Kamis, 07 Mei 2009

Kuota impor garam belum direalisasikan

JAKARTA: Importir garam beryodium masih menunggu proses izin sebagai importir produsen (IP) garam beryodium, sehingga belum mulai merealisasikan kuota impor yang diberikan sebanyak 200.000 ton selama tahun ini.Padahal, waktu importasi garam jenis tersebut diberikan hingga akhir Juni, karena periode Juli-Desember telah memasuki musim panen garam, sehingga dilarang melakukan impor garam beryodium.Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Garam Konsumsi Beryodium (Aprogakob) Tanu Wikodhiono mengatakan kendati IP masih dalam proses, importir terdaftar (IT) telah diberikan izin untuk melakukan importasi garam industri.Hal ini membuat importasi garam untuk kebutuhan industri tetap lancar dan kebutuhan nasional tetap aman."Sampai saat ini, IP masih dalam proses. Departemen Perdagangan masih memproses izin impor garam beryodium," ujarnya kepada Bisnis, kemarin.Menurut Tanu, hingga saat ini belum ada importasi garam beryodium, karena belum mendapatkan izin impor sebagai IP.Dia menambahkan kuota impor garam beryodium tahun ini masih tetap sama dengan tahun sebelumnya, karena produksi tahun ini diprediksikan tidak jauh berbeda yakni sebanyak 1,12 juta ton selama 2008.Peraturan Menteri Perdagangan No.44/2007 tentang Impor Garam Beryodium menyebutkan jenis garam yang harganya menjadi patokan impor yakni garam kualitas satu (KP1) Rp325.000 per ton dan kualitas dua (KP2) Rp275.000 per ton.Menurut Tanu, pemerintah telah memutuskan harga garam beryodium tahun ini masih sama dengan tahun sebelumnya. "Penetapan harga masih tetap seperti tahun sebelumnya."Harga garam tahun ini, kata dia, tidak mengalami kenaikan yang cukup tinggi, sehingga kemungkinan harga dasar yang digunakan masih mengacu patokan pada masa panen 2008.Harga stabilMenurut Tanu, harga garam naik pada awal tahun yang disebabkan oleh cuaca, sehingga tidak ada produksi. Namun, saat ini telah kembali ke harga normal.Dia menambahkan pemerintah tidak merevisi Peraturan Dirjen Perdagangan Luar Negeri No. 07/DAGLU/PER/7/2008 tentang Penetapan Harga Penjualan Garam di Tingkat Petani, sehingga harga dasar masih tetap.Indonesia masih memerlukan impor garam mengingat produksi hanya sebesar 1 juta ton, sedangkan total kebutuhan garam baik untuk konsumsi maupun industri mencapai 3 juta ton.Produksi garam secara nasional selama 2008 turun sebesar 9% menjadi 1,05 juta ton dibandingkan dengan tahun sebelumnya sebesar 1,15 juta ton, tetapi sisa stok produksi selama 2008 sebesar 100.000 ton.Indonesia masih memerlukan impor garam mengingat produksi hanya sebesar 1 juta ton, sedangkan total kebutuhan garam baik untuk konsumsi maupun industri mencapai 3 juta ton. (19)Bisnis Indonesia

1 komentar:

Blog Watcher mengatakan...

RAMAH IMPORT UNTUK MEMISKINKAN RAKYAT!!




Demi program ketahanan pangan, tim ekonomi pemerintahan (SBY) Susilo Bambang Yudhoyono menggelontorkan Lebih dari 5 miliar dollar AS atau setara dengan Rp 50 triliun untuk import kebutuhan pangan agar tercukupi kebutuhan pangan nasional.

Komoditas import tersebut meliputi kedelai, gandum, daging sapi, susu, dan gula. Bahkan, garam yang sangat mudah diproduksi di dalam negeri karena sumber dayanya tersedia secara cuma-cuma dari alam tetap masih harus diimpor. Nilai nya cukup fantastis 1,58 juta ton per tahun senilai Rp. 900 miliar.

Dampak kebijakan ramah import ini jelas, mengabaikan pengembangan potensi pangan lokal akibatnya puluhan ribu petani garam di sebagian besar pesisir Nusantara secara perlahan menganggur. Petani yang berlahan sempit harus berhadapan dengan komoditas pertanian impor yang disubsidi besar. Ini sama halnya dengan pemerintah membiarkan ketidakadilan berlaku di negara kita.

Sebagian ahli ekonomi berpendapat, kebijakan ini diambil karena kualitas barang import yang lebih baik dan harga lebih murah. Namun, kebijakan ini akan berdampak berupa kehilangan peluang penyerapan tenaga kerja yang lebih besar dan pengurangan jumlah penganggur tidak akan maksimal. Dengan kata lain kebijakan ramah impor tidak bisa menyubstitusi kebutuhan masyarakat terhadap pekerjaan!!

“Coba bayangkan dengan anggaran 5 miliar dollar AS akan menyerap berapa banyak tenaga kerja!!”

Karena itu, komoditas apa pun yang memungkinkan untuk diproduksi sendiri harus dilakukan secara optimal oleh pemerintah dan semua pemangku kepentingan.