Kamis, 07 Mei 2009

2 Aliran ekonomi terus bertarung jelang pilpres

JAKARTA: Pertarungan wacana dua aliran ekonomi akan semakin kental menjelang pemilihan umum presiden menyusul persiapan para calon presiden dan partai politik untuk menggulirkan platform guna menarik suara.Ekonom Econit Hendri Saparini mengatakan dua kubu paradigma ekonomi yang dimaksud adalah paham ekonomi neoliberal dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan ekonomi kerakyatan yang diusung Prabowo.Dia sendiri berpendapat perlunya pemimpin yang membawa paradigma baru untuk menghadapi persoalan ekonomi untuk 5 tahun mendatang.Kebijakan neoliberal saat ini hanya akan menghambat Indonesia dalam mengatasi ketertinggalan dari negara Asia lain."Siapa pun pemimpinnya harus ada paradigma lain," ujar Hendri dalam diskusi bertajuk Mencermati Ekonomi Neoliberal Kubu SBY dan Ekonomi Kerakyatan Prabowo-Rizal Ramli, kemarin.Menurut dia, klaim pemerintahan saat ini telah mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat semakin sulit dipercaya karena tidak didukung oleh fakta lapangan.Hendri menambahkan masyarakat masih terperangkap pada pemikiran ekonomi sempit, seolah-olah ekonomi negara runtuh hanya karena persoalan korupsi, padahal bukan hanya itu persoalannya. Dia berpendapat pemberantasan korupsi tidak akan memudahkan rakyat mendapatkan kredit."Masalahnya tidak hanya memberantas korupsi tetapi menghindari jauhnya peran pemerintah dari pengelolaan dan memasukkan hak swasta di dalamnya, dengan kata lain menjauhkan liberalisasi."Sama sajaDalam kesempatan yang sama, Dosen Senior Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Ninasapti Triaswati menilai kedua paradigma pada dasarnya hampir sama. Keduanya sama-sama menjanjikan pertumbuhan ekonomi, bukan kesejahteraan masyarakat.Nina menambahkan pemerintah saat ini masih menggunakan paradigma lama dalam pembangunan yaitu mementingkan target pertumbuhan ekonomi. Adapun paham ekonomi kerakyatan yang diusung Prabowo tampak ragu-ragu dengan pergeseran paradigma pembangunan ekonomi tersebut."Itu cermin dari target pencapaian double digit growth walaupun tidak menjelaskan cara pencapaiannya sehingga dianggap tidak realistis."Dalam hal perbaikan institusi melalui reformasi birokrasi, dia meyakini pemerintah saat ini masih tebang pilih terhadap sebagian kalangan.Sebaliknya, Prabowo tidak mengemukakan sama sekali masalah ini dalam platform pembangunannya sehingga menjadi titik lemah dalam penegakan ekonomi konstitusi.Di sisi lain, Nina menyoroti kebijakan ekonomi saat ini sangat jelas mengutamakan utang dan penjualan aset sebagai cara termudah menutup defisit anggaran. (m03)Bisnis Indonesia

Tidak ada komentar: