Rabu, 27 Mei 2009

'Rumah tipe 21 perlu ditinjau lagi'

JAKARTA : Standar minimal tipe rumah ukuran 21 meter persegi perlu ditinjau kembali karena rata-rata keluarga di Indonesia sudah memiliki lebih dari 2 anak.Menpera M. Yusuf Asy'ari mengatakan tipe rumah 21 hingga tipe 36 yang dikembangkan sekarang mengacu pada keberhasilan program keluarga berencana.Pada periode 1971-1997 Indonesia berhasil menekan tingkat kesuburan pada angka 2. Rata-rata perempuan usia subur di Indonesia memiliki dua anak. Pada 2002, angka kesuburuannya naik menjadi 2,6 anak."Pemerintah perlu meninjau kembali kebutuhan dasar perumahan yang diberlakukan saat ini. Apakah benar hunian berukuran 21 meter persegi itu masih layak untuk satu keluarga? Sudah waktunya menyediakan rumah inti yang lebih luas," katanya saat membuka Kongres Perumahan dan Permukiman Indonesia, hari ini.?Asy'ari mengemukakan rumah saat ini bukan hanya tempat tinggal semata, melainkan sudah menjadi ruang usaha sehingga perlu standar yang lebih besar.?"Minimal tipe 36 maksimal tipe 60. Dengan bantuan subsidi Pemerintah, keinginan ini bisa terwujud," ujarnya.Kongres perumahan itu dihadiri sekitar 2.000 orang yang berasal dari seluruh daerah di Indonesia, organisasi pengembang, dan akademisi. (ln)
oleh : A. Dadan Muhanda
Sumber : Bisnis Indonesia

Carrefour tetap tolak tudingan KPPU

JAKARTA : PT Carrefour Indonesia berkukuh menolak tudingan pelanggaran empat pasal UU No. 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat seperti dikemukakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Kuasa Hukum Carrefour Indonesia Ignatius Andy menyatakan keprihatinannya atas tuduhan KPPU yang tidak berdasar, apalagi terus menerus mempublikasikan tuduhan tersebut."Prilaku ini [yang dilakukan KPPU] jelas melanggar azas praduga tidak bersalah. Kami minta KPPU jangan berdasar desas-desus. Sementara kami punya data, kaidah hukum, dan bukti yang menerangkan Carrefour tidak punya posisi dominan," kata Andy dalam media briefing PT Carrefour Indonesia soal tudingan dari KPPU siang ini. Dia juga menyesalkan ketidaksesuaian data yang dimiliki KPPU dengan Carrefour pada pemeriksaan pertama, malah ditindaklanjuti dengan bertambahnya dugaan pelanggaran pasal yang dilakukan Carrefour. Seperti diketahui pada pemeriksaan pendahuluan, Carrefour diduga melakukan pelanggaran atas Pasal 17 UU No. 5/1999 yang memuat ketentuan mengenai larangan melakukan penguasaan pasar, serta Pasal 25 (1) UU No.5/1999 tentang posisi dominan. Setelah dilakukan serangkaian pemeriksaan pendahuluan, dugaan pasal yang dilanggar Carrefour bertambah, yakni Pasal 20 tentang predatory price, dan Pasal 28 mengenai penggabungan, peleburan, pengambilalihan. (tw)
oleh : Linda T. Silitonga & Elvani Harifaningsih
Sumber: Bisnis Indonesia

Makna kepemimpinan

Menjelajahi perkebunan di sepanjang Kalimantan Barat, mulai dari kabupaten Pontianak hingga Kabupaten Sintang sungguh memberi harapan. Benar, hutan di Kalimantan semakin meranggas. Namun, di sisi lain, di Kalimantan bertumbuh kencang perkebunan sawit dan karet yang memberi nilai ekonomi tidak kalah tinggi dibandingkan dengan hasil hutan. Bahkan kalau diolah lebih lanjut, sawit dan karet akan jauh bernilai ekonomi dan berdampak signifikan tidak saja pada perekonomian lokal, tetapi juga nasional.
Sebagai perusahaan pelat merah, PT Perkebunan Nusantara XIII (PTPN XIII) mendapat mandat untuk mengelola perkebunan yang terbentang disepanjang Kalimantan. Dibentuk pada tanggal 11 Maret 1996, PTPN XIII dapat disebut bayi gemuk yang sarat beban.
Disebut bayi gemuk karena PTPN XIII merupakan hasil penggabungan dari delapan proyek pengembangan PTPN lainnya yang semuanya berlokasi di Kalimantan. Pantas dikatakan sarat beban lantaran penggabungan delapan proyek pengembangan PTPN menjadi satu, memerlukan kecakapan dan kecerdasan dari pemimpinnya. Sosok bernama Akmaluddin Hasibuan memperoleh mandat untuk mengelola PTPN XIII ini.
Saya pantas bersyukur karena hampir setahun memperoleh kesempatan berinteraksi dengan Akmaluddin Hasibuan untuk keperluan proses transformasi bisnis PTPN XIII dan menuliskannya menjadi buku.
Selama berinteraksi ini saya mendapat pelajaran penuh menyoal kepemimpinan. Tidak terbatas pada penuturan, tetapi lebih penting lagi adalah tindakan Akmaluddin Hasibuan ketika menjadi pemimpin tertinggi di PTPN XIII dan diteruskan pengabdiannya di PTPN III, Medan.
Akmaluddin Hasibuan menyebut cara kepemimpinan dengan nama "Marhamah." Sikap marhamah, kata Akmaluddin Hasibuan merupakan sikap saling menasihati dalam kasih sayang. Sikap marhamah apabila selalu dijalankan akan berpengaruh dan merasuk ke dalam setiap diri pribadi karyawan perusahaan.
Kelangkaan contoh
Untuk mempraktikkan sikap marhamah ini Akmaluddin Hasibuan mengembalikan kepada makna dan fungsi kepemimpinan. Kepemimpinan selalu bersandar kepada lima elemen pokok, yaitu: (1) Adanya pemimpin, (2) Adanya pengikut, (3) Terjadinya proses memengaruhi, (4) Kontekstual atau situasional, (5) Mencapai tujuan. Makna kepemimpinan ala Akmaluddin Hasibuan memang mudah ditemukan dalam buku-buku referensi. Namun, ketika menjadi praktik, tiba-tiba terjadi kelangkaan contoh perannya. Akmaluddin Hasibuan mengisi kelangkaan ini.
Makna pertama yaitu adanya pemimpin diartikan Akmaluddin Hasibuan, sebagai bentuk tanggung jawab seorang pemimpin. Ketika seseorang didaulat menjadi pemimpin maka dia akan bertanggung jawab untuk menetapkan arah, tata nilai, dan sasaran yang hendak dicapai organisasi.
Dalam menetapkan arah, tata nilai dan sasaran ini harus berimbang memperhatikan kepentingan para stakeholders. Wujud dari tanggung jawab yang lain adalah memastikan proses formulasi yang efektif dalam merumuskan strategi, sistem dan metode untuk mencapai sasaran organisasi. Tidak ketinggalan membangun intelektual kapital, memobilisasi serta memotivasi para konstituennya dan merangsang inovasi demi kelangsungan organisasi.
Untuk mengaplikasikan makna ini, ketika didaulat menjadi pemimpin tertinggi perusahaan Akmaluddin Hasibuan selalu mencanangkan proses transformasi bisnis. Apalagi dua perusahaan yang pernah dinahkodai -PTPN III dan PTPN XIII- merupakan perusahaan pelat merah yang dalam banyak kasus perlu mengubah seluruh pola pikir bisnisnya melalui program transformasi bisnis.
Makna kedua, adanya pengikut, tak salah merupakan wujud untuk menjalankan sikap marhamah. Pengikut sebagai pelaksana ide-ide besar pemimpin jelas akan menjadi ujung tombak keberhasilan organisasi. Hanya saja membentuk pengikut yang cakap dan 'loyal' diperlukan kecerdasan spiritual pemimpinnya. Akmaluddin Hasibuan memakai prinsip marhamah, yaitu memimpin anak buah melalui kasih.
Ketika saya sering bertandang ke kantor pusat PTPN XIII di Pontianak dan kantor cabang di Jakarta, saya merasakan sendiri aura marhamah ini. Cap melekat kepada banyak pemimpin perusahaan pelat merah yang feodal, minta dilayani ketimbang melayani dan intrik-intrik mencari cantolan politik nan telanjang, nyaris tidak saya temukan di PTPN XIII. Yang ada justru suasana egaliter dan sifat dinamis layaknya sebuah bisnis besar.
Makna ketiga, terjadinya proses memengaruhi yang tak lain makna paling primitif dari kepemimpinan. Disebut pemimpin apabila ia mampu memengaruhi para konstituennya. Ide-ide besar, langkah-langkah stategis, dan kemampuan untuk mencapai apa yang telah menjadi sasaran organisasi hanya akan terjadi apabila pemimpin memiliki pengaruh.
Menjadi pemimpin BUMN sebenarnya relatif mudah untuk mempraktikkan pengaruh ini. Apalagi idiologi paternalistik pada banyak BUMN masih bertahan dengan sempurna. Namun, Akmaluddin Hasibuan memiliki kiat sendiri untuk memperkuat pengaruhnya. Kiat yang sederhana; mengasah nilai-nilai kepemimpinan bernama integritas, kepercayaan, kesetaraan, dan keterbukaan.
Makna keempat, kontekstual atau situasional, berhubungan dengan kecakapan membaca perubahan lingkungan usaha. Agar sukses berselancar dengan gelombang perubahan ini, Akmaluddin Hasibuan melakukan dua hal pokok: (1) Proses rekayasa bisnis yaitu dengan menjalankan reposisi bisnis, desain ulang sistem bisnis dan strategi bisnis.
(2) Membangun budaya perusahaan melalui perubahan paradigma, implementasi tata nilai dan mengasah kompetensi seluruh karyawan. Berbasis pada dua hal ini, maka pemimpin menjalankan prinsip kepemimpinan kontekstual atau situasional dapat dipilih dengan elegan.
Makna kelima, mencapai tujuan. Inilah pertandingan akhir seseorang disebut pemimpin besar atau justru pecundang. Keempat makna kepemimpinan akhirnya bergaung menggema melewati batas-batas wilayah kekuasaannya apabila sang pemimpin berhasil dengan gemilang mencapai tujuan yang telah dicanangkan pada masa awal kepemimpinannya.
Pada diri Akmaluddin Hasibuan dengan dua kali menjadi CEO perusahaan (PTPN XIII dari 1998 - 2003 dan PTPN III dari 2003 - 2006), menunjukkan kedua perusahaan tersebut bertumbuh menjanjikan. Hal ini mengabarkan bahwa Akmaluddin Hasibuan sukses mencapai tujuan. Makna kepemimpinan dipraktikkan oleh Akmaluddin Hasibuan tidak sebatas retorika, tetapi menemukan rekam jejaknya di PTPN XIII dan PTPN III.
oleh : A. M. Lilik AgungTrainer dan Pembicara Publik
Sumber : Bisnis Indonesia

Pasang kuda-kuda saat down-turn

Pada saat-saat seperti sekarang ini, banyak analis mengatakan dunia ini masih dalam keadaan krisis atau lebih manis dikatakan bahwa dunia ini dalam keadaan down-turn.
Banyak pelaku dan pemilik usaha segera mengencangkan ikat pinggang. Ada yang sudah melakukan pengetatan bahkan kita kenal beberapa tahun silam dengan istilah tight money policy atau masih banyak istilah-istilah lainnya yang pada intinya adalah kini saatnya untuk menghemat dan meminimalisasi cost, expense, atau biaya.
Pada saat yang sama banyak CEO dan jajaran direksi perusahaan mengiyakan situasi itu. Terjadilah keadaan yang kurang menguntungkan karena hampir semua pelaku usaha merasakan panik secara bersamaan. Hal ini membuat kondisi perekonomian semakin bertambah parah.
Saya sebagai pemerhati bisnis & teknologi mengajak pembaca untuk percaya diri dengan tetap waspada.
Kita mesti berpikir hal-hal yang luar biasa karena apabila pikiran kita biasa-biasa saja, hanya akan menghasilkan hal yang juga biasa.
Pada saat orang lain sedang melakukan pengetatan, bahkan ada yang sampai ketakutan sampai-sampai tidak melakukan apa-apa, alias menunggu saja, maka bayangkan apa yang akan terjadi, sudah bisa kita tebak.
Pengeluaran rutin akan berjalan terus, sedang pemasukan semakin berkurang karena daya beli yang semakin berkurang. Ditambah lagi dengan situasi perusahaan tidak melakukan apa-apa ataupun tidak ada innovasi sama-sekali, kita bisa lihat ke mana perusahaan semacam itu akan bergerak.
Kita perlu keluar dari lingkaran ini dengan melakukan suatu gebrakan-gebrakan atau inovasi yang signifikan dan bisa dipertanggungjawabkan seperti yang dilakukan oleh perusahaan asuransi Sequiz Life yang dulu sangat dikenal dengan nama Sewu New York Life.
Perusahaan asuransi yang lebih besar pun mengalami kesulitan, sebut saja AIG Group di Amerika Serikat dengan berbagai cabang-cabangnya di berbagai belahan dunia termasuk di Indonesia.
Terlepas dari itu, maka Sequiz Life merupakan suatu perusahaan yang cukup confident untuk menatap masa depan dengan melakukan program-program yang menyalip di tikungan bagi para pesaing-pesaingnya dengan melakukan rebranding dari perusahaan lama dengan iklan yang mengedukasi pasar terhadap dunia asuransi dengan ikan mas merah.
Mendekati pelanggan
Di samping tujuan ini, perusahaan ini ingin merasa dekat dengan para pelanggannya dan senantiasa menggugah para calon pelanggan betapa nyamannya apabila mereka mendapat perlindungan yang memadai dari perusahaan ini, seperti yang digambarkan oleh iklan tersebut dan akhirnya jatuh di tempat yang nyaman.
Kita kembali diingatkan bahwa salah satu program penting dewasa ini adalah agar kita semakin dekat dengan pelanggan kita. Ini salah satu dari aspek besar yang terdiri dari lima bagian penting yaitu conserve cash, menurunkan harga pokok penjualan, semakin dekat dengan pelanggan, mengatur risiko, dan menaikkan produktivitas dengan meningkatkan tenaga yang andal.
Di samping poin tersebut di atas, saya mengajak para pembaca untuk senantiasa melakukan inovasi-inovasi yang sifatnya sederhana tetapi mempunyai impact yang sangat tinggi.
Pengaruh iklan tersebut di atas dapat mengubah sudut pandang dan cara berpikir yang baru, misalnya bagaimana agar kita bisa dekat dengan pelanggan dan apa saja yang akan kita lakukan.
Beberapa langkah yang bisa menjadi upaya untuk itu adalah mempunyai intelijen bisnis yang baik, dekat dengan pelanggan kita, serta mempersiapkan tenaga penjualan dengan sistem yang baik.
Selain itu, perusahaan juga dapat melakukan roadmap produk dan jasa bersama dengan pelanggan untuk menyelaraskan dan mengoptimalkan keinginan konsumen, memaksimalkan return on marketing, memberi waktu yang lebih cepat untuk time-to-value, mengintegrasikan sistem produktivitas perusahaan dan mengerti keinginan pelanggan.
oleh : Goenawan LoekitoMarketing Director PT Oracle Indonesia
Sumber : Bisnis Indonesia

Menakar kredit tanpa agunan

Seorang pembaca bertanya, apa untung ruginya mengambil kredit dengan agunan dan kredit tanpa agunan (KTA) yang saat ini marak ditawarkan bank. Sepintas lalu pertanyaan ini dapat dijawab dengan mudah bahwa selama memungkinkan, kita sebaiknya meminjam tanpa agunan.
Kita ketahui bersama kredit dengan agunan mempunyai kendala pada agunan yang dimiliki seseorang dan nilai pasarnya. Seseorang yang hanya mempunyai agunan senilai Rp200 juta tidak mungkin dapat memperoleh pinjaman lebih besar dari angka itu, dan mereka yang tidak mempunyai harta tetap jangan pernah berharap kredit ini.
Selain itu, kredit dengan agunan membawa risiko jika debitur tidak mampu melunasi pinjamannya karena agunan akan dijual paksa oleh bank untuk menutupi kerugiannya.
Tidak demikian dengan kredit tanpa agunan (KTA) yang sepertinya tersedia untuk semua orang, baik yang mempunyai harta tetap maupun yang tidak. KTA juga tidak mengandung risiko di mata peminjam karena tidak adanya harta tetap debitur yang akan dilelang bank. Pandangan KTA selalu lebih menguntungkan ini tidak sepenuhnya benar. Untuk tidak salah menilai produk ini, cobalah melihatnya dari sisi bank.
Jika di mata debitur KTA relatif tidak berisiko, di mata kreditur KTA sangat berisiko. Kecuali program bantuan pemerintah dan aksi filantrofi bank untuk kaum ekonomi lemah dan usaha mikro, mestinya tidak ada bank yang bersedia menyalurkan kredit tanpa pengaman dan ikatan yang diperlukan.
Praktik penyaluran KTA sesungguhnya tidak sejalan dengan prinsip dasar pengelolaan bank yang harus konservatif dan hati-hati (prudent). Bukan apa-apa, kita semua maklum kalau bank itu bisnis utamanya adalah jual beli uang yaitu menerima simpanan dan menyalurkannya sebagai kredit. Susahnya, usaha pinjam-meminjam ini dari dulu hingga sekarang dan di mana pun selalu saja berisiko tinggi.
Ilustrasinya adalah, tanpa adanya agunan, untuk memperoleh spread atau net interest margin yaitu selisih suku bunga kredit dan suku bunga simpanan sebesar 6%, bank harus bersedia menghadapi kemungkinan 100% dananya tidak kembali. Hampir tidak ada bisnis lain yang risiko kerugiannya setinggi ini. Kebobolan uang hingga 100% ini tidak terjadi jika bank memegang agunan. Inilah sebab utama bank mensyaratkan agunan atau jaminan untuk kredit yang disalurkannya.
Kenyataannya, dengan prinsip sangat hati-hati saja, kredit macet perbankan kita hampir mencapai batas maksimal yang ditetapkan bank sentral yaitu 5%. Apalagi jika ketentuan tentang agunan ini dilonggarkan.
Tanpa adanya agunan bernilai materiel yang dapat direalisasikan untuk mengurangi kerugian kredit yang disalurkan, bank hanya akan menjadi lembaga nirlaba karena sangat mungkin tidak mampu memperoleh laba. Jika kredit macet 5%, hitungannya adalah 95% debitur bank memberikan keuntungan kotor sebesar spread yaitu 6%, sementara 5% dari penerima kredit merugikan bank sampai 100%.
Dengan demikian, keuntungan bank dari usaha pinjam meminjam ini akan menjadi kecil yaitu 95%(6%) - 5%(100%) atau 0,7%. Angka ini diperoleh dengan asumsi spread masih sebesar 6% seperti saat ini. Jika spread lebih rendah, bank harus siap rugi. Inilah alasan utama spread perbankan kita masih sangat tinggi dan salah satu yang terbesar di dunia.
Bunga lebih tinggi
Menyadari besarnya risiko KTA ini, sangat beralasan jika bank mematok bunga tinggi untuk kredit ini, sesuai dengan kredo high risk, high return. Salah satu contoh KTA yang ada di sekitar kita tanpa persyaratan apa-apa adalah utang kartu kredit. Apakah Anda memperhatikan kalau bunganya mencapai 3,5%-4% per bulan dan kredit macetnya belasan persen? Dibandingkan dengan bunga kredit lainnya seperti kredit modal kerja, kredit investasi, KPR, KPA, dan kredit kendaraan bermotor (KKB) dari bank yang sama, suku bunga sebesar ini tiga hingga empat kali lipatnya.
Selain utang kartu kredit di atas, sejatinya KTA tidak tersedia untuk semua orang. KTA biasanya ditawarkan bank kepada para karyawan dari perusahaan yang menjadi mitranya. Maksudnya adalah, jika payroll atau penggajian karyawan di tempat Anda bekerja menggunakan jasa sebuah bank, maka perusahaan Anda itu adalah salah satu mitra kerja bank itu. Karena itu, Anda memenuhi syarat untuk memperoleh KTA dari bank itu, jika berminat. Setiap bulannya, bank akan langsung memotong angsuran KTA ini dari gaji Anda, dengan persetujuan dan sepengetahuan Anda dan perusahaan Anda.
Untuk tidak memberatkan nasabahnya, jumlah maksimum KTA yang dapat diambil seorang karyawan umumnya tidak lebih dari 9 bulan gaji bersihnya. Masa angsuran dan besarnya angsuran bulanan juga dibatasi yaitu paling lama 5 tahun dengan besar angsuran tidak lebih dari sepertiga gaji bersih.
Bagaimana dengan suku bunganya? Logikanya, suku bunga tidaklah seberat seperti utang kartu kredit tetapi tetap lebih tinggi daripada pinjaman dengan agunan.
Saat ini, penerima KTA beberapa bank besar yang sempat saya tanyakan adalah sekitar 0,9% hingga 1% per bulan atau setara dengan 19,2%-21,2% p.a. efektif untuk periode angsuran 3 tahun. Suku bunga sebesar ini jauh di bawah bunga utang kartu kredit tetapi masih 5%-7% di atas pinjaman dengan agunan dari bank yang sama.
Mungkinkah Anda memperoleh KTA dari bank lain jika bank mitra perusahaan Anda tidak menawarkan KTA? Mungkin saja selama perusahaan Anda bersedia memotong langsung penghasilan Anda setiap bulannya untuk pembayaran angsuran utang Anda ke bank itu. Namun, jangan kaget suku bunganya sedikit lebih mahal.
Intinya, seperti utang kartu kredit yang mengandalkan iktikad baik para pemegangnya, KTA juga didasarkan pada kepercayaan bank terhadap Anda dan institusi tempat Anda bekerja.
Tip dari saya, premi tambahan untuk suku bunga KTA itu kegedean. Jika Anda punya akses ke pinjaman dengan agunan, mengambil KTA adalah tidak cerdas.
oleh : Budi FrensidyStaf pengajar FEUI dan penulis buku
Sumber : Bisnis Indonesia

Kaya dengan memberi

Sejak kecil kita semua sudah dididik dan dilatih oleh orang tua dan guru untuk bersikap hemat dan gemar menabung walaupun jumlah dana yang ditabung relatif kecil. Hanya saja seiiring dengan berjalannya waktu, kebanyakan dari kita sering kali lupa untuk menerapkan pesan orang tua dan guru tersebut.
Banyak faktor yang menyebabkan hal tersebut bisa terjadi, salah satunya adalah gejala konsumerisme yang sedemikian merajalela. Semuanya serba diukur dengan penampilan luar apakah dalam bentuk mobil, rumah, tas dan lain sebagainya, bahkan untuk meraih itu semua tidak jarang diperoleh dengan berutang dan yang paling akut diperoleh dengan menggunakan kartu kredit kemudian pembayarannya dicicil dengan bayaran minimum. Jelas tindakan bodoh alias bahlul ini akan mengakibatkan kondisi keuangan Anda masuk dalam zona merah alias berbahaya.
Agar Anda tidak terjebak dalam kesulitan keuangan, maka Anda harus bisa mengelola keuangan dengan baik sehingga bisa meningkatkan kekayaan dan keberkahan finansial.
Supaya Anda bisa meningkatkan kekayaan dan keberkahan finansial, Anda bisa menerapkan konsep DIKLAT 10203040 (Cepil). DIKLAT yang saya gunakan di sini tidak hanya berarti didik dan latih tetapi juga merupakan singkatan dari duit, ingin, kemampuan, lama, alokasi, dan tinjau yang merupakan landasan dalam berinvestasi.
Dalam Konsep DIKLAT 10203040 (Cepil) ini, penghasilan atau pendapatan yang Anda peroleh akan dialokasikan kedalam empat pos, yakni 10% charity (amal), 20% protection (asuransi) dan education (pendidikan), 30% investment (investasi) dan sisanya 40% life cost (biaya hidup). Berikut saya gambarkan konsep DIKLAT 10203040.
Jadi, apabila Anda mempunyai penghasilan, pertama yang Anda lakukan adalah menyisihkan untuk charity. Charity ini berguna untuk meningkatkan kekayaan spiritual, agar hati Anda menjadi damai, tenang, dan penuh suka cita, disamping itu charity merupakan wujud syukur Anda atas karunia yang sudah Tuhan berikan lewat kelimpahan yang sudah Anda rasakan selama ini.
Keberkahan
Anda jangan pernah berpikir uang Anda akan berkurang atau Anda akan menjadi miskin karena charity. Banyak orang yang melakukan charity bukannya menjadi miskin melainkan sebaliknya semakin kaya.
Mungkin Anda sudah sering mendengar nama Bill Gates dan Warren Buffet, mereka berdua merupakan orang terkaya versi majalah Forbes, tetapi yang jarang diketahui oleh kebanyakan orang, ternyata mereka juga merupakan pilantrofis (dermawan).
Bill Gates dan Melinda Foundation mencatatkan sejarah sebagai filantrof terbesar sepanjang sejarah.
Mereka tidak menjadi miskin tuh, malah kekayaan mereka terus bertambah. Jadi, tidaklah keliru dan berlebihan ungkapan yang menyatakan the more you give, the more you get, semakin banyak Anda memberi, semakin banyak Anda menerima.
Education tujuannya untuk meningkatkan knowledge (pengetahuan), skill (keterampilan) dan attitude (sikap) baru yang belum dimiliki saat ini, baik berupa keikutsertaan dalam seminar, training, membaca buku dan CD yang berhubungan dengan keahlian, motivasi, pengembangan diri dan lain sebagainya yang tujuannya tidak lain untuk meningkatkan kekayaan intelektual dan kekayaan emosional.
Sedangkan protection dan investment bermanfaat untuk meningkatkan kekayaan finansial sehingga Anda bisa meraih kebebasan keuangan (financial freedom) pada masa depan. Agar Anda bisa berinvestasi dengan baik dan benar gunakan konsep DIKLAT:
D: Duit, ialah berapa jumlah dana yang Anda miliki saat ini, apakah surplus atau defisit.
I : Ingin, ialah menentukan tujuan keuangan yang ingin dicapai pada masa depan yang bertitik tolak dari jumlah dana yang Anda miliki saat ini.
K: Kemampuan, ialah toleransi Anda untuk menerima risiko. Apakah Anda termasuk konservatif, moderat, atau agresif.
L: Lama, ialah jangka waktu investasi, apakah jangka pendek, menengah, atau panjang.
A: Alokasi, diversifikasi portofolio untuk mengurangi risiko. Proses alokasi aset ini merupakan komponen yang penting dalam proses investasi.
T: Tinjau, memonitor dan mengevaluasi portofolio secara berkala. Gunanya untuk menjaga tingkat keuntungan sesuai dengan yang diharapkan.
Life Cost tidak lain semata-mata untuk memenuhi kebutuhan hidup layak Anda atau kebutuhan fisiologis. Kebutuhan hidup layak di sini harus disesuaikan dengan kemampuan Anda bukan dengan kemauan atau keinginan Anda.
Yang menjadi persoalan, bagaimana mau charity 10%, protection & education 20%, dan investment 30%, untuk biaya hidup sehari-hari saja masih kurang apalagi dikarenakan besarnya utang. Apabila hal ini yang terjadi pada Anda, maka terlebih dahulu Anda harus selesaikan utang Anda.
Bagi Anda yang mempunyai utang, disarankan cicilan utang setiap bulannya maksimal 30% dari penghasilan yang Anda terima, tujuannya agar tidak memberatkan kondisi keuangan Anda. Berikut komposisi pengeluaran bagi Anda yang mempunyai utang.
Setelah utang Anda lunas serta Anda sudah merasa mampu, mulailah memberlakukan DIKLAT 10203040 (CEPIL) secara utuh yaitu:
Penghasilan - 10% charity - 20% protection & eucation - 30% investment = 40% Life Cost.
Walaupun pada awalnya kelihatan sulit dan berat untuk menerapkan konsep DIKLAT, teruslah mencoba, bukankah ada ungkapan yang menyatakan bisa karena biasa.
oleh : Anatoli KarvofFinancial Planner dari Karkof Consulting
Sumber : Bisnis Indonesia

Berteman dengan lawan

Banyak pemimpin pasar yang mengabaikan pentingnya membenahi situasi kategori produk yang masih penuh masalah. Kesibukan di pasar difokuskan pada bertempur melawan pemain lainnya. Padahal kedua aktivitas ini (membereskan persoalan kategori dan membendung pesaing) bisa dilakukan secara simultan.
Beberapa kategori produk tidak bisa bertumbuh secara baik karena masih banyak hambatan yang terkait dengan image atau asosiasi kategori tersebut - dan tidak ada pemain yang turun tangan untuk membereskannya.
Jika pemain kecil tidak punya dana cukup untuk berjuang membersihkan image negatif dalam kategori, bisa dimengerti. Namun, bagi para pemimpin pasar, saya anggap ini adalah tanggung jawab 'sosial'.
Bagi yang menikmati pangsa pasar terbesar, haruslah ada dana untuk menjadi lokomotif perubahan kategori produk menjadi lebih baik lagi. Reward-nya sudah jelas. Jika kategori produk bertambah baik reputasinya, yang memperoleh manfaat paling banyak adalah produk leader yang awareness-nya paling tinggi.
Sebagai contoh, pada awal meluncurnya susu cair dalam botol plastik di Indonesia pada 1991, kategori baru ini mengalami hambatan. Produk dipersepsikan mengandung pengawet.
Butuh waktu yang lama, kesabaran yang terus menerus dan konsistensi dalam komunikasinya bagi pemimpin pasar untuk bisa menepis kekuatiran konsumen terhadap produk jenis baru seperti ini. Kita bisa lihat hasilnya. Penetrasi produk susu cair dalam botol termasuk sangat cepat perkembangannya. Berbagai jenis merek bermunculan, karena masalah kritikal sudah teratasi. Kepercayaan terhadap kategori tinggi.
Di Australia, kampanye pemasaran bertajuk We Love Our Lamb yang dilakukan oleh gabungan peternak telah berlangsung sejak tahun 2000 hingga kini, terutama gencar disuarakan pada saat pesta Australian Day.
Keberhasilan nyata dari usaha ini bisa dirasakan. Konsumsi daging kambing kembali meningkat secara nyata. Jika dahulu daging kambing jarang digunakan sebagai menu barbecue, sekarang hal itu sudah menjadi sebuah kebiasaan yang umum bagi orang Australia.
Ini bukan satu-satunya contoh. Di banyak textbook pemasaran, selalu diangkat kasus klasik, kampanye 'Got Milk?' yang dimulai sejak 1993. Kerja sama erat antar-stakeholder pasar susu yaitu industri pengolahan susu dan peternak yang punya tujuan bersama, mengatasi persoalan dalam kategori produk. Iklan ini cemerlang dan sukses meningkatkan konsumsi susu sapi di Amerika setelah menurun terus selama 20 tahun sebelumnya.
Di Indonesia, konsumsi susu belum pernah sangat besar. Selain harganya memang mahal, ada faktor kebiasaan juga. Kebiasaan minum susu, turun sangat drastis menjelang anak menjadi remaja dan dewasa. Untuk mendidik pasar tentang pentingnya minum susu di Indonesia, tidak bisa hanya dilakukan secara sendiri-sendiri oleh satu dua perusahaan susu.
Pada 2008 yang lalu digencarkan kampanye "Sadar Minum Susu" yang dikerjakan secara bersama oleh para beberapa produsen susu cair - Susu Ultra, Frisian Flag, Indomilk, Real Good, Susu Juara, Susu Anlene dan didukung Perkumpulan Warga Tulang Sehat Indonesia (Perwatusi).
Tujuannya banyak; Selain meningkatkan konsumsi susu nasional, kesejahteraan peternak sapi perah akan menjadi lebih baik. Kegiatan ini bagus sekali. Sayang gaungnya tidak cukup luas, dan tidak ada kontinuitas untuk mendukung keberhasilan kampanye.
Berteman dengan lawan
Untuk kategori produk yang masih relatif kecil penetrasi di pasar dan masih harus berjuang, sudah seharusnya pemimpin pasar mempunyai inisiatif membereskan masalah kategori.
Jangan menjadi pemimpin pasar yang sibuk menghalangi pemain baru yang masuk dalam kategori. Memotong dan memojokkan pemain baru secara langsung dan tidak langsung. Ini tidak kondusif. Karena semua asosiasi negatif yang menyangkut kategori masih butuh digerus bersama. Intinya, jangan menambah persoalan dalam kategori yang masih bermasalah.
Sekadar contoh. Pasar TV berlangganan (TV kabel) di Indonesia belum berkembang sesuai dengan potensinya karena masih banyak resistensi di non-pelanggan. Salah satu penyebab kurang pesatnya pertumbuhan adalah karena Indovision sebagai pemimpin kurang agresif dalam mendidik pasar, tidak cukup memberikan alasan mengapa konsumen harus membayar acara TV jika ada yang gratis.
Sebagai lokomotif penetrasi pasar, seharusnya Indovision menjadi corong kategori, mengomunikasikan secara terus-menerus dan konsisten, apa hal terbaik yang ditawarkan oleh TV berlangganan, yang tidak diperoleh dari saluran TV konvensional biasa.
Kritik membangun yang ingin saya sampaikan pada kesempatan ini kepada pemimpin pasar adalah untuk jangan terlalu cepat mengomunikasikan 'the best in category' pada kategori yang masih relatif rendah penetrasinya.
Dengan tagline "bukan yang lain" oleh Indovision, semangatnya adalah "I am the best in this category". Mengapa tidak memilih tagline yang menggambarkan benefit produk ini dibandingkan TV tidak berbayar? Jika nonpelanggan bisa melihat benefit dari produk/jasa yang ditawarkan, mereka akan mempertimbangkan Indovision sebagai brand yang paling mereka ingat di antara yang lain. Tingkat confident untuk memilih Indovision pasti lebih tinggi dengan sendirinya.
Contoh lain. Kegiatan kampanye bersama seperti IB- Islamic Banking, yang secara berkolaborasi memberikan pendidikan tentang bank syariah, adalah sebuah kegiatan yang baik untuk terus mendidik pasar bank syariah. Menjawab banyak pertanyaan yang masih bersimpang siur tentang apa bedanya bank syariah dengan bank konvensional.
Sayang sekali pemimpin pasarnya belum 100% kooperatif, karena dengan tagline yang berbunyi "Pertama, murni syariah" - secara tidak langsung bank Mualamat mengatakan bahwa banknya lebih baik dari bank syariah lainnya.
Murni atau tidak murni syariah sebenarnya bukan issue utama mengapa orang belum bergabung ke bank syariah. Konsep syariahnya sendiri yang belum dimengerti dengan baik. Jadi kurang tepat jika pemimpin pasar sudah mendeklarasikan 'the best in category'. Pilih tagline yang memberikan semangat juang melawan kategori bank konvesional, bukan sesama syariah.
Jika masalah kategori masih banyak, tunda dulu persaingan antar pemain dalam kategori yang sama. Jadikan lawan sebagai teman. 'Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh'. Dengan persatuan, kategori akan menjadi solid. Jika pasar sudah terbentuk secara nyata dan substansial besarnya, di sanalah perebutan pangsa pasar antar pemain menjadi lebih relevan untuk dibahas dan dikerjakan.
Ayo belajar menjadi pemimpin pasar yang bijak.
oleh : Amalia E. MaulanaDirector Etnomark Consulting
Sumber : Bisnis Indonesia

9 Penyebab karyawan berhenti

Karyawan tidak akan meninggalkan perusahaan semudah seperti mendorong pintu. Pasti ada alasan yang sering kali tidak dapat diketahui, karena mereka jarang mau berterus terang dan manajemen juga tidak serius atau bahkan tidak peduli dalam menggali penyebabnya melalui interview.
Selama 16 tahun saya bekerja sebagai vice president di sebuah perusahaan dengan belasan ribu karyawan, saya sering mendengar banyak karyawan yang mengundurkan diri dan menyampaikan ketidakpuasan mereka secara emosional.
Harus disadari sedini mungkin bahwa turnover karyawan yang tinggi, terutama di level manajerial secara lambat tetapi pasti, akan menyebabkan perusahaan mengalami kemunduran kinerja, terutama ditinjau dari tingkat pertumbuhan (growth) yang diukur dari omzet penjualan, operating profit dan net-worth (kekayaan bersih para pemegang saham/investor). Manajemen juga banyak yang tidak peduli, berapa sebenarnya kerugian akibat turnover karyawan yang tinggi ini diukur dari biaya perekrutan sampai dengan pembinaan, pemberdayaan mereka dan potensi serta skill mereka dalam menghasilkan benefit/manfaat bagi perusahaan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa memang ada karyawan yang berhenti semata-mata hanya mengejar gaji yang lebih tinggi. Namun, mayoritas dari mereka, sebenarnya menginginkan adanya keseimbangan antara tiga faktor yakni:
Kecocokan dengan pekerjaan ditinjau dari pendidikan formal, minat, pengalaman, kompensasi, dan faktor-faktor lain.
Besarnya gaji dan fringe benefits (tunjangan-tunjangan kesejahteraan) serta manfaat lain (karier, training & management development, dan lain-lain).
Hubungan antarmanusia baik secara vertikal maupun horizontal (perlakuan atasan dan hubungan dengan anak buah serta kolega).
Walaupun gaji tinggi, hubungan antarmanusia juga baik, bila tidak mencintai pekerjaannya akan menyebabkan karyawan akan selalu berusaha mencari pekerjaan di tempat lain (terjadi mismatch antara pekerjaan dan karyawan). Sebaliknya, seorang karyawan mencintai pekerjaannya, gaji tidak ada masalah, tetapi bila diperlakukan tidak dengan respek sebagai manusia oleh atasannya, dia akan berhenti juga.
Memang sulit menciptakan kondisi perusahaan yang euforia, di mana ada keseimbangan dari ketiga faktor tersebut sehingga dapat mengikat para karyawan apa pun pekerjaan dan tingkat jabatannya untuk selalu loyal kepada perusahaan, tetapi manajemen harus terus berupaya untuk menciptakan keseimbangan tersebut.
Di luar alasan keseimbangan antara ketiga faktor di atas, secara informal (di luar exit interview) ada sembilan alasan mengapa karyawan berhenti:
Perlakuan yang tidak manusiawi dari atasan baik langsung maupun tidak langsung (being treated with disrespect). Secara piskologis merasa tertekan karena cenderung disalahkan, dibentak, dibodoh-bodohkan, dimaki dengan kata-kata, kasar, dikatakan makan gaji buta, dan lain-lain.
Merasa dieksploitasi karena jam kerja yang terlalu panjang (overwork) dengan mengabaikan peraturan ketenagakerjaan yang berlaku, sehinggan merasa stres. Sebagai akibatnya kehidupan sosial baik dengan kerabat, tetangga dan terlebih-lebih dengan keluarga sendiri terabaikan (worklife imbalance).
Pisah keluarga dalam jangka waktu tidak terbatas dengan perubahan kompensasi yang tidak memadai. Ekses negatifnya adalah mendorong pasangan suami-istri untuk bercerai, terjadi perselingkuhan, dan lain-lain.
Perusahaan semena-mena memberlakukan peraturan kompensasi-pesangon dan uang penghargaan-yang menyimpang dari perhitungan normatif yang diatur oleh UU No.13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan juga tentang upah lembur yang diberikan (doing more with less reward).
Citra perusahaan di masyarakat tidak baik, yang dapat dibuktikan oleh sering terjadi pengunduran diri para calon karyawan yang datang untuk di-interview begitu tahu perusahaan apa yang memanggilnya.
Akibat dari butir (2), (3) dan (4) di atas maka karyawan merasa di-devalued di mana gaji yang diterima tidak sepadan dengan pengorbanan yang dituntut.
Terlalu sering dan lamanya rapat-rapat yang dilaksanakan sehingga timbul kejenuhan yang luar biasa (tiada hari tanpa rapat, terutama bagi karyawan yang menduduki posisi manajerial).
Adanya perbedaan gaji antara karyawan yang sudah lama bekerja dan karyawan baru (gaji lebih tinggi, karena mengikuti pasar tenaga kerja) seta adanya perbedaan fasilitas seperti kendaraan operasional (terjadi inequality of pay and fringe benefits for similar position).
Perusahaan di mata karyawan mulai menunjukkan kinerja yang menurun yang berpotensi untuk secara bertahap melakukan PHK sehingga timbul keresahan yang menyangkut kelangsungan hubungan kerja yang sewaktu-waktu dapat diterminasi.
Manajemen terutama petinggi HRD harus segera mengatasi kesembilan penyebab utama di atas. Apabila kondisi tersebut atas dibiarkan, maka pameo yang menyatakan 'chicken stay, eagle fly' akan menjadi kenyataan. Akibatnya, yang tertinggal di perusahaan hanya SDM yang tidak berkualitas, yang produktivitasnya rendah, yang burndout, dan yang tidak bisa terbang tinggi.
Lalu, pertanyaan yang timbul dari kesembilan penyebab utama di atas adalah bagaimana menciptakan eagle stay, chicken run dalam perusahaan ?
oleh : P. AdriyantoKomisaris PT Sinergi Cahaya Kemuliaan
Sumber : Bisnis Indonesia

KPK tunggu Perppu soal RUU Tipikor

JAKARTA: KPK meminta pemerintah mengeluarkan Perppu terkait belum rampungnya RUU Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan empat pimpinan komisi bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara terkait minimnya waktu pembentukan UU Pengadilan Khusus Tipikor."Empat pimpinan menjelaskan kondisi yang terjadi kepada presiden. Tapi belum ada keputusan dari presiden soal hal itu," ujar Johan.KPK kini sementara dipimpin oleh empat pimpinan sejak ketua lembaga itu Antasari Azhar terjerat kasus dugaan pidana pembunuhan berencana. Mereka adalah Bibit Samad Riyanto, Chandra Hamzah, Haryono Umar dan Mochammad Jasin.Pada 2006, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan RUU Pengadilan Khusus Tipikor harus selesai pada 19 Desember 2009. Namun sejumlah aktivis antikorupsi mengkhawatirkan hal itu tidak tercapai karena parpol lebih sibuk dengan agenda pemilu.LSM juga mendesak Komisi III DPR untuk merampungkan RUU Pengadilan Khusus Tipikor sebelum Pemilu Legislatif dimulai pada 9 April, namun hingga kini belum dirampungkan.Panitia khusus DPR belum rampung membahas peraturan tersebut padahal hanya tersisa lima bulan lagi. Dukungan untuk diselesaikannya UU tersebut semakin besar. Sebanyak 25 LSM pada pekan lalu mengaku pesimistis terhadap DPR untuk segera menyelesaikan RUU Tipikor.Duapuluh lima LSM itu tergabung dalam Koalisi Penyelamat Pemberantasan Korupsi yang beranggotakan a.l. adalah ICW, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) dan Transparency International Indonesia (TII). Febri Diansyah, peneliti hukum ICW, menuturkan pihaknya mengingatkan DPR hanya memiliki 5 bulan lagi untuk membentuk UU Pengadilan Khusus Tipikor. Menurut dia, masa sidang di Senayan benar-benar tidak berjalan efektif. (tw/bisnis.com)

6 RUU akan dituntaskan sebelum 30 September

JAKARTA DPR dengan Pemerintah sepakat memprioritaskan penuntasan enam RUU yang terbengkalai, yaitu tentang Narkotika, Peradilan Militer, Mata Uang, Kependudukan dan keluarga sejahtera, Keuangan Negara, serta tentang Gratifikasi sebelum 30 September.Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan dalam waktu yang relatif singkat, sekitar 3 bulan, keenam RUU itu diupayakan bisa disahkan terkait dengan butir-butir yang masih belum disekapati. "Rapat konsultasi membicarakan langkah bersama seperti apa yang mesti kami lakukan untuk merampungkan sejumlah RUU yang masih ada satu dua butir yang belum dicapai kesepakatan. Ada enam RUU yang diangkat dalam rapat konsultasi ini," ujarnya seusai rapat konsultasi kedua lembaga itu di Istana siang ini. Kepala Negara optimistis keenam produk hukum dapat dituntaskan mengingat masalah yang dianggap krusial dalam RUU itu sudah dibahas telah bersama antara kedua lembaga tinggi negara tersebut. Dalam hal ini, lanjutnya, sudah ada kesepakatan terkait masalah yang dianggap krusial.Ketua DPR Agung Laksono mengatakan pihaknya berusaha menyelesaikan enam RUU itu dalam masa kerja dewan yang masih tersisa hingga 30 September. Dalam hal ini, lanjutnya, sebenarnya tenggat waktu yang tersedia untuk beberapa penyelesaian UU, seperti UU Tipikor sampai 31 Desember. Tetapi, tuturnya, kalau sampai harus melewati 30 September, berarti harus dilanjutkan oleh anggota dewan yang baru. "Melalui pertemuan ini [rapat konsultasi] sudah ada solusi seperti yang tadi disampaikan Presiden". Menurut dia, sebenarnya prioritas pemerintah dengan DPR terkait penuntasan RUU itu mencapai 284 RUU yang harus dituntaskan sebelum periode masa bakti DPR 2004-2009. Sampai saat ini, ada 163 RUU yang masuk dalam agenda pembahasan yang rencana akan dimaksimalkan dalam masa kerja yang masih tersida tiga bulan ke depan. (tw/(bisnis.com )

Senin, 25 Mei 2009

Investasi pada 2009 Masih Tetap Tinggi

Elektronik-Otomotif Paling Diminati JAKARTA - Meski dibayangi krisis keuangan global dan tahap pemilu yang belum usai, namun investasi pada 2009 masih tetap tinggi. Hal itu terbukti dari angka realisasi investasi sepanjang April 2009. Dari data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) terlihat bahwa total realisasi investasi meningkat 2,1 persen dari Rp 13,82 triliun di April 2008 menjadi Rp 14,11 triliun. Dari jumlah itu kebanyakan yang berani merealisasikan investasinya adalah perusahaan dalam negeri. "Dengan adanya sejumlah ekspansi ini, sektor manufaktur diyakini masih akan mampu tumbuh positif," jelas Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Industri Departemen Perindustrian Dedy Mulyadi akhir pekan lalu. Tren positif juga terlihat pada rencana investasi yang sudah diajukan ke BKPM sepanjang kuartal I 2009. Rencana investasi di sektor industri manufaktur mencapai USD 2,429 miliar (Rp 24,775 triliun), meningkat pesat 77 persen lebih dari periode yang sama tahun lalu."Imbas krisis global memang membuat tren ekspansi bisnis dan investasi di sektor manufaktur dunia cenderung menurun. Namun, untuk perusahaan yang berbasis pada pasar lokal, minat investasi itu masih ada bahkan lebih tinggi," jelas Dedy. Menurut Dedy, seluruh rencana investasi itu telah mendapatkan persetujuan dari (BKPM), rencananya akan direalisasikan pada tahun ini. Sektor yang diminati adalah yang mengandalkan basis pasar domestik yakni otomotif, elektronik, petrokimia, semen, dan baja. "Yang fokus pasar dalam negeri masih agresif untuk memperluas kapasitas produksi. Itu sebagai upaya memperkuat penetrasi pasar," tandasnya.Di sisi lain, industri berorientasi ekspor cenderung berkonsolidasi untuk memperkuat modal kerja (cash flow). Sejak adanya krisis keuangan global, banyak industri dalam negeri yang berbasis ekpsor merana karena modal kerja mereka tergerus operasional pabrik. Hal itu terjadi seiring pelemahan permintaan di negara maju yang masih berlanjut. "Order menurun, padahal meraka masih harus gaji pekerja dan lainnya, " kata dia.Sebelumnya, Ketua Komite Tetap Perdagngan Dalam Negeri Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Bambang Soesatyo mengatakan, para pengusaha belum berkeinginan untuk berinvestasi pada tahun ini. Dengan kondisi politik ekonomi yang kurang menguntungkan, rencana investasi akan ditunda hingga tahun depan. Adanya masa transisi pemerintahan membuat para pengusaha memilih wait and see. (wir/kim)
Sumber : jawapos.com

Menteri ESDM Akan Ambil Langkah Tegas Terhadap Bupati Tuban

JAKARTA - Belum banyak perempuan yang jadi bupati. Dari jumlah yang sedikit itu, lebih sedikit lagi bupati yang bisa membuat pusing Menteri Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro. Dua kriteria langka itu kini melekat pada sosok Haeny Relawati Rini Widyastuti, bupati Tuban. Keputusan master ilmu politik dari Universitas Gajah Mada (UGM) untuk tidak juga mengeluarkan izin proyek pipanisasi proyek kerja sama (JOB) Petrochina dan Pertamina East Java membuat deadline produksi awal blok Cepu terancam batal. Menteri Purnomo mengatakan, pemerintah pusat melalui Dirjen Migas telah berkali-kali menyurati Bupati Haeny Relawati bahwa pemerintah kabupaten tidak bisa menghambat agenda pembangunan pemerintah pusat yang ingin menaikkan produksi minyak dan gas. "Sudah kita beritahu kepada bupati bahwa tidak bisa menghambat kegiatan untuk gas dan bumi, karena itu merugikan negara. Kalau nanti bupatinya tidak mengindahkan diambil langkah-langkah tegas," katanya.Purnomo tidak menyebutkan langkah tegas yang akan diambil pemerintah pusat. Ia hanya mengatakan, sebagai Menteri ESDM, dia harus mengingatkan Bupati Tuban bahwa ada kebijakan lebih tinggi yang dilakukan oleh pusat dalam kasus izin proyek JOB Petrochina dan Pertamina East Java. "Kalau ini memang tidak diindahkan, saya sebagai menteri ESDM akan ambil langkah-langkah lebih tegas," tegasnya.Radar Bojonegoro (Jawa Pos Group) yang mencoba mengkonfirmasi ancaman Menteri ESDM itu menemui jalan buntu. Upaya menemui Bupati Haeny melalui ajudannya selalu ditolak. Hasil yang sama juga didapat saat melalui jalur Kabag Humas dan Media pemkab Tuban Tri Martojo. ''Langsung ke Bu Tutik (Setda Tuban, Parastuti, Red) mawon,'' Tri Martojo. (owi/ds/jpnn/kim)
Sumber ; Jawapos.com

Hasil Rekap 2008, BUMN Setor Rp 240 Triliun ke Kas Negara

JAKARTA - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merampungkan rekapitulasi total setoran BUMN sepanjang 2008. Hasil rekapitulasi menunjukkan, total setoran perusahaan pelat merah ke kas negara menembus angka Rp 240 triliun.Sekretaris Kementerian BUMN Said Didu mengatakan, angka tersebut merupakan gabungan dari setoran dividen ditambah dengan setoran pajak BUMN berdasar laporan keuangan 2008. ''Nilainya memang fantastis,'' ujarnya di Kantor Kementerian BUMN kemarin (22/5).Setoran Rp 240 triliun tersebut terdiri dari setoran dividen sebesar Rp 30 triliun, setoran Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Rp 160 triliun, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar Rp 20 triliun, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar Rp 20 triliun, dan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar Rp 10 triliun. ''Rekapitulasi ini sebetulnya masih cukup konservatif. Sebab, jika melihat revenue BUMN tahun lalu yang mencapai Rp 1.200 triliun, maka angka pajaknya mungkin bisa lebih besar,'' katanya.Menurut Said, jumlah tersebut masih belum termasuk setoran penerimaan negara bukan pajak (PNBP) BUMN yang bergerak di sektor pertambangan. ''Setoran PNBP ini kan masuk dalam pembukuan departemen teknis, jadi di ESDM,'' katanya.Sebagai gambaran, PNBP sektor tambang mineral dan batu bara pada 2008 lalu mencapai Rp 12,04 triliun. Sebagian dari angka tersebut disumbang oleh BUMN. ''Jadi, kontribusi BUMN tidak hanya melalui dividen, tapi juga pajak dan PNBP,'' terangnya.Sementara itu, lanjut Said, rekapitulasi aset atau aktiva BUMN menunjukkan, per 2008, aktiva BUMN mencapai Rp 1.964 triliun, yang terdiri dari aktiva lancar sebesar Rp 1.214 triliun, aktiva tidak lancar Rp 665 triliun, dan lain-lain Rp 85 triliun. ''Dengan aktiva ini, BUMN termasuk sehat,'' ujarnya.Sedangkan total kewajiban BUMN sebesar Rp 1.412 triliun yang terdiri dari kewajiban jangka pendek Rp 1.039 triliun dan kewajiban jangka panjang Rp 373 triliun. ''Masih kecilnya kewajiban jangka panjang menunjukkan bahwa ke depan, kemampuan ekspansi BUMN masih besar,'' katanya.(owi/kim)

Izin Bupati Juga Ganjal Proyek Lapangan South West Mudi

Cadangan Minyak 36 Juta Barel Mangkrak 3 Tahun JAKARTA - Sikap Pemkab Tuban yang tidak kooperatif dalam membantu proyek minyak dan gas di wilayahnya ternyata berlangsung lama. Selain menggantung izin pengerjaan pipanisasi dari Mudi ke Palang yang tinggal 5 kilometer (Km), Bupati Tuban Haeny Relawati Rini Widyastuti juga mengganjal pengembangan Lapangan South West Mudi yang kebetulan sama-sama dikerjakan Joint Operating Body Pertamina-PetroChina East Java (JOB P-PEJ).General Manager JOB P-PEJ Suryadi Oemar mengatakan, pihaknya sudah mengajukan izin pengeboran sumur eksplorasi Lapangan South West Mudi kepada Bupati Tuban sejak 2006, namun izin yang dibutuhkan belum juga turun. ''Saya benar-benar heran, kok perizinan di Tuban begitu sulit,'' ujarnya saat dihubungi kemarin.Menurut Suryadi, pengeboran eksplorasi tersebut mendesak untuk dilakukan guna membuktikan adanya potensi cadangan minyak sebesar 36 juta barel di wilayah tersebut. ''Ini penting untuk rencana pengembangan Mudi ke depan,'' katanya.Menurut dia, alasan Bupati Tuban tidak memberi izin karena lokasi proyek pemboran eksplorasi terletak di areal persawahan sehingga harus membutuhkan izin terlebih dahulu dari Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional (BKTRN). ''Jika itu alasannya, maka 2008 lalu izin dari BKTRN sudah keluar, bahkan ada tanda tangan Menko Perekonomian juga. Namun, izin bupati hingga sekarang tak kunjung turun,'' jelasnya.Padahal, lanjut Suryadi, masyarakat pemilik lahan sudah setuju dan siap jika lahan mereka akan dibebaskan. ''Kami dan pemilik lahan sudah beberapa kali ketemu. Semua sudah siap, tinggal nunggu izin Bupati saja,. Jika izin keluar, proyek akan langsung kami jalankan,'' ujarnya. Jika proyek Mudi dihentikan JOB P-PEJ karena izin belum kunjung turun, tidak demikian dengan proyek pipanisasi dari Mudi ke Palang''Dengan realisasi 300 meter per hari, pipanisasi ditargetkan selesai awal Juni atau paling lambat pertengahan Juni,'' ujarnya.Suryadi mengaku hingga kemarin masih lancar-lancar saja karena mendapat jaminan dari aparat keamanan. Sebelumnya, pengerjaan dikabarkan sempat tersendat karena distop oleh Satpol PP Pemkab Tuban. Alasannya, karena proyek tersebut belum mendapat izin Bupati Tuban. Pemkab Tuban sendiri mengaku sudah memberikan ijin kepada Mobil Cepu Limited (MCL) selaku operator Blok Cepu untuk proyek pipanisasi.Mengenai hal tersebut, Suryadi menjelaskan, sebenarnya pipa yang dibangun oleh JOB P-PEJ merupakan bagian dari pengembangan lapangan Mudi. Saat ini, lanjut dia, JOB P-PEJ sudah memiliki pipa ukuran 8 inchi. ''Namun, karena produksi kami terus meningkat, maka dibutuhkan tambahan pipa lagi,'' katanya.Sementara itu, terkait pernyataan Pemkab Tuban yang sudah memberikan izin pipanisasi kepada MCL sehingga belum memberi izin kepada JOB P-PEJ, Wakil Kepala Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Minyak dan Gas (BPMigas) Abdul Muin mengatakan, izin kepada MCL tersebut adalah pembangunan pipa permanen ukuran 20 inchi, yang nantinya akan digunakan untuk menyalurkan minyak dari Lapangan Banyu Urip (Blok Cepu) saat memasuki full production dengan kapasitas 165.000 BPH pada 2012.''Jadi, izin yang diajukan JOB P-PEJ memang beda dengan izin yang diberikan kepada MCL. Namun, karena pipa JOB P-PEJ nanti juga akan digunakan untuk menyalurkan produksi awal Blok Cepu, maka jika pengerjaannya terlambat bakal menghambat pula proyek Blok Cepu,'' jelasnya saat dihubungi kemarin.Sedangkan terkait infrastruktur lain untuk pengembangan Blok Cepu, Dirjen Migas Departemen ESDM Evita H. Legowo menargetkan akan bisa diselesaikan sebelum Agustus 2009 agar target produksi pada Agustus bisa tercapai. ''Kami harap demikian,'' ujarnya melalui pesan singkat kemarin
Sumber Jawa Pos (24/5). (owi/kim)

Rombak Kebijakan Ekonomi

Sistem atau kebijakan ekonomi suatu negara memiliki peran penting dalam membangun perekonomian suatu bangsa. Kebijakan ekonomi yang baik dapat membawa suatu bangsa maju, adil, dan sejahtera, atau sebaliknya. Karena itu, di dunia ini ada bangsa yang maju dan sejahtera. Namun, ada pula yang tertinggal dan menderita. Itu bergantung kepada pengelolaan ekonominya. Tidak ada suatu bangsa yang ditakdirkan untuk tertinggal dan miskin. Semua bangsa memiliki kesempatan yang sama untuk maju dan sejahtera. Indonesia adalah salah satu contoh ironi. Bayangkan, bangsa ini kaya akan sumber daya alam. Terletak di khatulistiwa sehingga sepanjang tahun bisa memanen hasil bumi. Demikian juga letaknya cukup strategis, penduduknya besar, mestinya menjadi bangsa yang maju, adil, dan makmur. Namun apa daya, ketidakmampuan bangsa ini membangun ekonomi menyebabkan Indonesia tertinggal. Indonesia termasuk ''miskin'' jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Banyak utang lagi. Sungguh tragis.Memang menyakitkan melihat potret diri yang tidak membanggakan. Namun, diakui atau tidak, banyak data yang membuat kita memelas jika membandingkan diri dengan negara lain di Asia Tenggara. Ini terlintas di benak penulis sewaktu berjalan-jalan di Bangkok, Thailand, pekan lalu bersama dua teman dari Tiongkok menggunakan subway. Teman dari Tiongkok yang tinggal di Beijing menanyakan apakah Indonesia memiliki subway? Dengan menahan malu, terpaksa harus menjawab bahwa Indonesia belum memiliki alat transportasi umum semacam itu. Padahal, di Bangkok sudah ada subway (untuk rute jauh sampai di pinggiran kota) dan skyway untuk rute pendek biasanya antarpusat perbelanjan di tengah kota. Kedua alat transportasi itu cepat, aman, nyaman, dapat diandalkan, dan harganya terjangkau. Tidak kalah dengan subway di Washingon, Paris, ataupun di Tokyo dan Hongkong.Pertanyaan tersebut membuat penulis sadar betapa kita tertinggal bahkan dibandingkan Thailand. Apalagi, Bandara Internasional Suvarnabhumi Thailand juga modern, nyaman, dan bagus. Tidak kalah dengan negara-negara maju lainnya di dunia. Jauh jika dibandingkan dengan Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Jakarta. Apalagi jika dibandingkan dengan data kemakmuran antarbangsa di wilayah regional, sangat memprihainkan. Ketertinggalan kita daripada Singapura, Malaysia, dan Thailand semakin nyata. Pendapatan perkapita kita kalah jauh dibandingkan negeri jiran. Saat ini pendapatan perkapita Singapura sudah USD 35 ribu, Malaysia USD 6.880 atau tiga kali lipat Indonesia. Sedangkan Thailand pada 2007 sudah USD 3.740 atau hampir dua kali Indonesia. Pada tahun yang sama, Indonesia hanya USD 1.919, sedikit lebih baik daripada Filipina USD 1.652.Padahal, di antara negara ASEAN, Indonesia yang terkaya sumber daya alamnya dan terbanyak jumlah penduduknya. Mestinya, negeri ini yang termaju dan termakmur. Apalagi, pada masa lalu, Indonesia termasuk salah bangsa yang maju dan makmur di kawasan ini. Tak heran, banyak bangsa yang belajar dari kita, termasuk Malaysia. Namun, ironisnya, kita sekarang justru menjadi negara ''tertinggal'' dan memiliki banyak utang. Jadi pengekspor tenaga kerja informal dan ilegal ke banyak negara. Jelas ada yang salah pada bangsa Indonesia.Pilih Platform yang Jelas Seperti pohon yang baik akan menghasilkan buah yang berguna, pengelolaan ekonomi yang baik juga akan menghasilkan kemajuan ekonomi dan kemakmuran bagi bangsanya. Jika Indonesia kalah jauh daripada bangsa jiran yang dulu belajar dari kita, jelas ada yang salah dalam pengelolaan ekonomi. Kini saatnya bangsa Indonesia sadar bahwa perlu ada perubahan mendasar. Perombakan pengelolaan ekonomi menjadi isu krusial saat ini. Mumpung kita akan memilih presiden dan wakil presiden. Kita perlu memilih calon presiden dan wakil presiden yang mampu memperbaiki ekonomi nasional. Memiliki platform yang dapat membangkitkan ekonomi. Dengan begitu, dalam lima tahun ke depan, bangsa Indonesia dapat maju, mengejar ketertinggalan dibandingkan bangsa-bangsa lain. Tidak terjebak ke dalam target-target ekonomi orientasi jangka pendek yang ''semu'' karena tidak mengatasi masalah struktural ekonomi secara riil. Jangan sampai kualitas pembangunan ekonomi kita semakin merosot.Daya saing internasional yang rendah dan menurun, deindustrialisasi, merosotnya peran sektor formal (meningkatnya peran sektor informal), kebergantungan kepada luar negeri yang semakin besar adalah bukti memburuknya kualitas pembangunan ekonomi kita. Dengan begitu, kemiskinan dan pengangguran tetap saja besar dan ekonomi informal semakin berkembang (padahal tidak dapat memberikan kehidupan layak). Jika pemburukan ini terus berlangsung, hanya masalah waktu bangsa Indonesia semakin tertinggal. Bahkan dengan Vietnam, Kamboja, dan Myanmar. Apakah kita rela hal itu terjadi. Saya tidak!Mari kita ikut mengubah masa depan ekonomi Indonesia. Caranya, memilih pasangan calon presiden dan wakil presiden yang kita anggap memiliki platform yang mampu membangkitkan ekonomi dan membawa bangsa Indonesia maju, adil, dan sejahtera. Jangan memilih berdasar perasaan. Sudah waktunya kita memilih menggunakan kecerdasan. Kita rakyat Indonesia memiliki tanggung jawab pada masa depan bangsa ini. Jangan sampai kita membuat kesalahan. Jika kita salah pilih, konsekuensinya harus kita tanggung untuk lima tahun ke depan. Berbagai masalah ekonomi struktural perlu diselesaikan. Dengan begitu, Indonesia memiliki daya saing internasional yang tinggi, tidak bergantung kepada luar negeri, tidak banyak utang, dan memiliki sumber daya manusia yang berkualitas. Demikian pula UMKM semakin maju dan berkembang, dapat memberikan kehidupan yang layak bagi lebih dari 95 persen penduduk kita yang terlibat di dalamnya. Semoga.
Oleh: Sri Adiningsih, Dosen Fakultas Ekonomi UGM, Jogjakarta
Bangkok, 23 Mei 2009
Sumber : Jawa Pos .com

Capres 4 L (Lo Lagi, Lo Lagi)

KETIKA Barrack Husein Obama memenangi pemilihan presiden AS beberapa bulan lalu, Indonesia termasuk yang ikut bangga. Selain ucapan selamat, pemimpin negara ini (ketika itu) tampak bernafsu sekali untuk bertemu langsung dengan Obama -tentu saja dengan embel-embel menyampaikan salam kemenangan dari rakyat Indonesia. Sayang, kebanggaan itu hanya karena romantisme terhadap Obama yang pernah tinggal di Menteng, Jakarta. Selebihnya tidak. Bahwa Obama merupakan contoh figur pemimpin yang berkarakter, cerdas, bijaksana, gemar membaca, memahami musik dan sastra, serta punya sense of humor yang tinggi sehingga mampu mencairkan suasana, belum cukup menarik untuk diteladani. Bahwa Obama yang berusia 47 tahun adalah contoh sukses pemimpin muda, tidak cukup menarik dijadikan pertimbangan dalam menentukan calon pemimpin alternatif negeri ini.Kalau sosok Obama dijadikan sebagai acuan pemimpin alternatif, tiga pasang capres-cawapres yang sudah disahkan KPU pantas disebut kurang memenuhi syarat. Seperti diketahui, pasangan capres-cawapres yang akan bertarung dalam pemilihan presiden (pilpres) 8 Juli adalah JK-Win, SBY-Berboedi (belakangan diubah menjadi SBY-Boediono), dan Mega-Pro. Umur mereka terbilang sudah senja. Pasangan pertama JK-Win; umur Jusuf Kalla 67 tahun (kelahiran 15 Mei 1947) dan Wiranto 62 tahun (kelahiran 4 April 1947). Pasangan kedua SBY-Berboedi; Susilo Bambang Yudhoyono berusia 60 tahun (kelahiran 9 September 1949) dan Boediono 66 tahun (kelahiran 25 Februari 1943). Pasangan ketiga Mega-Pro; Megawati Soekarnoputri 62 tahun (kelahiran 23 Januari 1947) dan Prabowo Subianto 58 tahun (kelahiran 17 Oktober 1951).Selain usianya sudah uzur, mereka merupakan stok lama yang semua orang sudah tahu track record-nya. Kekhawatiran banyak orang menjelang pemilu silam bahwa bakal muncul figur 4L (lo lagi, lo lagi) sekarang menjadi kenyataan. Enam tokoh yang maju sebagai capres-cawapres adalah wajah-wajah lama yang tampil dalam kemasan baru. SBY yang sebelumnya berpasangan dengan JK kini ganti pasangan bersama Boediono yang juga stok lama (mantan gubernur BI). JK yang saat ini masih Wapres-nya SBY memilih pisah dan maju sendiri menggandeng Wiranto (mantan petinggi TNI, capres Golkar di Pemilu 2004). Megawati yang mantan presiden kali ini maju kembali merangkul Prabowo yang semua orang sudah tahu sepak terjangnya selama meniti karir di TNI.*** Kenapa bisa begitu? Inilah yang membedakan proses pemilihan presiden-wakil presiden di Indonesia dan AS. Di AS, seorang bakal capres harus merangkak berjuang dari bawah. Dia harus bersaing dengan kolega di partainya mencari dukungan langsung dari konstituen lewat ajang konvensi. Pemenang konvensilah yang berhak maju sebagai capres. Jadilah, capres tersebut merupakan yang terbaik di antara yang baik. Di Indonesia, konstituen tidak dilibatkan sejak awal proses penentuan bakal capres-cawapres. Rakyat langsung disodori beberapa pilihan yang belum tentu sesuai dengan seleranya saat pemilihan. Penentuan bakal capres-cawapres diputuskan dalam rakernas atau mukernas yang hanya melibatkan pengurus pusat dan daerah partai. Padahal, sering terjadi aspirasi konstituen dan kader partai di akar rumput tidak sama, bahkan bertolak belakang. Contohnya yang terjadi sekarang. Harapan banyak kader partai dan konstituen yang menghendaki tokoh muda tampil menjadi bakal capres-cawapres kandas di forum rakernas atau mukernas. Bahkan, tiga capres yang baru saja terpilih di forum tertinggi partai masing-masing sama sekali tidak melirik tokoh muda sebagai cawapres. JK memilih Wiranto, SBY memilih Boediono, dan Mega memilih Prabowo. Mereka sama sekali tidak memandang perlunya regenerasi kepemimpinan nasional pada Pemilu 2009. Maka, jadilah Pemilu 2009 merupakan momentum kekalahan pemimpin balita (di bawah lima puluh tahun). Bahkan, mereka kalah sebelum bertanding. Padahal, perjuangan untuk mengusung pemimpin balita ke puncak kekuasaan sudah dimulai dua tahun lalu. Tepatnya, saat peringatan Hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 2007. Saat itu, ratusan tokoh pemuda dari sejumlah organisasi berkumpul di Gedung Arsip Nasional menggelar ikrar Kaum Muda Indonesia. Dalam ikrar tersebut dinyatakan, saatnya kaum muda memimpin Indonesia. Beberapa tokoh hadir di acara itu. Di antaranya, Mudji Sutrisno, Din Syamsuddin, Rizal Ramli, Denny J.A., Sys N.S. , Hanif Dhakiri, Jacobus Eko Kurniawan (aktivis 98), Budiman Sudjatmiko (PDIP), Indira Damayanti (politikus perempuan), Indah Dahlan (Paramadina), Sabri Saiman (politikus PAN), Hamdan Zoelva (politikus PBB), Anis Baswedan (rektor Universitas Paramadina), Isra Ramli (peneliti LSI), Beathor Suryadi (aktivis PDIP), Rama Pratama (PKS), Pius Lustrilanang, Ferry Juliantono (Prodem), dan Farid Faqih (Gowa).Gagasan itu kian nyaring gaungnya menjelang Pemilu 2009. Penabuhnya Tifatul Sembiring. Dalam pidato politiknya pada Mukernas Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Makassar, 21 Juli 2008, presiden PKS tersebut memberikan warning bahwa 2009 adalah waktunya bagi yang muda untuk tampil. Alasannya, saat itu, para tokoh tua dianggap telah gagal. Mereka tidak layak maju ke Pilpres 2009. "Sudah waktunya para politisi gaek untuk pensiun. Pemimpin 2009 adalah pemimpin muda dan energik serta berani mengambil risiko," tegas Tifatul saat itu, seperti lansir media online detikcom. Tapi, sangat disesalkan, pada detik-detik terakhir menjelang penetapan calon wakil presiden, Tifatul dan partainya, PKS, ngeper dan memilih tetap berkoalisi dengan Partai Demokrat yang jelas-jelas mencalonkan tokoh gaek Boediono (66 tahun) untuk mendampingi capres SBY yang juga sudah senja dengan usia 60 tahun.
Oleh : Samsudin Adlawi, penyair dan wartawan Jawa Pos (udi@jawapos.co.id)
Sumber : Jawa Pos

Benarkah Facebook Haram?

Di era teknologi sekarang ini, siapa yang tidak kenal dengan jejaring sosial Facebook. Semua kalangan sudah akrab dengannya. Kini Facebook menjadi situs paling favorit, bahkan mengalahkan mesin pencari yang lebih dulu populer, seperti Yahoo dan Google.Facebook sudah tidak asing lagi bagi semua kalangan, baik anak-anak, remaja, maupun orang tua. Dengan Facebook, semua orang bisa menjumpai sesama di dunia maya. Lewat Facebook juga, kita bisa reunian dengan teman-teman lama kita. Dengan adanya fasilitas Facebook, kita lebih gampang menjalin tali silaturahmi.Kini Facebook masuk ranah agama. Hasil Bahtsul Masail XI Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri Se-Jawa Timur di Pondok Pesantren Putri Hidayatul Mubtadiat, Lirboyo, Kediri, memutuskan bahwa Facebook haram. Sabtu lalu (23/5) Jawa Pos memberitakannya dengan judul Haramkan Facebook untuk Gosip-PDKT. Membaca berita tersebut, penulis tergelitik untuk menanggapinya. Sebab, bagi penulis, Facebook tidaklah terlalu banyak mudaratnya (bahayanya). Dalam pencetusan sebuah hukum, apabila kita tidak menemukan langsung dalam Alquran dan hadis, alternatifnya adalah kita mempertimbangkan antara maslahat (manfaat) dan mafsadat (bahaya) yang bisa ditimbulkannya. Untuk Facebook, penulis mengira, antara maslahat dan mafsadatnya, lebih dominan maslahatnya. Kenapa? *** Facebook haram jika 1) digunakan untuk PDKT (pendekatan) dengan lawan jenis, 2) digunakan untuk bergosip dan menyebarkan kebohongan, dan 3) para pemakainya berbicara tentang masalah intim secara terbuka atau mendukung perilaku vulgar (Jawa Pos, 23/5).Melihat tiga poin di atas, bisa penulis simpulkan bahwa Facebook bisa menjadi "doli" bagi orang-orang iseng. Juru Bicara Facebook Debbie Frost menyatakan, orang memakai jejaring itu untuk berhubungan dengan kolega maupun keluarga mereka tentang isu serta masalah-masalah lokal dan dunia. "Kami melihat banyak orang dan organisasi memanfaatkan Facebook untuk agenda-agenda yang positif," katanya kepada Associated Press (Jawa Pos, 23/5). Pernyataan juru bicara Facebook di atas sangat tepat dan benar. Selain itu, manfaat Facebook adalah, pertama, merupakan wadah silaturahmi antar sesama. Dengan adanya Facebook, kita bisa mencari teman-teman kita yang telah lama "hilang". Kita cukup mengetik nama teman kita yang "hilang", setelah itu akan muncul dan kita temukan. Setelah menemukan, kita tinggal meng-add-nya dan kita bisa bersua di sana. Hal tersebut pernah dialami penulis. Belum sebulan ini teman Facebook penulis, Ahmad Yusuf Firdaus, bersilaturahmi ke tempat tinggal penulis hanya gara-gara Facebook. Padahal, penulis tidak pernah bertemu sebelumnya. Semua itu terjadi gara-gara Facebook. Indah sekali! Ahmad adalah mahasiswa Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Jurusan Sastra Inggris asal Situbondo dan alumnus Pondok Pesantren Nurul Jadid, Paiton, Probolinggo.Kedua, Facebook merupakan wadah diskusi. Dengan cukup menulis pernyataan atau pertanyaan di dinding Facebook, kita bisa saling mengomentari (diskusi) sesama teman. Penulis sering menemukan, teman-teman Facebook saling komentar tentang pencerahan keilmuan masing-masing. Itu baru yang ada di Facebook pribadi, lain lagi di Group Facebook. Di Group Facebook, kita bisa berdiskusi lebih jauh dan spesifik. Seperti Group Facebook tentang tafsir hadis, misalnya "Pencinta Tafsir dan Hadis", Group Facebook kepenulisan, misalnya "Pena Pagi Group", dan sejenisnya. Di Facebook "Pencinta Tafsir dan Hadis", kita bisa berdiskusi tentang keilmuan tafsir dan hadis meskipun belum bertemu langsung sebelumnya dengan sesama anggotanya. Begitu juga halnya di Group Facebook kepenulisan. Kita bisa mendiskusikan tulis-menulis.Ketiga, Facebook merupakan wadah berbisnis. Dengan Facebook, kita bisa mempromosikan dan menawarkan dagangan kita. Kita cukup mencantumkan identitas lengkap dan menunggu respons yang lain. Seperti yang terjadi di Group Facebook "Jamaah Facebookiyah". Di sana salah seorang anggotanya menawarkan kepada anggota yang lain untuk memiliki seragam Jamaah Facebookiyah. Siapa yang berminat cukup memesan dan mengontak nomor handphone (HP) yang telah disediakan. Kenyataannya, banyak anggota yang mengomentari dan memesannya. *** Kita kembali ke perbincangan pengharaman Facebook. Inti pengharaman Facebook adalah mereka (ulama) mengkhawatirkan seks terlarang atau pornografi menyebar kepada anak-anak dan para remaja kita. Hemat penulis, kekhawatiran itu berlebihan apabila didakwakan kepada Facebook. Sebab, kekhawatiran tersebut lebih sangat mungkin terjadi di situs internet lainnya, misalnya Google, dan HP. Kalau di Facebook, kemungkinan untuk menyimpan serta mem-posting video porno dan sejenisnya sangat kecil karena Facebook bukan jejaring yang bersifat pribadi. Jadi, orang akan merasa malu apabila ingin menyimpan dan mem-posting video porno di Facebook. Sebab, hal itu akan diketahui orang banyak atau teman-temannya ketika mereka mengunjunginya. Berbeda halnya dengan HP dan situs Google. Keduanya sangat memungkinkan untuk dipakai menyimpan video porno. Sebab, HP dan Google merupakan fasilitas pribadi, yang kalau orang menyimpan sesuatu, orang lain sulit menemukan.Bahtsul Masail XI Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri Se-Jawa Timur juga menghasilkan keputusan, cari jodoh di Facebook haram. Alasannya, mencari pasangan hidup harus melalui pengenalan karakter dan penjajakan lebih jauh, tidak gegabah.Menurut penulis, kalau memang seperti itu, Facebook sudah termasuk salah satu wadah pengenalan karakter lawan jenis. Dengan chatting dengan lawan jenis incaran, kita akan tahu -meskipun tidak semuanya- apakah dia peramah atau pemarah dan sejenisnya. Untuk penjajakan, kita bisa menindaklanjuti lebih jauh dan serius, bisa dengan bertemu langsung (taaruf) dengan yang bersangkutan.Akhir kata, kiranya kita tidak usah memvonis bahwa Facebook haram. Sebab, kalau kita berbicara tentang manfaat dan bahaya, keduanya tidak cuma ada pada Facebook dan situs internet. Di sandal atau sepatu yang kita pakai pun ada yang demikian. Wallahu A'lam.*)
oleh : bd. Basid, Facebooker; aktif di Pesantren IAIN Sunan Ampel, Surabaya

Integritas Aparat Jadi Taruhan

Proses hukum kasus pembunuhan Direktur PT Putra Banjaran Rajawali (PRB) Nasrudin Zulkarnaen bisa dibilang jalan di tempat. Alat bukti yang dikantongi tim penyidik Polda Metro Jaya sebenarnya sudah cukup. Namun, hingga kemarin, berkas perkaranya tidak kunjung dilimpahkan ke kejaksaan. Polisi beralasan tidak ingin terlalu cepat mengambil kesimpulan sebelum semua clear.Sejak awal, terungkapnya kasus yang menjadikan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) nonaktif Antasari Azhar sebagai tersangka itu memang menarik. Menarik dari sisi pelaku maupun dugaan motifnya. Soal pelaku, misalnya, di sana ada pemimpin lembaga antikorupsi, polisi berlatar perwira menengah (pamen), direktur BUMN, pengusaha penyandang dana, caddy golf, pembunuh bayaran, hingga aparat TNI yang memasok senjata api. Dugaan motifnya juga beragam. Mulai perebutan perempuan, kasus korupsi, hingga soal menjalankan misi negara. Dilihat dari kualitas pelaku dan modus, sudah pasti kasus Antasari termasuk kasus yang menyita perhatian publik. Bagi aparat, kasus tersebut dikategorikan penting dan biasanya mendapatkan supervisi langsung dari Kapolri. Dalam sejarah penyidikan pidana umum, kasus Antasari bisa jadi sama peliknya dengan pengungkapan pembunuhan aktivis HAM Munir. Polisi saat itu berjibaku mengampulkan alat bukti bahkan sampai terbang ke Amerika Serikat (AS) untuk menguji rekaman pembicaraan telepon antara Munir dengan Pollycapus Budihari Priyanto. Tim penyidik tidak memedulikan latar belakang sang tersangka, Muchdi Pr, yang mantan Danjen Kopassus, saat hendak menahannya. Sikap polisi dalam menangani kasus Munir patut diacungi jempol sekalipun Muchdi akhirnya divonis bebas oleh pengadilan.Mengaca pada perkara Munir, kasus Antasari memang memaksa polisi belajar banyak. Sebab, apabila salah bertindak dalam mengumpulkan bukti, bukan tidak mungkin Antasari yang diyakini sebagai otak bisa bebas seperti Muchdi. Strategi polisi yang superhati-hati itu acap dianggap masyarakat sebagai sikap yang lamban. Semua memang memahami bahwa proses penyidikan tidak seperti membuat pisang goreng. Terlepas dari perbedaan pola pandang tersebut, terhadapa apa pun kualitas perkaranya, polisi sewajarnya tetap menjaga kemandirian, integritas, dan profesionalitas dalam menyidik. Penyidik sepatutnya menyamakan siapa pun yang disangka bersalah dalam perkara pidana. Itu sesuai dengan jaminan yang diatur dalam konstitusi bahwa semua diberlakukan sama di muka hukum (equality before law). Integritas polisi akan dipertaruhkan apabila bersikap ceroboh dalam menangani kasus Antasari. Sebab, harapan masyarakat atas terungkap tuntasnya kasus itu sudah begitu tinggi. Siapa yang berperan sebagai otak (intellectual dader), donator pembunuhan, hingga penembak harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan sidang. Aparat polisi diharapkan tidak ragu untuk menyodorkan semua fakta-fakta keterlibatan para pelaku kepada kejaksaan. Sebaliknya, jaksa harus berani mengambil terobosan dalam proses pembuktian dalam sidang.Khusus kepada jaksa, mereka harus mengambil jarak yang tegas untuk membedakan Antasari sebagai pelaku kejahatan dengan statusnya sebagai mantan jaksa. Jangan sampai semangat korps lagi-lagi menjadi panglima sekaligus mengabaikan keadilan masyarakat. (*)
Sumber Jaw pos

Jejak Soeharto Tak Jua Sirna

Pada 21 Mei 1998, pukul 09.00 WIB, di credentials room di Istana Merdeka, Jakarta, Soeharto lengser. Lewat pidato singkat, antara lain dia menyatakan, ''Saya memutuskan untuk menyatakan berhenti dari jabatan saya sebagai presiden RI terhitung sejak saya bacakan pernyataan ini pada hari ini, Kamis 21 Mei 1998'' (Jawa Pos, 22 Mei 1998). Lengsernya Soeharto itu mengakhiri kekuasaan yang awalnya diraih lewat Supersemar 1966.Kalau menyimak 32 tahun pemerintahan Soeharto, sisi positifnya sama besar dengan sisi negatifnya. Sisi positif bisa dilihat pada stabilitas politik dan pembangunan ekonomi. Ada program terencana lewat repelita (rencana pembangunan lima tahun). Sektor pertanian, khususnya swasembada beras, sampai diapresiasi oleh dunia, yakni oleh FAO atau Badan Pangan Dunia pada 1984 di Roma. Pertumbuhan penduduk juga bisa dikendalikan lewat program KB (keluarga berencana), yang keberhasilannya juga diakui dunia (bandingkan dengan ancaman baby booming atau ledakan penduduk saat ini, Cover Story Jawa Pos 18 Mei 2009). Harus diakui, ada pendapat di kalangan rakyat bahwa Soeharto telah berjasa membangun perekonomian dan stabilitas di negri ini. Robert Edward Elson, profesor di Griffith University dan penulis buku Soeharto, Political Biography (2001), mengungkapkan bahwa Soeharto telah membangun Indonesia yang sama sekali baru. Tidak heran jika dia pernah digelari Bapak Pembangunan Indonesia. Pasca lengsernya 21 Mei 1998, kadang muncul kerinduan sebagian rakyat kepada sosoknya yang penuh senyum. Bahkan, pascawafatnya pada 27 Januari 2008, Astana Giri Bangun tidak pernah sepi peziarah yang mengidolakan dia. ***Namun, ada juga sisi negatif yang jumlahnya tidak sedikit. Menurut Adnan Buyung Nasution yang pernah menyingkir di Belanda pada dasawarsa 1980-an, Soeharto harus dicatat sebagai presiden yang bertanggung jawab terhadap hancurnya cita-cita negara hukum yang demokratis dengan segala sikap, ucapan, dan tindakan-tindakannya selama berkuasa. Dia bukan hanya sewenang-wenang (abuse of power), melanggar hukum, dan konstitusi, namun secara perlahan-lahan tapi pasti selama 30 tahun berkuasa juga telah merusak dan menjungkirbalikkan nilai-nilai dan norma-norma kehidupan yang etis dan bermoral. Soalnya, dia telah membiarkan dan bahkan membenarkan korupsi terus merajalela di segala tingkatan dan lapisan.Secara singkat bisa dikatakan, dalam 32 tahun pemerintahan Soeharto, politik hanya berorientasi kepada kekuasaan dan bagaimana mempertahankan kekuasaan lewat berbagai cara, termasuk cara-cara tidak etis dan melanggar HAM. Lamanya Soeharto berkuasa menunjukkan bahwa dia seorang diktator yang tidak rela berbagi kekuasaan. Memang, ada pemilu tiap lima tahun. Tapi, itu bukan pemilu demokratis karena pemenangnya sudah bisa diketahui.***Bagaimana kondisi perpolitikan nasional setelah 11 tahun Soeharto lengser? Meski sudah wafat 27 Januari 2008, pengaruh-pengaruh Soeharto tidak secara otomatis ikut terkubur. Apalagi, dua jenderal mantan ajudan pribadi Seoharto, yakni Prabowo dan Wiranto, ikut maju sebagai cawapres pada Pemilu 8 Juli 2009.Yang mencemaskan, bukan pengaruh positif Soeharto yang menonjol di kancah perpolitikan kita saat ini. Namun, sebaliknya, justru pengaruh negatifnya yang bisa kita saksikan dari sepak terjang para elite politik. Buktinya, simak saja para mantan menteri, gubernur, anggota DPR, bupati, wali kota, dan pengelola negara yang kini menghuni penjara akibat KKN. Itu baru di lembaga eksekutif dan legislatif yang berhasil dibidik KPK. Sayangnya, KPK belum berani membidik para koruptor yang bersembunyi di lembaga yudikatif, kepolisian, dan moneter atau perbankan. Para koruptor jelas orang yang menyalahgunakan kekuasaan dan merugikan rakyat banyak.Dengan demikian, rakyat hingga kini masih menjadi figuran dalam politik guna mendongkrak suara penguasa ke kursi kekuasaan. Setelah kursi diraih, suara rakyat tak digubris. Persetan, wong cilik korban busung lapar atau gizi buruk. Persetan, upah rendah buruh. Kemiskinan malah menjadi jualan politik demi kekuasaan, termasuk menjelang Pilres 8 Juli 2009. Lihat, wong cilik terus menjerit akibat mahalnya harga sembako, minyak tanah, atau listrik. Hidup makin berat bagi ''wong cilik'' sehingga sebagian menempuh bunuh diri. Menurut VHR Media, pada 2006-2008, sekitar 50.000 wong cilik bunuh diri akibat beratnya beban hidup dalam tiga tahun terakhir.Itulah buah dari pengaruh Soeharto yang secara sadar atau tidak masih dipraktikkan para penguasa saat ini. Tak heran, Syafi'i Ma'arif sampai melontarkan kritik pedas bahwa ''Pengkhianat paling berdosa besar adalah para pemimpin formal yang haus kekuasaan daripada menyejahterakan rakyat''.Penulis juga prihatin, dari kasus koalisi antarparpol atau koalisi capres dan cawapres menjelang Pilpres 8 Juli 2009 terlihat bahwa fokus utama perpolitikan nasional masih kekuasaan, posisi, atau jabatan. Sikap kenegarawanan hilang entah ke mana. Kesejahteraan rakyat tak diperhatikan.Politik hanya demi kekuasaan dan melayani ego, baik ego partai atau kelompok sendiri. Sangat minim spirit melayani atau menyejahterakan. Jadi, ternyata pengaruh buruk Soeharto justru masih subur saat ini.
OLeh : Endang Suryadinata, Douwes Dekkerstraat 64, 2274 SP Voorburg Holland
Sumber : Jawa Pos. com

Pembesar Sibuk Pilpres, Kita Terus Bekerja

SELALU ada kekhawatiran ketika musim pilpres seperti saat ini. Karena presiden dan wakil presiden mencapreskan diri, dicemaskan ada penurunan kinerja pemerintah. Apalagi para menteri juga terbelah untuk mendukung capres masing-masing, baik sesuai garis koalisi partai maupun garis kesetiaan. Koran ini kemarin memberitakan 19 menteri pro-SBY, tiga ke Jusuf Kalla. Memang sangat terasa, SBY dan JK sudah sibuk dengan dirinya sendiri. Setelah deklarasi capres-cawapres, mereka memang terus melakukan kunjungan atau meninjau proyek. Tapi, nuansanya tidak sedang bekerja sebagai pemerintah, tetapi sudah bernuansa kampanye, yakni meningkatkan citra diri di hadapan publik. Jusuf Kalla, misalnya. Untuk merealisasikan slogan Lebih Cepat Lebih Baik, JK sudah pergi ke mana-mana bersama cawapresnya, Wiranto. Tentu, dengan fasilitas lengkap protokoler Wapres. Padahal, sebagai pejabat publik, seharusnya JK tetap menjalankan fungsi sebagai Wapres dan nanti baru bisa bergandengan tangan dengan Wiranto setelah musim kampanye resmi tiba. Deklarasi SBY-Boediono juga sudah menunjukkan adanya kerancuan peran sebagai pejabat publik. Pada saat deklarasi sebagai cawapres, Boediono belum mundur dari posisi gubernur BI. Selain itu, penyampai pidato puja-puji kepada SBY-Boediono di panggung deklarasi adalah Gubernur Sumbar Gamawan Fauzi. Memang, gubernur adalah jabatan politis dan boleh memberikan dukungan politis kepada capres-cawapres. Tapi, karena sudah memberi contoh, kelak SBY tak boleh komplain ketika ada gubernur, bupati, atau wali kota dikumpulkan oleh induk partainya untuk suatu arahan politis. Apakah ini tak merusak fatsun politik?Tapi, kita mau apa? Apakah para pembesar itu masih mau mengingat dengan ketat aturan main dan etika dalam berpolitik? Apalagi sekarang mereka menguber waktu agar meningkatkan popularitasnya. Pemilihan presiden dan wakil presiden Juli mendatang memang sudah sangat dekat.Kalau memang suasana dalam pemerintahan puncak sudah sibuk dengan dirinya sendiri, kita tetap harus bekerja seperti biasa. Kita tetap harus yakin bahwa inisiatif dan kreativitas kita tetap harus berjalan dalam suasana apa pun. Tak akan ada habisnya membicarakan politik. Setelah pemilu pusat, nanti ada pemilu daerah. Begitu seterusnya. Sebagai partisipan, kita harus selalu kritis dan santai memandang hajat politik yang tak berkesudahan itu. Karena itu, agar tak terlena, koran ini pernah memopulerkan kredo: Kerja! Kerja! Kerja! Ada catatan ekonom Faisal Basri yang menarik, yang dimuat di blog-nya dan dimuat di koran bisnis. Pemilu lima tahun lalu, Wapres (Hamzah Haz, Red) berduet dengan seorang menteri (Agum Gumelar) menantang atasannya (Megawati Soekarnoputri). Dua menteri (SBY dan Jusuf Kalla) juga ikut pilpres. Sejumlah menteri pun sibuk berkampanye untuk partai mereka masing-masing dan merapat ke capres-cawapres yang berbeda-beda pula.Namun, kata ekonom yang integritasnya terpuji itu, perekonomian ternyata malah membaik. Pertumbuhan 2004 bahkan lebih tinggi daripada 2003. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV (Oktober-Desember) /2004 tercatat yang tertinggi sejak krisis hingga sekarang, yakni 6,65 persen. Sejumlah indikator makroekonomi lainnya juga membaik, seperti laju inflasi, suku bunga, cadangan devisa, dan nilai tukar rupiah.Jadi, biarlah orang-orang yang sebenarnya masih berkewajiban memerintah itu sibuk dengan dirinya sendiri. Kita tak perlu risau. Mari bekerja terus dengan segenap kemampuan. Demi bangsa.
Sabtu, 23 Mei 2009 ]
Audit Setengah Hati Kekayaan Capres
Saat ini, perhatian publik tertuju kepada fantastisnya kekayaan calon presiden dan wakil presiden. Prabowo Subianto yang berpasangan dengan Megawati tercatat punya kekayaan tertinggi jika dibandingkan dengan pasangan lainnya, lebih dari Rp 1,5 triliun. Kekayaan calon incumbent Susilo Bambang Yudhoyono pun meningkat jika dibandingkan dengan sebelum menjadi presiden pada 2004.Apakah itu berarti kekayaan dan kesejahteraan rakyat Indonesia juga meningkat? Tunggu dulu. Mengacu kepada data Bappenas, per Maret 2008 jumlah penduduk miskin masih sekitar 34,52 juta. Angka ini akan meningkat drastis jika standar penghasilan yang digunakan mengacu kepada indikator Bank Dunia, yakni USD 2 per hari. Bagaimana menjelaskan ketimpangan itu?Dari sudut pandang pemerataan ekonomi dan kesejahteraan, ketimpangan penguasaan kekayaan antara mayoritas rakyat Indonesia dan calon pemimpin terlihat jelas. Potret tingginya tingkat kemiskinan menjadi fakta yang sulit dibantah. Ini tentu menjadi pesan buruk jika dibandingkan dengan janji kampanye setiap calon presiden. Padahal, isu pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan bersama, bahkan apa yang disebut ekonomi kerakyatan selalu kita dengar. Pada kenyataannya, sistem ekonomi, politik, dan kebijakan hingga saat ini cenderung menguntungkan sekelompok kecil elite.Atas dasar itulah, apa yang pernah disebut seorang filsuf Yunani seperti Plato ada benarnya. Dalam sistem oligarki, struktur ekonomi dan politik dikuasai dan didesain untuk kepentingan segelintir orang kaya. Tetapi, alih-alih berdebat panjang tentang konsep kekuasaan dan pemerintahan tersebut, pada tahapan pemilu presiden ini, yang paling mungkin dilakukan adalah memastikan kekayaan para kandidat berasal dari penghasilan yang sah. Dalam norma hukum internasional, hal itu disebut Illicit Enrichment (UNCAC, 2003). United Nation Against Corruption (UNCAC) tersebut bahkan meyakini perolehan kekayaan pribadi yang tidak sah akan merusak lembaga demokrasi, sistem ekonomi nasional, dan penegakan hukum. Karena itulah, konvensi tersebut merekomendasikan agar peningkatan signifikan terhadap kekayaan secara tidak sah dijerat dengan aturan pidana. Agaknya, semangat ini juga yang melatarbelakangi adanya aturan di Undang-Undang Pemilu dan Pilpres kita, semua calon harus mengungkap harta kekayaan pribadinya. Dengan demikian, institusi seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat menjalankan kewenangannya untuk memeriksa, menguji, dan melakukan audit mendalam terhadap semua kekayaan pribadi tersebut.Setengah Hati Tetapi, sayang, beberapa pernyataan KPK terdengar mengkhawatirkan. Mereka hanya akan lakukan pemeriksaan parsial, item-item yang penting saja, dan tidak menyeluruh. Sikap tersebut tentu sangat mengecewakan. Jika benar, KPK dapat disebut bertindak ''setengah hati" dalam menjalankan semangat keterbukaan, pertanggungjawaban, dan perintah undang-undang.Secara eksplisit, kewajiban KPK melakukan klarifikasi daftar kekayaan tersebut memang tidak diatur. Tetapi, merujuk pada prinsip pemilihan presiden yang harus dilaksanakan secara demokratis melalui partisipasi rakyat seluas-luasnya, maka klausul pelaporan, pemeriksaan, dan pengumuman harta kekayaan menjadi wajib dilaksanakan. Lebih menukik pada persoalan, hal itu berarti mekanisme hukum kita harus memastikan rakyat berpartisipasi di semua tahapan pilpres ini. Mulai proses penyusunan daftar pemilih hingga pengucapan sumpah pasangan terpilih. Khusus untuk laporan harta kekayaan, Pasal 5 UU Pilpres menegaskan hal itu sebagai syarat menjadi calon presiden atau wakil presiden. Artinya, undang-undang ingin semua calon terbuka dan transparan perihal harta kekayaannya kepada rakyat Indonesia. Kaitannya dengan partisipasi rakyat terletak pada pemberian ruang bagi masyarakat untuk mengetahui, mengoreksi, dan memperbaiki data kekayaan capres/cawapres, atau bahkan hak untuk mendapatkan informasi yang tidak bohong. Atas dasar itulah, kewenangan KPK yang diberikan oleh UU 2002:30 untuk melakukan pemeriksaan laporan harta kekayaan menjadi relevan dan wajib digunakan. Dengan demikian, salah kaprah jika KPK mengatakan hanya akan melakukan pemeriksaan secara parsial item-item yang signifikan dan tidak menyeluruh terhadap kekayaan calon (Jawa Pos, 20/5).Hal itu tentu tidak dapat dibenarkan. Sebab, berdasar UU KPK, bahkan komisi ini harus memastikan semua kekayaan tersebut diperoleh dari penghasilan yang sah. Bukan dari korupsi dan bukan dari abuse of power yang dilakukan selama berkuasa. Bahkan, jika terdapat sejumlah temuan mencurigakan, mungkin saja KPK meneruskan hasil pemeriksaan tersebut pada jalur pertanggungjawaban pidana korupsi. Pencegahan Korupsi Pada UU KPK, kewenangan komisi ini untuk menyelenggarakan pelaporan dan pemeriksaan harta kekayaan merupakan salah satu bagian dari strategi pencegahan. Diatur pada pasal yang sama dengan kewajiban lapor gratifikasi untuk penyelenggara negara. Artinya, UU menempatkan kekayaan pejabat/calon sebagai salah satu alur potensi korupsi yang perlu diwaspadai. Sebagai pihak yang akan menjadi orang nomor satu di Indonesia, mengelola lebih dari Rp 1.000 triliun APBN, dan mengambil keputusan tentang hidup/matinya rakyat, maka dia harus dipastikan bersih dari potensi korupsi sekecil apa pun.Dan, sebagai calon pemilih, rakyat berhak tahu orang seperti apa yang akan dipilih dan bagaimana para kandidat mendapatkan harta kekayaannya. Bahkan, di tataran ideal, seharusnya bukan hanya kekayaan pribadi calon yang dibuka, tetapi juga seluruh aset yang dikuasasi keluarga di lingkaran pertama. Sebab, potensi penggunaan kekuasaan untuk memperkaya keluarga dan konco selalu menjadi celah terbuka untuk korupsi. Di satu titik tertentu, bukan tidak mungkin sang calon presiden atau wakil presiden tercatat sangat sederhana, tetapi suami, anak, dan keluarga dekat mereka punya perusahaan, saham, dan kekayaan yang sulit dijelaskan berdasar penghasilan yang sah.
Oleh : Febri Diansyah, peneliti hukum, anggota Badan Pekerja ICW .
Sumber Jawa Pos.com

Mengapa Hercules Jatuh Lagi?

Jatuhnya C-130 Hercules di Magetan, Jawa Timur, tentu menimbulkan duka yang mendalam bagi TNI-AU. Dalam rentang waktu sekitar dua bulan, TNI-AU harus kehilangan dua pesawat angkut dan awak-awak terbaiknya. Dalam operasi militer selain perang, tentu kehilangan mesin perang sevital pesawat angkut merupakan kehilangan yang sangat besar. Bahkan, dalam operasi perang pun, kehilangan pesawat angkut sevital Hercules merupakan hal yang cukup merugikan.Kecelakaan di Magetan kemarin (20/5) merupakan kecelakaan Hercules yang fatal dalam sepuluh tahun terakhir. C-130 Hercules milik Indonesia sendiri memang dari segi usia dapat dikatakan uzur. Hal ini diperparah dengan kondisi maintenance yang terbatas. Akibatnya, readiness (tingkat kesiagaan) pesawat menjadi rendah. Jika ditilik dari sejarah, tercatat sudah enam kali (termasuk kejadian Magetan) Hercules mengalami kecelakaan sejak dioperasikan oleh TNI-AU pada dekade 60-an. Kecelakaan pertama terjadi saat Operasi Dwikora, menimpa Hercules dengan nomor registrasi T-1307 yang dipiloti Letkol Djalaludin Tantu. Ketika itu, korban sedikitnya 47 orang. Pasukan Gerak Tjepat (sekarang Korpaskhas) yang dipimpin Kolonel S. Sukani dinyatakan hilang, gugur dalam tugas.Musibah kedua terjadi juga ketika Operasi Dwikora. Diduga, pesawat tertembak oleh kawan sendiri (friendly fire) di Long Bawang, Kalimantan, 17 September 1965. Pesawat dengan nomor registrasi T-1306 itu dipiloti oleh Mayor Soehardjo dan Kapten Erwin Santoso.Musibah ketiga terjadi pada pesawat dengan nomor AI-1322 yang merupakan pesawat intai maritim. Pesawat ini jatuh di Pegunungan Sibayak, Sumatera Utara, dalam rute Medan-Padang. Musibah keempat terjadi pada 5 Oktober 1991. Inilah kecelakaan yang mungkin sangat dikenang. Kecelakaan pesawat yang menewaskan 11 kru, 119 penumpang, dan dua penduduk sipil itu terjadi di Condet setelah pesawat lepas landas dari Pangkalan Udara Halim Perdana Kusuma. Pesawat yang dipiloti oleh Mayor Syamsul tersebut bernomor registrasi A-1324. Musibah kelima terjadi pada 20 Desember 2001 di Lhokseumawe karena overshoot di landasan. Untung, dalam kejadian itu, tidak ada korban jiwa. Kecelakaan keenam adalah kecelakaan di Magetan kemarin.Hercules Masih Layak? Mempertanyakan kelaikan pesawat tentu adalah hal yang paling mendasar dalam penyelidikan kecelakaan sebuah pesawat. Hal ini sesuai dengan ANEX 13 ICAO (panduan internasional tentang standar penyelidikan kecelakaan penerbangan). Hal ini penting karena menerbangkan pesawat yang tidak laik sama saja dengan menerbangkan peti mati.Pertanyaannya kemudian adalah apakah pesawat Hercules yang dimiliki Indonesia laik terbang? Jawabannya bergantung pada perawatan atau maintenance-nya. Perawatan yang minim tentu saja merupakan sebuah dilema tersendiri. Di satu sisi, Hercules sebagai pesawat angkut merupakan sarana yang vital, baik dalam operasi militer perang maupun operasi militer selain perang.Misi rutin yang biasa dilakukan Hercules adalah misi pengangkutan bahan kebutuhan pokok ke daerah-daerah yang sulit dijangkau dan misi angkutan penumpang umum militer (PAUM). Dari sekian misi rutin itu, tentu kelaikan terbang adalah hal yang sangat mutlak dimiliki Hercules. Sebagai pesawat angkut yang legendaris, Hercules merupakan pesawat yang sangat dapat diandalkan oleh hampir seluruh angkatan udara di dunia.Hercules memang memiliki banyak kehandalan. Selain dapat digunakan dalam landasan yang relatif pendek, Hercules juga memiliki sistem navigasi yang andal. Selain itu, sebagai pesawat kargo, kapasitas angkutnya luar biasa. Tentu itulah alasan utama Hercules masih dipertahankan oleh TNI-AU. Hampir di seluruh dunia tidak ada Hercules yang dipensiunkan, melainkan di-upgrade kapabilitasnya.Tanggung Jawab TNI-AU Tentu ada sebuah pertanyaan mendasar, kenapa kecelakaan pesawat TNI-AU justru "dominan" di tahun 2009 ini? Apa yang salah dengan sistem keselamatan terbang Angkatan Udara kita? Untuk menjawabnya, tentu kita mesti menilik semua faktor mengenai sebab kecelakaan dan sistem yang digunakan.Kurang dari sebulan lalu, Fokker 27 TNI-AU mengalami crash di Bandung. Hampir bisa dipastikan bahwa penyebab crash tersebut adalah buruknya cuaca. Beberapa waktu lalu, saat mendarat di Timika, Hercules juga mengalami "lepas ban" dan kini Hercules jatuh di sekitar Magetan. Insiden dan aksiden itu tentu tidak lepas dari sistem yang diterapkan TNI-AU dalam menyelidiki setiap aksiden dan insiden.TNI-AU dalam menyelidiki kecelakaan atau insiden mengandalkan Panitia Penyelidik Kecelakaan Pesawat (PPKP) yang sifatnya internal. Hal ini memang punya dua sisi yang bertolak belakang, positif dan negatif. Positifnya bisa jadi penyebab kecelakaan adalah hal yang masuk kategori "harus dirahasiakan" sehingga jika ada hal yang mungkin tidak boleh diketahui awam, maka itu akan aman. Negatifnya, rakyat tidak pernah tahu secara detail apa sebenarnya yang terjadi dalam kecelakaan pesawat yang dibeli dan dipelihara dengan uang mereka itu.Tentu, dalam penyelidikan oleh PPKP yang sifatnya internal, kita tidak bisa tahu lebih dalam detilnya suatu kecelakaan pesawat TNI-AU. Rakyat hanya tahu kesimpulan penyebab jatuhnya, apakah cuaca, awak, ataukah mesin. Nah, di situlah perlu ada sebuah tanggung jawab yang secara tulus dijelaskan oleh pimpinan TNI-AU selaku penanggung jawab operasi Hercules.Alasan TNI-AU mungkin akan sangat rasional atas semua insiden dan aksiden yang terjadi. Dan itu mudah ditebak: masalah anggaran. Memang anggaran yang minim bagi TNI, khususnya TNI-AU, mengakibatkan kesulitan dalam pengadaan suku cadang. Imbasnya, perawatan hampir semua pesawat TNI-AU menjadi terbatas. Hal ini sangat tidak sebanding dengan beban operasi yang harus ditanggung TNI-AU yang harus melaksanakan operasi militer perang dan operasi militer selain perang.Jika memang itu penyebabnya, kini kita hanya berharap, kecelakaan Hercules itu adalah yang terakhir dalam sejarah pengoperasiannya di Indonesia. Namun, harapan itu tidak akan pernah bisa jadi kenyataan kalau perawatan "si Anak Dewa'' itu dilakukan secara terbatas.
Oleh : M. Wiman Wibisana, peminat penerbangan, mantan ketua Saka Dirgantara Lanud Ngurah Rai
Sumber : Jawa Pos.com
Politik Pragmatis Partai Islam
Dari tiga pasangan capres-cawapres yang akan bertarung dalam pilpres mendatang, hanyalah pasangan SBY-Boediono yang mendapatkan dukungan secara struktural dari partai-partai Islam. Dua pasangan lain hanya didukung oleh partai masing-masing (Golkar-Hanura untuk JK-Win dan PDIP-Gerindra untuk Mega-Pro). Pertanyaannya adalah seberapa signifikan dukungan suara yang dapat diberikan oleh partai-partai Islam kepada pasangan SBY-Boediono? Penulis cenderung menjawab pertanyaan di atas secara negatif. Dengan kata lain, partai-partai Islam di kubu SBY-Boediono tidak akan mampu memberikan dukungan suara secara signifikan bagi pasangan itu.Meski demikian, pasangan SBY-Boediono tetap berpeluang menang dalam pilpres mendatang. Sejauh ini popularitas SBY tetap tinggi, bahkan paling berpeluang menang jika dibandingkan dengan dua pasangan lain. Bila hal itu benar-benar terjadi, citra SBY bisa dipastikan sebagai faktor utama kemenangan pasangan SBY-Boediono.Tiga Faktor Setidak-tidaknya, ada tiga faktor utama bagi "keroposnya" suara partai-partai Islam. Pertama, perpecahan di internal partai-partai Islam, seperti PKS, PPP, dan PAN. Walaupun terkesan ditutup-tutupi, perpecahan di tiga partai berbasis Islam itu kian "menganga" belakangan ini, terutama sesudah pemilihan Boediono sebagai cawapres SBY. Satu-satunya partai berbasis Islam yang solid dalam mendukung SBY-Boediono adalah PKB. Sayang, dalam pemilu kali ini perolehan suara PKB anjlok, terutama jika dibandingkan dengan perolehan PKB pada Pemilu 2004. Harus diakui, Gus Dur adalah faktor penentu bagi PKB. Anjloknya suara PKB dalam pemilu sekarang tidak lepas dari pengaruh Gus Dur yang praktis tidak ada dalam pemilu sekarang. Kedua, pengalaman Pilpres 2004. Hasil pilpres secara langsung pada 2004 menghadirkan makna baru di jagat perpolitikan tanah air. Mesin politik partai acap hancur-lebur di hadapan kekuatan citra capres-cawapres. Kemenangan pasangan SBY-JK pada Pilpres 2004 cukup menjadi bukti bagi kuatnya citra capres-cawapres. Padahal, pasangan SBY-JK saat itu tidak didukung oleh partai-partai besar seperti Golkar dan PDIP.Lebih dari itu, kekuatan citra capres-cawapres mampu melepaskan ikatan-ikatan primordial yang selama ini berlaku dalam percaturan politik, baik ikatan primordial dalam arti ormas, partai, aliran, atau bahkan agama sekalipun. Pilpres secara langsung memangkas "jembatan-jembatan" politik kepada masyarakat. Pada era sebelumnya, "jembatan-jembatan" politk itu dikuasai oleh partai-partai politik ataupun ormas. Dalam pilpres secara langsung, masyarakat dapat menilai dan memutuskan pilihan politiknya secara lebih "merdeka".Ketiga, kecilnya perolehan suara partai-partai Islam, terutama jika dibandingkan dengan perolehan suara partai-partai naionalis. Di era reformasi, partai-partai Islam praktis tidak pernah menang, seperti dalam Pemilu 1998 dan Pemilu 2004. Prestasi paling gemilang yang dicapai partai-partai Islam di era reformasi hanyalah mampu mengisi jajaran kelas menengah seperti dalam pemilu sekarang.Sudah sepantasnya partai-partai Islam mengambil pelajaran berarti dari fakta di atas. Bukan semata-mata karena kekalahan yang diderita partai-partai Islam dalam pemilu sekarang, lebih dari itu, karena perolehan suara partai-partai Islam terus turun dari pemilu ke pemilu.Makna Lain Dalam konteks pilpres mendatang, tiga hal di atas mempunyai makna penting yang harus dicermati bersama. Intinya, partai-partai Islam tidak akan mampu menambah dukungan suara secara signifikan bagi pasangan SBY-Boediono. Hampir mustahil kubu SBY-Boediono tidak memahami makna itu. Lebih mustahil lagi bila kalangan partai Islam tidak memahami makna di atas.Karena itu, bisa dipastikan ada ''makna lain" di balik bergabungnya partai-partai Islam ke kubu SBY-Boediono. Sebagaimana kubu SBY-Boediono juga dipastikan menghendaki "makna lain" (di luar dukungan suara) dari partai-partai Islam.Bagi partai-partai Islam, makna lain tersebut adalah mendapatkan jatah kekuasaan dalam pemerintahan SBY-Boediono. Berdasar prediksi pelbagai macam lembaga survei, SBY masih diunggulkan untuk menjadi pemenang pilpres mendatang. Hal itu berarti kepentingan politik pragmatis jauh lebih baik disandarkan kepada kubu SBY ketimbang ke dua kubu lain (JK dan Mega).Bila prediksi di atas benar, sikap politik partai-partai Islam yang "berbondong-bondong" merapat ke kubu SBY semakin mempertajam nuansa politik pragmatis mereka. Bila itu yang terjadi, partai-partai Islam sebenarnya telah menjual sesuatu yang sangat mahal (ideologi) dengan harga yang sangat murah (jabatan). Secara jangka panjang, "transaksi" di atas sangat merugikan. Partai-partai Islam akan kehilangan kepercayaan masyarakat yang secara fanatik mendukung mereka. Partai-partai Islam yang dianggap bertumpu pada nilai-nilai religius akan kehilangan "ciri khasnya" itu.Bagi kubu SBY-Boediono, makna lain di atas adalah menciptakan kekuatan politik di parlemen yang akan sangat menentukan bagi laju pemerintahan mendatang (tentu saja bila SBY-Boediono memenangkan pertarungan pilpres mendatang). Itulah yang membuat kubu SBY tetap berkoalisi dengan partai-partai Islam. Mengingat gabungan kursi partai-partai Islam di parlemen sangat menentukan bagi terbentuknya kekuatan politik yang akan siap "pasang badan" untuk memuluskan kinerja pemerintahan SBY-Boediono di "meja parlemen".Kubu SBY, tampaknya, tidak mau terjebak pada jurang yang sama. Sebab, berdasar pengalaman pemerintahan SBY selama ini, sikap politik parlemen acap "merong-rong" kebijakan pemerintah. Cukup ironis karena ''rong-rongan" seperti itu juga dilakukan oleh anggota dewan yang berasal dari partai pendukung SBY.Pertanyaannya adalah apakah partai-partai Islam pendukung SBY-Boediono saat ini tidak akan melakukan hal yang sama di masa-masa mendatang? Hanya waktu-waktu ke depan yang akan memberikan jawaban pasti.
Hasibullah Satrawi, Peneliti pada Moderate Muslim Society (MMS) Jakarta
Sumber : Jawa Pos.com
Satpol PP Zalimi Orang Kecil
Kasus arogansi petugas satpol PP harus menjadi perhatian kita semua. Sebab, sudah berkali-kali petugas satpol PP melakukan tindakan yang berlawanan dengan hak asasi manusia. Kasus seorang bayi yang tersiram kuah bakso karena razia penertiban PKL di Surabaya belum lama ini merupakan contoh konkret ''kezaliman'' satpol PP. PKL yang selalu diidentikkan sebagai kelompok sosial bermasalah terkait dengan pembentukan ''wajah kota'' itu juga manusia. Mereka harus dimanusiakan. Aktivitas mereka sebagai PKL adalah untuk ''memanusiakan'' diri, istri, dan anak-anaknya.Sebagai kelompok ''pekerja kekuasaan'' di lingkungan pemerintahan daerah (pemda), satpol PP tidak seharusnya mengobral kezaliman. Mereka harus mengendalikan emosi atau mencerdaskan nalar ketika berhubungan dengan PKL yang notabene adalah masyarakat kecil.Nur Farida, pegawai UIN Malang, Jl MT Harjono 193, FH Unisma, Malang

Pendidikan Gratis dan Nasib Sekolah Swasta
Kampanye pendidikan gratis melalui slogan ''sekolah harus bisa'' yang dicanangkan pemerintah benar-benar menyisakan persoalan serius bagi sekolah swasta. Sebab, sekolah swasta banyak mengandalkan donasi pendidikan dari masyarakat, termasuk wali siswa. Tegasnya, pertumbuhan dan perkembangan pendidikan swasta selama ini sangat bergantung pada komitmen kelompok-kelompok di masyarakat yang menjadi stakeholder sekolah. Sejarah perkembangan sekolah swasta juga selalu tumbuh dari masyarakat. Bahkan, tidak sedikit sekolah swasta yang kini menjelma menjadi besar dan mapan berasal dari wakaf seseorang yang kemudian dikelola dan dikembangkan dengan baik oleh pengurusnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa eksistensi sekolah swasta sesungguhnya lebih banyak ditentukan oleh militansi perjuangan guru, kepala sekolah, serta para pengurusnya.Perkembangan mutakhir menunjukkan bahwa pendidikan telah menjadi bagian dari bidang yang dapat dikelola secara profit. Fenomena itu dapat diamati melalui beberapa sekolah swasta yang tumbuh dan berkembang dengan dimodali sekelompok orang kaya yang bergabung dalam suatu yayasan pendidikan. Segala kebutuhan operasional pendidikan sekolah itu ditanggung yayasan. Sebagai timbal balik, yayasan mewajibkan siswa membayar donasi pendidikan yang telah ditentukan. Bahkan, tidak sedikit sekolah swasta tersebut berhasil menjadi lembaga pendidikan berkategori besar dan mapan. Sekolah berkategori itu kemudian berani menentukan biaya pendidikan dalam jumlah sangat tinggi. Yang dijual sekolah swasta berkategori itu adalah layanan akademik dan nonakademik yang memuaskan. Bahkan, dapat dikatakan layanan yang diberikan telah melebihi standar yang ditentukan pemerintah. Bagi sekolah swasta berkategori besar dan mapan, kampanye pendidikan gratis barangkali tidak banyak berpengaruh. Sebab, sekolah berkategori itu biasanya telah memiliki pelanggan tersendiri. Mayoritas pelanggan sekolah tersebut adalah kelompok menengah ke atas.Persoalan donasi pendidikan bagi stakeholder sekolah swasta berkategori besar dan mapan tentu tidak lagi menjadi masalah. Bahkan, sebagian besar stakeholder sekolah itu meyakini bahwa lembaga pendidikan yang berkualitas memang seharusnya dijual dengan harga mahal. Sebaliknya, lembaga pendidikan yang dijual murah biasanya berkualitas rendah. Karena itu, mereka tidak pernah mempersoalkan mahalnya biaya pendidikan. Sebab, bagi mereka, yang penting adalah kepuasan siswa dan orang tua karena mendapatkan layanan pendidikan yang berkualitas. Tapi, rasanya masih sangat sedikit sekolah swasta yang berkategori besar dan mapan. Kebanyakan sekolah swasta yang ada saat ini berkategori menengah ke bawah. Bahkan, bisa dikatakan mayoritas sekolah swasta berkategori kecil dengan fasilitas seadanya. Biasanya, donasi pendidikan sekolah bertipe itu bersumber dari masyarakat dan pemerintah. Dana dari masyarakat dihimpun melalui tarikan dalam bentuk SPP, dana pembangunan, sumbangan kegiatan pembelajaran intra dan ekstra kurikuler, serta donatur stakeholder. Sedangkan dana bantuan pemerintah diterima dalam bentuk bantuan operasional sekolah (BOS) dan beberapa block grant untuk pengembangan sarana-prasarana. Akibat adanya kampanye pendidikan gratis, mayoritas sekolah swasta berkategori kecil harus membebaskan siswa dari segala bentuk tarikan. Hal tersebut dilakukan karena pemerintah menganggap telah banyak memberikan bantuan operasional pendidikan, termasuk kepada seluruh sekolah swasta. Yang menjadi persoalan sekolah swasta berkategori kecil adalah jika bantuan pemerintah tidak diterima secara rutin. BOS memang diberikan setiap bulan berdasar jumlah siswa. Tapi, berdasar pengalaman beberapa sekolah, BOS tidak pasti keluar setiap bulan. Bahkan, terkadang pencairan dana BOS mengikuti jadwal pemerintah dalam pencairan anggaran dalam setiap tahun. BOS juga menghadirkan persoalan bagi sekolah swasta yang memiliki jumlah rombongan belajar kecil. Jika mengandalkan BOS, tentu tidak mencukupi kebutuhan menggaji tenaga pendidik dan tenaga kependidikan. Belum lagi dana operasional sekolah yang secara berkala harus dikeluarkan. Fakta itu jelas menunjukkan problem riil yang dihadapi sekolah swasta ketika berhadapan dengan kampanye pendidikan gratis.Tantangan terbesar yang segera dihadapi sekolah swasta berkaitan dengan kampanye pendidikan gratis adalah musim pendaftaran siswa baru (PSB) yang kini sedang dilaksanakan. Saat PSB ini, sekolah swasta harus bersaing memperebutkan siswa baru dengan sekolah pemerintah dan sekolah swasta lain. Sekolah pemerintah dengan daya tarik SPP gratis, buku pelajaran gratis, dan seragam sekolah gratis akan tetap menjadi primadona bagi masyarakat.Dengan posisi seperti ini, sekolah pemerintah akan berada di atas angin. Bahkan, sekolah pemerintah bisa dengan mudah memperoleh siswa baru yang berkualitas melalui sistem seleksi yang sangat ketat. Sedangkan sekolah swasta harus mau menerima kenyataan mendapatkan siswa baru dengan kualitas seadanya.Bagi sekolah swasta, memperoleh siswa baru sesuai kuota yang ditetapkan tentu harus disyukuri. Sebab, ada banyak sekolah swasta yang harus menerima kenyataan tidak memperoleh jumlah siswa sebagaimana yang diharapkan.Bagi sekolah swasta, jumlah siswa akan sangat menentukan besaran dana operasional yang dapat dihimpun. Jika jumlah siswa berlebih, dipastikan pemasukan dana akan cukup untuk membiayai operasional pendidikan. Bahkan, sebagian dana bisa dimanfaatkan untuk berinvestasi guna mengembangkan sekolah. Tapi, jika jumlah siswa berkurang, pengurus harus berusaha mencari kekurangan dana. Kondisi terakhir itulah yang dialami mayoritas sekolah swasta berkategori menengah ke bawah. Fakta tersebut telah menyebabkan banyak sekolah swasta mempertaruhkan eksistensinya saat musim PSB tiba.Berkaitan dengan kampanye pendidikan gratis, yang perlu dilakukan sekolah pemerintah adalah berempati pada sekolah swasta ketika melakukan PSB. Sekolah pemerintah dengan fasilitas sekolah gratis harus bisa menahan diri untuk tidak terlalu bernafsu memperoleh siswa sebanyak mungkin. Yang perlu dilakukan adalah menerima siswa sesuai fasilitas yang tersedia. Calon siswa yang tidak diterima di sekolah pemerintah bisa memilih sekolah swasta sesuai yang dikehendaki.Sikap berempati ini perlu dikembangkan. Sebab, tidak mungkin fasilitas sekolah pemerintah mampu menampung seluruh siswa. Di sinilah fungsi sekolah swasta sebagai partner sekolah pemerintah bisa bersinergi melakukan tugas mulia yang diamanahkan konstitusi, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa. Lebih dari itu, yang juga perlu dilakukan pemerintah adalah mendistribusikan anggaran 20 persen pendidikan secara lebih proporsional dan berkeadilan bagi sekolah pemerintah dan sekolah swasta. Jika sikap berempati itu tidak dijalankan, berarti pemerintah telah membunuh kiprah sekolah wasta.
Oleh : Biyanto, dosen IAIN Sunan Ampel dan sekretaris Majelis Dikdasmen PWM Jatim
Sumber : Jawa Pos.com