mesin, Tekstil, dan Aneka (ILMETA) Depperin Ansari Bukhari, dari alokasi anggaran sebesar Rp 300 miliar, terserap hanya sekitar 73 persen. ''Krisis global memaksa banyak perusahaan membatalkan rencana investasinya, termasuk membeli mesin,'' katanya saat Sosialisasi Program Restrukturisasi Permesinan Industri di Hotel Bumi, Surabaya, kemarin (7/5).Anshari mengatakan, krisis membuat kemampuan perusahaan untuk membeli mesin makin turun. Apalagi, jika mesin tersebut produk impor, harganya akan kian melambung akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS saat krisis. ''Rata-rata nilai harag) mesin tekstil sekitar Rp 1,5 miliar-Rp 1,7 miliar per unit,'' tuturnya. Akibatnya, ungkap dia, saat ini masih banyak perusahaan yang menggunakan mesin tua atau berusia di atas 15 tahun. ''Jika masih memakai mesin lama, akan sulit bersaing di pasar internasional. Kapasitas produksi sulit ditingkatkan, dan biaya produksi juga naik karena mesin itu tidak hemat energi,'' terangnya.Tahun ini Depperin mengurangi anggaran subsidi revitalisasi mesin tekstil menjadi Rp 250 miliar. ''Kami harap ini bisa terserap semuanya,'' katanya. (luq/dwi)

Pemerintah Kejar Target 50 Persen Pangsa Industri Migas

JAKARTA - Pemerintah berupaya meredam dominasi asing dalam industri migas di tanah air. Salah satu agenda besar yang dicanangkan adalah menargetkan perusahaan migas nasional (national oil company) pada 2025 mampu menguasai 50 persen pangsa industri migas di Indonesia.Menurut Dirjen Migas Departemen ESDM Evita H. Legowo, kini pengusahaan industri migas oleh perusahaan nasional baru mencapai 25 persen dan 75 persen lainnya dipegang oleh perusahaan asing. ''Karena itu, peningkatan national operatorship jadi target dan kebijakan manajemen migas,'' ujarnya saat menjadi pembicara dalam seminar sesi terakhir even Indonesia Petroleum Association (IPA) Convention 2009 di JCC kemarin (7/5).Meski begitu, dia mengakui meningkatkan operatorship perusahaan migas nasional bukanlah hal mudah. ''Inilah tantangan kita,'' katanya.Saat ini, dari seluruh pemain besar di industri migas Indonesia, perusahaan migas nasional berskala besar hanya Pertamina dan Medco. Pemain besar lainnya didominasi perusahaan asing, seperti Chevron, Total, ConocoPhillips, CNOOC, ExxonMobil, maupun PetroChina.Evita menyebut tiga faktor penting untuk meningkatkan operatorship perusahaan migas nasional, yakni penguasaan atas manajemen risiko, modal, dan teknologi. ''Karakter industri ini kan high risk, high cost, dan high technology,'' terangnya.Pemerintah, tutur Evita, sudah merancang strategi untuk mengejar target 50 persen national operatorship. Antara lain, melalui Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 3 Tahun 2008. Permen ini mengatur tentang pengembalian wilayah kerja (WK) migas yang tidak dimanfaatkan. Lewat peraturan tersebut, perusahaan migas nasional yang masih kecil bisa ikut ambil bagian mengelola sebagian WK migas milik perusahaan-perusahaan besar.''Ini strategi untuk melatih national capability. Kalau bisa jadi operator di wilayah-wilayah kecil, perusahaan nasional nantinya diharapkan bisa menjadi operator untuk wilayah lebih besar,'' ujarnya.Selain itu, aturan lain untuk meningkatkan national capability adalah Permen ESDM No 1 Tahun 2008 tentang pemanfaatan sumur marjinal atau sumur tua. Dengan aturan ini, perusahaan kecil, termasuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), bisa menjadi operator di lapangan kecil.Sebelumnya, Menteri ESDM Purnomo Yusgiantoro mengatakan, sector migas punya konstribusi signifikan atas perekonomian nasional. Itu membuat industri migas harus terus dijalankan secara kontinu. ''Industri ini menjadi salah satu roda penggerak perekonomian nasional,'' ujarnya.Dalam paparannya, Purnomo mengatakan, sektor migas menyumbang 21 persen dari total ekspor nasional dan menyumbang 32 persen dari total penerimaan negara. (owi/dwi)

Sex, Power, and Murder

Kisah-kisah menyangkut seks, kekuasaan, dan tokoh terkenal selalu menarik untuk diikuti. Kita dapat mengikuti beragam kisah itu mulai masa para nabi, zaman Romawi, zaman pertengahan, hingga sekarang. Konsep-konsep tentang kesetaraan dan hak-hak perempuan sekarang memang telah mencapai banyak kemajuan. Tetapi, semua itu belum mampu mengakhiri pandangan tentang perempuan dan kenikmatan seks sebagai aksesori kekuasaan.Kisah tentang para harem King Solomon (Raja/Nabi Sulaiman) sering ditulis sebagai hak eksklusif sang raja. Kita juga dapat mengikuti bagaimana Sidharta muda sebelum menjadi Buddha. Dalam suatu kisah disebutkan, agar Pangeran Sidharta tidak meninggalkan istana, sang ayahanda mencoba mencegah dengan menyediakan ratusan perempuan cantik di dalam kompleks istana. Tetapi, usaha itu gagal total karena Sidharta tidak tertarik. Dari buku-buku, kita juga bisa mengikuti kisah-kisah kehidupan para kaisar Romawi dan Tiongkok serta raja-raja dan bupati di Jawa dengan banyak selirnya. Kisah tentang seks dan kekuasaan akan lebih menarik bila tersaji dalam kaitan skandal, apalagi ada isu berbau agama, politik, atau kriminal, seperti pembunuhan. Kita pernah mengenal kasus Sum Kuning di Jogjakarta saat seorang perempuan penjual jamu bernama Sumariyem diperkosa oleh sejumlah anak muda pada 18 September 1970. Kasus yang diduga melibatkan anak-anak pejabat elite itu dihentikan oleh Presiden Soeharto meskipun Kapolri Jenderal (Pol) Hoegeng Imam Santoso waktu itu bertekad mengungkapnya secara tuntas. Apa yang disebut kasus Dice pada 1986 tak kurang menariknya. Dalam kasus itu, mantan peragawati bernama Dice mati terbunuh. Ada sejumlah pejabat yang disebut berkaitan dengan kasus tersebut sebelum akhirnya polisi menangkap Sirajuddin alias Pak De. Pengadilan akhirnya menghukum Pak De seumur hidup. Pada masa Presiden Habibie, hukuman dikurangi menjadi hanya 20 tahun. Tetapi, pada akhir Desember 2000 dia telah bebas bersyarat. Meskipun begitu, banyak pihak menilai kasus itu tetap misterius.Di negeri lain, ada kisah Presiden Israel Moshe Katsav yang dipaksa mundur pada 2007 karena sering melakukan pelecehan seksual terhadap perempuan-peremuan di kantornya. Laporan Asuncion, Paraguay, pekan lalu lebih menarik lagi. Pasalnya, Presiden Fernando Lugo ternyata punya tiga anak dari tiga perempuan yang berbeda saat masih menjadi uskup! Rakyat Paraguay terperangah. Itu bukan sensasi atau fiksi karena Lugo telah mengakui dosa masa lalunya itu. Dia pun menolak desakan mundur.Kita juga sudah tahu kisah petualangan libido Bill Clinton, terutama saat menjadi presiden Amerika Serikat. Kisah dengan warna kebohongan itu menyangkut Monica Lewinski, perempuan muda yang bekerja sebagai pegawai magang di Gedung Putih. Kasus tersebut membuat Clinton diadili oleh Senat AS meskipun selamat dari pelengseran sebagai kepala negara.Kasus menarik lain menyangkut O.J. Simpson, mantan bintang sepak bola dan aktor film, yang dituduh membunuh istrinya, Nicole Brown Simpson, dan temannya, Ronald Goldman, pada 1994. Kasus tersebut begitu menggegerkan dan memperoleh perhatian luar biasa dari masyarakat. Banyak sumpah serapah dialamatkan kepada Simpson. Namun, setelah melalui sidang pengadilan yang berlarut-larut, pada 3 Oktober 1995 hakim menyatakan O.J. Simpson tidak bersalah. Toh begitu, gugat-menggugat masih terus berlangsung antara keluarga korban dan O.J. Simpson. Tapi, akhirnya pada 21 Februari 2008 Pengadilan Los Angeles menangguhkan semua gugatan terhadap Simpson. Kasus tersebut begitu menarik sehingga banyak penulis mengabadikan dalam buku-buku. Beberapa di antara buku yang mengulas kasus itu adalah Outrage: 5 Reasons Why O.J. Simpson Got Away with Murder (1997) karya Vincent Bugliosi; O.J. Simpson Facts and Fictions (Daniel M. Huntt, 1999); O.J. Simpson is Guilty, but Not of Murder (William Dear, 2000); dan The Overlooked Suspect (2007). KPK dan Antasari Azhar Sekarang kita disuguhi laporan-laporan tentang terbunuhnya Direktur PT Putra Rajawali Banjaran (PRB) Nasrudin Zulkarnain. Kasus itu jelas menarik sekali karena disebut menyangkut skandal seks. Polisi telah menangkap sejumlah tersangka dan akan memeriksa lainnya, termasuk Antasari Azhar, yang tidak lain adalah ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Laporan-laporan menyebutkan, Antasari dituduh berada di balik pembunuhan itu, mungkin karena khawatir perselingkuhannya dengan istri ketiga Nasrudin, Rani Juliani, diungkapkan ke publik. Dia telah dibebaskan sementara dari jabatannya di KPK.Orang-orang bertanya akan bagaimanakah kelanjutan kasus tersebut? Banyak pertanyaan memang, tapi jelas tidak bisa dijawab dengan cepat. Mampukah penegak hukum menangani kasus itu secara profesional dan bermartabat? Atau sebaliknya, dapatkah Antasari membuktikan secara gamblang bahwa dirinya tidak terlibat pembunuhaan tersebut? Masyarakat pantas mempertanyakan hal-hal itu karena pertaruhannya sangat besar, menyangkut reputasi KPK dan agenda besar bangsa ini dalam memberantas tindak pidana korupsi. Masyarakat pantas gelisah dan khawatir atas kemungkinan Antasari terbukti terlibat pembunuhan itu. Sama gelisah dan khawatirnya dengan kemungkinan ketua KPK itu menjadi korban semacam konspirasi orang-orang yang menaruh dendam kesumat terhadapnya. Itulah akibat banyaknya tokoh dan pejabat terkemuka yang dikirim ke penjara oleh KPK karena korupsi.Namun, ke mana pun arah perkembangannya, perlulah diingatkan bahwa masyarakat tidak dapat dibohongi. Siapa pun yang mencoba berbohong, tidak jujur, atau membuat rekayasa, betapa pun canggihnya, akan sia-sia. Benar kata sebuah ungkapan, "Crime does not pay." Sejarah telah membuktikannya. Berkali-kali.
(*)* Djoko Pitono adalah jurnalis dan editor buku.

Sinyal Pemulihan Ekonomi

KUARTAL pertama tahun ini, kinerja sejumlah sektor ekonomi masih negatif. Namun, memasuki kuartal kedua, ekonomi bergerak ke arah positif. Sejumlah indikator bisa dipaparkan di sini. Misalnya, laju inflasi nasional yang negatif (deflasi), apresiasi nilai tukar rupiah, dan kenaikan indeks harga saham gabungan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Meskipun dunia dikejutkan oleh persebaran virus flu babi, belum ada pengaruh signifikan terhadap gerak pasar global. Di dalam negeri, stabilitas situasi sosial dan politik pada saat pemilu legislatif lalu mampu membangkitkan optimisme pelaku pasar. Itulah modal dasar yang bisa dipakai oleh pengambil kebijakan di bidang ekonomi, baik fiskal maupun moneter, untuk menetapkan langkah strategis menghadapi tantangan ekonomi 2009.Sejarah selalu berulang: pemilu selalu diikuti pergerakan positif di pasar saham dan pasar uang kembali terbukti. Pelaksanaan pemilu legislatif yang relatif lancar, meskipun ada persoalan terkait DPT (daftar pemilih tetap), mampu mengerek indeks saham hingga saat ini berada di kisaran 1.700. Padahal, Februari tahun ini, indeks masih bertengger di level 1.200-an. Momentum pemulihan ini akan berlanjut dengan sejumlah catatan. Kondisi ekonomi global terus membaik, meluasnya virus flu babi dapat diatasi, dan pemilu presiden Juli mendatang berjalan lancar. Krisis finansial global memang telah memberikan pukulan telak bagi ekonomi domestik. Pasar tradisional ekspor seperti Amerika Serikat (AS) dan Jepang turun drastis. Upaya switching ke pasar-pasar baru seperti Eropa Timur dan Timur Tengah juga tidak mudah direalisasikan. Selain membutuhkan proses pengenalan, belum tentu pasar ekspor alternatif tersebut membutuhkan produk seperti yang dijual di pasar ekspor tradisional. Sementara itu, daya serap pasar domestik sendiri juga tidak tinggi. Bisa bertahan dengan posisi yang sama seperti tahun lalu saja sudah cukup bagus. Karena itu, stimulus fiskal yang dikucurkan pemerintah, selain diharapkan bisa memperbaiki sisi produksi, idealnya juga bisa menjadi stimulan di sisi konsumsi.Momentum pemulihan ekonomi yang sudah mulai terlihat pada kuartal kedua tahun ini diharapkan terus berlanjut. Meskipun saat ini pasar uang dan bursa saham sudah bergairah, sebetulnya pelaku pasar masih menunggu pelaksanaan pilpres Juli nanti. Jika pemilihan presiden berjalan lancar, stabil, dan tanpa gejolak yang berarti, pelaku pasar akan menggerojokkan lebih banyak dana. Termasuk investor asing yang saat ini masih menempatkan sebagian portofolionya di pasar uang dan bursa saham. Jadi, momen pilpres, siapa pun yang terpilih nanti, menjadi penentu arah ekonomi ke depan.Kasus yang menimpa Antasari Azhar juga menjadi perhatian pelaku pasar. Namun, jika kasus ini tidak mengurangi semangat pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK, pasar tetap akan memberikan respons positif. Di sisi lain, pada saat yang sama, Bank Indonesia (BI) dan pemerintah harus bekerja lebih keras dan erat dalam merumuskan kebijakan fiskal dan moneter yang lebih sinergis. Hanya dengan kondisi-kondisi seperti itulah, momentum pemulihan ekonomi yang mulai terlihat saat ini bisa terjaga. (*)

Jangan Bangga Jadi Pemimpin!

Pemimpin sejatinya pelayan bagi masyarakat. Dia bukan orang yang semena-mena menyuruh sembari duduk- duduk enak di kursi empuk dan makan gaji. Namun, dalam kenyataan, pemimpin yang seperti itu sering dijumpai. Dengan demikian, muncul asumsi bahwa menjadi pemimpin itu enak. Akibatnya, orang-orang berlomba-lomba ingin menjadi pemimpin. Itu persepsi yang sangat keliru. Dahulu Abu Bakar, sahabat Nabi Muhammad SAW, malah merasa terbebani ketika diangkat menjadi pemimpin. Sebab, di situ ada tanggung jawab besar yang harus dipertanggungjawabkannya.Kondisi tersebut sungguh berbalik seratus persen di Indonesia saat ini. Orang begitu bangga dan gembira ketika berhasil menduduki jabatan (pimpinan) tertentu. Terbukti, setelah terpilih menjadi pemimpin, mereka berpesta pora untuk merayakan kemenangannya.Munir Atlan, s iswa MA I Annuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep, Madura

Topeng Politik dan Kaburnya Ideologi

Meski pengumuman hasil pemilu belum selesai, kini sudah dapat ditebak siapa kira-kira yang menang dalam pemilu saat ini. Dari hasil penghitungan sementara yang diekspos berbagai media, baik elektro maupun surat kabar, Partai Demokrat (PD) yang paling unggul dalam perolehan suara jika dibandingkan dengan partai-partai yang lain. Kemudian, disusul Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Golkar, dan seterusnya. Setelah melihat tren hasil suara seperti itu, sekarang seluruh partai sibuk berkoalisi demi masa depan partai tersebut (berkuasa). Selain itu, koalisi partai tersebut dilakukan untuk mengegolkan capres dan cawapres. Para elite politik pada saat ini sibuk mencari siapa yang pantas menjadi temannya dan siapa yang akan ''dimusuhinya''. Pada titik ini, dalam dunia politik, persahabatan dan permusuhan dalam waktu sesaat menjadi sangat rentan terjadi. Itu dibuktikan Partai Golkar yang pada awalnya diramalkan tetap berkoalisi dengan PD, namun dalam waktu relatif singkat Golkar memutuskan hubungan dengan PD. Kemudian, Golkar sibuk mencari teman partai lain yang bisa diajak koalisi. Dalam kondisi seperti itu, partai bisa berkoalisi dengan partai yang sebelumnya dimusuhi, misalnya Golkar bisa berkoalisi dengan PDIP yang sebelumnya menjadi oposisi pemerintah. Fenomena koalisi yang tak menentu dan serbamungkin pada saat ini akan mendekonstruksi nilai-nilai idealitas dalam ideologi yang diusung partai. Nilai-nilai ideologis menjadi kabur, program-program yang didagangkan partai-partai pada saat kampanye menjadi tak jelas, semuanya ingin dilampaui dalam koalisi. Tentu semua itu demi mencapai kekuasaan. Dari sini muncul topeng-topeng politik yang banyak dipakai para elite partai politik untuk mencapai kekuasaan. Suara rakyat yang bermuatan ideologis dan harapan dibengkokkan, ditarik ke sana kemari oleh para elite partai untuk mencapai kekuasaan. Konsekuensinya, suara rakyat kehilangan muatan dan esensi. Suara rakyat hanya dijadikan dagangan oleh elite partai untuk mencapai kekuasaan yang akan mereka nikmati.Dengan demikian, secara tidak langsung elite partai telah membohongi dan menyakiti rakyat yang memberikan kepercayaan kepada partai untuk membawakan aspirasi, ideologi, dan harapan mereka. Kini para elite partai yang ingin berkuasa dan memakai topeng dalam rangka mencari teman untuk berkoalisi demi mencapai kekuasaan, menggunakan intrik-intrik, strategi ilmu politik bertopeng. Dalam ilmu komunikasi politik bertopeng, pertemuan antarsesama elite politik bisa saja memasang muka yang ramah, penuh dengan senyum dan tawa, namun menyimpan duri sekaligus madu yang akan diejewantahkan pada saat mereka berpisah. Dalam waktu singkat, bisa saja tampang ramah itu akan hilang karena pada saat pertemuan tidak menghasilkan kesepakatan untuk berkoalisi. Di sini, topeng akan dipakai dalam waktu sesaat, namun bisa saja dipakai selamanya bila memungkinkan. Tentu semua itu dimainkan untuk mencapai kekuasaan. Dalam ilmu politik bertopeng tersebut, yang menjadi motivasi hanyalah hasrat untuk mencapai kesenangan dalam kekuasaan. Para elite politik yang seperti ini, menurut Soren Kierkegaard (1813-1855), hanya menggunakan nilai-nilai estetikus dan melupakan nilai-nilai etis dan religius. Nilai-nilai estetikus itu bisa diejewantahkan lewat bentuk tingkah laku bertopeng untuk mengelabui orang-orang lain agar bisa diperalat untuk dijadikan tangga mencapai kekuasaan. Topeng tersebut bisa berbentuk wajah yang manis, panuh senyum dan tawa, janji yang menggiurkan, dan seabrek tingkah laku yang sebenarnya palsu dan membohongi diri sendiri serta orang lain. Orang yang memakai topeng demi tujuan politik oportunis itu sebenarnya telah menghilangkan eksistensi dan mengaburkan ideologinya. Kehilangan eksistensi dan mangaburnya ideologi akan menjadikan manusia hipokrit yang tidak mau bertanggung jawab atas apa yang diembannya dan menjadikan dirinya teralienasi dari dirinya yang sebenarnya.Nilai-nilai etis yang berupa hubungan dengan orang lain mereka buang, dan parahnya, orang seperti ini akan juga kehilangan kepercayaan atau keyakinan (religiusitas) terhadap dirinya sendiri dan apa yang telah dibangunnya (baca: ideologi). Orang yang berada dalam ranah estetis, menurut Kirkegaard, adalah manusia paling rendah yang sangat pragmatis. Teori filsafat eksistensialis sepeti ini tak ubahnya teori psikologi yang diusung Sigmund Freud, di mana jiwa manusia itu terdiri atas id, ego, dan superego. Orang yang hidup dalam kategori estetikusnya Kirkegaard sama dengan hidup dalam dunia id-nya Freud. Mereka yang hidup dalam dunia estetikus atau id itu adalah mereka yang hanya menuruti hawa nafsunya dan melupakan rasionalisasi (ego) yang menjadi polisis sebuah keinginan dan nilai-nilai yang dibangun dari pengetahuan agama, ideologi, tradisi, adat, pemikiran, dan lain-lain yang datang dari luar (superego). Sebagian besar elite politik pada saat ini telah terperangkap dalam dunia estetikus Kierkegaard dan id Freud. Demi kekuasaan, mereka lupa terhadap eksistensinya dan ideologi yang dibangun bersama dengan masyarakat yang menaruh harapan dan kepercayaan besar kepadanya. Para elite politik telah menjerumuskan dirinya dalam jurang kemanusiaan yang paling rendah dan mengaburkan eksistensinya. Alih-alih ingin mengaktualisasikan diri dalam kekuasaan, sebenarnya mereka telah menenggelamkan diri mereka dalam lumpur hawa nafsu serakah yang hina. Sebab, yang tampak adalah bagaimana mereka bisa duduk di kursi kekuasaan meski dengan memakai topeng kemunafikan.
*). Masykur Arief Rachman, pnasihat politik The Hasyim Asy'arie Institute Jogjakarta

Setelah KPK Minus Antasari

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar telah ditetapkan kepolisian sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan berencana Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasrudin Zulkarnain. Pasal 340 KUHP telah dijadikan kepolisian untuk mengirim Antasari ke balik jeruji besi. ?Sesuai pasal 32 angka 1 UU No 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, besar kemungkinan Antasari Ashar akan diberhentikan daripada sekadar diberhentikan sementara karena menjadi terdakwa dalam kasus tindak pidana kejahatan. Kedua, berhalangan tetap atau secara terus-menerus selama lebih dari tiga bulan tidak dapat melaksanakan tugasnya.Kondisi itu mengakibatkan beberapa hal. Pertama, pimpinan KPK hanya akan dijalankan empat orang pimpinan yang merangkap anggota. Hal itu tentu berlawanan dengan pasal 21 ayat (1) huruf a yang menegaskan, pimpinan KPK harus terdiri atas lima orang. Sesuatu yang berjalan di luar aturan merupakan situasi yang tidak dikehendaki. Itulah yang disebut force majeure. Padahal, korupsi merupakan extra-ordinary crime yang memerlukan penanganan khusus dan berjalan dalam bingkai aturan yang ada.Kedua, akan ada banyak kasus korupsi yang menggantung atau tidak terselesaikan. Bukan meragukan komitmen dan kapasitas keempat pimpinan KPK yang tersisa. Tetapi, mekanisme pengambilan keputusan akan menghambat kinerja pimpinan KPK. Bagaimanapun harus disadari bahwa pimpinan KPK yang didesain berjumlah lima orang bukanlah tanpa dasar.Mekanisme normal dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, termasuk dalam memutus suatu perkara, mulai tahap penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan, oleh para pimpinan KPK yang dikenal dengan sebutan ekspose perkara dilakukan dengan cara kolektif (pasal 21 poin 5 UU KPK). Artinya, kelima pimpinan melakukan musyawarah sampai voting bila terjadi deadlock. Namun, dengan berkurangnya satu pimpinan, sangat mungkin terjadi kedudukan berimbang dalam voting. Jika demikian yang terjadi, akan sangat sedikit perkara yang bisa diputus KPK dan itu sangat mungkin terjadi. Hal itulah yang dikhawatirkan banyak pihak. Ketiga, kinerja KPK yang melambat atau berjalan pelan akan mematikan spirit dan antusiasme masyarakat untuk bahu-membahu melawan korupsi. Itu berbahaya dan semakin menjauhkan negeri ini dari mimpi kesejahteraan, reformasi birokrasi, dan sebagainya. Atau, ini merupakan bagian dari skenario para koruptor untuk mematikan KPK? Atau, pihak lain yang menghendaki Indonesia tetap menjadi bagian dari rantai kemiskinan? Siapa tahu. ?***Berpijak dari sana, semua pihak perlu menyadari bahwa apa yang dialami institusi KPK bukanlah masalah institusi itu sendiri. Itu masalah kita semua, masalah bangsa. Benar, Antasari akan berada di balik terali besi. Tetapi, itu tidak boleh membuat terlena bangsa ini dan memenjarakan pikiran kita semua. Sebab, pertama, apa yang dialami Antasari adalah pelajaran bagi para pimpinan KPK yang lain atau pejabat di negeri ini untuk menegakkan kode etik ataupun nama besar korps dengan tindakan positif. Dalam konteks tersebut, misalnya, Antasari telah sekian lama melanggar kode etik KPK pasal 5 ayat (1), yakni tangguh dan tegar dalam menghadapi berbagai godaan yang dilaksanakan dalam bentuk sikap, tindakan/prilaku. Pertanyaannya, apakah semua institusi publik di negeri ini memiliki kode etik atau semangat positif korps? Kedua, jika pada akhirnya Antasari diberhentikan (pasal 32 ayat 3 UU KPK), presiden patut mengajukan calon anggota pengganti kepada DPR melalui mekanisme perekrutan pimpinan dengan tahapan dan prosedur layaknya merekrut pimpinan KPK yang baru pasca berakhirnya masa jabatan 4 tahun (pasal 34 UU KPK). Undang-Undang KPK memang tidak mewajibkan presiden mengajukan calon pengganti kepada DPR. Namun, kita harus berasumsi bahwa dengan absennya satu unsur pimpinan KPK, mekanisme kolegial pimpinan KPK tidak akan berjalan maksimal dan akan menghambat laju pemberantasan korupsi. Selain itu, pengalaman pimpinan yang bermasalah, seperti yang terjadi di Komisi Yudisial, Komite Pengawas Persaingan Usaha, atau Komisi Pemilihan Umum pasca dijebloskannya para anggota yang terlibat dalam kasus pidana, dapat memberikan justifikasi bagi presiden untuk tidak melakukan hal yang sama terhadap KPK. Ketiga, keempat pimpinan KPK yang tersisa harus merumuskan ulang prosedur tata kerja dalam mengambil kesepakatan dan aturan main bersama yang baku dipraktikkan selama ini melalui keputusan KPK (pasal 25 angka 2). Kesepakatan dan aturan main yang baru itu sebagai bagian dari kondisi force majeure KPK. Ada tiga model yang mungkin dapat menjadi tawaran. Pertama, secara bergiliran dan berkala salah seorang di antara empat pimpinan menjadi ketua. Dan, ketua diberi bobot penentu bila terjadi deadlock dalam pengambilan keputusan yang berakhir dengan voting. Kedua, keempat pimpinan secara bergiliran dan berkala menjadi ketua, tetapi memiliki bobot yang sama dalam mengambil keputusan. Untuk menghindari deadlock, tim penasihat diberi hak suara walau bobotnya tidak sama dengan pimpinan.Mungkin ada pertanyaan, apa dasarnya tim penasihat diberi hak suara dalam pengambilan keputusan? Lagi-lagi ini force majeure dan pimpinan KPK dapat mempertanggungjawabkan kebijakannya karena keberanian untuk menerjemahkan pasal 21 ayat (6) bahwa KPK sebagai penanggung jawab tertinggi, jo pasal 23, jo pasal 25 ayat (1) huruf (a) dan ayat (2). Semua tindakan dan keberanian KPK tersebut harus dikaitkan dengan pasal 3 UU KPK ihwal independensi dan bebas dari pengaruh kekuasaan mana pun. Semua itu demi institusi KPK dan demi bangsa ini. *). Henry Siahaan, aktivis antikorupsi, bekerja di kemitraan/partnership, Jakarta ?

Pemilu 2009, Kemenangan Pemodal

Pemilu 2009 ini semakin memilukan rakyat. Mereka yang kalah mayoritas disebabkan modalnya kecil (cekak). Hal itu sebangun dengan partai-partainya. Sebaliknya, banyak caleg dari partai-partai besar yang didukung oleh sumber dana besar akhirnya memenangi pemilu. Karena kemenangannya banyak ditentukan oleh modal, kita sulit berharap bahwa hasil pemilu kali ini akan membawa perubahan yang berarti bagi rakyat. Karena itu, saya setuju dengan Revrison Baswir yang mengatakan bahwa demokrasi di negeri ini hanya dijadikan alat atau sarana bagi para pemodal untuk merebut jabatan-jabatan publik.Elfia Zubaidah, ibu rumah tangga, tinggal di Jl Semeru 8, Waru, Sidoarjo

Rakyat Rindu Pemimpin Ideal

FENOMENA paling menonjol dalam Pemilu 2004 adalah karakter pemilih yang melankolis. Mereka begitu mudah iba sekaligus mengagumi sesuatu yang menyentuh hatinya. Ketika itu, sosok SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) yang tinggi, besar, dan gagah menyebabkan para pemilih jatuh cinta. Khususnya ibu-ibu. Keputusan SBY mundur dari kabinet yang mengesankan dia telah dikuyo-kuyo Presiden Megawati menimbulkan rasa iba begitu mendalam di hati pemilih. Dua faktor itulah yang paling dominan melatarbelakangi pilihan pemilih kepada SBY yang menggandeng JK (Jusuf Kalla).Bagaimana halnya dengan Pemilu 2009? Pemilih melankolis masih ada. Tapi, hampir pasti sudah tidak dominan lagi. Kini rakyat sudah mulai dewasa. Ini tecermin dalam hasil sementara pileg 9 April lalu. Beberapa partai besar yang masih menonjolkan kebesaran nama partai dan tokoh-tokoh pendiri -tapi tidak mengubah paradigmanya- mulai ditinggalkan konstituen. Yang dialami Partai Golkar dan PKB merupakan contoh faktual. Kedewasaan sikap selalu paralel dengan pikiran rasional. Penampilan fisik saja belumlah cukup dijadikan modal untuk menarik simpati pemilih pada pilpres Juli nanti. Apalagi, dalam kondisi krisis global seperti sekarang ini. Rakyat merindukan kehadiran sosok pemimpin yang benar-benar ideal.Pemimpin ideal dalam konsep Hastabrata (ajaran kepemimpinan dalam dunia pewayangan) harus mencerminkan delapan unsur. Yakni, seorang pemimpin dituntut bisa menghidupi (surya, cahaya). Pemimpin harus menjadi candra (bulan) sehingga bisa menjadi teladan dan memberikan keteladanan kepada bawahan serta rakyat yang dipimpinnya. Ketiga, dalam diri pemimpin harus ada kartika (bintang) yang bermakna, figur pemimpin tidak boleh mencla-mencle, tidak menepati ucapan dan janji-janji, baik janji yang dikumandangkan saat kampanye maupun ketika memegang kekuasaan. Berikutnya, pemimpin seyogianya meneladani bumi yang tidak diskriminasi terhadap semua benda yang menempel di tubuhnya. Demikian pula pemimpin, dia tidak boleh membeda-bedakan rakyat yang dipimpinnya. Pelayanan yang diberikan kepada rakyat, idelanya, sama dengan yang diberikan kepada keluarga, kerabat, atau koleganya. Unsur yang kelima adalah agni. Dalam diri pemimpin hendaknya ada semangat seperti api yang selalu membara dalam memberantas kejahatan dalam segala bentuk. Kejahatan kriminal menyebabkan hidup rakyat tidak aman. Kenyamanan dan ketenangan sosial juga terganggu. Sedangkan kejahatan korupsi mengakibatkan negara bangkrut. Tiga unsur berikutnya secara berturut-turut adalah banyu, angin, dan angkasa. Seperti halnya air, seorang pemimpin harus mampu memberikan kesejukan suasana sehingga rakyat merasakan ketenangan dalam situasi dan kondisi apa pun. Seorang pemimpin juga dituntut seperti angin yang siap sedia menolong rakyat. Terutama rakyat kecil yang sedang hidup susah, bukan rakyat yang sudah makmur hidupnya seperti pengusaha. Hakikatnya, pemimpin adalah pembantu rakyat. Karena itulah, saat memimpin, Umar ibn Khattab memilih blusukan melihat langsung kondisi rakyatnya, bukannya asyik menyanyi dan bersenang-senang dengan pengusaha dan orang kaya. Umar bersikap dan bertindak demikian karena di dalam dirinya terdapat unsur angkasa (langit) yang membimbingnya untuk senantiasa mengayomi semua yang hidup di bawahnya, bukan hanya pegawai pemerintahan, tapi juga kawula alit yang justru sangat membutuhkan perhatian dan bantuannya.Selain Hastabrata yang merupakan wejangan Prabu Rama selaku titisan Dewa Wisnu kepada Wibisono saat dia dinobatkan sebagai raja Alengka, filosofi Punakawan juga tepat dijadikan acuan untuk menakar seorang pemimpin. Punakawan adalah empat sekawan yang setia mendampingi dan membimbing kepemimpinan Pandawa. Yakni Semar, Petruk, Gareng, dan Bagong. Semar menggambarkan sosok yang bijaksana, Petruk dikenal cerdas, Gareng rajin, dan Bagong kaya ide dan humoris. ***Dalam situasi dan kondisi deraan krisis dunia sekarang ini, Indonesia membutuhkan pemimpin yang Hastabrataism dan memiliki empat karakter Punakawan. Bijaksana dalam menyikapi segala persoalan, cerdas dalam mengambil keputusan, rajin membaca dan belajar sehingga memiliki banyak ide untuk membawa negara ini lolos dari sergapan krisis, serta humoris.Humoris tidak selalu identik dengan dunia pelawak. Tapi, humor dalam arti yang lebih luas. Sense of humor (selera humor) tinggi sangat efektif untuk mengurangi ketegangan. Barrack Obama adalah contoh ideal pemimpin yang memiliki karakter Punakawan. Presiden AS berusia 47 tahun itu dikenal cerdas, bijaksana, dan rajin membaca apa pun sampai-sampai juga memahami musik dan sastra. Dalam beberapa kesempatan bicara di hadapan pejabat dan pelaku usaha tentang krisis terberat yang dialami negaranya, Obama selalu menyelipkan joke-joke segar. Selain mencairkan suasana tertekan, tegang, dan depresi, suasana humor yang dihadirkan Obama mampu memompa semangat baru untuk bangkit dari keterpurukan. Jika ingin mendapat simpati pemilih, Presiden SBY harus belajar banyak kepada Obama. Seperti kita kenal, selama ini SBY cenderung jaim. Mempertahankan citra dengan cara menjaga image dirinya. Karena itu, ketika ada peserta pertemuan yang terkantuk-kantuk dan ngobrol sendiri sehingga tidak memperhatikan pidatonya, SBY langsung menegur dengan nada marah -termasuk saat mikrofon yang tidak bunyi ketika dia hendak press conference beberapa waktu lalu. Andai Obama yang mengalami hal itu, pasti akan memarahinya dengan joke. SBY memang bukan Obama. Dan, yang membedakan keduanya adalah sense of humor. Karena itu, dalam running pilpres dua bulan mendatang, SBY harus mencari figur yang bisa menutupi kekurangannya tersebut. Kita tunggu! (*)*).Samsudin Adlawi, wartawan Jawa Pos (udi@jawapos.co.id)

Jalan Aman ala Golkar

Ketika Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla memutuskan ''bercerai'' dengan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, banyak pengamat yang menduga bahwa Golkar bakal menapaki jalan baru. Yakni, siap menjadi oposisi bila nanti ternyata kalah bertarung dengan SBY.Indikasi kesiapan Golkar menjadi kekuatan oposisi memang cukup menarik. Ini mengingat, sepanjang perjalanan sejarahnya, partai ini memang tidak memiliki track record sebagai kekuatan yang berjalan di luar kekuasaan. Namun, indikasi menarik tersebut kini sepertinya bakal layu sebelum berkembang. Sebab, belum genap sebulan -dari Kalla bercerai dengan SBY- kini partai warisan Orde Baru itu sudah berancang-ancang mencari jalan aman. Melalui rapat pleno, partai ini memutuskan merestui kader-kader Golkar menjadi cawapres bagi kandidat lain. Setidaknya ada enam kader Golkar yang ''dijajakan'' untuk menjadi cawapres. Mereka adalah Aburizal Bakrie, Akbar Tandjung, Fadel Muhammad, Surya Paloh, Agung Laksono, dan Sri Sultan Hamengku Buwono X. Sedangkan kandidat capres yang ''dibidik'' adalah SBY. (Jawa Pos, 6/5)Skenario ini memiliki kemiripan dengan Pemilihan Presiden 2004. Saat itu, selain mengajukan calon sendiri -Wiranto-Salahuddin Wahid-, Golkar memiliki kader (JK) yang berpasangan dengan SBY. Ujung-ujungnya, ketika SBY-JK menang dalam pilpres, partai ini dengan cepat merapat ke kekuasaan. JK yang semula sempat ''tersingkir'' dari Golkar dikembalikan ke pusat kekuasaan di Golkar dengan dipilih sebagai ketua umum. Nah, dari sinilah Golkar kembali bertengger di tengah-tengah arus kekuasaan.Sepertinya, ''jalan hidup'' itu akan diputar ulang. Golkar sedang menyiapkan skenario agar tetap berada di tempat yang enak (kekuasaan). Itu bisa dilihat dari adanya kader Golkar yang dicadangkan sebagai cawapres. Mereka cenderung ditempelkan ke SBY yang menurut banyak survei berpotensi besar memenangkan pilpres mendatang.Hanya, apakah skenario itu akan semulus pada 2004? Waktu yang akan memberi jawaban. Kini bola berada di tangan SBY. Apakah tokoh asal Pacitan, Jatim, itu masih mau membukakan pintu untuk kader-kader Golkar. Jika SBY mau membukakan pintu dan mengambil satu di antara enam nama di atas, bisa jadi lakon 2004 kembali terjadi. Jika sebaliknya -SBY tidak mau- tentu kondisinya akan lain. Bisa jadi, Partai Golkar akan membuat trik-trik atau skenario-skenario baru yang belum pernah terjadi.Dalam konteks ini, kita tentu tidak berada pada posisi untuk mengatakan baik-tidak, benar atau salah. Kita hanya mencatat bahwa Partai Golkar sepertinya memang masih terobsesi untuk terus berada di pusat kekuasaan. Tradisi berada di luar, sepertinya, belum terbangun di kalangan kader beringin. Selain itu, kita mencacat, demi memuluskan jalan ke pusat kekuasaan, Golkar ternyata relatif fleksibel dalam hal harga diri partai. Paling tidak, di partai itu ternyata tidak terjadi satu kata dalam hal harga diri. Harga diri partai yang oleh pendukung Kalla dimaknai keengganan kubu SBY menerima hanya satu cawapres dari Golkar (dalam hal ini Kalla), ternyata tidak serta-merta diamini kader lain. Pilpres masih beberapa bulan lagi. Segala kemungkinan masih bisa terjadi. Hanya satu harapan yang perlu ditambatkan, apa pun yang terjadi, semoga membawa bangsa ini lebih baik. (*)

Menyoal Nasionalisme Para Capres

Oleh: A.M. Hendropriyono*Atmosfer politik Indonesia pascapemilu legislatif kini penuh dengan manuver para elite yang merupakan masinis kereta api partai-partai. Pembentukan suatu koalisi besar dengan lokomotif partai-partai nasionalis, seperti Golkar, PDIP, Gerindra, dan Hanura, sedang diusahakan. Yang akan menjadi pesaing adalah rangkaian kereta api yang lokomotifnya juga partai nasionalis, yaitu Partai Demokrat. Kedua lokomotif kaum nasionalis itu sama-sama sedang berusaha menarik gerbong partai-partai lain untuk menambah panjang rangkaian kereta api politik yang akan bersaing pada Pilpres 2009. PKS, PAN, PKB, PPP, PBR, dan beberapa partai lain sudah memilih masuk rangkaian mana. Selebihnya masih terus sibuk menghitung mana yang lebih menguntungkan diri atau partai masing-masing. Persaingan itu nanti apakah berbentuk kompetisi yang sehat ataukah jotos-jotosan sangat bergantung kepada moralitas para pemimpin yang merupakan masinis lokomotif-lokomotif tersebut. Kebergantungan kepada pemimpin memang merupakan karakter rakyat di negara-negara berkembang pada umumnya. Karena itu, Jenderal Napoleon Bonaparte dari Prancis pada abad ke-19 berkata bahwa moral singa terdapat pada segerombolan kambing yang dipimpin singa. Namun, sebaliknya, moral kambing terdapat pada segerombolan singa yang dipimpin kambing. Pemilihan presiden Republik Indonesia kelak apakah akan diwarnai oleh moral politik singa ataukah kambing bergantung kepada penampakan empiris dari kiprah para elite masyarakat kita yang sedang berlangsung sekarang ini. Persaingan Antarnasionalis Para masinis partai-partai kita selama ini hanya menyatakan kepada rakyat bahwa kereta mereka kelak akan berjalan stabil. Artinya, mereka akan membangun pemerintahan yang kuat, baik di kabinet maupun di parlemen. Mereka tidak mengatakan bahwa kereta api itu akan menuju ke mana sehingga rakyat yang mau menaiki menjadi bingung. Gerbong-gerbong yang berwarna-warni itu semua disebut nasionalis, walau tidak jelas nasionalis apa yang dimaksudkan. Kalau kedua rangkaian kereta api itu nasionalis dan menuju ke arah yang sama, mengapa kedua kereta itu harus bersaing? Kebingungan rakyat tersebut dapat membawa mereka kepada kesesatan. Membiarkan rakyat tersesat adalah sama dengan menyesatkan rakyat. Rakyat Indonesia menuntut kejelasan atas nilai dasar yang diusung setiap parpol yang mengaku nasionalis. Nilai dasar dari negara Proklamasi 17 Agustus 1945 yang sudah jelas bagi rakyat adalah Pancasila. Yang tidak jelas bagi rakyat adalah nilai instrumentalnya, sejak UUD 1945 diamandemen pada 2000. Akibat amandemen tersebut kini rakyat mengalami praksis kehidupan ideologi yang sangat semrawut. Dasar filsafat negara yang merupakan tanah di hutan Indonesia telah demikian labil sehingga menggoyahkan ketahanan pohon-pohon politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan, dan agama yang tumbuh di atasnya. Karena itu, pada awal reformasi dulu, para purnawirawan TNI-Polri dan sebahagian elite politik bangsa pernah menyerukan agar pemerintah segera mengembalikan UUD 1945 sebagai nilai instrumental dalam mengatur kehidupan kenegaraan kita. Namun, presiden RI tidak dapat memenuhi seruan itu karena amandemen UUD 1945 telah memiliki legitimasi dan legalitas yang sesuai dengan sistem politik demokrasi. Kepala negara tidak mungkin melakukan dekret yang dapat membuat bubur untuk menjadi nasi kembali. Tidak ada penentangan politik yang signifikan dari partai-partai nasionalis saat itu dan tidak ada juga desakan dari TNI-Polri seperti yang terjadi pada 1959. Hal tersebut berarti bahwa mereka semua tidak keberatan untuk lebih baik membuat bubur yang sudah diamandemen empat kali itu menjadi nikmat disantap. Membuat bubur nikmat kini merupakan tugas pemerintahan negara, baik eksekutif, legislatif, maupun yudikatif. Tugas administrasi negara yang sangat berat itu tidak mungkin dapat dilakukan elite bangsa yang tidak berkualitas. Apalagi tanpa moral nasionalisme Pancasila. Bangsa Indonesia Hanya Satu Bubur kesejahteraan tidak akan kunjung dinikmati rakyat karena para elite bangsa masih saja tidak sadar bahwa amanat penderitaan rakyat Indonesia adalah lebih penting daripada mengejar nafsu pribadi menjadi presiden. Ambisi menjadi presiden bersemayam pada diri beberapa orang yang tidak patut akibat ketidakpercayaan mereka kepada cermin untuk berkaca diri. Orang-orang seperti itu tidak mungkin mampu memperjuangkan nasib rakyat yang semakin diperbodoh kebingungannya. Keadaan ini sama dengan kondisi rakyat Amerika Serikat pada abad ke-18, yakni zaman neraka wild west yang melahirkan pepatah All Chiefs, no Indians. Mereka lupa bahwa dasar negara kita (walaupun praksisnya kini masih sangat semrawut) adalah Pancasila yang lebih mengedepankan nilai kolektivitas daripada individualitas. Moralitas mementingkan diri sendiri atau partai semata-mata telah mendorong kaum elite kita menyusun rangkaian kereta politik, yang akan saling serobot dengan sesama kaum nasionalis pada Juni 2009. Gelanggang pemilihan presiden RI kelak tidak akan dipenuhi mereka yang bermoral kambing, apalagi singa. Atmosfer politik Indonesia bahkan akan lebih buruk daripada itu karena pengap oleh moralitas tikus pithi, binatang kecil pengerat menjengkelkan yang masing-masing sekarang sedang saling menata barisan. Rangkaian kekuatan tersebut akan bergerak gelombang demi gelombang, dengan membawa bahaya anarkisme. Bubur yang nikmat dapat gagal terwujud, bahkan mungkin malah ludes dimakan tikus-tikus pithi itu sendiri. Menghadapi ancaman tersebut, rakyat Indonesia harus segera diingatkan pada pesan Bung Karno: ''Jikalau engkau ditanya berapakah jumlah bangsa Indonesia, jawablah bahwa jumlah bangsa kita adalah satu.'' Bagi kaum nasionalis, rakyat yang berbeda suku, agama, ras, dan agolongan hanya punya satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa, yaitu Indonesia. Dengan mengingat pesan pemimpin besar revolusi, setiap individu anak bangsa harus menjaga terselenggaranya pilpres yang jauh dari segala bentuk huru-hara dan kekacauan, yang akan dibawa oleh moralitas anarkis dari tikus-tikus pithi. (*) * Jenderal TNI (pur), mahasiswa S-3 Jurusan Filsafat Universitas Gadjah Mada

NU dari Pilpres ke Pilpres

[ Jum'at, 08 Mei 2009 ]
Terpilihnya Gus Dur sebagai presiden pada SU MPR 1999 adalah puncak capaian NU alam kehidupan politik. Para pendukung Gus Dur di gedung MPR menangis haru dan bersyukur, salawat badar pun berkumandang. Semua warga dan tokoh NU merasa bangga.Tahun 2000, Pesantren Tebuireng mengalami lonjakan santri baru lebih dari 50 persen. Itu mungkin juga terjadi di pesantren lain. Khitah NU 1926, tampaknya, terlupakan. Terasa seakan politik adalah tugas utama NU dan juga seperti menjadi alasan utama NU didirikan. Banyak sekali aktivis dan SDM terbaik dalam kalangan NU terserap ke partai politik. Sayang, Gus Dur tidak lama menjabat presiden RI. Lengsernya Gus Dur itu memang menimbulkan pro-kontra, tetapi sudah menjadi kenyataan. Hampir semua warga NU tidak bisa menerima pelengseran tersebut.Titian di Pilpres 2004 Pada Pilpres 2004, banyak sekali warga NU berpendapat bahwa NU layak mempunyai presiden lagi. Pertama, karena merasa bahwa Gus Dur diperlakukan dengan tidak fair sehingga tidak bisa menjabat sampai akhir masa jabatan. Kedua, karena menganggap jumlah jamaah NU besar sehingga layak kalau presiden RI adalah tokoh NU. Hal yang sama, tampaknya, juga dirasakan warga Muhammadiyah.Struktur NU, tampaknya, juga merasa bahwa jamaah dan jam'iyyah NU layak mempunyai capres atau cawapres. Dalam Konferensi Besar NU 2002, sudah terdengar suara untuk mengajukan Ketua Umum PB NU KH Hasyim Muzadi sebagai cawapres. Pada 2003, sejumlah ketua PW NU mengajukan usul serupa. Pada Desember 2003, Presiden dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri berkunjung ke Pesantren Al Hikam Malang, milik ketua umum PB NU. Di sana, Megawati berjumpa sejumlah kiai NU berpengaruh di Jawa Timur. Media menganggap kunjungan itu bagian dari pendekatan Megawati terhadap jamaah NU untuk melamar ketua umumnya. PDIP, rupanya, berpendapat bahwa dengan menggandeng ketua umum PB NU, sebagian besar warga NU akan memilih Megawati.Sementara itu, Gus Dur tetap ingin maju sebagai capres dari PKB walaupun kondisi kesehatannya tidak mendukung. Akhirnya, keinginan itu tidak terpenuhi karena Tim Ahli Kedokteran IDI menyatakan bahwa dari sudut pandang kesehatan, Gus Dur tidak layak.Tanpa direncanakan dan tanpa meminta, ternyata saya menjadi cawapres pendamping Wiranto. Karena itu, suara warga NU terbelah dan kedua tokoh NU tidak berhasil menang. Warga NU ternyata tidak semua memilih dua tokoh NU tersebut, bahkan pada putaran kedua lebih banyak yang memilih SBY-JK. Presiden Tidak Memihak Saat ini jamaah dan jam'iyyah NU menghadapi realitas yang menyedihkan dan tidak terbayangkan sebelumnya. Tidak ada seorang pun tokoh NU yang meramaikan bursa capres/cawapres. Memang ada mantan ketua umum PMII yang menjadi ketua umum dua partai papan tengah, tetapi tampaknya ketokohan mereka belum membuat mereka menjadi cawapres yang potensial. Sebenarnya ada tokoh NU potensial, yaitu Ketua Umum PP Muslimat NU Khofifah, tetapi pamornya meredup setelah kalah dalam pilgub Jatim. Potensinya besar karena warga Muslimat NU berjumlah belasan juta dan loyal terhadap organisasi. Muslimat NU adalah satu-satunya badan otonom NU yang eksis sampai ke bawah. Keberhasilannya mengimbangi Soekarwo dalam pilgub Jatim adalah berkat dukungan warga Muslimat NU Jatim.Republika 27/4/09 memuat pernyataan ketua umum PB NU: ''Nahdliyyin harus memilih presiden Indonesia yang mau berjuang dan berdakwah untuk Islam. Sebab, akidah Islam saat ini sedang dalam ancaman, terutama aliran-aliran sesat, seperti Jaringan Islam Liberal (JIL)''. Selanjutnya dikatakan: ''Jadi, ini adalah tugas negara untuk menumpasnya. Selama ini, seperti apa penanganannya? Maka itu, PB NU hanya mengarahkan nahdliyyin agar memilih presiden yang ikut berdakwah memerangi ajaran-ajaran yang menyesatkan.'' Pernyataan tersebut memancing reaksi banyak sekali tokoh muda NU melalui milis "bahtsul-masail-nu". Memang banyak keluhan kiai NU berpengaruh terhadap maraknnya perkembangan JIL. Tidak jelas apakah sudah ada keputusan resmi dari organisasi NU tentang sesatnya Islam liberal. Yang sudah jelas, PB NU belum bisa mencapai kesepakatan tentang Ahmadiyah itu sesat walaupun disepakati ajaran itu salah. Apakah presiden RI harus berdakwah untuk kepentingan salah satu agama, apalagi sampai terlibat dalam masalah internal seperti memerangi ajaran-ajaran sesat? Tugas presiden adalah menegakkan UUD dan UU secara adil serta melindungi seluruh tumpah darah dan rakyat, tidak boleh memihak kepada salah satu agama.Pernyataan ketua umum PB NU (''Jadi, ini adalah tugas negara untuk menumpasnya. Selama ini, seperti apa penanganannya?'') dan pernyataan banyak tokoh Islam menyiratkan kekecewaan terhadap kebijakan pemerintah yang tidak membubarkan Ahmadiyah. Dalam masalah Ahmadiyah, MUI dan ormas Islam bisa menyatakannya sebagai aliran sesat, tetapi dalam masalah pembubarannya, (kita) harus mengacu kepada UUD dan UU. UU No 1/PNPS/1965 yang menjadi landasan kebijakan pemerintah dianggap bertentangan dengan UUD oleh sejumlah tokoh dan organisasi pendukung HAM. Tetapi, kenyataannya, tidak ada satu pihak pun yang mengajukan uji materiil UU tersebut ke MK.
Oleh : KH Salahuddin Wahid, Pengasuh Pesantren Tebuireng, Jombang

Model pemimpin

Tidak mudah menjadi pemimpin yang membawahi lebih dari 60 perusahaan. Apalagi jika lebih 60 perusahaan tersebut dihuni puluhan ribu karyawan dengan berbagai latar belakang. Ditambah lagi banyak petinggi dari lebih 60 perusahaan tersebut berasal dari berbagai negara dengan segala keunikannya masing-masing. Inilah peluang sekaligus tantangan yang dihadapi Gunadi Sindhuwinata, CEO Indomobil Group.
Dengan fokus utama industri otomotif beserta produk turunannya, Indomobil Group berhasil bertahan dan bertumbuh menghadapi berbagai rintangan yang pernah dilakoni.
Tentu krisis ekonomi 11 tahun lampau (1998) merupakan pelajaran paling berharga dari Indomobil Group. Setelah lama dimiliki oleh Salim Group, paska krisis saham mayoritas dari Indomobil Group dimiliki oleh para prinsipalnya.
Dalam konteks ini Gunadi Sindhuwinata harus berdiri untuk melayani para stakeholders dan shareholders internal agar terjadi keselarasan supaya terbentuk tim yang kuat dan sigap.
Berdiri gagah menciptakan keselarasan dan kesepahaman antara pemilik lama, pemilik baru, principal dari berbagai merek otomotif (Audi, Hino, Nissan, Renault, Suzuki, Ssangyong, Volvo dan VW), direktur dari berbagai negara, seluruh karyawan dan tentu saja pelanggan, tak pelak memerlukan kecerdasan spiritual dalam kepemimpinan. Dalam berbagai kesempatan percakapan serta sharing pengetahuan dan pengalaman dari seorang Gunadi Sindhuwinata, saya berani menyimpulkan beliau sukses menjadi pemimpin.
Oleh Gunadi Sindhuwinata kiat kepemimpinan yang menjadikannya mampu menjadi sopir otomotif kerajaan Indomobil Group disebut model kepemimpinan. Ada empat model kepemimpinan ala Gunadi Sindhuwinata, yaitu: karakter/sifat, visi, perilaku, dan keyakinan.
Tidak ada yang spektakuler dari empat model kepemimpinan ini. Namun, justru di sinilah inti utama dari seorang pemimpin; kesederhanaan model dan konsisten dalam menjalankan model tersebut.
Mari kita ulas satu per satu model kepemimpinan ala Gunadi Sindhuwinata. Model pertama disebut 'Karakter/Sifat.' Dalam konteks ini Gunadi Sindhuwinata sepakat dengan pakar kepemimpinan nomor wahid dunia bernama Warren Bennis.
Dalam pandangan Bennis, mitos kepemimpinan paling berbahaya adalah bahwa seorang pemimpin tercipta saat dilahirkan. Bahwa ada faktor genetik pada kepemimpinan. Mitos itu juga menegaskan bahwa manusia memiliki sifat karismatik tertentu. Ternyata itu semua omong kosong. Nyatanya yang benar justru kebalikannya. Para pemimpin dibentuk dan bukan dilahirkan.
Jika pendapat Bennis menjadi acuan, pertanyaan berikut adalah bagaimana membentuk pemimpin? Jawabannya sederhana; bentuklah karakternya. Karena pemimpin berkarakter akan mengetahui tanggung jawabnya dan menghargai segala tindakannya plus tindakan anak buahnya.
Pemimpin berkarakter akan mendemontrasikan nilai-nilai perusahaan dalam perilaku sehari-hari. Pemimpin berkarakter akan membentuk karisma pribadi yang membuat dirinya disegani sekaligus dicintai para konstituennya.
Guna membentuk karakter ini, setiap tahun Indomobil Group mencanangkan nilai-nilai yang menjadi acuan karyawan dalam berkarya. Tema tahunan ini bisa berbeda, bergantung pada situasi dan tantangan apa yang akan dihadapi.
Bahkan penggalian nilai-nilai ini tidak hanya terfokus pada nilai-nilai universal layaknya perusahaan lain menjalankan, seperti 'antusias,' 'etos,' 'amanah,' 'jujur,' dan 'komitmen.'
Indomobil Group juga menggali khasanah nilai-nilai lokal yang sudah ada, bahkan sebelum negara Indonesia berdiri, seperti nilai-nilai lokal Jawa, yaitu: 'titi,' 'tata,' 'tita,' 'teteg,' 'tatas,' dan 'tutug.'
Model kedua bernama 'Visi.' Jamak diketahui bahwa pemimpin visioner merupakan pemimpin yang selalu mencetuskan imajinasi serta gagasan dan mendorong para konstituennya agar mencapai tujuan/manfaat melebihi dari apa yang ada sekarang.
Tiga aktivitas
Dalam teori tidak ada yang baru menyoal visi ini. Hanya saja banyak pemimpin berkoar-koar tentang visi tetapi terjerembab dalam implementasi. Untuk mengatasi persoalan ini, Gunadi Sindhuwinata menjalankan kiat bernama mesin kepemimpinan.
Ada tiga aktivitas untuk menjalankan mesin kepemimpinan ini, yaitu; (1) Ide. Ikhtiar dimulai dengan ide, disertai pemahaman pada kebutuhan dan lingkungan, dari masa lalu dan sekarang, serta hikmah masa depan. (2) Tata nilai. Artikulasi dari tata nilai yang mendukung baik pada tataran ide maupun amalannya.
Kemudian fokus menjalankan tata nilai operasional. (3) Energi. Kemampuan mendorong baik diri sendiri maupun orang lain untuk menjalani perubahan dan mengambil keputusan. Tak salah mesin kepemimpinan yang bisa menjembatani visi menjadi kenyataan.
Model ketiga berjejuluk Perilaku. Inti dari perilaku ini adalah contoh peran. Apa yang dilakukan pemimpin dan bagaimana dia bertindak serta berbicara, akan menjadi panutan anak buahnya.
Perilaku ini sering nihil dalam kepemimpinan. Apalagi melihat kasus-kasus kontempoter yang dialami oleh para pemimpin di republik ini, tidak saja dalam ranah bisnis, tetapi juga politik, sosial bahkan agama.
Perilaku tidak bisa dikotbahkan. Hanya bisa dicontohkan. Sepanjang saya mengenal Gunadi Sindhuwinata, tampak bahwa moral merupakan tuntunan utamanya dalam mempraktikkan perilaku.
Menyitir Bhagavad Gita, Gunadi memiliki falsafah bahwa kita punya tugas untuk bekerja, tapi tidak sebagai budak. Pekerjaan adalah sumber kebebasan. Oleh karena itu selalu lakukan tugas dengan baik, tanpa pamrih.
Peranan dan tindakan bila dilaksanakan secara moral, benar dan penuh perhatian akan memberikan kebebasan dan tidak takut atau menghindar. Moral adalah penting, karena melalui moral muncul pengendalian atas jiwa untuk kesehatan raga.
Model keempat adalah Keyakinan. Oleh Gunadi Sindhuwinata keyakinan diartikan sebagai kemauan pemimpin untuk mengambil risiko dan memberdayakan orang lain untuk bertindak atas resiko tersebut.
Tidak salah disebut pemimpin apabila dia melakukan eksekusi. Karena eksekusi, akan terjadi dinamika dalam organisasi. Tidak mudah menjalankan eksekusi ini. Apalagi eksekusi sering masuk dalam wilayah abu-abu, di mana tingkat keberhasilan dan kegagalan sama besarnya.
Menghadapi tantangan tersebut, alhasil keyakinan dari pemimpin sangat dibutuhkan. Apalagi bila keyakinan tersebut dibalut dengan optimisme. Maka di tengah gempuran krisis global, dengan penuh keyakinan, Indomobil Group meluncurkan produk-produk baru ke pasar. Entah itu dari Nissan, Suzuki, atau merek-merek lain yang menjadi tanggung jawabnya.
Gunadi Sindhuwinata ingin membuktikan bahwa masih terbuka peluang besar dari pasar nasional terhadap produk-produk otomotif. Tak ayal kita terpaksa mengantre bila ingin membeli Nissan Livina.
oleh : A. M. Lilik AgungTrainer dan Pembicara Publik / Sumber : bisnis.com

Pemeriksaan pajak menurut UU KUP baru

Undang-undang KUP baru yaitu Undang-undang No. 28/2007 yang disahkan 17 Juli 2007 dan mulai berlaku 1 Januari 2008 merupakan perubahan ketiga atas UU No. 6/1983. Perubahan tersebut disambut positif oleh kalangan swasta karena lebih transparan dan terdapat keseimbangan antara hak-hak wajib pajak dan kewajibannya sehingga hal ini diharapkan mendorong terciptanya iklim usaha yang kondusif.Salah satu perubahan sangat besar adalah proses pemeriksaan pajak yang ketentuan-ketentuan pokoknya diatur di batang tubuh dari undang-undang dimaksud.Sebelum perubahan undang-undang dimaksud, tata cara pemeriksaan diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 545/KMK.04/ yang kemudian diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 123/PMK.03/2006. Jenis pemeriksaan berdasarkan ketentuan yang sekarang berlaku dibedakan menjadi dua, yaitu pemeriksaan lapangan dan pemeriksaan sederhana atau pemeriksaan dengan korespondensi. Pemeriksaan lapangan dilakukan di tempat wajib pajak, dapat mencakup suatu jenis pajak tertentu atau semua jenis pajak, sedangkan pemeriksaan kantor dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak, dan hanya meliputi suatu jenis pajak tertentu.Di dalam Peraturan MK No. 123 disebutkan hak-hak wajib pajak dalam kaitannya dengan pemeriksaan pajak, yaitu:- Dalam hal pemeriksaan lapangan wajib pajak berhak meminta kepada pemeriksa pajak untuk memperlihatkan surat perintah pemeriksaan, dan minta penjelasan tentang maksud dan tujuan pemeriksaan;- Wajib pajak berhak minta kepada pemeriksa pajak rincian berkenaan dengan hal-hal yang berbeda antara hasil pemeriksaan dengan SPT;- Wajib pajak berhak mengajukan permohoan pembahasan oleh tim pembahas dalam hal terdapat perbedaan antara pendapat wajib pajak dengan hasil pembahasan atas tanggapan wajib pajak oleh tim pemeriksa pajak.Adapun kewajiban wajib pajak adalah: - Wajib memenuhi permintaan peminjaman dokumen dalam rangka pemeriksaan harus dalam jangka waktu paling lama tujuh hari sejak tanggal surat permintaan.- Wajib menandatangai surat pernyataan persetujuan apabila seluruh hasil pemeriksaan disetujui.- Wajib menandatangani Berita Acara Hasil Pemeriksaan apabila hasil pemeriksaan tersebut tidak atau tidak seluruhnya disetujui.- Wajib memenuhi ketentuan Pasal 29 UU KUP.Pemeriksaan pajak Berbeda dengan pemeriksaan pajak berdasarkan undang-undang yang berlaku sampai 2007, yaitu UU No. 16/2000, pemeriksaan di dalam UU No. 28/2007 diatur di Pasal 31. Pasal 31 UU No. 16/2000 mengatur tata cara pemeriksaan pajak dengan peraturan Menteri Keuangan. Pasal tersebut diubah dalam undang-undang baru dengan menyebutkan hal-hal yang harus diatur di dalam peraturan pelaksanaan yang dimaksud antara lain:• jangka waktu pemeriksaan;• kewajiban menyampaikan surat pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada wajib pajak;• hak wajib pajak untuk hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan;Hal-hal tersebut juga diatur di dalam peraturan pelaksanaan yang sekarang. Namun, di dalam undang-undang baru ditegaskan bahwa dalam hal hak wajib pajak tersebut tidak penuhi oleh pemeriksa pajak, wajib pajak dapat mengajukan permohonan untuk membatalkan hasil pemeriksaan pajak ataupun surat ketetapan pajak dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:• penyampaian surat pemberitahuan hasil pemeriksaan; atau• pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan wajib pajak.
Senin, 03/12/2007
Pemeriksaan pajak menurut UU KUP baru (2)
Cetak
Ketentuan tersebut diatur di Pasal 36 ayat (1) huruf d dan berdasarkan ketentuan Pasal 36 ayat (1c) Direktur Jenderal Pajak harus memberi keputusan dalam jangka waktu paling lama enam bulan sejak tanggal permohonan diterima.Dalam proses pemeriksaan, biasanya pemeriksa pajak memerlukan dokumen-dokumen dan wajib pajak harus memenuhinya. Berdasarkan ketentuan sekarang permintaan tersebut harus dipenuhi dalam waktu tujuh hari setelah permintaan diajukan. Di dalam undang-undang baru permintaan dokumen harus dipenuhi paling lama satu bulan sejak permintaan disampaikan, sebagaimana diatur di Pasal 29 ayat (3a). Jangka waktu ini memang lebih longgar dibandingkan dengan ketentuan yang berlaku sekarang. Namun, apabila wajib pajak tidak dapat memenuhi permintaan tersebut sehingga dokumen yang diminta tidak dapat disampaikan, maka itu akan membawa akibat. Dampaknya, seandainya, di proses keberatan dokumen dimaksud disampaikan, maka tidak akan dijadikan sebagai bahan pertimbangan oleh Ditjen Pajak untuk memutus kasusnya, sebagaimana diatur di Pasal 26A ayat (4). Berbeda dengan ketentuan yang sekarang berlaku menyangkut kewajiban membayar pajak yang terutang pada saat mengajukan keberatan, di dalam Undang-Undang KUP baru diatur bahwa pada saat wajib pajak mengajukan keberatan, maka pajak yang harus dibayar adalah hanya sebatas koreksi pemeriksa yang disetujui oleh wajib pajak. Apabila keberatannya ditolak maka wajib pajak dikenai denda 50% dari jumlah yang terutang. Jika wajib pajak melanjutkan prosesnya dengan mengajukan banding maka jumlah yang seharusnya dibayar berdasarkan keputusan keberatan, tidak ditagih sampai dengan kasusnya diputus. Di dalam Undang-undang KUP yang baru tidak secara tegas menyebutkan dua macam pemeriksaan seperti yang berlaku sekarang. Namun, secara implisit dua jenis pemeriksaan tetap ada yaitu pemeriksaan kantor dan pemeriksaan lapangan. Indikasi tersebut tercermin dalam ketentuan Pasal 29A yang mengatur bahwa terhadap perusahaan publik (terdaftar di pasar modal) akan dilakukan pemeriksaan kantor bila memenuhi syarat-syarat berikut:• Laporannya diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian;• Surat Pemberitahuan Tahunan menyatakan lebih bayar; atau terpilih untuk diperiksa berdasarkan analisis risiko.Pemeriksaan kantor yang dilakukan terhadap perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek merupakan dorongan bagi perusahaan-perusahaan yang sahamnya belum terdaftar di bursa efek. Dengan pemeriksaan kantor proses pemeriksaan menjadi lebih sederhana sehingga perusahaan semakin cepat mendapatkan kepastian hukum jika dibandingkan dengan pemeriksaan lapangan.Secara umum Undang-Undang KUP lebih menjamin keseimbangan antara hak dan kewajiban wajib pajak. Di satu sisi, wajib pajak diberikan waktu yang agak longgar dalam memenuhi permintaan dokumen. Akan tetapi di sisi lain bila dokumen yang diminta tidak diserahkan pada saat pemeriksaan maka dokumen tersebut tidak akan dipakai sebagai bahan pertimbangan dalam proses keberatan.Dokumen yang harus diserahkan tersebut merupakan dokumen yang merupakan dokumen yang dimiliki oleh wajib pajak. Artinya, dokumen yang berada di pihak ketiga tidak masuk dalam kategori ini, misalnya surat keterangan domisili.Perubahan yang sangat penting adalah wajib pajak harus hadir di dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan, dan wajib diberitahu oleh pemeriksa pajak mengenai hasil pemeriksaan pajak. Apabila hal ini tidak dipenuhi, maka ketetapan pajak sebagai hasil pemeriksaan dianggap batal.Oleh Rachmanto Surahmat
Oleh Rachmanto SurahmatTax Partner, Purwantono,Sarwoko & Sandjaja ConsultPembaca dapat mengirimkan pertanyaan atau permasalahan seputar pajak kepada Purwantono, Sarwoko & Sandjaja Consult melalui alamat redaksi atau E-mail: redaksi@bisnis.co.id.

Problematika peningkatan tax ratio

Harian Bisnis Indonesia 18 Desember 2007 memberitakan kritikan atas kinerja administrasi pajak yang dinilai belum berhasil menaikkan tax ratio (perbandingan antara jumlah penerimaan pajak dan jumlah produk domestik bruto), yang belum beranjak dari kisaran 13,5% atau selevel dengan Laos.Angka tax ratio ini boleh jadi akan menurun lagi apabila kita membaca headline Bisnis 28 Desember 2007, yang mengabarkan bahwa berdasarkan data MPN, penerimaan pajak sampai 26 Desember masih sekitar Rp320,48 triliun atau 81% dari APBNP (di luar PPh migas). Dengan proyeksi penerimaan Desember dua kali dari penerimaan bulanan rata-rata (sampai November Rp300 triliun), ditambah dengan pajak ditanggung pemerintah dan lainnya (versi Bisnis 28 Desember) akan diperoleh angka penerimaan pajak sekitar Rp377,5 triliun. Selanjutnya, kalau ditambah dengan penerimaan perpajakan lainnya (versi Bisnis 18 Desember Rp94,7 triliun) akan diperoleh total penerimaan perpajakan Rp472,2 triliun. Dengan PDB sebesar Rp3.804 triliun akan diperoleh tax ratio sebesar 12,41%. Karena tax ratio 2005 sebesar 12,5% dan 2006 sebesar 12,3%, tampaknya capaian tax ratio 2007 ya sekitar itu-itu juga. Tax ratio menunjukkan sejauhmana kemampuan pemerintah mengumpulkan pendapatan pajak atau menyerap kembali PDB dari masyarakat dalam bentuk pajak. Rendahnya tax ratio atau penyerapan pajak oleh pemerintah dapat dimaknai sebagai masih besarnya porsi PDB yang dapat secara bebas dibelanjakan masyarakat untuk konsumsi dan keperluan lainnya. Dalam buku Lessons of Tax Reform, Bank Dunia (1991) menyatakan bahwa walaupun sistem pemajakan di tiap negara dapat berbeda selaras dengan kondisi ekonomi, sosial, kultur dan historis, level kemampuan pemajakan dapat diukur dari tax ratio yang secara umum berkisar 15%-20% di negara berkembang dan 30% atau lebih di negara maju. Berdasarkan kriteria ini, maka level pemajakan kita secara internasional tampaknya masih di bawah negara berkembang. Oleh karena itu, di tahun mendatang kita semua (pemerintah dan masyarakat pembayar pajak) harus bekerja lebih keras dan cerdas untuk meningkatkan capaian tax ratio agar dari kemampuan pemajakan, Indonesia dapat termasuk level negara berkembang.Kenapa rendah?Fungsi utama sistem pajak adalah pengumpulan penerimaan negara dalam jumlah yang cukup, stabil, elastis dan berkesinambungan (Silvia A. Madeo et all dalam Sommerfeld's Concepts of Taxation, 1995). Seberapa baik dan canggihnya sistem pajak serta efektivitas administrasi pelaksanaannya selalu diukur dengan capaian target penerimaan. Bank Dunia menyatakan sistem pajak yang kurang baik disainnya dan kurang pas pengadministrasiannya sehingga kurang berhasil memberikan penerimaan perlu direformasi.Sekarang ini kita lagi berada dalam upaya reformasi regulasi pajak (UU PPh dan UU PPN). Oleh karena itu, semua pihak yang terkait dengan reformasi tersebut layak mempertimbangkan untuk berhasil menyusun regulasi handal sehingga mampu meningkatkan penerimaan, tanpa melupakan sama sekali motivasi lain dari sistem pajak. Harapan peningkatan tax ratio semakin diperbesar lagi dengan upaya reformasi administrasi (modernisasi kantor pajak dengan mengedepankan paradigma excellent services untuk mendorong kepatuhan pembayar pajak) dan sekaligus dilengkapi dengan reformasi birokrasi untuk lebih mengefektifkan kinerja aparat pelaksana sistem pajak. Selain belum mampunya pemerintah meningkatkan pengumpulan pajak, rendahnya capaian tax ratio boleh jadi disebabkan oleh beberapa unsur (Ikhsan dan Solomo, 2002): (1) rendahnya pendapatan perkapita masyarakat, (2) belum memadai tersedianya dan berfungsinya sarana dan prasarana perekonomian dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, (3) belum majunya perekonomian dan bahkan masih banyak sektor informal, underground dan cash economy (tanpa record memadai) yang pada umumnya sulit pemajakannya (hard-to-tax society), (4) terpusat dan belum tersebar meratanya kegiatan perekonomian sehingga kurang mengembangkan potensi pemajakan, dan (5) pola pengeluaran masyarakat yang umumnya masih terfokus pada pemenuhan kebutuhan pokok yang tidak mungkin dipajaki dan bahkan malah harus disubsidi. Di negara berkembang, kalau kelompok miskin tak layak dikenakan pajak, kelompok kaya juga tak mudah dikenakan pajak karena selain mereka secara politis berpe-ngaruh, juga tidak adanya single identity number mempersulit melokalisasi subjek pajaknya, tidak adanya basis data yang baik dan kemampuan akses data juga mempersulit pengecekan kebenaran dan kelengkapan objek pajak. Walaupun, misalnya, majalah Forbes mengidentifikasi 40 orang kaya Indonesia dengan aset sekitar US$5,4 miliar, dan majalah atau media lain memublikasi daftar beberapa konglomerat serta perusahaan dengan keuntungannya, saya kira juga masih memerlukan proses untuk mencetak data publikasi tersebut menjadi surat ketetapan pajak yang collectible. Modernisasi kantorSelain beberapa unsur penyebab tersebut, kepatuhan para pembayar pajak juga ikut menentukan kinerja penerimaan sistem pajak. Semakin patuh wajib pajak memenuhi kewajibannya sesuai dengan ketentuan, semakin tinggi penerimaan pajak.Tiga pendorong kepatuhan meliputi: (1) stringent enforcement, (2) excellent services, dan (3) services dan selective enforcement. Dengan modernisasi kantor dan reformasi birokrasi (dengan perbaikan remunerasi dan kode etik), sebenarnya pemerintah sudah mengubah paradigma mendorong kepatuhan dari enforcement ke excellent services yang berdasar teori trade-off transactions dengan asumsi bahwa apabila kepada pembayar pajak diberikan pelayanan prima atas hak dan kewajiban pajaknya mereka akan patuh memenuhi kewajibannya. Memang terdapat pendapat lain yang menyatakan sebagai pengeluaran yang membebani usaha atau mengurangi disposable income masyarakat, peningkatan pelayanan pajak tidak serta merta meningkatkan kepatuhan dan bahkan keduanya sepertinya merupakan hal yang berbeda (Wischnevsky dan Damanpour: 2006). Dari sebuah penelitian seorang kandidat doktor di UGM mengonfirmasikan bahwa modernisasi kantor pajak sejak 2002 belum memberi pengaruh perbaikan kinerja penerimaan yang signifikan. Menurut teori ekologi populasi, perubahan drastis organisasi menghadapi risiko recycling organisasi dimaksud sepertinya menjadi pemula kembali dan berakibat menurunnya kinerja. Apalagi kalau model perubahan bersifat mimetic isomorphisme (meniru sepenuhnya praktik yang berlaku di negara lain), DiMaggio dan Powel (1983) menyatakan bahwa perbedaan level pendidikan (masyarakat dan aparat), perkembangan ekonomi, kultur serta penguasaan teknologi dapat memengaruhi capaian kinerja. Apabila kinerja penerimaan merupakan tujuan utama administrasi pajak, ketika kinerja belum seperti yang diharapkan, maka harus dicari strategi baru dan sekaligus memotivasi aparat untuk menerapkan strategi dan praktik baru. Dalam strategi baru tersebut misalnya termasuk selective enforcement yang memberikan deterrent effect yang efektif sehingga kepatuhan (melapor dan membayar) meningkat, pemilihan tax handles (instrumen dan sistem pemungut pajak) yang aman, murah, nyaman, tetapi efektif pada seluruh titik-titik pengenaan dan pemungutan pajak, pembentukan data base yang komprehensif dan akses data yang efektif untuk check-recheck kewajiban pajak secara handal, dan sebagainya. Kurang signifikannya pengaruh modernisasi kantor terhadap kinerja penerimaan pajak, perlu mendapat perhatian kita bersama untuk reorientasi agar juga bisa menjawab tantangan dan problematika umum administrasi pajak dewasa ini.

Peritel daerah berupaya adang hipermarketPerbesar gerai bisa jadi bumerang

JAKARTA: Sejumlah peritel di daerah berupaya menahan serangan peritel raksasa dengan memperbesar gerainya, tetapi strategi tersebut dinilai justru akan menjadi bumerang karena tidak diimbangi kemampuan menawarkan harga yang lebih bersaing.Menurut Christian F. Guswai, Managing Partner G&P Retail Consulting, peritel daerah baru dalam tahap membuat toko menjadi lebih besar tanpa sokongan manajemen yang lebih mumpuni dan tetap tidak mampu menjual barang dengan harga lebih murah."Kami khawatir peritel daerah itu malah merugi. Oleh karena itu, seharusnya pemerintah peduli atas kelangsungan bisnis di daerah tersebut," kata Guswai, kemarin.Apalagi, menurutnya, investasi pendirian satu gerai hipermarket semakin besar, yakni mencapai Rp60 miliar. Adapun pembangunan gerai supermarket bisa menelan dana Rp10 miliar.Pada saat yang sama, peritel daerah tersebut juga belum mapan betul dalam bisnis supermarketnya, sehingga proses transformasi ke format hipermarket terkesan dipaksakan.Saat ini, peritel daerah tersebut umumnya harus berbagi pasar, setelah hipermarket skala nasional dan multinasional itu hadir di dekat mereka. "Saya khawatir bisnis mereka justru menjadi goyah," katanya.Dua tantanganMenurut Guswai, ada dua tantangan berat yang kini dihadapi peritel daerah terkait dengan kehadiran hipermarket skala nasional.Pertama, peritel daerah umumnya hanya memiliki satu gerai besar sehingga tidak memperoleh pendapatan syarat perdagangan dari pemasok. Kondisi ini berbeda dengan hipermarket nasional dan asing sehingga mendapatkan harga lebih murah.Kedua, peritel daerah juga tidak cukup kepiawaian menjalankan strategi untuk menguasai pasar dengan cepat, mengingat penguasaan ini penting untuk meraih sukses berbisnis hipermarket.Menurut dia, pemerintah perlu menunjukkan kepeduliannya pada keberlangsungan usaha peritel di daerah, mengingat kecenderungan melawan persaingan dengan hipermarket skala nasional dan multinasional yang masuk ke wilayah yang sama ditanggapi mereka dengan membuat format hipermarket juga.Dia mencontohkan keberadaan peritel lokal yang tumbuh pesat di Manado, Sulawesi Utara, terutama di sepanjang J. Boulevard.Di Jalan tersebut, juga terdapat Hypermart yang beroperasi sejak 2006, adapun Giant memastikan diri segera masuk wilayah ini."Supermarket Multimart [milik peritel daerah] yang buka pada 2005, dan pada tahun lalu membuat format hipermarket," ujar Guswai.Menghadapi kondisi tersebut, Guswai berpendapat pemerintah perlu tegas membedakan lokasi hipermarket dan format lebih kecil lainnya, demi menyelamatkan peritel yang selama ini bertumbuh di daerah."Negeri yang membuat paham persaingan bebas juga membuat aturan, yaitu format ritel yang lebih kecil boleh tetap di tengah kota, sementara itu superstore dan hipermarket harus di luar kota," kata Guswai.Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), dalam catatan akhir tahunnya, menyatakan persaingan antara hipermarket (peritel besar) dengan peritel kecil, dan pasar tradisional sebagai pertarungan pada tingkatan yang berbeda.Dalam hal itu, peran kebijakan persaingan, kebijakan sektoral, kebijakan pemerintah daerah amat penting untuk mengatasi hal tersebut.KPPU menyatakan mendukung sepenuhnya kebijakan pemerintah untuk memberi perlindungan terhadap usaha kecil ritel dan tradisional, serta pemasok. (linda.silitonga@bisnis.co.id)Oleh Linda T. SilitongaBisnis Indonesia

Carrefour bantu modal pedagang mikro Rp2 miliar

JAKARTA: PT Carrefour Indonesia menyerahkan dana senilai 170.000 euro atau setara dengan Rp2,5 miliar kepada Lembaga Keuangan Mikro Bina Arta untuk dipinjamkan kepada para pedagang mikro dan kecil di pasar tradisional di Jakarta.Penyerahan dana tersebut kemarin dilakukan secara simbolis oleh Jean Noel Bironneau, Presiden Direktur PT Carrefour Indonesia, kepada Direktur Utama Lembaga Keuangan Mikro Bina Arta, Arihadi"Sejak awal April hingga hari ini sejumlah 114 pedagang pasar telah menerima dana bantuan. Kami harapkan 4 bulan ke depan 2.000 pedagang sudah bisa menggunakannya," ujar Bironneau.Dana bantuan perusahaan ritel raksasa yang dikumpulkan Yayasan Carrefour Internasional tersebut merupakan yang ketiga kali sejak 2007.Di Jakarta, katanya, saat ini terdapat 151 pasar yang dikelola PD Pasar Jaya. Dari jumlah tersebut terdapat 25 pasar tradisional sebagai lahan bisnis usaha mikro dan kecil sebagai penerimaan dana.Perusahaahn ritel asing itu memutuskan membantu permodalan mikro, meski sadar tidak akan mampu mengatasi seluruh permasalahan. Jumlah dana ditingkatkan pada tahun ini, karena dinilai berhasil mengembangkan usaha mikro dan kecil.Dirut LKM Bina Arta Arihadi mengatakan selama 2 tahun penyaluran dana, institusinya berhasil memberdayakan pelaku usaha mikro dan kecil, meski belum ada parameter, tetapi tingkat kegagalan pinjaman hanya 1%.Bina Arta mematok bunga 1% per bulan untuk tiap pinjaman Rp1 juta-Rp2 juta dengan jangka waktu 6-12 bulan.Bina Arta bersama Carrefour juga melakukan pendampingan.Oleh Mulia Ginting MuntheBinsis Indonesia

Matahari danai CSR Rp2 miliar

JAKARTA: PT Matahari Putra Prima Tbk menggandeng Obor Berkat Indonesia sebagai partner strategis untuk menjalankan program corporate social responsibility (CSR) yang pendanaannya pada tahun ini dianggarkan Rp2 miliar.Obor Berkat Indonesia (OBI) didirikan pada Agustus 1999. Lembaga swadaya masyarakat ini fokus pada dua bidang, yakni layanan kesehatan dan pendidikan. Belakangan, lembaga ini juga menggarap layanan tanggap bencana dan pemberdayaan masyarakat."Ini merupakan bagian dari konsistensi program CSR Matahari, sebagai kontribusi kemanusiaan dan kepedulian sosial perusahaan yang menjadi pemimpin pasar di industri ritel Indonesia," kata Roy Mandey, Vice President Corporate Communication Matahari Putra Prima, kemarin. (Bisnis/mfm)

PT Garam siap hadapi gugatan

SUMENEP: Manajemen PT Garam siap menghadapi gugatan hukum yang dilakukan Forum Masyarakat Penyelamat Aset Negara (FMPAN), terkait dengan laporan perusakan lingkungan hidup."Kami menghormati langkah hukum yang dilakukan FMPAN, tapi hingga sekarang kami belum menerima surat panggilan dari polisi untuk dimintai keterangan," kata kuasa hukum PT Garam, Wiyono Subagyo, di Sumenep, kemarin.Dia menjelaskan pihaknya telah menyiapkan dokumen guna membuktikan tuduhan FMPAN. (Antara)

Gugatan class action terhadap PT Smart ditolak

JAKARTA: Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan gugatan class action yang diajukan warga Kelurahan Lengkong Gudang, Serpong, terhadap PT Smart Telecom cs, terkait dengan penutupan jalan akses ke rumah warga, tidak dapat diterima.Ketua majelis hakim Sugeng Riyono, dalam sidang pembacaan putusan sela di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, kemarin, menyebutkan gugatan tidak memenuhi syarat formal gugatan class action sebagaimana yang dimaksudkan dalam Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No.1/2002 tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok.Karena syarat formal gugatan tidak terpenuhi sesuai dengan ketentuan Perma No.1/2002, sehingga proses pemeriksaan substansi perkara tidak dapat dilanjutkan.Sebelumnya, empat penggugat, yakni Kisin Miih, Jakaria, Rizal Sofyan G, dan Yayasan Uni-Lengkong Pelangi Integralistik (YUPI), mengaku sebagai wakil kelompok dari delapan kepala keluarga di Kampung Lengkong Gudang, Serpong.Penggugat mengajukan gugatan terhadap PT Smart Telecom, PT Bumi Serpong Damai Tbk, PT Supra Veritas, dan Pemkab dan atau Pemkot Tangerang Selatan, berturut-turut sebagai tergugat I, II, III, dan IV.Gugatan itu dilayangkan para penggugat terkait dengan ditutupnya jalan yang selama ini menjadi akses warga di kawasan itu, oleh tergugat I, II, dan III. Penutupan jalan itu dilakukan sejak Oktober 2007.Dalam gugatannya, para penggugat a.l. meminta pengadilan untuk mengabulkan tuntutannya dengan memfungsikan kembali jalan Kemuning yang diurug dengan tanah setinggi 40 cm.Selain itu, para penggugat juga meminta agar para tergugat secara tanggung renteng membuatkan jalan pengganti untuk para penggugat, dari pekarangan penggugat sampai ke jalan umum atau bakal jalan umum terdekat.Dalam pertimbangan hukum majelis hakim, kemarin, disebutkan bahwa gugatan dinyatakan tidak dapat diterima karena para penggugat hanya mewakili delapan KK, di mana dianggap tidak mewakili semua warga di daerah itu.Gugatan class action itu, menurut majelis hakim, juga dinyatakan tidak dapat diterima karena para penggugat tidak menyertakan ganti rugi materiel dalam gugatannya. Padahal, menurut majelis hakim, gugatan class action harus menyertakan mengenai jumlah ganti rugi.Salah satu wakil penggugat, Rizal Sofyan G, menyatakan kekecewaannya atas putusan majelis hakim tersebut. "Kita akan ajukan gugatan baru, mungkin dalam waktu dekat," katanya, seusai sidang pembacaan putusan sela di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, kemarin.Majelis hakim, katanya, berpendapat bahwa para penggugat hanya mewakili delapan KK, di mana delapan KK tersebut dianggap bukanlah sebagai wakil dari banyak orang. Padahal, sambungnya, delapan KK itu sudah mewakili banyak warga yang ada di situ.Terkait dengan masalah ganti rugi, lanjutnya, para penggugat memang tidak menyertakan ganti rugi materiel dalam gugatannya, karena pihaknya menyubstitusikannya dalam bentuk jalan pengganti.Oleh Elvani HarifaningsihBisnis Indonesia

Perserikatan pekerja

Tahun ini, Hari Buruh datang di tengah krisis ekonomi yang serius. Berbagai kegiatan yang digelar untuk mengamati hari tersebut dipenuhi dengan berbagai slogan yang menggambarkan situasi yang lebih sulit yang sedang dihadapi para pekerja dibandingkan dengan biasanya."Kami tidak akan mengizinkan para pekerja diabaikan," tulis satu slogan.Diperkirakan sekitar 200.000 pekerja nonreguler telah atau akan kehilangan pekerjaan selama periode Oktober tahun lalu hingga Juni. Sekitar 22.000 pekerjaan dihapuskan pada Maret, menurut laporan perusahaan.Tingkat pengangguran di Jepang meningkat tajam selama Maret menjadi 4,8%.Sementara itu tingkat rasio pekerja yang tidak tergabung dalam perserikatan jatuh menjadi 18,1%, dan sebagian besar pekerja nonreguler, yang berjumlah sepertiga dari satuan kerja di Jepang tidak diakui.• The Asahi Shimbun, 4 Mei

Penyelamatan pajak

Ada yang salah dengan sistem ketika perusahaan terbesar dan paling menguntungkan hanya sedikit berkontribusi kepada keuangan negara. Obama bertindak benar dengan memperhatikan masalah tersebut saat mengajukan kenaikan pajak korporat, Senin.Kabinet mencatat pada data 2004 (data terbaru yang ada), korporat multinasional Amerika membayarkan sekitar US$16 miliar atas US$700 miliar penghasilan asing, tingkat pajak rata-rata efektif 2,3%.Namun, permasalahannya, tidak ada solusi mudah untuk memperbaiki masalah pajak dari keuntungan global. Tawaran Obama adalah menyederhanakan tantangan tersebut, baik teknis maupun politis.Salah satu proposal yang paling kontroversial adalah menunda penarikan asumsi profit asing hingga profit tersebut masuk kembali ke AS. Secara teori, hal itu masuk akal, karena mencocokkan asumsi dan penghasilan di tahun yang sama merupakan prinsip dasar dalam UU Pajak AS.• International Herald Tribune, 5 Mei

Keputusan di Infrastruktur

Begitu besar kesadaran para pengambil keputusan bahwa pembangunan infrastruktur merupakan langkah strategis yang akan mempercepat laju gerakan perekonomian. Berulang kali kegiatan penting digelar untuk menjaring investor yang diharapkan mampu untuk memacu penyediaan infrastruktur.Salah satu infrastruktur yang dinilai penting untuk mempercepat gerak laju perekonomian ialah yang terkait dengan transportasi. Sayangnya, dari demikian banyak rencana pembangunan infrastruktur di bidang transportasi-usia sebagian rencana tersebut sudah memasuki usia belasan tahun-hanya sedikit yang berhasil direalisasikan.Mari kita ingat lagi sejumlah proyek infrastruktur di sektor transportasi yang sempat digadang-gadang seperti jalan tol trans-Jawa, jembatan Selat Sunda, jembatan Suramadu, serta busway, monorel, dan mass rapid transit (MRT) berupa subway di DKI Jakarta.Belasan tahun lalu, jalan tol trans-Jawa ditargetkan rampung pada 2010. Faktanya saat ini proyek itu berjalan tersendat-sendat. Yang paling maju progresnya hanya jembatan Suramadu yang menghubungkan Surabaya dengan Madura. Fisik proyek di Jawa Timur itu sudah rampung dan tinggal menanti masa pengoperasiannya.Jembatan Selat Sunda tidak jelas lagi rencana pembangunannya. Pada pertengahan 1990-an pengusaha muda Ari Sigit disebut-sebut akan membangun megaproyek tersebut, tetapi pembahasan itu segera lenyap seiring dengan datangnya krisis. Belakangan nama pengusaha Tomy Winata sempat mengemuka untuk mewujudkan jembatan itu, tetapi sejauh ini belum ada lagi kemajuannya.Begitu pula proyek prasarana transportasi di Ibu Kota, berjalan terantuk-antuk pada berbagai batu sandungan. Busway memang berjalan di sejumlah koridor, tetapi kelanjutannya patut mengundang tanda tanya. Monorel pun terkatung-katung setelah PT Jakarta Monorail gagal memenuhi harapan orang banyak terhadap rampungnya proyek tersebut.Di sisi lain, proyek MRT pun tersandung di tingkat tender desain dan entah kapan sebenarnya bisa segera dimulai pembangunannya.Harian ini perlu kembali mengingatkan bahwa pembangunan infrastruktur tidak cukup sekadar diwacanakan. Berbagai kegagalan dalam mewujudkan infrastruktur, hampir pasti tidak terlepas dari matangnya aspek perencanaan.Yang menyedihkan adalah ketika salah satu pejabat penting di Departemen Perhubungan yang menyatakan bahwa kelambatan merupakan hal yang biasa dalam proses tender. Sangat sulit dipercaya bahwa kelambatan dilekatkan dengan tradisi bangsa ini.Penyediaan infrastruktur sudah tiba pada tahap yang memerlukan kecepatan untuk pengadaannya. Kita memerlukan pejabat yang punya kehendak kuat untuk mewujudkan prasarana yang akan menjadi lokomotif penarik gerbong berbagai sektor ekonomi dengan pengambilan keputusan dan pelaksanaan yang cepat.