Jumat, 06 November 2009

Menunggu Hanoman melumpuhkan Anggodo

Alkisah, Anggodo menemui Rahwana di negeri Alengka. Tujuan utamanya adalah menyampaikan ultimatum dari Raja Sri Rama agar Alengka menyerah dan mengembalikan Dewi Shinta yang dicuri oleh raja raksasa Rahwana.

Namun, apa yang kemudian terjadi? Rahwana alias Dasamuka (arti harfiahnya adalah bermuka 10) berhasil membujuk Anggodo untuk mbalela alias memberontak terhadap Rama. Dasamuka menjelaskan bahwa Rama adalah pembunuh Subali, ayah Anggodo, sehingga dialah musuh yang sebenarnya.

Maka demikianlah. Anggodo kembali dari Alengka bukan membawa hasil sebagai utusan Rama, melainkan sebagai bagian dari pasukan Rahwana. Anggodo yang sakti itu menyerang dan hampir membunuh Rama. Beruntunglah datang Hanoman yang kemudian meringkus Anggodo.

Siapakah Anggodo? Dia adalah salah satu pemimpin pasukan kera dalam cerita wayang Ramayana. Dia sakti, hebat, licin, dan tentu saja pemberani. Posisi politiknya kuat karena sering mendapat dukungan raja kera Sugriwo. Dalam pewayangan Jawa, Anggodo digambarkan sebagai kera berbulu merah.

Anggodo sering ditampilkan sebagai tokoh antagonis. Pada pementasan di halaman Wisma Bisnis Indonesia, Jakarta, hampir 4 tahun lalu, dalang Ki Manteb Sudharsono menggelar cerita berjudul Anoman Duta. Dalam cerita carangan berlatar belakang sengketa Rama-Rahwana ini, Anggodo juga berperan sebagai antagonis.

Dalam pentas yang berlangsung hampir 8 jam itu, dikisahkan Rahwana mencuri Dewi Shinta, istri Rama. Rama bersekutu dengan pasukan kera yang dipimpin Sugriwo untuk menyerang Alengka dan mengambil kembali istrinya.

Rama ingin mengirimkan utusan (duta) sebelum menyerbu Alengka. Dia menunjuk Hanoman atau Anoman sebagai duta guna menyelidiki kondisi Dewi Shinta. Pada dasarnya Anoman dan Anggodo, dalam versi itu, memiliki kesaktian yang seimbang. Namun, Rama lebih cenderung kepada Anoman karena Anggodo adalah anak Subali yang semasa hidupnya berpihak pada Rahwana. Anggodo memang sejak kecil diasuh oleh pamannya, raja kera Sugriwo, karena ayahnya tewas dibunuh oleh Rama.

Anggodo yang merasa memiliki kesaktian dan mendapat dukungan politis dari Sugriwo, berusaha membatalkan keputusan Rama. Dia menyerang Hanoman di tengah perjalanan menjalankan tugas. Lalu terjadilah pertengkaran hebat di antara dua kera nan sakti itu.

Dalam versi Nartosabdo.co.cc disebutkan bahwa raja kera Sugriwo meminta Rama agar memilih Anggodo sebagai utusan dalam menyelidiki kondisi Shinta di Alengka.

Anggodo sanggup mengemban tugas itu dalam waktu 1 tahun. Hanoman kemudian menghadap dan menyatakan sanggup menjalankan tugas dalam waktu 0,5 tahun. Anggodo mengajukan penawaran menjadi 3 bulan.

Seperti dalam tender, Anggodo dan Hanoman saling menurunkan tenggat waktu misi. Dari semula 1 tahun, lalu 6 bulan, 3 bulan, 1 bulan, 0,5 bulan, 10 hari, 5 hari dan akhirnya 1 hari. 'Tender' ini dimenangi oleh Hanoman.

Anggodo yang kalah merasa tersinggung lalu meninggalkan pertemuan. Lalu kera merah itu menantang Hanoman si kera putih. Mereka berperang hingga Hanoman berhasil membekuk saudara sepupunya itu.

Ada kesamaan dari semua versi cerita wayang yaitu bahwa rencana penyerbuan ke Alengka-negeri yang dianggap sebagai lambang kejahatan-serta merebut kembali Dewi Shinta baru dapat dilakukan dengan lancar setelah Anggodo ditundukkan dan diringkus oleh Hanoman.

Drama 4,5 jam

Selasa lalu rakyat Indonesia disuguhi drama sidang Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengungkapkan siaran rekaman hasil penyadapan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ndilalah, dalam drama selama 4,5 jam itu, tokoh utamanya bernama Anggodo.

Anggodo, dalam rekaman tersebut, tampak begitu sakti dan berkuasa. Dia seolah-olah mampu mengendalikan aparat Kejaksaan, Kepolisian, penyidik, pengacara, bahkan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban.

"Ternyata Truno 3 komitmennya tinggi sama saya," begitu salah satu kutipan menarik dari rekaman yang diputar.

Anggodo dalam konteks ini adalah saudara Anggoro, Direktur PT Masaro Radiokom, yang menjadi buronan KPK. Dia terkesan mampu mengarang berbagai skenario besar, memiliki banyak uang, sumber daya besar, serta koneksi yang luas. Tampaknya Anggodo merasa cukup percaya diri seolah-olah memiliki dukungan politik yang kuat.

Setelah rekaman percakapan teleponnya diputar dalam sidang MK, Anggodo masih berani tampil di stasiun televisi dan disiarkan secara langsung selama beberapa jam.

Anggodo dalam cerita cicak-buaya belakangan ini memiliki berbagai kesamaan dengan Anggodo dalam cerita wayang. Dia 'sakti', hebat, licin, berani, dan merasa mendapat dukungan politik yang kuat dari sejumlah pejabat tinggi.

Dalam cerita pewayangan Anggodo awalnya dikisahkan sebagai tokoh antagonis lalu akhirnya menjadi pahlawan, tokoh pro-Rama, setelah dilumpuhkan dan disadarkan oleh Hanoman.

Kita masih menunggu apakah kisah Anggodo dalam dunia hukum Indonesia akan menjadi happy ending atau sad ending, terutama karena di sini kita tidak tahu apakah ada yang akan bertindak sebagai 'Hanoman'. (widodo@bisnis.co.id)

Tidak ada komentar: