Jumat, 08 Mei 2009

Jalan Aman ala Golkar

Ketika Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla memutuskan ''bercerai'' dengan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, banyak pengamat yang menduga bahwa Golkar bakal menapaki jalan baru. Yakni, siap menjadi oposisi bila nanti ternyata kalah bertarung dengan SBY.Indikasi kesiapan Golkar menjadi kekuatan oposisi memang cukup menarik. Ini mengingat, sepanjang perjalanan sejarahnya, partai ini memang tidak memiliki track record sebagai kekuatan yang berjalan di luar kekuasaan. Namun, indikasi menarik tersebut kini sepertinya bakal layu sebelum berkembang. Sebab, belum genap sebulan -dari Kalla bercerai dengan SBY- kini partai warisan Orde Baru itu sudah berancang-ancang mencari jalan aman. Melalui rapat pleno, partai ini memutuskan merestui kader-kader Golkar menjadi cawapres bagi kandidat lain. Setidaknya ada enam kader Golkar yang ''dijajakan'' untuk menjadi cawapres. Mereka adalah Aburizal Bakrie, Akbar Tandjung, Fadel Muhammad, Surya Paloh, Agung Laksono, dan Sri Sultan Hamengku Buwono X. Sedangkan kandidat capres yang ''dibidik'' adalah SBY. (Jawa Pos, 6/5)Skenario ini memiliki kemiripan dengan Pemilihan Presiden 2004. Saat itu, selain mengajukan calon sendiri -Wiranto-Salahuddin Wahid-, Golkar memiliki kader (JK) yang berpasangan dengan SBY. Ujung-ujungnya, ketika SBY-JK menang dalam pilpres, partai ini dengan cepat merapat ke kekuasaan. JK yang semula sempat ''tersingkir'' dari Golkar dikembalikan ke pusat kekuasaan di Golkar dengan dipilih sebagai ketua umum. Nah, dari sinilah Golkar kembali bertengger di tengah-tengah arus kekuasaan.Sepertinya, ''jalan hidup'' itu akan diputar ulang. Golkar sedang menyiapkan skenario agar tetap berada di tempat yang enak (kekuasaan). Itu bisa dilihat dari adanya kader Golkar yang dicadangkan sebagai cawapres. Mereka cenderung ditempelkan ke SBY yang menurut banyak survei berpotensi besar memenangkan pilpres mendatang.Hanya, apakah skenario itu akan semulus pada 2004? Waktu yang akan memberi jawaban. Kini bola berada di tangan SBY. Apakah tokoh asal Pacitan, Jatim, itu masih mau membukakan pintu untuk kader-kader Golkar. Jika SBY mau membukakan pintu dan mengambil satu di antara enam nama di atas, bisa jadi lakon 2004 kembali terjadi. Jika sebaliknya -SBY tidak mau- tentu kondisinya akan lain. Bisa jadi, Partai Golkar akan membuat trik-trik atau skenario-skenario baru yang belum pernah terjadi.Dalam konteks ini, kita tentu tidak berada pada posisi untuk mengatakan baik-tidak, benar atau salah. Kita hanya mencatat bahwa Partai Golkar sepertinya memang masih terobsesi untuk terus berada di pusat kekuasaan. Tradisi berada di luar, sepertinya, belum terbangun di kalangan kader beringin. Selain itu, kita mencacat, demi memuluskan jalan ke pusat kekuasaan, Golkar ternyata relatif fleksibel dalam hal harga diri partai. Paling tidak, di partai itu ternyata tidak terjadi satu kata dalam hal harga diri. Harga diri partai yang oleh pendukung Kalla dimaknai keengganan kubu SBY menerima hanya satu cawapres dari Golkar (dalam hal ini Kalla), ternyata tidak serta-merta diamini kader lain. Pilpres masih beberapa bulan lagi. Segala kemungkinan masih bisa terjadi. Hanya satu harapan yang perlu ditambatkan, apa pun yang terjadi, semoga membawa bangsa ini lebih baik. (*)

Tidak ada komentar: