Jumat, 06 November 2009

Pengembangan koperasi masuki dekade transisi

Sudah lebih dari seabad koperasi hadir di bumi Indonesia, dan telah melewati 62 tahun masa bersejarah, setelah menorehkan pernyataan politiknya pada 12 Juli 1947 di Tasikmalaya, Jawa Barat. Tonggak inilah yang diperingati sebagai Hari Koperasi Indonesia.


Bersamaan dengan telah lewatnya 10 tahun reformasi politik dan ekonomi, prakarsa pendirian koperasi diserahkan kembali kepada masyarakat tanpa kekangan. Potret perkoperasian hari ini sebagai hasil reformasi pelembagaan dan pembinaan, sejalan dengan otonomi daerah, menjadi tonggak perkembangannya pada masa depan.

Saat ini koperasi yang terdaftar melewati 150.000 unit, dan terdapat hampir 1 juta kelompok kegiatan ekonomi.

Dekade pascareformasi ini berhasil memindahkan pelembagaan koperasi ke masyarakat. Akan tetapi nuansa koperasi merpati, berkerumun ketika program ditabur, masih kental.

Sindiran ini tak seluruhnya benar, paling tidak tiga dari empat koperasi yang pernah berdiri masih meneruskan kegiatanya. Keikutsertaan koperasi dalam program pemerintah terkendala oleh luasnya program, sehinga koperasi yang pernah menjadi agen pemerintah kurang dari seperlima.

Jika diukur dengan UU 20/ 2008 tentang UMKM, sebagian terbesar dari mereka termasuk usaha kecil, bahkan mikro, tidak seperti dengan ukuran lama yang hampir seluruhnya beranjak ke menengah. Inilah konsekuensi penggantian batas ukuran dengan mata uang yang tergerus inflasi.

Indikator substantif koperasi yang biasa disebut jati diri relevan untuk dikedepankan, yakni kemampuan menolong diri sendiri secara bersama-sama. Ini harus substansi untuk melihat kemajuan pelembagaan koperasi.

Koperasi sebagai cermin demokrasi ekonomi tidak terlepas dari posisi dan persoalan ekonomi. Pendapatan per kapita pada akhir tahun ini diperkirakan US$2.000 atau lebih dari US$4.000 PPP (purchasing power parity). Masuk akal jika berharap pada akhir dasawarsa 2020 mampu mencapai pendapatan di atas US$4.000, atau melampaui US$6.600 PPP sebagai batas aman perekonomian dapat tumbuh lebih mantap.

Dasawarsa yang akan datang ini dapat diposisikan sebagai dekade transisi menuju negara demokratis dengan ekonomi yang maju sehingga tantangan gerakan koperasi adalah menyelesaikan transisi itu.

Dalam konfigurasi gerakan koperasi internasional dan regional, koperasi di negara maju seperti Taiwan, Korea Selatan, dan Singapura, sekarang digolongkan sebagai koperasi yang maju.

Koperasi di negara maju berjuang mempertahankan sukses yang diraih, sembari menjaga identitas atau jati diri. Adapun di negara sedang berkembang masih disibukkan oleh masalah pelembagaan, sembari menjaga eksistensi dalam perkembangan politik dan kekuasaan.

Wajar bila tingkat pendapatan masyarakat dikaitkan dengan kemajuan koperasi, karena koperasi mandiri butuh dukungan anggota yang mampu secara ekonomi untuk berpartisipasi.

Sebagian besar masyarakat memercayai koperasi akan memampukan masyarakat keluar dari kemiskinan dan mampu menjalankan tugas negara, sehingga kehadiran koperasi untuk tujuan program sering dipaksakan. Padahal mereka sadar, pemilik koperasi itu anggotanya.

Intervensi menjadi wajah kehidupan koperasi. Ujungnya, ketika sanksi harus ditegakkan akibat kegagalan mereka menangani program, pemerintah gagal membebaskan mereka dari risiko kemiskinan.

Itulah beban sejarah yang harus dipikul oleh sebagian koperasi. Di sisi lain, sumbangannya jarang diapresiasi. Ini perlu menjadi pertimbangan kebijakan pembangunan koperasi.

Koperasi saat ini didomonasi oleh jasa keuangan dengan sejumlah koperasi konsumsi yang hadir permanen dan kokoh. Koperasi pertanian akhirnya kembali kepada hakikat, yakni members-cooperative dependancy seperti peternak sapi perah, dan perkebunan.

3 Prinsip

Dengan latar belakang status dan lingkungan nasional dan internasional, ada tiga prinsip yang harus melandasi pilihan kebijakan pada masa 5-10 tahun mendatang.

Pertama, pelembagaan koperasi harus dilepas kepada gerakan koperasi dan kebijakan proses pelembagaan yang longgar perlu ditempuh disertai dengan interim waktu pelembagaan menuju legalitas penuh bagi koperasi baru dengan skala mikro.

Kedua, perlakuan bias dan penguatan harus dihentikan pada tingkat kebijakan nasional dan biarkanlah mereka menjadi bagian dari politik intervensi sektor dan daerah, serta memanfaatkan peran arus utama pasar. Fokus perbaikan pada program sektoral adalah perbaikan skala produksi anggota agar koperasi menjadi kuat.

Ketiga, perhatian besar harus dicurahkan pada inovasi regulasi sebagai bagian dari tanggung jawab pemerintah dalam administrasi perkoperasian, serta perlindungan publik bagi penggunaan jasa-jasa koperasi.

Secara khusus pengarusutamaan lembaga keuangan koperasi dalam sistem pasar keuangan nasional harus diselesaikan secara baik dan menggambarkan tuntutan masyarakat yang sedang dalam transisi menuju koperasi maju. Secara kongkrit arsitektur koperasi simpan pinjam harus sudah berhasil ditetapkan pada masa pemerintahan 2009-2014.

Dalam suasana otonomi daerah, gerakan koperasi perlu melakukan aksi dari daerah otonom terbawah untuk menyusun kebijakan secara berjenjang. Inilah kunci perjuangan dan perbaikan posisi tawar dalam perumusan kebijan yang dapat disodorkan.

Oleh Noer Soetrisno
Ketua Mubyarto Institut

Tidak ada komentar: