Sabtu, 07 November 2009

Program 100 Hari, Apa Yang Baru ?

DI tengah kegaduhan pemberitaan perseteruan KPK versus Polri dan Kejaksaan Agung, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merilis program 100 hari pemerintahan Kamis (5/11). Presiden menetapkan 45 program aksi yang akan dilaksanakan para menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II. Di antara jumlah itu, 15 program merupakan program pilihan atau prioritas. Tanpa ada maksud menyepelekan pentingnya penyelesaian masalah penegakan hukum yang melibatkan pimpinan KPK, masyarakat sebagai sasaran kebijakan seharusnya menyimak program 100 hari pemerintah. Apalagi, setelah dicermati dan dibandingkan dengan program yang dicanangkan pemerintah-pemerintah sebelumnya, 45 program aksi dan 15 program pilihan tersebut secara umum tidak ada yang baru. Perbedaan hanya terlihat pada urutan prioritas dan penekanan pada sektor-sektor. Misalnya, pada program 100 hari KIB II kali ini, presiden menekankan pada penyelesaian mafia hukum; di bidang ekonomi, antara lain, ditekankan soal pembangunan sektor kelistrikan, infrastruktur, dan revitalisasi pabrik pupuk dan gula; serta di bidang kesra penekanannya, antara lain, pada reformasi kesehatan dan pendidikan.Dengan demikian, apa yang dipaparkan presiden dua hari lalu selama 30 menit itu sebenarnya program lama yang tidak diimplementasikan secara optimal oleh kabinet-kabinet sebelumnya. Contohnya, pemberantasan mafia hukum yang dijadikan prioritas pertama. Program itu, selain sering diusung pemerintahan sebelumnya, dengan mudah muncul dugaan ditekankan karena kuatnya sorotan publik terkait dugaan kriminalisasi terhadap petinggi KPK sebulan terakhir.Demikian halnya dengan pembangunan sektor kelistrikan. Pada pemerintahan sebelumnya, Presiden SBY telah mencanangkan proyek pembangunan PLTU 10.000 MW. Namun, realisasi dari proyek itu selalu molor oleh aneka sebab, mulai masalah pendanaan hingga permintaan investor adanya jaminan pemerintah. Dari contoh-contoh itu, dengan mudah kita simpulkan bahwa semua program yang dirumuskan pemerintah pada hakikatnya baik. Hanya, yang perlu dikawal dan diawasi terus-menerus adalah implementasi di lapangan. Karena itu, program 100 hari harus disosialisasikan secara terbuka kepada publik, khususnya mengenai matriks tahap-tahap target yang diharapkan dapat dicapai. Jangan sampai program yang disusun di sebuah forum prestisius National Summit oleh 1.124 pemangku kepentingan (stakeholders) dari birokrat, akademisi, dan pengusaha terbaik negeri ini hanya indah di atas kertas. Para menteri dan jajarannya harus siap dengan penjabaran yang memadai di level teknis. Hal itu sekaligus kesempatan kita untuk menilai apakah anggota kabinet yang dipilih SBY awal bulan lalu benar-benar orang yang mumpuni menjalankan tugas atau orang yang dipilih hanya untuk memenuhi tuntutan politik akomodasi. (*) (jp.com)

Tidak ada komentar: