Jumat, 08 Mei 2009

Rakyat Rindu Pemimpin Ideal

FENOMENA paling menonjol dalam Pemilu 2004 adalah karakter pemilih yang melankolis. Mereka begitu mudah iba sekaligus mengagumi sesuatu yang menyentuh hatinya. Ketika itu, sosok SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) yang tinggi, besar, dan gagah menyebabkan para pemilih jatuh cinta. Khususnya ibu-ibu. Keputusan SBY mundur dari kabinet yang mengesankan dia telah dikuyo-kuyo Presiden Megawati menimbulkan rasa iba begitu mendalam di hati pemilih. Dua faktor itulah yang paling dominan melatarbelakangi pilihan pemilih kepada SBY yang menggandeng JK (Jusuf Kalla).Bagaimana halnya dengan Pemilu 2009? Pemilih melankolis masih ada. Tapi, hampir pasti sudah tidak dominan lagi. Kini rakyat sudah mulai dewasa. Ini tecermin dalam hasil sementara pileg 9 April lalu. Beberapa partai besar yang masih menonjolkan kebesaran nama partai dan tokoh-tokoh pendiri -tapi tidak mengubah paradigmanya- mulai ditinggalkan konstituen. Yang dialami Partai Golkar dan PKB merupakan contoh faktual. Kedewasaan sikap selalu paralel dengan pikiran rasional. Penampilan fisik saja belumlah cukup dijadikan modal untuk menarik simpati pemilih pada pilpres Juli nanti. Apalagi, dalam kondisi krisis global seperti sekarang ini. Rakyat merindukan kehadiran sosok pemimpin yang benar-benar ideal.Pemimpin ideal dalam konsep Hastabrata (ajaran kepemimpinan dalam dunia pewayangan) harus mencerminkan delapan unsur. Yakni, seorang pemimpin dituntut bisa menghidupi (surya, cahaya). Pemimpin harus menjadi candra (bulan) sehingga bisa menjadi teladan dan memberikan keteladanan kepada bawahan serta rakyat yang dipimpinnya. Ketiga, dalam diri pemimpin harus ada kartika (bintang) yang bermakna, figur pemimpin tidak boleh mencla-mencle, tidak menepati ucapan dan janji-janji, baik janji yang dikumandangkan saat kampanye maupun ketika memegang kekuasaan. Berikutnya, pemimpin seyogianya meneladani bumi yang tidak diskriminasi terhadap semua benda yang menempel di tubuhnya. Demikian pula pemimpin, dia tidak boleh membeda-bedakan rakyat yang dipimpinnya. Pelayanan yang diberikan kepada rakyat, idelanya, sama dengan yang diberikan kepada keluarga, kerabat, atau koleganya. Unsur yang kelima adalah agni. Dalam diri pemimpin hendaknya ada semangat seperti api yang selalu membara dalam memberantas kejahatan dalam segala bentuk. Kejahatan kriminal menyebabkan hidup rakyat tidak aman. Kenyamanan dan ketenangan sosial juga terganggu. Sedangkan kejahatan korupsi mengakibatkan negara bangkrut. Tiga unsur berikutnya secara berturut-turut adalah banyu, angin, dan angkasa. Seperti halnya air, seorang pemimpin harus mampu memberikan kesejukan suasana sehingga rakyat merasakan ketenangan dalam situasi dan kondisi apa pun. Seorang pemimpin juga dituntut seperti angin yang siap sedia menolong rakyat. Terutama rakyat kecil yang sedang hidup susah, bukan rakyat yang sudah makmur hidupnya seperti pengusaha. Hakikatnya, pemimpin adalah pembantu rakyat. Karena itulah, saat memimpin, Umar ibn Khattab memilih blusukan melihat langsung kondisi rakyatnya, bukannya asyik menyanyi dan bersenang-senang dengan pengusaha dan orang kaya. Umar bersikap dan bertindak demikian karena di dalam dirinya terdapat unsur angkasa (langit) yang membimbingnya untuk senantiasa mengayomi semua yang hidup di bawahnya, bukan hanya pegawai pemerintahan, tapi juga kawula alit yang justru sangat membutuhkan perhatian dan bantuannya.Selain Hastabrata yang merupakan wejangan Prabu Rama selaku titisan Dewa Wisnu kepada Wibisono saat dia dinobatkan sebagai raja Alengka, filosofi Punakawan juga tepat dijadikan acuan untuk menakar seorang pemimpin. Punakawan adalah empat sekawan yang setia mendampingi dan membimbing kepemimpinan Pandawa. Yakni Semar, Petruk, Gareng, dan Bagong. Semar menggambarkan sosok yang bijaksana, Petruk dikenal cerdas, Gareng rajin, dan Bagong kaya ide dan humoris. ***Dalam situasi dan kondisi deraan krisis dunia sekarang ini, Indonesia membutuhkan pemimpin yang Hastabrataism dan memiliki empat karakter Punakawan. Bijaksana dalam menyikapi segala persoalan, cerdas dalam mengambil keputusan, rajin membaca dan belajar sehingga memiliki banyak ide untuk membawa negara ini lolos dari sergapan krisis, serta humoris.Humoris tidak selalu identik dengan dunia pelawak. Tapi, humor dalam arti yang lebih luas. Sense of humor (selera humor) tinggi sangat efektif untuk mengurangi ketegangan. Barrack Obama adalah contoh ideal pemimpin yang memiliki karakter Punakawan. Presiden AS berusia 47 tahun itu dikenal cerdas, bijaksana, dan rajin membaca apa pun sampai-sampai juga memahami musik dan sastra. Dalam beberapa kesempatan bicara di hadapan pejabat dan pelaku usaha tentang krisis terberat yang dialami negaranya, Obama selalu menyelipkan joke-joke segar. Selain mencairkan suasana tertekan, tegang, dan depresi, suasana humor yang dihadirkan Obama mampu memompa semangat baru untuk bangkit dari keterpurukan. Jika ingin mendapat simpati pemilih, Presiden SBY harus belajar banyak kepada Obama. Seperti kita kenal, selama ini SBY cenderung jaim. Mempertahankan citra dengan cara menjaga image dirinya. Karena itu, ketika ada peserta pertemuan yang terkantuk-kantuk dan ngobrol sendiri sehingga tidak memperhatikan pidatonya, SBY langsung menegur dengan nada marah -termasuk saat mikrofon yang tidak bunyi ketika dia hendak press conference beberapa waktu lalu. Andai Obama yang mengalami hal itu, pasti akan memarahinya dengan joke. SBY memang bukan Obama. Dan, yang membedakan keduanya adalah sense of humor. Karena itu, dalam running pilpres dua bulan mendatang, SBY harus mencari figur yang bisa menutupi kekurangannya tersebut. Kita tunggu! (*)*).Samsudin Adlawi, wartawan Jawa Pos (udi@jawapos.co.id)

Tidak ada komentar: