Selasa, 12 Mei 2009

Internal PDIP Mulai Bergejolak, Tentang Koalisi dengan Demokrat

Kelompok Penentang Koalisi dengan SBY Mulai Muncul JAKARTA - Rencana sejumlah elite PDIP untuk berkoalisi dengan Partai Demokrat mulai menimbulkan gejolak di internal partai berlambang banteng moncong putih itu. Secara terbuka, beberapa kader mulai menentang koalisi yang akan mengusung SBY sebagi presiden itu. Para penentang koalisi Demokrat-PDIP meminta Megawati tidak menempuh langkah tersebut. ''Lebih baik mempersoalkan pemilu yang tidak jurdil daripada berpikir koalisi dengan Partai Demokrat,'' kata Wakil Sekretaris Badan Pemenangan Pemilu (BP Pemilu) PDIP Hasto Kristianto di Jakarta kemarin (11/5).Menurut dia, selama lima tahun terakhir terdapat kontradiksi antara PDIP dan Demokrat. Realitas itu tampak nyata dalam dinamika di DPR. ''Kontradiksi itu terutama dalam persoalan arah kebijakan politik ekonomi,'' ujar Hasto yang juga anggota DPR itu.Lebih lanjut, Hasto menyatakan bahwa PDIP menjadikan nasionalisme kerakyatan dan demokrasi ekonomi sebagai paradigma. Karena itulah, tegasnya, PDIP menolak praktik impor beras dan pemberian Blok Cepu ke ExxonMobil. PDIP juga menentang UU Penanaman Modal dan UU Free Trade Zone. ''Partai Demokrat justru menjadi motor semua ini,'' tandasnya.Bukan hanya itu, dalam pembahasan APBN, Demokrat mendorong kebijakan fiskal yang ekspansif dengan memperbesar utang guna menutup defisit. Buktinya, utang dalam negeri pemerintah SBY naik sampai 460 triliun untuk membiayai defisit tersebut. Ironisnya, kualitas pertumbuhan tetap rendah. ''Ini jelas bertentangan dengan prinsip kemandirian ekonomi yang diperjuangkan PDIP,'' cetus Hasto.Dalam politik luar negeri, menurut dia, PDIP menolak defence cooperation agreement (DCA) dan tidak setuju terhadap sikap SBY yang menyerahkan tanggung jawab Perang Iraq kepada masyarakat global. Padahal, masalah itu akibat aksi unilateral Amerika. ''Semua perbedaan fundamental ini akan menjadi hambatan utama koalisi,'' tegasnya.Di sisi lain, PDIP juga berpandangan bahwa pemilu legislatif tengah menghadapi persoalan legitimasi. Sebab, terdapat lebih dari 45 juta warga negara yang tidak bisa memilih. Bahkan, Komnas HAM menyebut itu terjadi secara sistemik dan masif. ''Fraksi PDIP sangat aktif mendorong hak angket DPT (daftar pemilih tetap, Red) yang sasarannya adalah pemerintah,'' kata Hasto.Dia yakin Megawati pasti akan mempertimbangkan dengan matang tawaran koalisi tersebut. Terlebih lagi, Rakernas PDIP sudah menetapkan Megawati sebagai capres dari PDIP. ''Saya lihat hubungan dengan Demokrat hanya bentuk komunikasi politik antarpartai besar. Targetnya rekonsiliasi, bukan koalisi,'' tandasnya.Politikus muda PDIP lainnya, Aria Bima, juga mengatakan, konsepsi kerakyatan PDIP sangat antineoliberalisme. Proses lima tahun sebagai oposisi adalah kritik terhadap arah kebijakan SBY yang sangat dekat dengan paham neoliberalisme. ''Kalau pendekatannya ideologi, ini sangat sulit disatukan dalam bentuk koalisi,'' ujar anggota DPR itu.Realitas politik turunnya perolehan suara PDIP menjadi 14 persen, menurut Aria, lebih disebabkan masyarakat belum terbiasa dengan tradisi oposisi. Karena itu, tugas PDIP yang masih belum selesai adalah memperkuat tradisi oposisi dalam sistem politik nasional. ''Negara dan rakyat tidak hanya butuh pemerintahan yang kuat, tapi juga oposisi yang efektif,'' tuturnya.Aria percaya, manuver Demokrat mengirim Mensesneg Hatta Rajasa untuk menemui Megawati, termasuk mendorong Gubernur BI Boediono dipasangkan dengan SBY, tidak akan meluluhkan Megawati. (pri/tof)

Tidak ada komentar: