Rabu, 18 Maret 2009

Data Tulisan untuk Madura Pos

Proyek mega tanaman jarak $100jt
JAKARTA, 04 Maret, 2009 - Mother Earth Plantations Pte (MEP) yang kini sedang berinvestasi di dalam proyek mega jatropha tanaman jarak yang pertama di Indonesia, dengan investasi US$100 juta selama lebih dari empat tahun di Timor Barat. Presiden MEP perusahaan yang berbasis di Singapura Roland A. Jansen menyatakan pada hari Selasa perusahaan telah memulai proyek biofuel mega ini setengah tahun yang lalu – yang memasukkan pembangunan 1 juta hektar lahan dan konstruksi pabrik pemrosesan – dan akan memulai produksi awal sebanyak 30,000 ton pada tahun 2013. Ika Krismantari melaporkan di The Jakarta Post."Kami akan meningkatkan kapasitas produksi sampai dengan 100,000 ton pada tahun-tahun sesudahnya," ujar Jansen. Dikatakannya perusahaan, melalui anak perusahaan lokalnya PT Buana Ibunda akan memulai konstruksi pabrik pemrosesan pada akhir tahun 2009. Dalam kaitan pembangunan sampai dengan 1 juta hektar lahan, perusahaan memutuskan untuk melakukan ini dalam empat tahap selama periode empat tahun, dengan tahapan pertama dimulai dengan pembangunan 100,000 hektar, dilanjutkan dengan pembangunan 300,000 hektar pertahun selama tiga tahun berikutnya. Jansen menyatakan hasil dari pabrik, dalam bentuk biodiesel, akan diprioritaskan untuk pasar dalam negeri, dengan hanya sebagian kecil dari hasilnya akan diekspor ke negara-negara seperti Cina. Mengomentari pasar energi yang dapat diperbarui di Indonesia, dikatakannya bahwa tanaman jarak jatropha mempunyai prospek yang baik untuk menjadi bahan baku utama untuk memproduksi biofuel di Indonesia, meskipun kecenderungan harga-harga bahan bakar minyak sekarang ini semakin rendah. Harga-harga minyak mentah internasional pada saat ini mengambang dibawah sekitar $40 per barel, jika dibandingkan dengan harga yng bersejarah setinggi $147 per barel dalam bulan Juli tahun lalu sebelum harga-harga jatuh seiring dengan dampak krisis keuangan global. Berinvestasi di bidang jatropha diperlukan lebih sedikit investasi dibandingkan dengan biofuel-biofuel lainnya dan tidak akan membuat meningkatkan debat tentang makanan dan energi global karena, ini adalah perkebunan tanaman yang tidak dapat dimakan, ujarnya. Beberapa perusahaan-perusahaan energi asing, termasuk CNOOC dari Cina dan BP Pls dari Inggris, telah menyatakan minatnya dalam melakukan investasi untuk bantu membangun sektor biofuel negeri ini. Indonesia dianggap memiliki potensi yang sangat besar dalam sektor biofuel dikarenakan punya lahan yang luas dan kaya dengan sumber-sumber daya alamnya, termasuk kelapa sawit sebagai bahan baku biofuel yang populer. BP juga telah memantabkan niatnya pada pembangunan tanaman jarak jatropha di Indonesia, meskipun begitu rencana-rencana mereka itu belum dikembangkan. Sebagai tambahan terhadap harga minyak yang rendah harga saat ini, belum jelasnya peraturan-peraturan dan dulu, kurangnya dukungan pemerintah dalam memberikan insentif-insentif dan memberikan bimbingan adalah menjadi beberapa alasan untuk lambatnya pembangunan proyek-proyek biofuel. Dalam upaya untuk mempromosikan penggunaan biofuel, pemerintah telah memutuskan untuk mensubsidi produk-produk biofuel dengan maksimum Rp 1,000 (83 sen dolar AS) per liter. Para produser biofuel telah berulangkali mengeluh bahwa mereka mengalami kerugian dalam menjalankan usahanya menjual biodiesel kepada Pertamina, sejak harga-harga ditentukan sesuai dengan harga-harga bahan bakar fosil, yang saat ini terlalu rendah untuk mengatasi biaya produksi biodiesel. Indonesia memililki kapasitas produksi 2.9 juta kiloliter biodiesel per tahun dan 215,000 kiloliter bioethanol per tahun, dengan lebih dari 200,000 kiloliter bioethanol dan biodiesel untuk dicampur menjadi bahan bakar yang disubsidi pada tahun ini sendiri.

Rabu, 2009 Maret 18
MUI JATIM MINTA MASYARAKAT, SALURKAN HAK POLITIKNYA
Sumenep-Selasa ( 17/03 )Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur meminta masyarakat yang memiliki hak pilih untuk menyalurkan apsirasi politiknya pada Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) pada tanggal 09 April 2009 mendatang.Ketua Umum MUI Jawa Timur, KH. Abdus Somad Buhari, ketika menghadiri sebuah acara di Kabupaten Sumenep mengatakan, masyarakat yang menyalurkan hak politiknya dengan mendatangi Tempat Pemugutan Suara (TPS) pada Pemilu Legislatif tersebut, sebagai wujud menyukseskan pesta demokrasi, sekaligus bentuk kecintaannya pada tanah air dan bangsa. Dalam menyalurkan hak politiknya, meski terjadi perbedaan pandangan politik, namun masyarakat tetap menjaga kerukanan, sehingga kondisi di daerahnya tetap aman dan kondusif..KH. Abdus Somad Buhari menyatakan, selain itu partai politik yang berlaga di Pemilu Legislatif, juga menciptakan persatuan dan kesatuan ummat. Partai politik dan calon legislatifnya dalam berkampanye tidak melontarkan kata-kata hujatan dan mencela.’’Ini yang harus diperhatikan demi menjaga persatuan dan kesatuan ummat, jadi sebaiknya partai politik dan calegnya melakukan pendekatan yang bermoral dengan menunjukkan programnya pada masyarakat,” tegasnya.Menyoal keberadaan MUI dengan Pemilu, KH. Abdus Somad menuturkan, secara kelembagaan MUI tidak masuk dalam ranah politik praktis, sehingga jika ada pengurus yang ikut berkompetisi menjadi calon legislatif harus mengundurkan diri dari kepengurus MUI. Sebagai lembaga non politik, pihaknya akan memberikan saran dan masukan pada pemerintah dalam rangka menciptakan kerukunan ummat beragama di tanah air. ( Yasik, Esha )
Diposkan oleh Buletin Sumenep di 01:08 0 komentar
EFESIENSI DAN PENINGKATAN APBD
DPRD Sumenep News: Demi terwujudnya efisiensi anggaran di Kabupaten Sumenep, Komisi-komisi DPRD Sumenep dalam pembahasan RAPBD Tahun Anggaran (TA) 2009 yang berlangsung selama sepekan melakukan langkah pengurangan sejumlah anggaran belanja Pembangunan. Dari hasil pengurangan, besaran anggaran kemudian dialihkan untuk penganggaran kegiatan pembangunan lainnya yang bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat.Kebijakan pengurangan diketahui, setelah Senin 16/3 kemarin, masing-masing komisi menyampaikan laporan hasil pembahasan di tingkat komisi dalam Rapat Paripurna DPRD. Penyampaian laporan komisi dilakukan oleh masing-masing Juru Bicara (Jubir) komisi, yaitu Komisi A dengan Jubir M. Hafidz, BA, Komisi B dengan Jubir H. Herman Dali Kusuma, Komisi C dengan Jubir Drs. KH. Moh. Washil Khalid, dan Komisi D dengan Jubir Hj. Dewi Khalifah.Dalam laporan Komisi A disebutkan, total belanja secara keseluruhan sebesar Rp 163.874.171.894, setelah pembahasan berubah menjadi Rp 163.577.078.055, dengan angka berkurang sebesar Rp 297.093.839.Pengurangan terjadi pada Total Belanja Langsung yang secara akumulatif sebesar Rp 47.926.756.343, setelah pembahasan berubah menjadi sebesar Rp 46.679.662.504, dengan angka berkurang sebesar Rp 1.247.093.838.Hal yang sama juga dilaporkan Komisi D, bahwa dalam pembahasan di komisi D, telah dilakukan sejumlah pengurangan pada sisi belanja di 8 mitra kerja Komisi D. Pengurangan yang dilakukan totalnya mencapai Rp 6.640.300, diantaranya pada pos anggaran seperti ATK, Honorarium, Perjalanan Dinas dan lain sebagainya. Dari hasil pengurangan dan efisiensi itu, Komisi D bersama mitra kerjanya kemudian mengalihkan kepada kegiatan lain yang cukup mendesak, urgen dan signifikan bagi masyarakat. Sedangkan sisa anggaran dari hasil pembahasan dikembalikan ke Kas Daerah, seperti sisa anggaran Dinas Pendidikan sebesar Rp 3.383.500, RSUD dr. H. Moh. Anwar sebesar Rp 2.783.000 dan Badan Pemberdayaan Masyarakat Perempuan dan Keluarga Berencana sebesar Rp 473.800. “Penetapan Rancangan APBD TA. 2009 untuk mitra kerja Komisi D mengalami perubahan anggaran berupa pergeseran dan pengalihan, namun tetap tidak melampaui plafon anggaran di masing-masing SKPD berdasarkan azas dan prinsip - prinsip anggaran”, ungkap HJ. Dewi Khalifah.Tidak hanya efisiensi yang terjadi, pada sisi pendapatan dalam pembahasan di tingkat komisi juga mengalami peningkatan prestasi. Peningkatan itu terjadi khususnya pada pembahasan komisi B dan Komisi D. Pada pembahasan komisi B, total target pendapatan yang semula sebesar Rp 767.548.223.881, kemudian bertambah sebesar Rp 1.441.383.266 sehingga totalnya menjadi sebesar Rp 768.989.607.147. “Penambahan target pendapatan yang cukup signifikan diantaranya dari Bagi Hasil Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar Rp 760.457.600, Bantuan Keuangan dari Provinsi sebesar Rp 675 juta yang nantinya akan diberikan kepada 27 kecamatan; dan Bagian Laba Atas Penyertaan Modal dari PT. BPRS sebesar Rp 150 juta.Sedangkan dalam pembahasan Komisi D, peningkatan sisi pendapatan hanya terjadi pada target pendapatan Dinas Kesehatan. Peningkatan itu berpengaruh pada total sisi pendapatan, yang semula sebesar Rp 15.204.333.432, setelah pembahasan menjadi Rp 15.263.737.328, dengan angka bertambah sebesar Rp 59.403.896.“Secara keseluruhan sisi pendapatan yang terdapat pada 4 (empat) mitra kerja Komisi D hanya Dinas Kesehatan yang mengalami perubahan yakni penambahan sebesar 59 Juta 403 Ribu 896 Rupiah”, kata Khlifah.Dengan berakhirnya pembahasan di tingkat Komisi-komisi, tahapan pembahasan RAPBD selanjutnya yaitu berada di tangan Panitia Anggaran (Panggar) dan Tim Anggaran (Timgar). Sesuai jadwal, pembahasan ditingkat Panggar dan Timgar akan berlangsung selama dua hari, yaitu dari tanggal 17 sampai 18 Maret 2009.Fokus utama pembahasan di tingkat Panggar dan Timgar adalah melakukan koreksi terhadap hasil-hasil pembahasan komisi-komisi dengan tujuan untuk menghindari kemungkinan terjadinya defisit anggaran. Koreksi ini dilakukan melalui pendekatan kompilasi hasil-hasil komisi untuk menyesuaikan dengan target plafon anggaran semula. Jika pada kompilasi tidak ditemukan pelampauan plafon anggaran berarti proses pembahasan sampai di tingkat Panggar dan Timgar berjalan dengan baik dan lancar.Hasil kompilasi di tingkat Panggar dan Timgar nantinya akan disampaikan dalam Rapat Paripurna mendatang, yaitu pada tanggal 19 Maret 2009 di ruang Graha Paripurna Dewan. (Humas Sekretariat DPRD Sumenep)
Diposkan oleh Buletin Sumenep di 01:05 0 komentar
Kamis, 2009 Februari 05
Mahasiswa Sumenep Kutuk Politik Uang
[ Jum'at, 06 Februari 2009 ]SUMENEP - Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam HMI unjuk rasa kemarin. Mereka menolak uang dalam politik. Alasannya, politik uang merusak mentalitas bangsa. Akibatnya, bangsa masa depan bakal terjerembab karena dibangun dengan cara money politics.Ratusan aktivis HMI tersebut hadir di gedung dewan sekitar pukul 10.30. Saat orasi, korlap aksi, Fawaid meminta kalangan parlemen memerhatikan masyarakat. Alasannya, anggota parlemen jadi wakil rakyat karena didukung masyarakat. Dia tidak ingin anggota dewan melupakan orang-orang yang mendukungnya. Bila anggota dewan melupakan rakyat, secara tidak langsung mereka telah lalai terhadap amanah dari rakyat.HMI juga minta wakil rakyat tidak bermain money politics. Dikatakan, money politics bisa saja terjadi dalam momentum pilkada atau pemilu. Selain itu, money politics juga bisa terjadi akibat perselingkuhan politik antara dewan-eksekutif. Dia menyontohkan, eksekutif memberikan tips agar dewan bungkam terhadap persoalan yang seharusnya dikritik. "Kami menolak politik dan birokrasi dikotori money politics," paparnya.Hal yang sama disampaikan aktivis lainnya Toha. Dia minta legislatif-eksekutif tidak mempersulit layanan publik. Misalnya, kata Toha, layanan KTP harus dibenahi. Jika layanan KTP tetap sulit, dia minta Bupati Ramdlan Siraj mempertimbangkan karier kepala dinaspendukcapil. "Reward and punishment harus ditegakkan," tuturnya. Usai orasi, sebagian mahasiswa diterima berdialog dengan dewan. Sekretaris Komisi A KH Mawardi menerima mereka berdialog seputar kebijakan dan layanan publik. Di ruang komisi A, aktivis menilai birokrat tidak melayani publik secara maksimal. Anggota Komisi A Tuan Muhammad Yusuf mengaku telah berulangkali minta eksekutif lebih baik. Dia yakin eksekutif bisa berbenah dan menjadi lebih baik. Tetapi, Tuan yakin perubahan tidak bisa datang dalam sekali tempo. Komisi A mengaku respek kepada mahasiswa yang ikut mengawal pembangunan. "Nanti, apa yang adik-adik katakan akan kami teruskan ke pihak terkait," janjinya.Usai berdialog dengan komisi A, aktivis beranjak ke kantor pemkab di Jl dr Cipto. Tetapi, di kantor pemkab ini mahasiswa kecewa. Alasannya, birokrat mempersulit dan menutup diri untuk berdialog.Mahasiswa menilai hal tersebut semakin membuktikan bahwa Pemkab Sumenep bekerja sebagai pangreh praha dibanding pamong praja. "Terus terang kami kecewa (pada eksekutif)," katanya.(abe/zr/rd)
Diposkan oleh Buletin Sumenep di 20:55 0 komentar


Data :
18 Maret 2009
Caleg Tak Tertarik Isu RUU Tipikor
JAKARTA - Kekhawatiran atas tidak tuntasnya RUU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) kian mengental. Setelah masa reses DPR berakhir pada 12 April mendatang, memang masih ada dua kali lagi masa sidang. Namun, tetap tidak ada jaminan para wakil rakyat akan menuntaskan pembahasan RUU yang menjadi payung hukum bagi keberadaan Pengadilan Tipikor itu. Sebab, meski masa kampanye terbuka pemilu legislatif sudah dimulai, tak terlihat satu pun parpol yang menjadikannya sebagai isu kampanye. Termasuk parpol-parpol besar dan menengah yang kini menghuni parlemen Senayan.''Belum ada satu pun yang mengusung RUU Tipikor sebagai janji kampanyenya,'' kata Ketua Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN) Firmansyah Arifin di gedung DPR kemarin (17/3). Padahal, imbuh dia, 40 di antara total 50 anggota pansus RUU Tipikor kembali menjadi kontestan dalam Pemilu 2009.Menurut Firman, persoalan mendasar bukan terletak pada tersedia atau tidaknya waktu untuk melakukan pembahasan. Melainkan, lebih pada faktor ada tidaknya political will. ''Buktinya, setelah Pemilu 2004, DPR masih bisa melakukan pembahasan dan pengesahan sejumlah RUU,'' ujarnya. Contohnya, RUU TNI, RUU Kepailitan, RUU Perikanan, dan RUU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR).''UU Pemerintahan Aceh juga bisa selesai dalam waktu dua minggu. Meskipun permasalahan yang melingkupinya begitu kompleks,'' ujarnya.Selain Firman, diskusi tersebut turut dihadiri anggota Komisi III Gayus Lumbuun dan Ketua Tim Upaya Pemberantasan Korupsi (TUPK) DPD Marwan Batubara.Gayus mengakui, deadline dari Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa RUU Pengadilan Tipikor harus tuntas paling lambat 19 Desember 2009 memang kian mepet. Bila hingga batas waktu tersebut RUU Pengadilan Tipikor belum tuntas, Pengadilan Tipikor akan terhapus.Konsekuensinya, kasus-kasus korupsi yang disidik KPK harus disidangkan melalui pengadilan umum yang integritasnya masih terus disorot publik. ''KPK juga kehilangan fungsi beracaranya. Jadi, KPK sebatas melakukan penyidikan,'' katanya.Karena itu, Gayus menyarankan agar konsep RUU Tipikor dibuat secara sederhana sebagai turunan dari Pengadilan Tipikor yang sekarang sudah eksis. ''MK kan hanya meminta dibentuk UU tersendiri. Isinya tidak ditentukan. Jadi, kita bikin yang simpel dulu saja,'' usulnya. Dengan begitu, pembahasan tidak sampai menimbulkan perdebatan panjang sehingga memerlukan panja. ''Harus ada semangat untuk menghindari panja. Jadi, dari pansus, lapor ke bamus, langsung paripurna,'' tegasnya. (pri/agm)
Diposkan oleh Koran Madura di 12:17 AM 0 komentar Link ke posting ini
Beberapa Pimpinan Parpol Tak Hadiri Deklarasi Kampanye Damai

JAKARTA - Start kampanye dalam bentuk rapat umum atau terbuka dimulai kemarin (16/3) di arena Pekan Raya Jakarta (PRJ). Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengawali kampanye terbuka itu dengan mendeklarasikan kampanye damai bersama parpol nasional peserta Pemilu Legislatif 2009. Seluruh parpol nasional peserta Pemilu 2009 sepakat untuk melaksanakan kampanye damai bersama-sama. Di setiap provinsi nanti, masing-masing parpol mendapatkan jatah dua kali kampanye. Jadwal sudah ditentukan oleh KPU melalui SK Nomor 173 tertanggal 13 Maret lalu. Waktu dan lokasi pelaksanaan ditentukan oleh KPU provinsi setempat.Pembacaan ikrar kampanye damai itu dipimpin langsung Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary. Dalam ikrarnya, Hafiz meminta seluruh parpol untuk mematuhi seluruh tata aturan perundang-undangan terkait kampanye. Terutama, supaya kampanye damai itu juga bisa dinikmati masyarakat umum secara keseluruhan. "Ini pesta demokrasi bersama. Jangan mengganggu ketertiban umum," kata Hafiz.Hadir dalam deklarasi tersebut, tujuh komisioner KPU lengkap. Sejumlah pejabat negara juga hadir. Di antaranya, Mendagri Mardiyanto, Wakapolri Komjen Pol Makbul Padmanagara mewakili Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri, dan anggota Bawaslu Bambang Eko Cahyo Widodo yang mewakili Ketua Bawaslu Nur Hidayat Sardini.Seluruh partai kemarin bersama-sama membacakan ikrar kampanye damai. Suasana ikrar sempat tidak tertib setelah ribuan simpatisan partai mendekati panggung tempat deklarasi. Bahkan, saat penandatanganan ikrar damai, suasana seperti pasar itu masih saja terjadi. Setelah penandatanganan ikrar, setiap parpol diberikan waktu tiga menit di atas panggung untuk membacakan orasi masing-masing.Meski hadir semua, tampaknya, acara tersebut bukan merupakan agenda utama bagi parpol nasional. Indikasinya, sebagian tokoh teras parpol memilih tidak hadir dalam deklarasi itu. Sejumlah parpol besar hanya mewakilkan diri untuk menghadiri deklarasi tersebut. Nama-nama seperti Ketua Umum Golkar Jusuf Kalla, Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Persatuan Pembanguan Suryadharma Ali, Ketua Umum Partai Demokrasi Kebangsaan Ryaas Rasyid, dan Ketua Umum Partai Karya Perjuangan Indonesia Meutia Hatta tak tampak. Ketua DPR Agung Laksono yang sebenarnya didapuk untuk membacakan ikrar juga tak hadir.Beberapa ketua umum yang hadir dalam deklarasi itu bisa dihitung jari. Misalnya, Ketua Umum Partai Hati Nurani Rakyat Wiranto, Presiden Partai Keadilan Sejahtera Tifatul Sembiring, Ketua Umum PNI Marhaenisme Sukmawati Sukarnoputri, Ketua Umum Partai Karya Perjuangan M. Jasin. Tak lupa, hadir pula Ketua Umum Partai Persatuan Daerah Oesman Sapta dan Ketua Umum Partai Buruh Muchtar Pakpahan. Ketua Dewan Tanfidz Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar baru hadir pada pertengahan acara.Minimnya tokoh yang hadir itu diakui oleh Hafiz. Meski secara pribadi merasa kurang, dia memaklumi hal tersebut. Mayoritas ketua umum tak hadir karena sedang melaksanakan tugas di pemerintahan. "Tadi saya ketemu Pak JK (Jusuf Kalla). Beliau tidak bisa hadir karena tidak ambil cuti. Kemungkinan sama juga terjadi sama Ketum yang lain," katanya.Dalam undangan, ternyata, juga terjadi kesalahpahaman. Dua kubu Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI) hadir. Masing-masing dari kubu Mentik Budiwiyono dan Endung Sutrisno. "Itu murni kesalahan teknis. Sejatinya, undangan hanya satu," jawabnya.Selain parpol nasional, KPU sebenarnya mengundang enam parpol lokal Aceh untuk turut hadir mendeklarasikan kampanye damai. Namun, hingga penutupan, tak satu pun parlok Aceh yang hadir. Menurut Hafiz, pihaknya akan segera meminta Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh untuk menyusun acara dan deklarasi yang sama.Sekjen PPP Irgan Chairul Mahfiz menyatakan, ketidakhadiran Suryadharma memang disebabkan tugasnya sebagai menteri koperasi. Namun, dia menilai bahwa secara substansi, acara deklarasi kampanye damai itu tetap tinggi, meski tanpa kehadiran tokoh-tokoh parpol. "Hasil deklarasi damai ini akan kami sosialisasikan kepada seluruh elemen partai," kata Irgan. Sementara di Makassar Kampanye damai di Lapangan Karebosi kemarin ternodai oleh bentrokan yang melibatkan kader Partai Kedaulatan. Insiden tersebut diduga dipicu adanya dualisme kepemimpinan di dalam tubuh partai nomor urut sebelas tersebut.Insiden itu terjadi sekitar pukul 14.00 Wita. Saat itu salah seorang pengurus Partai Kedaulatan versi Syamsuddin Ilyas bersama Bunyamin baru saja mengambil stiker untuk dipasang di mobil pimpinannya. Pada saat bersamaan, beberapa pengurus partai versi Asrulah yang juga mengklaim sebagai pengurus sah langsung mendatangi Bunyamin.Tanpa banyak bicara, mereka melayangkan pukulan ke arah Bunyamin. Syamsuddin yang menyaksikan kejadian itu hendak melerai kedua belah pihak. Sayang, bukan berhasil melerai, dia malah dipukuli pelaku.''Saya tiba-tiba dipukul di bagian kepala dan punggung. Padahal, saya hanya berusaha melerai agar tidak terjadi perkelahian yang lebih besar,'' ujar Syamsuddin saat melaporkan insiden itu ke Sentra Pelayanan Kepolisian Wilayah Kota Besar Makassar kemarin sore.Bentrokan besar bisa diatasi setelah aparat kepolisian dari Polwiltabes Makassar Barat turun tangan untuk mengamankan situasi. Akibat insiden itu, seorang kader Partai Kedaulatan versi Asrullah bernama Syamsul, 45, ditangkap polisi. Dia dijadikan tersangka lantaran memukul Syamsuddin dan Bunyamin. (bay/aga/rah/jpnn/mk)
Diposkan oleh Koran Madura di 12:14 AM 0 komentar Link ke posting ini
Blok Perubahan Awetkan ''Dagang Sapi''
JAKARTA - Meski mengusung ide-ide progresif, blok perubahan yang dimotori bakal capres Rizal Ramli dinilai masih melestarikan pragmatisme politik. Sebab, 15 parpol yang bergabung di blok itu belum tentu mendukung pencapresan Rizal Ramli setelah pemilu legislatif.''Tak ada jamiman mereka semua tetap bersama di koalisi ini,'' kata Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia (Lima) Ray Rangkuti dalam diskusi Pemilu, Blok-Blok Politik, dan Posisi Gerakan di Rumah Perubahan, Jalan Panglima Polim V, Jaksel, kemarin (17/3). Turut berbicara, juru bicara Rumah Perubahan Adhie Massardi.Ray menyebut, 15 parpol itu telah menyatakan ikut mendukung delapan agenda blok perubahan. Bahkan, siap menjadikannya sebagai isu kampanye dalam pemilu. Artinya, secara platform dan visi, sebenarnya sudah ada kesamaan.''Publik pun sudah memberi sambutan yang baik. Jadi, mengapa harus menunggu hasil pemilu. Berkoalisi sajalah. Kalah menang dinikmati bersama,'' ujarnya. Ke-15 parpol itu adalah PPPI, PNBK, PBR, PDS, Partai Hanura, PMB, PKNU, Partai Pelopor, PPRN, PDK, Partai Kedaulatan, PKDI, PSI, Partai Merdeka, dan PPDI.Menurut Ray, semua parpol saat ini sudah berbicara koalisi. Tapi, pada saat bersamaan mereka menghancurkannya dengan praktik politik ''dagang sapi''. ''Menyedihkan sekali, koalisi hanya dibangun atas dasar elektabilitas, bukan platform partai. Malam penjajakan ketemu A, pagi ketemu B. Tokoh C dicoba dengan tokoh D. Zig-zag betul. Ujung-ujungnya hanya dilihat tingkat elektablitasnya,'' kritik Ray pedas. Dia menyebut, demokrasi di Indonesia secara prosedural sudah maju. Hak-hak politik rakyat sangat terjamin. Bahkan, jauh meninggalkan Singapura, Malaysia, Thailand, dan Filipina. (pri/mk)
Diposkan oleh Koran Madura di 12:12 AM 0 komentar Link ke posting ini
DPR Mendatang Tetap Marak Korupsi, Hasil Survei Dampak Lemahnya Peran Parpol
JAKARTA - Ini ramalan wajah suram DPR. Para wakil rakyat yang akan duduk di parlemen hasil pemilu tahun ini diramal tetap penuh dengan aroma korupsi. Prediksi itu hasil riset Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi). Dalam riset itu terungkap, di antara 38 partai politik nasional peserta Pemilu 2009, hanya delapan yang memberikan dukungan finansial kepada para calon anggota legislatifnya. Sebagian besar parpol cenderung menyerahkan pembiayaan kampanye kepada caleg masing-masing. Mereka harus berjuang dengan biaya sendiri agar terpilih sebagai anggota legislatif. "Implikasinya nanti, kebersihan mereka dari korupsi sangat diragukan. Sebab, uang yang dikeluarkan juga sudah sangat banyak," ujar Koordinator Formappi Sebastian Salang dalam launching hasil risetnya di Hotel Millenium, Jakarta, kemarin (17/3). Selain itu, kampanye swadaya seperti itu tentu berimplikasi pada lemahnya kontrol partai politik terhadap para caleg. Hubungan parpol dan caleg akan timpang. "Parpol menjadi tidak berdaya. Di sisi lain, caleg yang merasa finansialnya lebih kuat ketimbang pengurus induk akan cenderung mendiktekan pendapatnya," tegasnya. Riset Formappi itu dilakukan melalui wawancara dengan 34 petinggi parpol nasional. Pengumpulan data pada penelitian yang dilaksanakan mulai 21 Januari-19 Februari 2009 tersebut juga dilakukan melalui pengumpulan dokumen partai. Di bagian lain, riset tersebut juga menunjukkan bahwa sebagian besar partai politik tidak siap mengikuti Pemilu 2009. Hanya 16 parpol yang dinilai siap mengikuti Pemilu 2009. "Sisanya, dari kriteria yang kami susun, mereka ternyata masih tidak siap," ungkap Sebastian. Di antara 16 partai tersebut, ada Partai Demokrat, Partai Hanura, dan Partai Gerindra. Ketiganya dianggap memiliki strategi yang lengkap, termasuk memadukan dukungan finansial partai dan caleg. Ada juga PDI Perjuangan dan Partai Republika Nusantara yang masuk kategori kedua yang memiliki strategi menyeluruh, tapi tanpa dukungan finansial dari partai. Masuk pula Partai Golkar, PKS, PAN, dan PIS yang memiliki strategi menyeluruh tanpa mengandalkan tokoh. Di tempat yang sama, pengamat politik LIPI Syamsuddin Haris menyatakan, kondisi tersebut makin menunjukkan bahwa sebagian besar parpol sebenarnya tidak siap membentuk wakil-wakil rakyat yang bertanggung jawab. "Orientasi mereka hanya mengirimkan sebanyak-banyaknya wakil di parlemen, tanpa berpikir bagaimana membentuk keadaan yang lebih baik," tegasnya. (dyn)
Diposkan oleh Koran Madura di 12:11 AM 0 komentar Link ke posting ini
Diundang Metro TV, Mega Tidak Hadir
Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri kembali melewatkan acara yang melibatkan sejumlah petinggi parpol lain. Kemarin malam (16/3) dalam acara yang diprakarsai Metro TV itu, mantan presiden ke-5 RI tersebut absen.Padahal, hampir semua ketua umum parpol papan atas hasil Pemilu 2004 hadir. Ada Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla, Ketua Umum DPP Partai Demokrat Hadi Utomo, Presiden DPP PKS Tifatul Sembiring, Ketua Umum DPP PKB A. Muhaimin Iskandar, dan Ketua Umum DPP PAN Soetrisno Bachir. ''Diundang, tapi Mbak Mega tidak bisa hadir,'' terang pembawa acara Najwa Shihab saat dimintai konfirmasi tadi malam. Undangan tersebut, menurut Najwa, tidak bisa diwakilkan kepada pengurus atau petinggi partai lainnya. Sebab, forumnya memang diformat hanya untuk ketua umum. Menurut Najwa, acara itu dibuat terkait dengan tahap kampanye terbuka yang dimulai kemarin. Para ketua umum parpol yang hadir diminta memaparkan kelebihan dan kekurangan parpol masing-masing. "Kami rencana buat seri kedua untuk partai-partai lain karena saya diprotes sejumlah petinggi parpol lain yang juga ingin ikut," tambahnya. Apakah Megawati akan kembali diundang? ''Kemungkinan besar tidak. Kalaupun jadi, akan diperuntukkan bagi partai yang belum diundang,'' katanya. (dyn)
Diposkan oleh Koran Madura di 12:10 AM 0 komentar Link ke posting ini
Geliat Parpol Nasionalis Menggarap Segmen Pemilih Muslim
Gerindra Dirikan Gemira yang Dipimpin Putra Zainuddin M.Z. Membentuk sayap organisasi bernuansa ''hijau'' masih favorit bagi parpol berhaluan nasionalis untuk menarik simpati pemilih muslim. Partai Gerindra, misalnya, mendeklarasikan Gemira dengan menjadikan Fikri Haikal, putra Zainuddin M.Z., sebagai ketua umum. Priyo Handoko, Jakarta ---Masjid Fajrul Islam di Jalan Gandaria, Gang Haji Aom, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 9 Maret lalu amat ramai. Sejumlah elite parpol menghadiri peringatan Maulid Nabi di masjid yang bersebelahan dengan rumah Kiai Sejuta Umat Zainuddin M.Z. itu. Ada Ketua Umum PAN Soetrisno Bachir, Ketua Umum PPP Suryadharma Ali, dan Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Prabowo Subianto.Seusai acara, Prabowo terlibat pembicaraan serius dengan Fikri Haikal, yang tak lain putra Zainuddin M.Z. Prabowo ternyata menegaskan permintaannya kepada Fikri untuk menyiapkan pelantikan underbouw Gerindra yang khusus membidik segmen pemilih muslim. Namanya adalah Gerakan Muslim Indonesia Raya yang disingkat Gemira.''Fik, kamu siapkan peresmian Gemira tanggal 13 Maret ini ya. Coba kamu koordinir teman-teman muslim,'' kata Fikri menirukan ucapan Prabowo.Fikri mengaku agak kaget. Sebab, dia sempat mengira rencana yang pernah disampaikan Prabowo sekitar dua minggu sebelumnya itu batal. Sebab, setelah bertemu Prabowo di kediaman pribadinya di Cieulengsi, Bogor, dalam suatu acara syukuran, Fikri tidak pernah lagi dikontak.''Lho Pak, saya pikir ngomongnya main-main. Tapi, ya insya Allah,'' jawab Fikri spontan. Meski deadline-nya mepet, Fikri tak gentar. Dia tetap melakoninya dengan sepenuh hati.Hanya empat hari, waktu yang dibutuhkan untuk konsolidasi tim inti dan menyiapkan acara deklarasi sekaligus pelantikan pengurus. ''Tapi, saya anggap ini sebagai tantangan besar,'' ujar pria kelahiran Jakarta, 10 Agustus 1973, itu tertawa.Begitu mendapat amanat khusus yang sangat serius dari Prabowo, Fikri langsung bekerja keras. Dia mengontak puluhan aktivis muslim lintas profesi untuk dirangkul menjadi pengurus inti Gemira. Tak sia-sia, dalam pertemuan pertama di Sekretariat DPP Gerindra, Jalan Brawijaya IX, Kebayoran Baru, keesokan harinya, 20 orang membuat komitmen untuk bersama-sama membesarkan Gemira.''Setelah menyatukan visi, kami semua kerja siang malam untuk menyiapkan acara. Kesulitan memang banyak, terutama manajemen jamaah agar hadir. Tapi, karena niat awalnya ini gerakan muslim, kami semua enjoy saja,'' tutur suami Pia Suzana yang telah dianugerahi dua anak itu.Ternyata perjuangan Fikri dan teman-temannya membuahkan hasil yang cukup memuaskan. Acara deklarasi Gemira di Hall Basket, Istora Senayan, Gelora Bung Karno, Jakarta, dihadiri ribuan orang berbusana dominan hijau.Yang unik, Zainuddin M.Z. ternyata juga didapuk sebagai ketua Dewan Pembina Gemira. ''Hubungan pertemanan Pak Kiai (Zainuddin M.Z., Red) dengan Pak Prabowo (ketua dewan pembina sekaligus capres dari Gerindra, Red) sudah puluhan tahun. Bukan lagi hitungan jari, dua atau tiga tahun,'' kata Fikri.Fikri menceritakan, selama ini, Prabowo sering mendiskusikan konsep-konsep keislaman dengan bapaknya. ''Jadi, sudah bukan kayak orang lain lagi. Sampai kami pun tahu keluarga masing-masing,'' ujarnya.Meski begitu, Fikri menegaskan bahwa keputusannya menceburkan diri ke Gerindra bukan semata-mata karena kedekatan kedua keluarga. Apalagi, diminta sang bapak. ''Nggak ada permintaan begini-begitu dari Pak Kiai. Seperti biasa, saya dibebaskan membuat pilihan,'' ungkapnya.Menurut dia, sebagai partai nasionalis, Gerindra yang direpresentasikan figur Prabowo itu tetap memiliki komitmen terhadap kepentingan umat Islam. Ini wajar, imbuh Fikri, mengingat 87 persen rakyat Indonesia adalah muslim.''Kebetulan Gerindra punya niat konkret dengan dibentuknya Gemira. Makanya, saya ingin menyalurkan aspirasi kaum muslimin melalui media ini,'' tegas Sarjana Agama dari Universitas Muhammadiyah Jakarta itu.Meski hadir untuk memperkuat citra partai berlambang garuda emas itu, Fikri sadar betul bahwa Gemira tidak akan mampu berbuat banyak menghadapi momentum pemilu legislatif. Sebab, Gemira yang baru dideklarasikan 27 hari menjelang pimilu legislatif itu masih membutuhkan waktu untuk membangun jaringan yang solid sampai ke daerah-daerah.''Kayaknya, untuk pemilu legislatif, kami sudah ketinggalan. Timing-nya terlalu mepet,'' cetusnya. Namun, dia menyebut, organisasi yang dipimpinnya tetap akan berupaya menguatkan citra Partai Gerindra di hadapan pemilih muslim.''Kami akan kerjakan apa yang bisa kami kerjakan. Seperti konsolidasi, pematangan program kerja, dan struktur kepengurusan di daerah,'' ujarnya. Saat ini, lanjutnya, sudah banyak daerah yang siap menyusul untuk mendeklarasikan Gemira.Meski tidak bisa optimal dalam momentum pileg, dia optimistis Gemira bisa all out menghadapi pilpres. Apalagi, Prabowo yang mencanangkan delapan program aksi sebagai isu kampanyenya itu telah resmi menjadi capres dari Gerindra. ''Insya Allah, kami akan total di pilpres,'' tegasnya.
Bamusi PDIP Intensifkan Halalnya Presiden Perempuan
PDIP ternyata masih menganggap serius isu haramnya presiden perempuan. Bamusi, ujung tombak PDIP untuk merangkul pemilih muslim, mendapat tugas berat untuk melawan opini itu.Priyo Handoko, Jakarta ---Wajah Hamka Haq masih tampak lelah sewaktu membuka pintu dan mempersilakan Jawa Pos masuk ke rumahnya di Jalan Rukun, Rawajati, Jakarta Selatan, kemarin (17/3). Meski begitu, senyum ramah tetap tersungging dari bibir tokoh Muhammadiyah yang juga politikus PDIP itu. Tiga bendera partai berukuran sedang dan sebuah spanduk bergambar Megawati yang menempel di pagar semakin menegaskan jati dirinya sebagai kader partai berlambang banteng moncong putih itu. ''Belum ada sepuluh menit saya masuk rumah. Barusan dari Sulsel. Sudah tiga minggu saya di sana,'' ungkap Hamka Haq, lantas terkekeh.Sulawesi Selatan kebetulan memang kampung halaman bapak beranak sembilan itu. Tepatnya, dia dilahirkan di Darru, Sulsel, pada 18 Oktober 1952. Meski begitu, bukan urusan keluarga yang membuat Hamka pulang kampung.Dia rupanya mewakili Megawati Soekarnoputri dalam Mukhtamar XX Darul Dakwah Wal Irsyad (DDI) di Balai Prajurit M. Yusuf, Makassar. Muktamar ormas Islam terbesar di Sulawesi Selatan yang dihadiri ribuan peserta itu sebenarnya berlangsung 23-25 Februari. Tapi, seusai acara Hamka melakukan road show kecil-kecilan.Selain menyempatkan diri berbicara di hadapan dosen dan mahasiswa DDI, dia menjadi panelis dalam diskusi di STAI AL-Ghozali milik NU dan STAI As'adiyah. ''Ini sudah menjadi tugas saya untuk membangun pencitraan PDIP sebagai partai yang religius,'' katanya.Sejak 29 Maret 2007, PDIP memang memiliki organisasi sayap untuk membidik segmen pemilih muslim. Namanya, Baitul Muslimin Indonesia yang disingkat Bamusi. Nah, Hamka Haq inilah yang menjadi ketua umum pengurus pusatnya.Menurut dia, memasuki pemilu legislatif, Bamusi sudah menyiapkan sejumlah agenda. Salah satunya meminta fungsionaris Bamusi di daerah-daerah yang menjadi caleg untuk mengakses komunitas Islam dan lembaga pendidikan Islam.Pengurus Bamusi yang tidak nyaleg juga didorong untuk memperkuat tim jurkam (juru kampanye). ''Beri saja ceramah agama yang murni ilmiah. Tak usah terkesan kampanye,'' ujarnya. Hal itulah yang sudah dipraktikkan Hamka selama berada di Sulawesi Selatan tiga minggu terakhir. Apalagi, dia kebetulan juga caleg DPR yang maju di dapil Sulsel II.Hamka menceritakan, Pengurus Pusat Bamusi juga telah memperbanyak teks khutbah peringatan Idul Adha 2008 yang diselenggarakan DPP PDIP di Lenteng Agung dalam bentuk buku saku. Teks itu memasukkan sejumlah pemikiran Bung Karno mengenai pemahaman keislaman yang menyejukkan dan pentingnya kemandirian ekonomi.''Ini bermanfaat bagi caleg-caleg dan jurkam PDIP yang berkampanye,'' cetus guru besar IAIN Alaudin Makassar itu.Bamusi juga mengantisipasi momentum pilpres. Sadar bahwa PDIP mengusung Megawati Soekarnoputri sebagai capres 2009, sejak awal 2008 Bamusi telah mengedarkan seratus ribu piagam kepemimpinan perempuan. Teks itu berisi lima poin yang menegaskan syariat Islam membenarkan perempuan menjadi pemimpin.''Setelah pilleg, piagam itu akan kami intensifkan lagi dengan membuat ukuran yang lebih kecil dan format buku saku,'' tegasnya. Hamka mengakui, isu haramnya presiden perempuan bisa timbul sewaktu-waktu. ''Bagi kami, isu itu masih menjadi kerikil,'' tandasnya.Saat ini Bamusi memiliki 17 kepengurusan di level provinsi. Enam provinsi di Jawa ditambah sebelas provinsi di Luar Jawa. Sedangkan 16 provinsi lain baru sebatas terbentuk 1-2 kepengurusan di level kabupaten. ''Sejak berdiri, Bamusi berhasil membangun sejumlah tradisi baru di PDIP,'' kata Hamka dengan bangga.Di antaranya, DPP PDIP memfasilitasi pelaksanaan salat Idul Fitri dan salat Idul Adha di kantornya, Jalan Lenteng Agung. Termasuk di dalamnya penerbitan buletin Jumat dan pendirian Lembaga Amil Zakat Infaq dan Sedekah (LAZIS). (*)
Diposkan oleh Koran Madura di 12:05 AM 0 komentar Link ke posting ini
17 Maret 2009
Refleksi buat Partai-Partai
BEBERAPA hari lalu saya berbincang dengan Prof Dr Donald K. Emmerson, pengajar di Stanford University, Amerika, di ruang perpustakaan milik Fadli Zon (wakil ketua umum Gerindra) di Jakarta Pusat. Dalam pertemuan itu, Emmerson mengatakan bahwa demokrasi tidak bisa betul-betul dilaksanakan tanpa ada keberpihakan kepada masyarakat yang lemah. Dia melihat, kebanyakan partai politik berkiblat ke Jakarta, Surabaya, atau Medan, tetapi kurang peka terhadap masalah-masalah kecil yang menyangkut masyarakat bawah. Di Thailand, misalnya, mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra sangat populer di kalangan petani. Dia mendapat dukungan sangat besar dari masyarakat petani untuk melanjutkan program-program populisnya. Begitu juga, Amerika Serikat bisa bertahan dari ancaman disintegrasi bukan karena faktor agama atau yang lain. Tetapi, demokrasi yang menjadi perekatnya. Apakah sesungguhnya yang kira-kira bisa menjadi akar perekat Indonesia zaman ini, Pancasila, demokrasi, atau Nusantara?Jika kita amati ke belakang, sesungguhnya konsep kenegaraan Indonesia dan budaya keindonesiaan itu sendiri dibuat berdasar semangat budaya pola pesisir yang lebih demokratis, dengan alasan kecenderungan kemanusiaan universal (global) dewasa ini, melalui apa yang disebut budaya modern, mengarah kepada nilai-nilai yang lebih egaliter, kosmopolit, terbuka, dan demokratis. Itulah sebabnya demokrasi memerlukan adanya ideologi terbuka. Seorang cendekiawan AS, Jeane Kirkpatrick, mengatakan, ''Pemilihan demokrasi bukan sekadar lambang..., tetapi pemilihan yang kompetitif, berkala, inklusif, dan definitif, di mana para pengambil keputusan utama dalam pemerintahan dipilih oleh warga negara yang menikmati kebebasan luas untuk mengkritik pemerintah, menerbitkan kritik mereka, dan menawarkan alternatif.'' Itu menegaskan bahwa demokrasi selalu bersifat dinamis. Bila suatu masyarakat berhenti berproses menuju kepada yang lebih baik, masyarakat itu tidak lagi demokratis! Demokrasi yang dirumuskan ''sekali untuk selamanya'' bukanlah demokrasi, melainkan sebuah kediktatoran. Demokrasi memerlukan ideologi terbuka, yaitu ideologi yang membuka lebar pintu bagi adanya perubahan dan perkembangan, melalui eksperimentasi bersama. Karena itu, faktor eksperimentasi, dengan coba dan salah, trial and error, adalah bagian integral dari gagasan demokrasi. Suatu sistem disebut demokratis jika ia membuka kemungkinan eksperimentasi terus-menerus dalam format dinamika pengawasan dan pengimbangan (check and balance) oleh masyarakat itu sendiri.Mengapa pengawasan karena sebagai ideologi terbuka, demokrasi adalah sistem yang terbuka untuk semua pemeran serta (partisipan) dan tidak dibenarkan untuk diserahkan kepada keinginan pribadi. Mengapa pengimbangan karena sistem masyarakat dapat dikatakan sebagai demokratis hanya jika terbuka kesempatan bagi setiap kelompok dalam masyarakat untuk berpartisipasi, apa pun dan bagaimanapun caranya, dan tidak boleh dibiarkan adanya unsur sebagian mendominasi keseluruhan. Tidak BerhadapanBerpijak dari pikiran tersebut, meskipun Indonesia adalah sebuah negeri muslim dan bangsa Indonesia adalah bangsa muslim, keislaman bangsa Indonesia tidaklah harus diperhadapkan dengan ide bahwa negara kita berdasar Pancasila. Sebab, Pancasila adalah ideologi bersama yang dari sudut penglihatan kaum muslim Indonesia merupakan prinsip-prinsip yang menjadi titik pertemuan dan persamaan antara warga negara muslim Indonesia dan warga negara nonmuslim untuk mendukung Republik Indonesia. Mekanisme itulah yang membuat demokrasi di Amerika, misalnya, tidak sepenuhnya merupakan ''tirani mayoritas''. Demokrasi itu mayoritas yang dibuktikan melalui pemilu. Karena itu, umat Islam tidak bisa apriori dengan alasan mayoritas sehingga mereka harus berkuasa. Di Itali juga ada Kristen Demokrat, tapi tidak ada cara berpikir orang Kristen harus berkuasa secara apriori. Mayoritas-minoritas politik harus ditentukan melalui pemilu. Karena itu, salah satu hikmah pemilu ialah membuktikan klaim-klaim. Setiap pengekangan kebebasan dan pencekalan atau pelarangan berbicara dan mengemukakan pikiran adalah pelanggaran yang amat prinsip terhadap tuntutan falsafah kenegaraan kita. Maka, prinsip partial functioning of ideals harus benar-benar dimengerti, dihayati, dan dipegang teguh.Karena itu, tidak adanya civility (keadaban) akan menimbulkan sikap ragu tentang prospek jangka pendek demokrasi dalam suatu negara. Maka, di sini peningkatan civil society akan menjadi bermakna lebih daripada sekadar menciptakan dasar-dasar demokrasi. Ia sendiri menjadi milieu bagi kehidupan sosial yang sehat. Semua itu menuntut negara untuk mampu menangani civil society sebegitu rupa sehingga tidak terlalu banyak ataupun terlalu sedikit. Namun, sebaliknya, kalangan civil society harus senantiasa menyadari bahwa demokrasi masyarakat tidak dapat dibina melalui kekuasaan negara. Civil society adalah bagian organik demokrasi dan ia menurut definisinya adalah lawan rezim-rezim absolutis. Karena itu, kita juga perlu ruang bagi adanya ikatan antara negara dan civil society, baik yang sejalan maupun yang bersimpangan jalan. Kita berharap agar civil society menjadi rumah untuk proses demokrasi itu.Akhirnya, demokrasi dipilih dengan harapan bahwa perbaikan dapat dilakukan terus-menerus. Sekali lagi, suatu negara dapat disebut demokratis jika padanya terdapat proses-proses perkembangan menuju ke arah keadaan yang lebih baik dalam melaksanakan nilai-nilai kemanusiaan asasi dan dalam memberikan hak kepada masyarakat, baik individu maupun sosial. Kita berharap, pesta demokrasi yang akan berlangsung ke depan menjadi kunci kematangan budaya politik demokrasi. Pemilu yang masih jauh dari substansi demokrasi harus disadari sebagai proses pendewasaan demokrasi. Kian matang demokrasi kita, kian beradab dan bermutu pemilu yang kita selenggarakan. Oleh Moh. Shofan, peneliti pada Yayasan Paramadina di Jakarta
Diposkan oleh Koran Madura di 11:55 PM 0 komentar Link ke posting ini
Membersihkan Mafia Parlemen
Memprihatinkan! Mungkin, kata itu yang paling tepat untuk menunjukkan maraknya praktik korupsi di DPR. Peristiwa terakhir yang terjadi adalah penangkapan anggota Komisi V DPR Abdul Hadi Djamal. Politikus dari Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) itu ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap terkait proyek pengadaan dermaga dan pelabuhan di kawasan Indonesia Timur. Dengan penangkapan itu, sudah ada sembilan anggota DPR dan mantan anggota DPR yang ditangkap KPK. Fenomena itu sekaligus memperkuat kecurigaan masyarakat bahwa praktik ''mafia parleman'' yang dilakukan wakil rakyat sudah berlangsung lama dan sistematis. Peristiwa itu tidak saja mencoreng institusi DPR secara kelembagaan, namun juga berdampak kepada semakin menurunkan kepercayaan dan rasa hormat masyarakat kepada para wakilnya di Senayan. Persoalan korupsi di parlemen merupakan persoalan yang tidak kunjung usai. Dalam sejarahnya, korupsi ditubuh parlemen bukanlah hal baru, bahkan sudah menjadi rahasia umum yang semua orang sudah mahfum. Indikator itu setidaknya dapat dilihat dari survei persepsi masyarakat yang dilakukan Transparency International Indonesia pada 2005-2007. Hasil survei itu selalu menempatkan parlemen dalam peringkat tiga besar sebagai lembaga yang paling korup di Indonesia.Muncul dalam Pembahasan Fenomena suap atau gratifikasi yang melibatkan mafia parlemen umumnya muncul saat pembahasan rancangan undang-undangan, penanganan kasus, pemekaran wilayah, kunjungan kerja ke suatu tempat atau daerah, pembahasan anggaran, pengambilan suatu kebijakan oleh DPR atau komisi, studi banding keluar negeri, persiapan rapat dengar pendapat dengan BUMN atau instansi swasta lain, atau proses uji kelayakan dan kepatutan (fit and propert test) pejabat publik. Selain sembilan orang yang sudah diproses, sejumlah anggota dewan disebut-sebut menerima kucuran aliran dana Bank Indonesia, dana nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan, dan beberapa kasus privatisasi di BUMN. Meskipun suap dan gratifikasi masuk kategori korupsi dan diancam dengan pidana perjara, sayang pengungkapan kasus ini yang diduga melibatkan anggota dewan aktif sering tidak pernah berujung hingga ke pengadilan. Sebelum 2008, KPK maupun kejaksaan bahkan terkesan menghindar jika harus berurusan dengan praktik korupsi yang melibatkan para politisi. Upaya serius menjerat politisi baru terlihat sejak adanya pergantian pimpinan KPK pada awal 2008. Terdapat beberapa alasan mendasar yang menyebabkan masih maraknya praktik korupsi di parlemen (mafia parlemen). Pertama, rekrutmen anggota parlemen yang buruk. Jika melihat sejarahnya, mayoritas partai politik di negeri ini tidak pernah menyaring secara ketat atau bahkan melakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) bagi para calon legislatif yang akan mewakili partai. Loyalitas dan kemampuan keuangan (finansial) sering menjadi faktor menentukan diterima atau tidaknya seorang menjadi kader atau calon anggota legislatif. Kriteria kualitas dan integritas bukanlah prioritas utama dan terkadang dikesampingkan.Kedua, lemahnya fungsi pengawasan internal partai dan institusi DPR. Setelah terpilih menjadi anggota DPR, pengawasan relatif menjadi lemah, baik dari internal partai politik maupun institusi DPR sendiri. Fungsi pengawasan yang dilakukan DPR juga terkesan seadanya dan hanya mengandalkan badan kehormatan (BK). Meskipun ada beberapa kemajuan, kinerja BK sering dinilai meragukan karena adanya tarik ulur kepentingan dari masing-masing partai politik. Pemberian sanksi yang dijatuhkan DPR maupun BK selama ini juga tidak memberikan efek jera bagi oknum anggota dewan. Ketiga, membersihkan praktik korupsi di parlemen, baik di pusat maupun di daerah, faktanya tidak didukung penuh - bahkan mendapatkan perlawanan dari para politisi sendiri. Dalam kasus terungkapnya dugaan suap yang melibatkan Al Amin, misalnya, beberapa anggota dewan bahkan memberikan pernyataan dan alibi bahwa peristiwa tersebut bukan kasus suap. Padahal, pemeriksaan yang dilakukan KPK saat itu juga belum tuntas. Sejumlah anggota dewan bahkan ramai-ramai menjaminkan dirinya agar anggota dewan yang menjadi tersangka kasus korupsi dapat dibebaskan. Langkah yang dilakukan KPK bukan justru dilihat dari sisi positif, yaitu mendorong pemulihan citra dan kehormatan DPR. Namun, itu justru dipandang secara negatif sebagai suatu ancaman bagi sebagian anggota dewan yang katanya terhormat. Kondisi itu justru menimbulkan solidaritas yang membabi buta untuk membela anggota parlemen secara berlebihan (espirit de corps) tanpa melakukan evaluasi atau introspeksi. Dalam catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), selama 2005-2008 menemukan sedikitnya ada 423 anggota dewan dari berbagai partai politik baik di tingkat lokal maupun nasional yang telah diadili di pengadilan sebagai terdakwa kasus korupsi. Sebagian bahkan telah dijebloskan ke penjara karena dinyatakan melakukan korupsi. Momentum Peristiwa penangkapan sejumlah anggota DPR dalam kasus suap seharusnya menjadi momentum bagi upaya pembersihan praktik mafia di parlemen. KPK sebaiknya tidak saja mengungkap, namun juga menuntaskan pemeriksaan terhadap sejumlah anggota parlemen. Semangat tidak ada tebang pilih harus menjadi pedoman bagi KPK dalam penuntasan praktik korupsi di palemen. Institusi DPR perlu memperkuat fungsi dan peran BK DPR dalam melakukan pengawasan dan menjaga kehormatan, membuat etika dan sanksi yang tegas kepada anggotanya yang dinilai justru merusak citra DPR. DPR juga harus melibatkan berbagai kalangan seperti KPK, Media maupun masyarakat untuk bersama-sama melakukan kontrol terhadap kinerja dan perilaku para anggota dewan. Sejumlah peristiwa suap anggota dewan juga harus menjadi pembelajaran politik bagi masyarakat untuk lebih cermat dalam memilih politisi yang nanti menjadi wakilnya di parlemen, baik di tingkat nasional maupun daerah. Jika ingin parlemen bersih dari korupsi, politisi yang korup dan parpol yang tak mendukung pemberantasan korupsi selayaknya tidak dipilih kembali pada Pemilu 2009.*. Emerson Yuntho, anggota Badan Pekerja ICW di Jakarta (Oleh Emerson Yuntho ).
Diposkan oleh Koran Madura di 11:52 PM 0 komentar Link ke posting ini
Pejabat Negara untuk Apa Berkampanye?
Presiden, wakil presiden (Wapres), sampai menteri menjadwalkan bakal berkampanye untuk partai politik (parpol) masing-masing. Untuk keperluan itu, mereka akan cuti yang dijadwal bergilir.Tidak ada aturan yang dilanggar. Sebab, UU Pemilu memang memperbolehkan pejabat negara berkampanye untuk parpol masing-masing. UU pula yang mengharuskan mereka cuti selama berkampanye. Syaratnya, antara lain, pejabat negara tidak boleh menggunakan fasilitas negara.Selesaikah persoalannya? Apakah karena tidak ada UU yang dilanggar, lantas tidak ada hal lain yang perlu dipersoalkan? Tidak sesederhana itu masalahnya. Kita patut mempersoalkan pejabat negara yang berkampanye untuk parpol masing-masing lantaran dua hal. Pertama, secara etis, ketika menjadi pejabat negara, pemimpin parpol seharusnya mencairkan hubungannya dengan parpol mereka. Mereka harus mengutamakan posisinya sebagai pejabat negara yang harus full, fokus, dan tidak mendua untuk bekerja demi negara dan bangsanya. Adalah tidak patut jika presiden dan Wapres memimpin para menterinya dan para menterinya harus tunduk kepada presiden dan Wapres, namun di panggung kampanye mereka saling sindir. Bahkan, saling kecam dan membeber kelemahan masing-masing.Memang tidak ada yang salah karena aksi mereka di ajang kampanye itu tidak melanggar UU. UU bahkan memperbolehkan. Hanya, itu tetap saja menjadi preseden buruk karena telah memberikan contoh yang tidak baik bagi pendidikan politik. Kedua, kepemimpinan di pemerintahan serta kolektivitas di kabinet haruslah tidak mengandung cacat apa pun. Tidak boleh diganggu kepentingan apa pun. Mereka harus bekerja sepenuh hati. Tidak boleh diganggu kepentingan lain, termasuk kepentingan parpol. Oleh karena itu, seharusnya -meskipun tidak melanggar UU- para pejabat negara tidak perlu ikut berkampanye. Urusan kampanye serahkan saja kepada parpol masing-masing. Itu juga menjadi contoh bagi parpol-parpol. Bahwa, untuk menarik massa, untuk menggalang dan memobilisasi kekuatan parpol pada arena kampanye, parpol tidak perlu bergantung kepada pemimpin mereka yang sedang menjadi pejabat negara.Biarkan pejabat negara bekerja. Biarkan mereka fokus pada pekerjaannya. Biarkan presiden bekerja memimpin pemerintahan. Biarkan Wapres dan para menteri asal parpol bekerja membantu presiden menjalankan roda pemerintahan. Masyarakat pun kini sudah semakin pintar dan cerdas. Dukung-mendukung dalam pemilu tidak sepenuhnya lagi disebabkan pesona dan daya tarik pemimpin parpol yang sedang menjadi presiden, Wapres, dan menteri. Dukungan dalam pemilu bergantung pada kinerja parpol selama lima tahun terakhir. Apakah wakil mereka di parlemen atau wakil parpol di kursi presiden, Wapres, dan menteri dapat memajukan negara dan bangsa. Kalau dukungan pemilih karena pesona pejabat negara, mestinya angka golongan putih (golput) tidak besar. Nyatanya, angka golput dari pemilu ke pemilu terus membengkak.
Diposkan oleh Koran Madura di 11:51 PM 0 komentar Link ke posting ini
Posting Lama
Langgan: Entri (Atom)

Data :
17 Maret 2009
Refleksi buat Partai-Partai
BEBERAPA hari lalu saya berbincang dengan Prof Dr Donald K. Emmerson, pengajar di Stanford University, Amerika, di ruang perpustakaan milik Fadli Zon (wakil ketua umum Gerindra) di Jakarta Pusat. Dalam pertemuan itu, Emmerson mengatakan bahwa demokrasi tidak bisa betul-betul dilaksanakan tanpa ada keberpihakan kepada masyarakat yang lemah. Dia melihat, kebanyakan partai politik berkiblat ke Jakarta, Surabaya, atau Medan, tetapi kurang peka terhadap masalah-masalah kecil yang menyangkut masyarakat bawah. Di Thailand, misalnya, mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra sangat populer di kalangan petani. Dia mendapat dukungan sangat besar dari masyarakat petani untuk melanjutkan program-program populisnya. Begitu juga, Amerika Serikat bisa bertahan dari ancaman disintegrasi bukan karena faktor agama atau yang lain. Tetapi, demokrasi yang menjadi perekatnya. Apakah sesungguhnya yang kira-kira bisa menjadi akar perekat Indonesia zaman ini, Pancasila, demokrasi, atau Nusantara?Jika kita amati ke belakang, sesungguhnya konsep kenegaraan Indonesia dan budaya keindonesiaan itu sendiri dibuat berdasar semangat budaya pola pesisir yang lebih demokratis, dengan alasan kecenderungan kemanusiaan universal (global) dewasa ini, melalui apa yang disebut budaya modern, mengarah kepada nilai-nilai yang lebih egaliter, kosmopolit, terbuka, dan demokratis. Itulah sebabnya demokrasi memerlukan adanya ideologi terbuka. Seorang cendekiawan AS, Jeane Kirkpatrick, mengatakan, ''Pemilihan demokrasi bukan sekadar lambang..., tetapi pemilihan yang kompetitif, berkala, inklusif, dan definitif, di mana para pengambil keputusan utama dalam pemerintahan dipilih oleh warga negara yang menikmati kebebasan luas untuk mengkritik pemerintah, menerbitkan kritik mereka, dan menawarkan alternatif.'' Itu menegaskan bahwa demokrasi selalu bersifat dinamis. Bila suatu masyarakat berhenti berproses menuju kepada yang lebih baik, masyarakat itu tidak lagi demokratis! Demokrasi yang dirumuskan ''sekali untuk selamanya'' bukanlah demokrasi, melainkan sebuah kediktatoran. Demokrasi memerlukan ideologi terbuka, yaitu ideologi yang membuka lebar pintu bagi adanya perubahan dan perkembangan, melalui eksperimentasi bersama. Karena itu, faktor eksperimentasi, dengan coba dan salah, trial and error, adalah bagian integral dari gagasan demokrasi. Suatu sistem disebut demokratis jika ia membuka kemungkinan eksperimentasi terus-menerus dalam format dinamika pengawasan dan pengimbangan (check and balance) oleh masyarakat itu sendiri.Mengapa pengawasan karena sebagai ideologi terbuka, demokrasi adalah sistem yang terbuka untuk semua pemeran serta (partisipan) dan tidak dibenarkan untuk diserahkan kepada keinginan pribadi. Mengapa pengimbangan karena sistem masyarakat dapat dikatakan sebagai demokratis hanya jika terbuka kesempatan bagi setiap kelompok dalam masyarakat untuk berpartisipasi, apa pun dan bagaimanapun caranya, dan tidak boleh dibiarkan adanya unsur sebagian mendominasi keseluruhan. Tidak BerhadapanBerpijak dari pikiran tersebut, meskipun Indonesia adalah sebuah negeri muslim dan bangsa Indonesia adalah bangsa muslim, keislaman bangsa Indonesia tidaklah harus diperhadapkan dengan ide bahwa negara kita berdasar Pancasila. Sebab, Pancasila adalah ideologi bersama yang dari sudut penglihatan kaum muslim Indonesia merupakan prinsip-prinsip yang menjadi titik pertemuan dan persamaan antara warga negara muslim Indonesia dan warga negara nonmuslim untuk mendukung Republik Indonesia. Mekanisme itulah yang membuat demokrasi di Amerika, misalnya, tidak sepenuhnya merupakan ''tirani mayoritas''. Demokrasi itu mayoritas yang dibuktikan melalui pemilu. Karena itu, umat Islam tidak bisa apriori dengan alasan mayoritas sehingga mereka harus berkuasa. Di Itali juga ada Kristen Demokrat, tapi tidak ada cara berpikir orang Kristen harus berkuasa secara apriori. Mayoritas-minoritas politik harus ditentukan melalui pemilu. Karena itu, salah satu hikmah pemilu ialah membuktikan klaim-klaim. Setiap pengekangan kebebasan dan pencekalan atau pelarangan berbicara dan mengemukakan pikiran adalah pelanggaran yang amat prinsip terhadap tuntutan falsafah kenegaraan kita. Maka, prinsip partial functioning of ideals harus benar-benar dimengerti, dihayati, dan dipegang teguh.Karena itu, tidak adanya civility (keadaban) akan menimbulkan sikap ragu tentang prospek jangka pendek demokrasi dalam suatu negara. Maka, di sini peningkatan civil society akan menjadi bermakna lebih daripada sekadar menciptakan dasar-dasar demokrasi. Ia sendiri menjadi milieu bagi kehidupan sosial yang sehat. Semua itu menuntut negara untuk mampu menangani civil society sebegitu rupa sehingga tidak terlalu banyak ataupun terlalu sedikit. Namun, sebaliknya, kalangan civil society harus senantiasa menyadari bahwa demokrasi masyarakat tidak dapat dibina melalui kekuasaan negara. Civil society adalah bagian organik demokrasi dan ia menurut definisinya adalah lawan rezim-rezim absolutis. Karena itu, kita juga perlu ruang bagi adanya ikatan antara negara dan civil society, baik yang sejalan maupun yang bersimpangan jalan. Kita berharap agar civil society menjadi rumah untuk proses demokrasi itu.Akhirnya, demokrasi dipilih dengan harapan bahwa perbaikan dapat dilakukan terus-menerus. Sekali lagi, suatu negara dapat disebut demokratis jika padanya terdapat proses-proses perkembangan menuju ke arah keadaan yang lebih baik dalam melaksanakan nilai-nilai kemanusiaan asasi dan dalam memberikan hak kepada masyarakat, baik individu maupun sosial. Kita berharap, pesta demokrasi yang akan berlangsung ke depan menjadi kunci kematangan budaya politik demokrasi. Pemilu yang masih jauh dari substansi demokrasi harus disadari sebagai proses pendewasaan demokrasi. Kian matang demokrasi kita, kian beradab dan bermutu pemilu yang kita selenggarakan. Oleh Moh. Shofan, peneliti pada Yayasan Paramadina di Jakarta
Diposkan oleh Koran Madura di 11:55 PM 0 komentar Link ke posting ini
Membersihkan Mafia Parlemen
Memprihatinkan! Mungkin, kata itu yang paling tepat untuk menunjukkan maraknya praktik korupsi di DPR. Peristiwa terakhir yang terjadi adalah penangkapan anggota Komisi V DPR Abdul Hadi Djamal. Politikus dari Fraksi Partai Amanat Nasional (FPAN) itu ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus suap terkait proyek pengadaan dermaga dan pelabuhan di kawasan Indonesia Timur. Dengan penangkapan itu, sudah ada sembilan anggota DPR dan mantan anggota DPR yang ditangkap KPK. Fenomena itu sekaligus memperkuat kecurigaan masyarakat bahwa praktik ''mafia parleman'' yang dilakukan wakil rakyat sudah berlangsung lama dan sistematis. Peristiwa itu tidak saja mencoreng institusi DPR secara kelembagaan, namun juga berdampak kepada semakin menurunkan kepercayaan dan rasa hormat masyarakat kepada para wakilnya di Senayan. Persoalan korupsi di parlemen merupakan persoalan yang tidak kunjung usai. Dalam sejarahnya, korupsi ditubuh parlemen bukanlah hal baru, bahkan sudah menjadi rahasia umum yang semua orang sudah mahfum. Indikator itu setidaknya dapat dilihat dari survei persepsi masyarakat yang dilakukan Transparency International Indonesia pada 2005-2007. Hasil survei itu selalu menempatkan parlemen dalam peringkat tiga besar sebagai lembaga yang paling korup di Indonesia.Muncul dalam Pembahasan Fenomena suap atau gratifikasi yang melibatkan mafia parlemen umumnya muncul saat pembahasan rancangan undang-undangan, penanganan kasus, pemekaran wilayah, kunjungan kerja ke suatu tempat atau daerah, pembahasan anggaran, pengambilan suatu kebijakan oleh DPR atau komisi, studi banding keluar negeri, persiapan rapat dengar pendapat dengan BUMN atau instansi swasta lain, atau proses uji kelayakan dan kepatutan (fit and propert test) pejabat publik. Selain sembilan orang yang sudah diproses, sejumlah anggota dewan disebut-sebut menerima kucuran aliran dana Bank Indonesia, dana nonbujeter Departemen Kelautan dan Perikanan, dan beberapa kasus privatisasi di BUMN. Meskipun suap dan gratifikasi masuk kategori korupsi dan diancam dengan pidana perjara, sayang pengungkapan kasus ini yang diduga melibatkan anggota dewan aktif sering tidak pernah berujung hingga ke pengadilan. Sebelum 2008, KPK maupun kejaksaan bahkan terkesan menghindar jika harus berurusan dengan praktik korupsi yang melibatkan para politisi. Upaya serius menjerat politisi baru terlihat sejak adanya pergantian pimpinan KPK pada awal 2008. Terdapat beberapa alasan mendasar yang menyebabkan masih maraknya praktik korupsi di parlemen (mafia parlemen). Pertama, rekrutmen anggota parlemen yang buruk. Jika melihat sejarahnya, mayoritas partai politik di negeri ini tidak pernah menyaring secara ketat atau bahkan melakukan uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) bagi para calon legislatif yang akan mewakili partai. Loyalitas dan kemampuan keuangan (finansial) sering menjadi faktor menentukan diterima atau tidaknya seorang menjadi kader atau calon anggota legislatif. Kriteria kualitas dan integritas bukanlah prioritas utama dan terkadang dikesampingkan.Kedua, lemahnya fungsi pengawasan internal partai dan institusi DPR. Setelah terpilih menjadi anggota DPR, pengawasan relatif menjadi lemah, baik dari internal partai politik maupun institusi DPR sendiri. Fungsi pengawasan yang dilakukan DPR juga terkesan seadanya dan hanya mengandalkan badan kehormatan (BK). Meskipun ada beberapa kemajuan, kinerja BK sering dinilai meragukan karena adanya tarik ulur kepentingan dari masing-masing partai politik. Pemberian sanksi yang dijatuhkan DPR maupun BK selama ini juga tidak memberikan efek jera bagi oknum anggota dewan. Ketiga, membersihkan praktik korupsi di parlemen, baik di pusat maupun di daerah, faktanya tidak didukung penuh - bahkan mendapatkan perlawanan dari para politisi sendiri. Dalam kasus terungkapnya dugaan suap yang melibatkan Al Amin, misalnya, beberapa anggota dewan bahkan memberikan pernyataan dan alibi bahwa peristiwa tersebut bukan kasus suap. Padahal, pemeriksaan yang dilakukan KPK saat itu juga belum tuntas. Sejumlah anggota dewan bahkan ramai-ramai menjaminkan dirinya agar anggota dewan yang menjadi tersangka kasus korupsi dapat dibebaskan. Langkah yang dilakukan KPK bukan justru dilihat dari sisi positif, yaitu mendorong pemulihan citra dan kehormatan DPR. Namun, itu justru dipandang secara negatif sebagai suatu ancaman bagi sebagian anggota dewan yang katanya terhormat. Kondisi itu justru menimbulkan solidaritas yang membabi buta untuk membela anggota parlemen secara berlebihan (espirit de corps) tanpa melakukan evaluasi atau introspeksi. Dalam catatan Indonesia Corruption Watch (ICW), selama 2005-2008 menemukan sedikitnya ada 423 anggota dewan dari berbagai partai politik baik di tingkat lokal maupun nasional yang telah diadili di pengadilan sebagai terdakwa kasus korupsi. Sebagian bahkan telah dijebloskan ke penjara karena dinyatakan melakukan korupsi. Momentum Peristiwa penangkapan sejumlah anggota DPR dalam kasus suap seharusnya menjadi momentum bagi upaya pembersihan praktik mafia di parlemen. KPK sebaiknya tidak saja mengungkap, namun juga menuntaskan pemeriksaan terhadap sejumlah anggota parlemen. Semangat tidak ada tebang pilih harus menjadi pedoman bagi KPK dalam penuntasan praktik korupsi di palemen. Institusi DPR perlu memperkuat fungsi dan peran BK DPR dalam melakukan pengawasan dan menjaga kehormatan, membuat etika dan sanksi yang tegas kepada anggotanya yang dinilai justru merusak citra DPR. DPR juga harus melibatkan berbagai kalangan seperti KPK, Media maupun masyarakat untuk bersama-sama melakukan kontrol terhadap kinerja dan perilaku para anggota dewan. Sejumlah peristiwa suap anggota dewan juga harus menjadi pembelajaran politik bagi masyarakat untuk lebih cermat dalam memilih politisi yang nanti menjadi wakilnya di parlemen, baik di tingkat nasional maupun daerah. Jika ingin parlemen bersih dari korupsi, politisi yang korup dan parpol yang tak mendukung pemberantasan korupsi selayaknya tidak dipilih kembali pada Pemilu 2009.*. Emerson Yuntho, anggota Badan Pekerja ICW di Jakarta (Oleh Emerson Yuntho ).
Diposkan oleh Koran Madura di 11:52 PM 0 komentar Link ke posting ini
Pejabat Negara untuk Apa Berkampanye?
Presiden, wakil presiden (Wapres), sampai menteri menjadwalkan bakal berkampanye untuk partai politik (parpol) masing-masing. Untuk keperluan itu, mereka akan cuti yang dijadwal bergilir.Tidak ada aturan yang dilanggar. Sebab, UU Pemilu memang memperbolehkan pejabat negara berkampanye untuk parpol masing-masing. UU pula yang mengharuskan mereka cuti selama berkampanye. Syaratnya, antara lain, pejabat negara tidak boleh menggunakan fasilitas negara.Selesaikah persoalannya? Apakah karena tidak ada UU yang dilanggar, lantas tidak ada hal lain yang perlu dipersoalkan? Tidak sesederhana itu masalahnya. Kita patut mempersoalkan pejabat negara yang berkampanye untuk parpol masing-masing lantaran dua hal. Pertama, secara etis, ketika menjadi pejabat negara, pemimpin parpol seharusnya mencairkan hubungannya dengan parpol mereka. Mereka harus mengutamakan posisinya sebagai pejabat negara yang harus full, fokus, dan tidak mendua untuk bekerja demi negara dan bangsanya. Adalah tidak patut jika presiden dan Wapres memimpin para menterinya dan para menterinya harus tunduk kepada presiden dan Wapres, namun di panggung kampanye mereka saling sindir. Bahkan, saling kecam dan membeber kelemahan masing-masing.Memang tidak ada yang salah karena aksi mereka di ajang kampanye itu tidak melanggar UU. UU bahkan memperbolehkan. Hanya, itu tetap saja menjadi preseden buruk karena telah memberikan contoh yang tidak baik bagi pendidikan politik. Kedua, kepemimpinan di pemerintahan serta kolektivitas di kabinet haruslah tidak mengandung cacat apa pun. Tidak boleh diganggu kepentingan apa pun. Mereka harus bekerja sepenuh hati. Tidak boleh diganggu kepentingan lain, termasuk kepentingan parpol. Oleh karena itu, seharusnya -meskipun tidak melanggar UU- para pejabat negara tidak perlu ikut berkampanye. Urusan kampanye serahkan saja kepada parpol masing-masing. Itu juga menjadi contoh bagi parpol-parpol. Bahwa, untuk menarik massa, untuk menggalang dan memobilisasi kekuatan parpol pada arena kampanye, parpol tidak perlu bergantung kepada pemimpin mereka yang sedang menjadi pejabat negara.Biarkan pejabat negara bekerja. Biarkan mereka fokus pada pekerjaannya. Biarkan presiden bekerja memimpin pemerintahan. Biarkan Wapres dan para menteri asal parpol bekerja membantu presiden menjalankan roda pemerintahan. Masyarakat pun kini sudah semakin pintar dan cerdas. Dukung-mendukung dalam pemilu tidak sepenuhnya lagi disebabkan pesona dan daya tarik pemimpin parpol yang sedang menjadi presiden, Wapres, dan menteri. Dukungan dalam pemilu bergantung pada kinerja parpol selama lima tahun terakhir. Apakah wakil mereka di parlemen atau wakil parpol di kursi presiden, Wapres, dan menteri dapat memajukan negara dan bangsa. Kalau dukungan pemilih karena pesona pejabat negara, mestinya angka golongan putih (golput) tidak besar. Nyatanya, angka golput dari pemilu ke pemilu terus membengkak.
Diposkan oleh Koran Madura di 11:51 PM 0 komentar Link ke posting ini
Pola Kampanye Para Caleg,Panggung Hiburan Gaya Narsistik
Menjelang berlangsungnya Pemilu Legislatif 9 April 2009, perang iklan para caleg semakin gila-gilaan. Lewat iklan, khususnya dalam bentuk baliho atau poster, mereka berusaha menarik perhatian calon pemilih agar memilih dirinya dan partai yang menaunginya. Selain persoalan pemasangan yang amburadul dan sangat mengabaikan pertimbangan estetika, iklan-iklan kampanye caleg pada dasarnya sangat seragam dan cenderung membosankan. Iklan-iklan itu lebih banyak menonjolkan nama caleg, partai, nomor urut, dan tentu saja foto diri yang ukurannya memakan 2/3 bagian dari keseluruhan teks iklan. Banyak caleg yang kelihatan tidak memiliki visi dan konsep yang jelas, selain hanya menjual wajah dan senyum semata. Kalau ajakan persuasif dicantumkan, isinya cenderung klise dan tanpa alasan yang jelas. Sulit menemukan iklan yang memuat program kerja yang mampu menggambarkan inner quality dan integritas si caleg. Akibatnya, iklan-iklan kampanye caleg tak lebih dari display citra-citra narsistik individual yang ditandai dengan potret diri ala selebriti dengan pose yang dibuat secantik dan segagah mungkin. Gaya berkampanye para caleg yang mengedepankan citra dan penampilan luar itu menunjukkan bahwa dunia politik di Indonesia tak lebih dari panggung hiburan yang sarat gaya narsistik. Christopher Lasch (1979) dalam diskusinya tentang budaya narsisme menyebutkan bahwa pengakuan (dari orang lain) yang didasarkan pada penampilan dan citra eksternal individu menjadi sumber kesenangan utama dalam masyarakat. Tampilan diri secara fisik, dalam hal ini, sering menjadi ukuran kepuasan dan keberhasilan diri serta menjadi ukuran bahwa seseorang lebih atau kurang dari orang lain. Selain itu, individu yang narsis merasa dirinya berharga, berkualitas, dan feel alive jika khalayak menatapnya, terkesan padanya, dan bahkan memujanya. Karakter ala selebriti seperti ini banyak dimiliki politisi kita yang mengedepankan display fisik dan manajemen impresi. Banyak politisi kita yang hanya asyik memoles tampilan fisiknya, sementara agenda dan pemikiran politik yang justru krusial bagi kemajuan bangsa malah dilupakan. Tak heran jika politisi lebih banyak menampilkan diri (perform) daripada melayani masyarakat (serve). Persis seperti yang tecermin dalam iklan-iklan caleg yang bertebaran saat ini. Alih-alih mengajak calon pemilih untuk mengenal dan menggauli pemikiran si caleg, iklan-iklan tersebut justru asyik mengajak khalayak untuk melihat wajah si caleg atau mengingat-ingat nomor urut agar tidak bingung ketika hari pemilu tiba. Ada, misalnya, caleg yang beriklan "Dengan menatap foto saya saja, saya sudah suka....". Atau, caleg yang mengklaim dirinya muda dan pintar bak David Beckham. Jelas sekali, bukan ide dan pemikiran cerdas yang ditawarkan kepada pemilih, tapi identitas diri yang mengacu pada tampilan luar yang lebih dianggap penting untuk memperoleh simpati calon pemilih.Politisi narsis seperti itu cenderung merasa kurang atau bahkan tidak bisa hidup tanpa pengakuan dan pujian orang lain. Akibatnya, pemasangan foto atau potret diri menjadi salah satu cara yang dianggap jitu untuk mendongkrak popularitas. Lama Menjamur Sebetulnya budaya narsis model pasang foto itu sudah lama menjamur di Indonesia. Mulai sekolah hingga kantor pemerintah, tidak sulit mendapati foto diri pejabat yang terpasang di dinding, misalnya foto presiden maupun foto wali kota atau camat yang sedang menjabat. Jarang sekali kita menemukan kutipan pemikiran para pejabat atau tokoh besar Indonesia yang dipasang di dinding agar menjadi sumber inspirasi atau spirit kerja bagi masyarakat. Padahal, di Eropa lebih mudah menemukan kutipan pemikiran tokoh besar setempat daripada menemukan potret dirinya. Misalnya, sepenggal gagasan Nietzsche (bukan fotonya) bisa ditemui di dinding stasiun kereta di kota kecil di Jerman, atau gedung balai kota justru tidak memasang foto wali kotanya, tetapi memilih sebaris kalimat dari Konrad Adenauer, kanselir Jerman pertama, sebagai sumber inspirasi bagi kinerja mereka.Di Barcelona, pemikiran arsitek kebanggaan mereka, Antonio Gaudi, juga mudah ditemukan. Dengan kata lain, masyarakat diajak untuk lebih mengenal dan menggauli pemikiran individu daripada hanya mengenal penampilan fisiknya. Pemikiran dan ide itulah yang berperan lebih besar dalam mendefinisikan identitasnya. Bukan penampilan eksternal semata. Kalah dari Fisik Sayang, di negara kita, popularitas fisik masih menjadi andalan utama daripada popularitas ide atau gagasan. Dari iklan-iklannya, para caleg pun kelihatan tak mampu keluar dari belenggu mental narsis itu. Bahkan, agar dilirik lebih banyak khalayak, beberapa caleg tanpa malu menumpang popularitas orang lain. Ada yang berpose bersama Presiden terpilih Amerika Barack Obama, ada yang memasang foto David Beckham (padahal tidak ada hubungannya sama sekali dengan isu pemilu), atau bahkan mencatut nama anaknya sendiri yang jadi penyanyi ngetop ibu kota. Sulit dibayangkan, bagaimana orang-orang seperti itu mampu mengemban amanat rakyat kalau nanti terpilih sebagai anggota legislatif jika menjadi dirinya sendiri saja dia tidak mau dan tidak mampu.**. Dr Ratna Noviani, dosen Komunikasi dan Kajian Media UGM. Alumnus Institut fuer Medienwissenschaft, Ruhr-Universitaet Bochum, Jerman (Oleh Ratna Noviani ).
Diposkan oleh Koran Madura di 11:49 PM 0 komentar Link ke posting ini
JK yang Licin dan Liat
Jusuf Kalla (JK) ternyata seorang politikus licin dan liat. Politikus cilik itu dari luar seolah-olah gampang diombang-ambingkan kelompok tertentu dalam tubuh DPP Partai Golkar yang sangat berkepentingan untuk memecah formulasi SBY-JK. JK ditekan agar berani maju sebagai capres dalam Pilpres 2009. Dan itu terlaksana. JK mulai kampanye di mana-mana sebagai capres. Dia mulai memberi semangat pengurus Partai Golkar di daerah-daerah agar memenangkan pemilu legislatif 9 April 2009 akan datang. Dia mulai melontarkan sumbar "Saya mampu menjadi pemimpin". Mustahil Cawapresnya Megawati Tidak berhenti di situ saja. JK diajak bersilaturahmi dengan berbagai partai politik. Di samping JK adalah seorang pengusaha, dia juga seorang politikus yang gampang bergaul dengan siapa saja. JK sudah bertemu dengan ketua umum DPP PPP, PKS, dan terakhir dengan PDIP. Baik dengan PPP maupun dengan PDIP, JK "disodori" kontrak politik. Ketika JK bertemu dengan Megawati, kedua kubu dengan cepat menganggap telah melakukan koalisi "permanen" untuk memperkuat sistem presidensial dan menjajaki koalisi dalam pilpres. Padahal, semua orang tahu bahwa JK tidak mungkin menjadi cawapres Megawati. Begitu pula, Megawati juga emoh menjadi cawapres JK. Lalu, JK mau ambil cawapres siapa dari kalangan PDIP? Atau, Megawati mau ambil cawapres siapa dari Partai Golkar? Jelas bahwa JK tidak bisa mengambil siapa-siapa dari tubuh PDIP untuk dijadikan cawapresnya. Yang jelas, PDIP ingin mengambil Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai cawapres Megawati secara institusional. Dugaan formulasi Megawati-HB X ini didasarkan atas kecilnya hasil survei lembaga riset apa pun tentang kemungkinan elektabilitas JK sebagai capres. Itu berarti putusnya SBY-JK dan mendorong JK menjadi capres -untuk sementara ini- sebenarnya sama dengan mendorong JK masuk dalam posisi dilematis dan sangat spekulatif.JK Bisa ''Digunting'' Sebagian besar lembaga riset, dari LSI, CSIS, LP3ES, P2P LIPI, Puskapol FISIP UI, dan PuSDeHAM berpendapat bahwa Partai Golkar ada di tiga besar, yaitu Partai Demokrat, lalu PDIP, dan akhirnya Partai Golkar. Memang posisi tiga parpol besar itu bisa berubah-ubah: suatu saat PDIP teratas, lalu PD, dan kemudian Partai Golkar. Tapi, belum pernah Partai Golkar diramal akan memenangkan Pemilu Legislatif 2009. Kalau mencermati keadaan politik dan kemasyarakatan selama kurang dari sebulan pemilu legislatif, rasanya, Partai Golkar masih berada di tiga besar, tetapi mungkin tidak menang. Kalau Partai Golkar kalah dalam pemilu legislatif, jelas posisi JK sebagai capres relatif rawan. Dan sangat besar kemungkinan kelompok tertentu dalam DPP Partai Golkar "menggunting" JK dan memunculkan HB X. Saat itulah kelompok tersebut akan menduetkan Megawati-HB X. Tetapi, kalau Partai Golkar ternyata menang pemilu legislatif, maka pertanyaan besar adalah siapa cawapres JK? Apakah JK bisa diduetkan dengan Prabowo? Atau Hidayat Nurwahid? Megawati? Wiranto? HB X? Atau Sutiyoso? Prabowo sudah bertekad menjadi capres. PKS sudah mengatakan bahwa akan memilih calon yang akan menang, bukan calon yang akan kalah. Megawati tidak mungkin. Wiranto? Akan susah mencapai kemenangan. HB X? Pemilih Partai Golkar tidak signifikan untuk memenangkan pilpres. Dan Sutiyoso? Apalagi.HB X ''Digunting'' Kalau benar spekulasi di atas, maka keputusan mendorong JK menjadi capres sangat spekulatif dan sedikit "membahayakan" nasib JK pasca-pilpres. Rasanya, JK paham hal ini. Pertemuan dengan Megawati sebenarnya lebih banyak bermakna: Partai Golkar harus mendukung politik PDIP dan kelak merelakan HB X menjadi cawapres Megawati secara institusional. Dan JK? Di sanalah kelak dia akan "digunting" oleh kelompok tertentu itu.Ternyata politikus cilik itu licin juga. JK dengan cepat menyelenggarakan pertemuan dengan DPD Partai Golkar se-Indonesia di Jogjakarta, 14 Maret 2009. Pertemuan itu tidak dihadiri DPD Sumatera Utara, DPD Gorontalo, DPD Sulawesi Tengah, dan Nanggroe Aceh Darussalam.Salah satu isi kesepakatan tertulis itu ialah Partai Golkar hanya mengusung calon presiden. Bukan calon wakil presiden. Sebanyak 28 ketua DPD Partai Golkar se-Indonesia sepakat mengusung JK sebagai calon presiden dalam Pilpres 2009. JK sudah mulai "menggunting" kesempatan HB X menjadi capres Partai Golkar. JK mulai mengingatkan: siapa saja tokoh Partai Golkar yang akan menjadi cawapres tokoh politik luar Partai Golkar adalah urusan individu. Keadaan seperti itulah yang tidak disukai PDIP. Akan terjadi koalisi separo hati, sepertiga hati, atau bahkan cuma sepersepuluh hati. Seperti koalisi PDIP dan Partai Golkar dalam Pilpres 2004. Sangat besar kemungkinan Megawati gagal jadi presiden seperti kasus Pilpres 2004.Empat Pasangan Capres-Cawapres Jika JK jadi maju sebagai capres, sangat mungkin akan ada empat pasangan capres dan cawapres. Pasangan SBY dengan PD plus, pasangan Megawati dengan PDIP plus, pasangan JK dengan Partai Golkar plus, dan entah pasangan Prabowo dengan Gerindra plus, pasangan HB X dengan koalisi banyak parpol, atau pasangan Wiranto dengan Hanura plus banyak parpol. Komposisi seperti itu untuk putaran pertama justru menguntungkan incumbent. Ini berarti mendorong JK pecah dari SBY dan menekan agar dia maju sebagai capres, satu sisi bisa memecah berbagai kekuatan di luar SBY. Apakah akan ada kekuatan koalisi besar yang terdiri atas semua parpol di luar SBY? Mereka semua bersatu menawur SBY? Membayangkan realita itu yang susah.Untuk putaran kedua, sangat besar kemungkinan terjadinya model Pilpres 2004: pasangan SBY melawan pasangan Megawati. Atau justru bisa terjadi pasangan SBY melawan pasangan Prabowo atau pasangan HB X plus. Secara psikologis dan arah kecenderungan pemilih saat ini, rasanya, pasangan JK plus masih kalah populer dengan pasangan Prabowo dan HB X (jika didukung Partai Golkar secara institusional) atau capres HB X dengan cawapres Prabowo.Kalau muncul pasangan Prabowo dan HB X, sangat mungkin itu bisa mengalahkan pasangan Megawati dalam putaran pertama. Ini berarti putaran kedua adalah milik incumbent (pasangan SBY) dan pasangan perubahan.Posisi pilpres putaran kedua, kalau sampai terjadi, baik pasangan SBY melawan pasangan Megawati atau pasangan perubahan Prabowo-HB X, maka "kartu" JK "hidup" kembali. Artinya, keberadaan JK sangat dibutuhkan SBY, terutama kalau dalam putaran kedua pasangan SBY melawan pasangan perubahan Prabowo-HB X. Di sinilah makna penting JK menggunting kesempatan HB X untuk maju sebagai capres atau cawapres mewakili Partai Golkar.*. Aribowo, dosen FISIP dan dekan Fakultas Sastra Unair . (Oleh Aribowo ).
Diposkan oleh Koran Madura di 11:45 PM 0 komentar Link ke posting ini
Besi Konstruksi Jembatan Suramadu Dicuri, Selama Enam Bulan, Terkumpul Empat Ton


SURABAYA - Molornya pembangunan Jembatan Suramadu diduga tidak hanya karena faktor pendanaan. Ada juga faktor lain yang cukup mengganggu, yakni pencurian besi konstruksi jembatan dalam jumlah besar yang telah berlangsung selama enam bulan. Meski hanya dianggap sebagai kendala teknis, aksi pencurian itu tetap saja berpotensi menambah molor penyelesaian proyek.Pencurian besi konstruksi Jembatan Suramadu itu terungkap setelah petugas jajaran Polres Surabaya Timur menciduk empat tersangka yang biasa menyaru sebagai nelayan saat beraksi. Mereka adalah Bambang Harianto, 31, Budiono, 32, M. Fadil, 18, dan Muin, 42. Keempatnya merupakan warga Jalan Bulak Cumpat, Kecamatan Kenjeran, Surabaya. Yang cukup mengejutkan polisi, komplotan pelaku itu bisa mencuri besi konstruksi sebanyak empat ton.Berdasar penyidikan polisi, pencurian itu dilakukan para tersangka pada pagi hari. Biasanya, mereka berangkat ke dekat konstruksi Jembatan Suramadu menggunakan perahu nelayan. Sasaran mereka adalah besi konstruksi di bentang tengah jembatan yang belum terpasang. "Bagian jembatan yang lain kan relatif sudah selesai. Makanya, sasaran komplotan itu adalah bahan konstruksi bentang tengah yang sedang dikerjakan," tutur salah satu polisi yang ikut menangani kasus tersebut.Dia menjelaskan, para pelaku sengaja mencari besi konstruksi yang belum dipasang. Caranya, mereka mendekati kapal tongkang milik pelaksana proyek yang biasanya membawa besi konstruksi ke dekat bentang tengah. Besi itu mereka ambil satu per satu dan dibawa dengan kapal nelayan. Sesampainya di pantai, besi itu dipotong menjadi lebih kecil. "Besi penyangga utama yang mereka curi itu panjangnya mencapai 10 meter. Agar bisa dibawa dengan truk, besi itu dipotong menjadi lebih kecil," terang petugas itu.Sementara itu, para tersangka juga punya versi lain tentang besi yang mereka curi. Pada pemeriksaan awal mereka mengatakan bahwa yang mereka curi adalah besi sisa konstruksi. "Mereka mengangkat besi yang sudah dijatuhkan ke dasar laut dengan menggunakan magnet. Biasanya, aksi mereka lakukan sekitar pukul 05.00 pagi," kata Kasatreskrim Polres Surabaya Timur AKP Hartoyo yang mendampingi Kapolres AKBP Samudi kemarin. Selain menggunakan magnet, tersangka juga mengaku mengambil besi-besi di dasar laut itu dengan cara menyelam.Kepada penyidik, para tersangka juga mengaku berprofesi sebagai nelayan. Karena sering tidak dapat ikan, mereka akhirnya memilih mengambil besi-besi tersebut dari dasar laut. "Kami tidak pernah mendapatkan ikan. Gimana lagi," ucap Budiono, salah satu tersangka.Bambang Hariyanto, tersangka lain, mengaku tidak tahu jika besi-besi tersebut masih digunakan untuk proyek jembatan. "Saya pikir sudah tidak dipakai. Wong sudah dibuang ke laut," katanya.Namun, sejumlah keterangan tersebut tidak begitu saja membuat polisi percaya. Sebab, jika dilihat dari modus yang mereka gunakan saat mengambil besi, ditambah jumlah barang bukti yang mencapai 4 ton, sudah dapat dipastikan bahwa mereka adalah komplotan spesialis pencuri besi. Apalagi, sudah ada informasi dari internal pelaksana proyek jembatan yang menyebutkan bahwa yang dicuri adalah besi-besi penyangga utama jembatan.Berkat Patroli Rutin Kapolres Surabaya Timur AKBP Samudi menjelaskan bahwa terbongkarnya komplotan pencuri besi tersebut berawal laporan adanya kehilangan besi konstruksi Jembatan Suramadu selama enam bulan terakhir. Pencurian itu tidak dilakukan satu atau dua orang, tapi secara berkelompok. "Berdasar informasi tersebut, kami langsung mengadakan penyelidikan dengan mengintensifkan pemeriksaan terhadap setiap kendaraan yang bermuatan besi," ujarnya. Usaha tersebut ternyata tidak sia-sia. Minggu (15/3) lalu, sekitar pukul 17.30, polisi menangkap sebuah truk bermuatan besi tua tanpa dilengkapi dokumen. 'Sopir truk itu bernama Supi'i. Dia langsung kami periksa," kata Samudi. Dari keterangan Supi'i itulah polisi mengetahui bahwa besi tua tersebut milik Mat Najib yang sampai sekarang masih menjadi buron. Supi'i sendiri biasanya ditugasi mengambil besi dan mengirimkannya kepada Mat Najib. Besi-besi itu dibeli dari komplotan Budiono dengan harga Rp 3.200 per kilo gram. Biasanya baru diambil menggunakan truk kalau sudah terkumpul banyak.Anggota Polsek Kenjeran akhirnya berhasil mengejar dan menangkap seluruh tersangka di rumahnya masing-masing. Hingga kemarin, semuanya masih diamankan Polsek Kenjeran. "Mereka diciduk petugas sekitar pukul 01.00 pagi tadi (kemarin pagi, Red)," tambahnya.Selain menangkap para tersangka, polisi juga mengamankan truk bernopol M 9312 A yang digunakan untuk mengangkut tiga ton besi. Barang bukti lainnya adalah satu ton besi yang diangkut mobil pikap hijau. Para tersangka akan dijerat pasal 363 KUHP Pidana tentang pencurian dengan pemberatan. Mereka diancam hukuman maksimal 6 tahun penjara.Apakah ada keterlibatan orang dalam proyek? Samudi mengaku masih belum bisa memastikan. "Kami dalami dulu penyidikan kasus ini. Jika ada unsur orang dalam pasti kami tangkap," tegasnya. (dan/fat)
Diposkan oleh Koran Madura di 11:41 PM 0 komentar Link ke posting ini
Janji Transparansikan Penerima Jamkesmas
SAMPANG - Instruksi Menteri Kesehatan Siti Fadilah menempel daftar penerima kartu Jamkesmas sebagai bentuk verifikasi publik atas penerima layanan kesehatan gratis (Jawa Pos, 10/3) ditanggapi serius Dinkes Sampang. Jika edaran yang ditujukan pada kepala desa se - Indonesia itu telah diterima, dinkes berjanji akan melakukan instruksi dimaksud. "Itu adalah kebijakan yang sangat pro terhadap rakyat kecil. Kalau edaran itu sudah kita terima, maka dinkes berjanji untuk turut mengawal kebijakan tersebut," ujar Kepala Dinas Kesehatan Moh. Rifai.Transparansi sebagai bentuk verifikasi publik menurut Rifai sangat menguntungkan warga miskin yang belum menerima kartu Jamkesmas. "Kalau sudah ditempel dan diumumkan secara transparan, yang belum menerima tentu akan segera diketahui. Dan yang sudah tidak layak menerima dengan sendirinya akan malu pada masyarakat miskin," ujar Rifai.Sayangnya, hingga kini surat edaran yang kabarnya telah dilayangkan oleh Menkes tersebut belum diterima Dinkes Sampang. "Meski surat edaran itu untuk kepala desa, kita pasti sudah tahu. Karena program Jemkesmas itu adalah punya dinkes," terang Rifai.Selain itu, Rifai juga berjanji akan turut mengawasi penempelan daftar penerima Jamkesmas tersebut di setiap desa di Kabupaten Sampang. Tentunya mengacu pada aturan yang nantinya ditetapkan dalam edaran dimaksud. "Kalau surat edaran itu sudah kita terima, semua yang diatur di dalamnya akan kita laksanakan," ujar Rifai. Sementara itu, Ketua Komisi D DPRD Sampang KH Imam Ubaidillah berharap agar program transparansi penerima Jamkesmas segera direalisasikan dalam waktu dekat. Sebab, banyaknya problem seputar penerima Jamkesmas 2008 lalu diharapkan tidak lagi terjadi pada penerima Jamkesmas 2009. "Ini hal yang sangat positif dan saya yakin kalau bisa segera direalisasikan sangat bermanfaat bagi warga miskin penerima," terang Imam Ubaidillah. Penempelan daftar penerima Jamkesmas sebagai bentuk verifikasi di setiap desa menurut Imam adalah langkah yang sangat tepat untuk menekan berbagai problem yang timbul dari program Jamkesmas. "Dengan itu diharapkan tidak lagi ada keluhan warga yang belum menerima atau keluhan lainnya. Semua akan terjawab dari pengumuman yang ada di setiap desa," terang Imam. (ri/ed)
Diposkan oleh Koran Madura di 12:24 AM 0 komentar Link ke posting ini
Bupati Ajak Selingkuhi Lingkungan
SAMPANG - Bupati H Noer Tjahja mengajak segenap warganya menyelingkuhi lingkungan. Metode berselingkuh dengan tanaman tersebut, dinilai bupati sebagai salah satu cara efektif guna menyelamatkan lingkungan. Seruan ini, disampaikan Noer Tjahja sebelum mencanangkan Gerakan Sampang Kotaku Bersih Kotaku Hijau (GSKBKH), kemarin (16/3).Menurut dia, program ini dicanangkan sebagai upaya memperbaiki dan menyelamatkan lingkungan. Program rehabilitasi lingkungan ini, merupakan komitmen pemkab dalam rangka mewujudkan Sampang yang bersih dan hijau. "Kalau menyelingkuhi lingkungan saya sangat mendukung. Tapi kalau PNS terbukti berselingkuh, tetap akan kami proses," tegas sembari tersenyum.Orang nomor satu di lingkungan Pemkab Sampang ini menambahkan, ada dua sifat manusia yang bisa menghambat program penghijauan. Kedua sifat dimaksud adalah usil dan tidak senang terhadap perubahan positif yang sedang dijalani Sampang. Dicontohkan, lampu kota yang bagus dipecahkan dengan cara dilempar. Termasuk mencuri tanaman yang menghiasi taman - taman kota."Yang paling repot menghadapi orang yang tidak senang dengan perubahan Sampang menuju ke arah positif. Sebab, mereka akan melakukan beraneka cara guna mengganjal rencana pemkab. Tapi perlu saya tegaskan, perubahan Sampang ke arah positif harus terjadi. Saya siap memerangi dan akan pasang badan menghadapi mereka yang tidak suka dengan perubahan," tegasnya.Dalam kesempatan ini, bupati sangat berharap aparat keamanan dari unsur Polres, Kodim, dan Satpol PP tegas terhadap mereka yang terbukti merusak lingkungan. "Pokoknya kalau ada yang terbukti merusak lingkungan, silakan ditangkap dan diproses sesuai peraturan dan perundang - undangan yang berlaku," pinta bupati.Sebelum mengakhiri sambutannya, bupati me - warning agar pencanangan GSKBKH ini tidak hanya sebatas seremonial semata. Sebaliknya, harus benar - benar dipertanggungjawabkan guna mewujudkan Sampang bersih dan hijau. "Kegiatan ini harus ada hasilnya. Karena itu, saya mengajak segenap masyarakat agar bersatu guna menghijaukan Kota Sampang tercinta," pungkasnya.Setelah menyampaikan arahannya, bupati yang kemarin didampingi Wabup KA. Fannan Hasib dan Ketua DPRD Sampang KH Abd. Muin Zain menuju lokasi pencanangan. Ikut mendampingi Dandim 0828 Letkol TNI (Inf) Wisnu Wardhana, Kajari Deddy Suwardy Surachman, Wakapolres Kompol Suwarno, Sekkab H Hermanto Subaidi, dan Kepala BLH Aji Waluyo. (yan/ed/adv)
Diposkan oleh Koran Madura di 12:12 AM 0 komentar Link ke posting ini


Data :
Segitiga Emas, Kunci Suksesnya
(Rabu, 12 November 2008 14:06:13 WIB)
SEBAGAI salah satu anggota KPUD, Imam Syafii memiliki banyak pandangan dan konsep. Terutama, demi sukses dan terselenggaranya pemilu yang aman, nyaman, dan kondusif. Lantas bagaimanakah sebenarnya kondisi riil di lapangan? Bagaimanakah celah-celah upaya untuk menciptakan iklim politik yang bersih dan terkendali? Berikut petikan wawancaranya dengan wartawan Radar Madura Nadi Mulyadi. Terlibat langsung sebagai penyelenggara pemilu/pilkada tentu berbeda saat anda masih di luar atau saat menjadi pengamat. Apa kesan Anda selama menjadi anggota KPUD?
SATU saja sebenarnya jawaban saya. Pemilu di Indonesia termasuk di Pamekasan ini memang sepenuhnya belum sempurna atau belum sederhana. Belum sederhana karena aturan-aturannya, peserta pemilunya, teknis penyelenggaraannya maupun penyelenggara itu sendiri.Apa Yang menjadi kendala KPUD, termasuk Anda selaku anggota selama ini? Semuanya menjadi kendala yang saling kait-mengait. Yang satu bisa menjadi penyebab atas munculnya persoalan bagi yang lainnya, demikian juga seterusnya. Sehingga tidak jarang di setiap pilkada atau pemilu dijumpai konflik horisontal maupun vertikal.Langkah konkret untuk mengatasinya? Perlu adanya komitmen bersama dalam meyelenggarakan sebuah pemilihan. Baik itu kepala daerah, presiden maupun anggota legislatif. Yakni, tercipta, tercapai, dan terlaksananya segitiga emas.Segitiga Emas?Intinya, KPU/KPUD sebagai penyelenggara, peserta baik parpol maupun kandidat yang bersangkutan, dan pemilih harus menjadi satu kesatuan mutlak. Strategi harus dilaksanakan dengan baik. Antara satu dengan yang lain harus sinergi, jangan ada yang tidak seiring sejalan.Apakah segitiga emas KPUD Pamekasan telah berjalan efektif? Efektif atau tidaknya, saya tidak bisa menjawab secara gamblang. Sebab, sepenuhnya masyarakat yang menilai serta realitas yang mampu menjawab. Dan, kami siap memertanggungjawabkannya. Menurut saya, selama ini tingkat kedewasaan berpolitik masayarakat Pamekasan mengalami peningkatan yang signifikan. Buktinya, dua kali putaran pilgub berjalan kondusif dan aman. Termasuk pilkada bupati, semuanya berjalan lancar. Kira-kira ada pesan menjelang Pemilu 2009? Kali pertama saya menjawab tadi satu. Sekarang saya juga akan memberi satu pesan saja sekaligus pertanyaan, kalau pilgub dan pilkada berjalan kondusif dan aman, kenapa proses berikutnya harus ramai-ramai dengan memertahankan egosentris?. Pokoknya, bravo segitiga emas. (mat)

Data :
Perlu Kajian Mendalam Kembangkan Madura Jadi Provinsi
(Selasa, 17 Februari 2009 19:37:30 WIB)
Moh. Ali, Ketua Tim Pakar Dephum dan HAM RI asal Bangkalan (2-Habis)
Dalam sidang tahunan MPR RI tahun 2003, sebagaimana termuat dalam Risalah Sidang MPR RI, setelah Ketua MPR RI Prof Dr HM. Amien Rais MA membuka sidang dan menyampaikan sambutannya, Prof DR Drs Moh. Ali SH Dip.Ed MSc langsung mengajukan interupsi. Isinya, sejak diberlakukannya perubahan terhadap UUD 1945 pada 9 Nopember 2002, secara kelembagaan MPR sudah tidak lagi memegang kadaulatan rakyat sepenuhnya di negara RI.

TAUFIQ RIZQON, Surabaya

DALAM kesempatan tersebut, Guru Besar Bidang Metodologi dan Riset Pendidikan dan Hukum Unesa Surabaya ini mengusulkan, agar kelebihan anggaran kegiatan MPR digunakan untuk pembangunan jembatan Suramadu. Itu, guna meningkatkan kesejahteraan rakyat di Pulau Madura. Mengingat Pulau Madura mencakup pulau-pulau di wilayah Kabupaten Sumenep yang jumlahnya tidak kurang dari 78 pulau.
Peraih Master of Science dalam Educational Psychology and Research University of Kansas Amerika Serikat ini mengingatkan, pembangunan masyarakat pasca pembangunan jembatan Suramadu harus dilakukan dengan partisipasi aktif. Bahkan, jika mungkin dengan inisiatif dari masyarakat sendiri.
"Jadi, tidak dipaksakan dari atas atau dari pihak luar. Dalam membangun masyarakat Madura, seyogianya juga dilakukan dengan cara demikian. Lalu, bagaimana jika di kalangan masyarakat itu sendiri tidak timbul partisipasi aktif," terang lulusan Education Curriculum Development, Macquarie University, Australia tahun 1975 ini.
Menurut dia, jika inisiatif dari masyarakat tidak timbul, maka pemerintah harus menggunakan teknik-teknik untuk membangkitkan dan menstimulasinya. Sampai timbul keaktifan dan jawaban yang antusias terhadap gerakan pembangunan masyarakat.
"Jika kita amati keadaan masyarakat Madura saat ini, tampaknya agak sulit menimbulkan inisiatif dari masyarakat. Karena itu, perlu digunakan teknik-teknik untuk merangsang mereka berpartisipasi dan berinisiatif untuk melakukan pembangunan guna memenuhi kebutuhan hidupnya," harap lulusan University of Reading, London, Inggris ini.
Ali –panggilan akrabnya– berharap, bantuan yang diberikan jangan bersifat konsumtif semata-mata. Seperti yang dilakukan pemerintah terhadap rakyat miskin. Tapi, hendaknya seperti yang dikatakan Philips Ruopp; "Helping people to help themselves’’. Yaitu, menolong orang agar mereka dapat menolong dirinya sendiri.
Karena itu, pengembangan Madura menjadi provinsi tersendiri, lepas dari provinsi Jawa Timur, diakui perlu mendapat pengkajian yang lebih mendalam. Khususnya, kesiapan masyarakat Madura di segala bidang. Sehingga, pembentukan Pemerintahan Provinsi Madura berjalan dengan baik, terutama dalam meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
Kehadiran orang-orang migran pasca pembangunan jembatan Suramadu, termasuk proyek-proyek swasta maupun internasional, akan mengubah kebutuhan hidup masyarakat Madura. Sehingga, pembangunan masyarakat tidak sama dengan sebelum dibukanya jembatan Suramadu. Tuntutan hidup mereka akan semakin meningkat.
Sampai saat ini, kondisi masyarakat Madura yang sebagian terbesar hidup di pedesaan, masih menggambarkan keadaan yang sangat memprihatinkan. Kemiskinan yang melanda sebagian besar mereka yang hidup di pedesaan memang kronis. Bukan sekadar karena musibah yang temporer.
Metode produk yang masih kuno, merupakan pertanda bahwa kemiskinan itu bukan karena kurangnya sumber-sumber alam, seperti yang sering digembar-gemborkan pejabat pemerintah masa lalu. Karena itu, dalam membangun masyarakat Madura harus didasarkan atas kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri. "Ditentukan oleh nilai-nilai mereka. Harus lebih persuasif, daripada didasarkan atas paksaan," ingat suami (almh) Dra Sri Wurjani ini.
Masyarakat Madura dikenal sebagai masyarakat yang sangat mengagungkan nilai-nilai agama Islam. Karena itu, jangan sampai ada kegiatan pembangunan yang bertentangan dengan nilai-nilai hidup mereka. Sehingga, pembangunan mental sangat diperlukan sebelum dimulai pembangunan teknologi. Salah satunya, dengan melibatkan madrasah-madrasah dan organisasi sosial yang sudah ada dan dipercaya masyarakat.
Doktor Hukum Pidana lulusan Pasca Sarjana FH Unair Surabaya ini mengusulkan, sebaiknya sasaran pembangunan masyarakat Madura lebih diarahkan kepada generasi muda. Sebab, merekalah yang akan menentukan masa depan Madura. "Dengan menggerakkan para pemuda dalam pembangunan, diharapkan hasil pembangunan akan meningkat. Sehingga, peningkatan taraf hidup masyarakat Madura akan menjadi kenyataan," harap lulusan SGA Negeri Pamekasan tahun 1958 ini.
Peranan pendidikan sangat besar dalam membangun masyarakat Madura. Baik pendidikan formal, non-formal maupun informal. Karena itu, pendidikan harus dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan, serta sikap mental yang dibutuhkan dalam pembangunan.
Orientasi pendidikan, jangan semata-mata hanya untuk mengejar ijazah saja. Sehingga, para lulusannya menjadi warga masyarakat yang tidak produktif. "Karena itu, harus ada kebijakan pemerintah yang menjamin setiap warga negara dapat memperoleh pendidikan yang murah dan bermutu. Mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan tinggi," tandas Guru Besar Universitas Trisakti Jakarta yang juga anggota 3PK MenPAN RI ini. (ed)

Data :
Pasca Suramadu, Potensi Kepulauan Harus Dikembangkan
(Jum`at, 13 Februari 2009 20:09:15 WIB)
taufiq risqon/rm
YAKIN: Kadarisman Hidayat termasuk orang yang sangat optimistis SDM Madura mampu menghadapi tantangan zaman dan industrialisasi.

Drs Kadarisman Hidayat MSi, Dosen Pasca Sarjana FIA Unibraw asal Sumenep

Kehadiran Jembatan Suramadu sudah lama ditunggu-tunggu masyarakat Madura. Sebab, bila dikelola secara baik dan benar, keberadaan jembatan tersebut bisa memakmurkan dan menyejahterakan masyarakat Madura. Salah satu dampak positifnya, bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi empat kabupaten di Madura.
...

DOSEN Pasca Sarjana Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Unibraw Malang Drs Kadarisman Hidayat MSi mengatakan, salah satu dampak negatif yang akan dihadapi masyarakat Madura pasca beroperasinya Jembatan Suramadu adalah terjadinya pergerakan budaya masyarakat migran.
"Tapi, tidak semua budaya masyarakat migran itu jelek. Oleh karena itu, kita harus bisa memilah dan memilih dengan mengambil sisi positifnya. Seperti, menyontoh budaya kerja mereka yang biasanya sangat tinggi," ingat mahasiswa Program Doktor Pasca Sarjana FIA Unibraw ini.
Ayah satu anak kelahiran Sumenep 15 Mei 1960 ini mengakui, secara umum sumber daya manusia (SDM) masyarakat Madura masih belum siap menghadapi industrialisasi. Namun, masih ada waktu untuk mempersiapkan SDM tersebut menyongsong beroperasinya Jembatan Suramadu.
Menurut dia, kesiapan SDM maupun perkembangan budaya akan mengalami perubahan dengan sendirinya mengikuti tuntutan dan perkembangan zaman. Apalagi, dengan dibangunnya Jembatan Suramadu, mutu dan kualitas pendidikan dituntut semakin maju. Kondisi ini, akan berjalan seiring dengan perkembangan industrialisasi.
"Saya termasuk orang yang sangat optimistis, SDM masyarakat Madura pasti mampu menghadapi tantangan zaman dan industrialisasi," jelas putra pasangan (alm) Samioedin – (almh) Suma’diyah ini.
Sebagai salah seorang putra terbaik asal Sumenep, Kadarisman memiliki harapan besar terhadap potensi sumber daya alam (SDA) kepulauan yang sangat luar biasa. Sebab, bila potensi tersebut dikelola dan dikembangkan secara serius, bisa memercepat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan taraf hidup masyarakat Sumenep.
Kadarisman menjelaskan, selain kaya akan potensi minyak dan gas (migas), hampir semua daerah kepulauan memiliki keindahan alam yang sangat mempesona. Potensi perikanannya juga sangat melimpah. "Potensi alam ini, sangat menjanjikan dan belum tergarap sama sekali," ungkap suami Eni Sulistyorini ini.
Dengan potensi yang dimiliki, lanjut dia, Kabupaten Sumenep sangat cocok dikembangkan menjadi daerah wisata di Madura. Daerah paling timur di Madura ini, juga cocok dijadikan pusat sentra kerajinan dan daerah pengembangan budidaya perikanan.
"Untuk mencapai semua obsesi itu, Pemkab Sumenep harus melibatkan semua unsur masyarakat dan perguruan tinggi. Terutama, harus memberdayakan potensi masyarakat lokal," ingat Kadarisman.
(taufiq rizqon/ed)

Data :

Jembatan Suramadu, Berkah atau Tantangan bagi Masyarakat Madura?
(Kamis, 5 Februari 2009 19:43:45 WIB)
Rahmad Ramadhan Machfoed SH, Ketua LKPI Jawa Timur asal Sampang
Kalau tak ada aral melintang, April tahun ini Jembatan Suramadu (JSM) sudah rampung dibangun. Jembatan terpanjang (5.240 meter) di Indonesia ini, adalah proyek prestisius sekaligus kebanggaan masyarakat Jawa Timur, khususnya bagi masyarakat Madura. Tongkrongannya, juga tak kalah menarik dibanding Golden Gate Bridge, jembatan termegah di San Francisco, Amerika Serikat.

JSM yang sejak lama jadi angan-angan dan dambaan masyarakat Madura, baru menampakan wujudnya menjadi ide tatkala sesepuh Jawa Timur RP Moh. Noer menjabat Pembantu Gubernur Jatim di Madura tahun 1964. Pada tahun 1967, mulai dicoba direalisasikan ketika beliau jadi gubernur Jatim.
Sejarah pembangunan JSM melalui jalan panjang yang berliku dan melelahkan. Pembangunannya harus melewati lima kali pergantian presiden. Sejak zaman Soeharto hingga SBY. "Tapi, Alhamdulillah akhirnya terealisasi juga," ungkap Ketua Lembaga Kajian Pendidikan Indonesia (LKPI) Jawa Timur, Rahmad Ramadhan Machfoed SH.
Menurut jebolan Fakultas Hukum Unair Surabaya ini, pembangunan JSM pada hakekatnya merupakan salah satu bentuk kemajuan masyarakat menuju modernisasi. Sebagai bagian era globalisasi, modernisasi pasti diwarnai oleh berbagai dinamika dalam segala aspek kehidupan masyarakat. Di dalamnya terkandung kesempatan yang harus dimanfaatkan, sekaligus tantangan yang harus dijawab.
Dalam era global akan berlaku aksioma "Siapa yang memiliki ilmu, teknologi, kompetensi, kekuasaan, strategi dan modal, dialah yang memenangkan kompetisi". Atau dengan kata lain, akan ada persaingan dimana ada pihak yang menang dan kalah. "Akankah justru masyarakat Madura yang akan kalah bersaing," ingat Sekretaris Eksekutif DPC Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Surabaya ini.
Selain memberi berkah, lanjut putra kedua pasangan Prof. Dr dr H Moh. Hasan Machfoed, Sp S(K), MS - Hj Endang Suhartatik ini, pembangunan JSM akan mengubah pola hidup masyarakat Madura. Dari masyarakat agraris yang agamis, menjadi masyarakat industri dengan berbagai dampaknya di bidang tata nilai, budaya, perilaku, sosial, dan ekonomi.
Berkah yang nampak jelas, misalnya dalam bidang transportasi. Dalam keadaan normal, diperlukan waktu satu jam untuk menempuh perjalanan Kamal-Ujung dengan kapal ferry. Tapi, saat musim mudik Lebaran, waktu tempuhnya bisa menjadi 4-6 jam. "Sehingga, ada anekdot yang mengatakan, ternyata jarak Surabaya–Kamal 5 kali lipat Surabaya-Jakarta yang hanya ditempuh 1 jam dengan pesawat. Tapi, dengan dibangunnya JSM waktu tempuh dipersingkat jadi 5-10 menit saja," terang Managing Patner New Grand Park Hotel Surabaya, Tanjung Kodok Resort (WBL) Lamongan, dan Trio Indah Hotel Malang ini.
Sebaliknya, korban yang segera terlihat adalah angkutan kapal ferry. Mereka akan gulung tikar, manakala semua kendaraan boleh lewat jembatan. Keadaan ini tentu menjadi penderitaan tersendiri bagi ratusan karyawan kapal ferry dan keluarganya. Sehingga, diperlukan kearifan dari pemerintah dan wakil rakyat (DPRD) untuk tidak menghilangkan begitu saja sarana yang ada. Tetapi justru menjadikan sarana yang ada sebagai hal yang bersifat komplementer untuk melengkapi jembatan yang segera berfungsi.
Agar tetap survive, angkutan kapal ferry jangan tinggal diam saja menunggu nasib. Harus ada inovasi. Misalnya, menambah fungsi transportasi menjadi sarana pariwisata. Seperti halnya jembatan di Sidney (Australia) yang di bawahnya bersliweran kapal ferry yang laris manis ditumpangi turis. Tentu ini akan terlaksana bila ada perencanan matang, kemauan, dan dukungan dari pemerintah dan DPRD setempat.
"Gambaran di atas adalah satu contoh kecil tentang kesempatan dan berkah dari dampak inovasi dalam modernisasi. Seperti pepatah mengatakan, di mana ada bunga, di situ banyak kumbang berdatangan. Di bidang ekonomi dikenal istilah Multiplayer Effects. Artinya, satu kegiatan akan diikuti oleh rentetan kegiatan ekonomi lainnya," jelas mantan peneliti LKPI pada DEPKUMHAM Kanwil Jawa Timur ini.
Adanya JSM akan membuka akses lebih luas bagi ’kumbang-kumbang’ industri beterbangan ke Madura untuk berinvestasi. Dalam waktu dekat akan muncul banyak perusahaan, pabrik, industri barang dan jasa, real estate, hotel berbintang, rumah sakit berbintang, super market dan mall, cafe, diskotik, dan tempat-tempat hiburan malam, bak jamur di musim hujan.
Harga tanah yang murah, menjadi rangsangan tersendiri bagi pengusaha. Walau mulai bergerak naik, harga tanah di Madura tetap jauh lebih murah ketimbang Surabaya. Untuk pengusaha tentu ini suatu berkah. Dalam jangka pendek, mungkin saja hal ini juga dianggap berkah bagi masyarakat setempat. Karena bisa menjual tanah dengan harga tinggi. Tetapi, tidak untuk jangka panjang.
Tanah bagi masyarakat Madura, bukan sekadar tempat tinggal. Tetapi sudah menjadi sarana menghidupi keluarga dengan bercocok tanam. Karena itu, semakin banyak mereka menjual tanah karena tergiur harga tinggi, semakin redup pula sumber penghasilan mereka. Munculnya banyak perusahaan juga merupakan berkah bagi pemerintah di Madura karena bisa mendongkrak perolehan pajak.
Perusahaan yang banyak bermunculan tentu memerlukan karyawan. Akankah ini juga merupakan berkah bagi masyarakat Madura? Karena itu, diperlukan sumber daya manusia (SDM) profesional yang kompeten untuk mengisi setiap strata karyawan perusahaan. Membentuk SDM profesional dengan kompetensi tertentu, dibutuhkan proses panjang berupa pendidikan dan pengalaman. Biaya untuk mengasah knowledge, soft skill dan attitude mereka menjadi seorang profesional, tidaklah murah. Semakin tinggi strata pekerjaan yang dikehendaki, makin tinggi pula biaya pendidikan yang diperlukan.
"Pertanyaannya, siapkah masyarakat Madura berkompetisi memerebutkan bursa kerja tersebut? Pada strata manakah mereka bisa masuk? Di sinilah letak persoalannya," terang Ketua Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (POLHUKAM) LSM SEKOCI INDORATU Jawa Timur ini.
Karena pengaruh kultur religi Islam yang begitu kuat, selain ke sekolah umum, para orang tua di Madura juga memasukkan anaknya ke pondok pesantren. Secara teoritis, tentu lulusan (alumni) kedua macam sekolah ini memiliki kompetensi yang berbeda terkait dengan kesiapannya memasuki dunia kerja. Adalah sangat ideal, apabila semua pondok pesantren yang ada di Madura melakukan reformasi muatan kurikulumnya. Selain pengetahuan agama, kurikulum pengetahuan dan ketrampilan umum juga harus memeroleh porsi yang memadai. Sehingga, alumninya siap pakai dan mampu bersaing memasuki bursa kerja yang sudah di ambang mata.
"Sebab kalau tidak, mereka akan jadi penonton di tengah-tengah derasnya industrialisasi dan modernisasi. Kalaupun diterima, mereka hanyalah menempati strata terbawah sebagai buruh perusahaan. Sudah kehilangan tanah, jadi buruh pula. Maka lengkaplah sudah penderitaan mereka. Tugas tersebut bukan menjadi tanggung jawab pondok pesantren semata. Tetapi pemkab setempat dituntut aktif mendorong dan memberikan bantuan sarana dan prasarana yang memadai," jelas Mamad –panggilan akrabnya.
Seiring dengan pesatnya laju dunia industri, maka pergeseran tata nilai, budaya, dan perilaku pasti segera terjadi di tengah-tengah masyarakat Madura. Dari budaya religius bergeser ke arah materialistis dengan segala dampaknya. Pola kehidupan industri memang memiliki corak sendiri yang tentu jauh berbeda dengan budaya religius yang selama ini kental dianut masyarakat Madura.
Budaya masyarakat Madura dikenal memiliki perilaku yang berorientasi pada keharmonisan hubungan antara manusia dengan Tuhannya, antara manusia satu dengan lainnya, rasa gotong royong, teposeliro, dan saling membantu. Keakraban satu keluarga dengan tetangga, menjunjung tinggi nilai individu, akan segera sirna diganti budaya materialistis, individualistis, egois, dan kompetitif.
"Yang biasanya waktu ba’dah Maghrib pergi ke surau untuk mengaji akan diganti nongkrong di cafe, diskotik, dan tempat-tempat hiburan malam. Gambaran semacam ini, jauh-jauh hari sudah disadari sekaligus dicemaskan oleh para ulama Madura. Sehingga, timbul resistensi terhadap pembangunan JSM tatkala disosialisasikan oleh B.J. Habibie semasa menjabat Menristek di zaman Pak Harto," ungkap pria yang mempunyai hobi berenang dan travelling ini.
Menurut dia, dampak semacam ini tentu tidak mungkin bisa dihapus seluruhnya. Yang bisa dilakukan hanyalah berusaha untuk meminimalkan dampaknya. Hal ini bisa dilakukan dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai agama, melalui pendidikan keluarga dan lingkungan. Termasuk pendidikan pondok pesantren dan sekolah umum. Saat ini, kekurangan sekolah umum adalah sedikitnya memberi perhatian pada pendidikan agama. Karena itu, sekolah umum pun dituntut pula melakukan reformasi dengan memasukan pelajaran agama dan nilai kehidupan bermasyarakat dalam kurikulumnya. Tugas berat ini, menjadi beban seluruh masyarakat Madura, termasuk pemkab setempat.
Keberadaan JSM, jelas suatu kesempatan emas yang tak boleh dilewatkan begitu saja. Visi pemkab di Madura harus jelas dan terperinci. Keberadaan JSM harus dimanfaatkan untuk meningkatkan ekonomi dan pendapatan masyarakat. Meningkatkan kualitas pendidikan, kualitas kesehatan, meningkatkan pendapatan dan daya saing daerah, melindungi kepentingan rakyat kecil terhadap dampak industrialisasi, serta menjaga kultur dan budaya daerah.
"Sebenarnya, hal ini jauh lebih mudah dari sebelumnya. Sebab, dalam era otonomi daerah, pemkab memiliki keleluasaan dan kewenangan penuh mengatur dirinya sendiri tanpa campur tangan pemerintah pusat. Karena itu, visi pemkab harus jelas dan terperinci. Mereka harus mempunyai perencanaan yang jelas dan matang. Apa saja yang hendak dituju, dan bagaimana cara mencapai tujuan tersebut," ingat lajang kelahiran 18 Agustus 1979 ini.
Karena itu, pemkab harus memiliki semacam think tank team atau tim pemikir dengan memanfaatkan keahlian para pakar putra Madura dari berbagai bidang. Baik dari kalangan Perguruan Tinggi (PT) maupun praktisi yang banyak bertebaran di Surabaya maupun kota-kota lain di Indonesia. Pertanyaannya, sudahkah pemkab di Madura melakukan semuanya itu? Sebab kalau tidak, ibarat pepatah mengatakan "ketiduran saat menunggu kereta api, sementara keretanya sudah berangkat". Semoga tidak demikian adanya.
(taufiq rizqon/ed)

BIODATA
Nama : Rahmad Ramadhan Machfoed SH
Tanggal Lahir : 18 Agustus 1979
Status : Belum Kawin
Ayah : Prof. Dr. dr. H. Moh Hasan Machfoed, Sp S(K), MS
Ibu : Hj Endang Suhartatik
Hobi : Berenang, Travelling
Pendidikan : Strata I Fakultas Hukum Universitas Airlangga
Profesi : Pengusaha Konsorsium Pendidikan Indonesia
Pengalaman Organisasi :
Ketua Lembaga Kajian Pendidikan Indonesia (LKPI) Jawa Timur (sampai sekarang)
Ketua Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (POLHUKAM) LSM SEKOCI INDORATU Jawa Timur (sampai sekarang)
Sekretaris Eksekutif DPC Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Surabaya (sampai sekarang)
Peneliti LKPI pada DEPKUMHAM Kanwil Jawa Timur tahun 2007
Managing Patner New Grand Park Hotel Surabaya, Tanjung Kodok Resort (WBL) Lamongan, dan Trio Indah Hotel Malang.


Jangan sampai Terjadi Akulturasi Budaya Madura
(Rabu, 4 Februari 2009 20:04:03 WIB)
Prof DR HA. Syukur Ghazali MPd, Dosen Pasca Sarjana UN Malang asal Pamekasan
Terbukanya akses informasi, budaya, ekonomi, dan perdagangan bebas pasca beroperasinya Jembatan Suramadu akan menimbulkan implikasi luas bagi masyarakat Madura. Salah satunya, akan terjadi kontak langsung antara budaya lokal Madura dengan budaya luar yang dibawa para migran.
GURU BESAR Bidang Pengajaran Bahasa Indonesia Universitas Negeri Malang Prof DR HA. Syukur Ghazali MPd sangat khawatir, beroperasinya Jembatan Suramadu menimbulkan kooptasi budaya. Dimana budaya yang kuat mencaplok budaya yang lemah. Sehingga, sedikit demi sedikit, budaya asli Madura tergerus oleh budaya metropolitan yang orientasinya ekonomi kapitalis.
"Yang perlu dijaga, jangan sampai terjadi akulturasi di tengah-tengah budaya Madura. Sebab, ditinjau dari ilmu antropologi, budaya yang kuat akan mencaplok budaya yang lemah. Budaya metropolitan juga sangat berpengaruh terhadap nilai-nilai agama dan moral yang sudah lama mengakar di tengah-tengah masyarakat Madura," ingat dosen Pasca Sarjana Unisma Malang ini.
Menurut guru besar kelahiran Pamekasan 22 Desember 1950 ini, beroperasinya Jembatan Suramadu akan membuka akses informasi dan teknologi masuk ke Madura. Mobilitas orang-orang migran dan arus perdagangan bebas tidak mungkin terelakkan. Termasuk penggunaan bahasa sebagai alat komunikasi.
Karena itu, lanjut putra pasangan (alm) H Achmad Ghazali – (almh) Hj Kusniyah ini, pemkab yang ada di Madura harus mengintensifkan penggunaan Bahasa Ibu atau Bahasa Madura mulai dari pendidikan prasekolah sampai tingkat SMA. Sehingga, keberadaan Bahasa Madura tidak pudar ditelan zaman.
Untuk membentengi nilai-nilai agama dan moral masyarakat Madura, Syukur –panggilan akrabnya– mengimbau kepada pemerintah agar memberdayakan pondok pesantren (ponpes) dan madrasah. "Sampai saat ini, perhatian pemkab di Madura terhadap keberadaan ponpes dan madrasah masih setengah hati. Kedua lembaga ini belum dianggap sebagai aset yang sangat berharga. Padahal, fungsinya sangat besar dalam mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai moral dan agama," jelas suami DR Hj Yuni Pratiwi MPd ini.
Mantan Sekretaris Pembantu Rektor III IKIP Malang ini mengatakan, bila akses ekonomi benar-benar dibuka secara bebas tanpa ada regulasi perundangan-undangan (perda) yang mengatur, maka perekonomian masyarakat Madura bakal hancur ditelan para pemilik modal besar.
"Apalagi, pendidikan masyarakat Madura pada umumnya adalah pendidikan umum. Bukan pendidikan berlatar belakang skill, yang menelorkan para tenaga kerja trampil yang berorientasi gaji besar," ungkap mantan kepala Pusat Pengembangan Kurikulum Pembelajaran dan Evaluasi IKIP Malang ini.
Karena itu, menurut Wakil Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Malang ini, bila pemkab di Madura memiliki anggaran cukup, sudah saatnya memperbanyak mendirikan sekolah fokasional yang berorientasi pada skill. Seperti sekolah politeknik, poli pertanian, poli perikanan, dan poli kesehatan.
"Terus terang saja, saya benar-benar sangat khawatir melihat nasib masyarakat Madura pasca beroperasinya Jembatan Suramadu. Apalagi, pemkab maupun lembaga legislatif yang ada di Madura terkesan adem-ayem dan tenang-tenang saja. Tidak ada persiapan dan program khusus yang tampak ke permukaan. Padahal, dampaknya sangat luar biasa," terangnya.
Khusus kepada para wakil rakyat, Syukur mengimbau agar segera memikirkan dan menyusun langkah-langkah perencanaan tentang regulasi (perda) menghadapi beroperasinya Jembatan Suramadu. "Kalau tidak ada perda yang memproteksi, jangan berharap kita mampu melewati tantangan industrialisasi dan modernisasi. Bisa-bisa masyarakat Madura menjadi tamu di negeri sendiri," ingat ayah dua putra ini.
Menurut dia, dalam merumuskan dan menyusun program harus didukung hasil penelitian dan data yang valid. Sebab, bangsa ini sangat lemah kalau bicara soal data. "Ini harus benar-benar dipikirkan secara serius. Tapi, apakah para wakil rakyat di Madura memiliki kekuatan dan kemampuan memprediksi kondisi di lapangan," tanya Syukur.
Sebagai satu-satunya universitas negeri yang ada di Madura, Syukur mempunyai harapan besar kepada Universitas Negeri Trunojoyo (Unijoyo) Bangkalan untuk menghidupkan kembali budaya riset. Yaitu, proaktif meneliti kebutuhan-kebutuhan esensial masyarakat Madura. "Dulu, langkah awalnya sudah bagus. Melalui prakarsa Profesor Iksan, Unijoyo pernah melakukan penelitian pengembangan tanah kering. Tapi, sekarang, budaya riset itu tidak kelihatan lagi," katanya.
Syukur menceritakan, dulu saat dirinya masih kecil, Kecamatan Kadur dan Larangan, Pamekasan, menjadi sentra budidaya tanaman Jeruk. Sedangkan Kecamatan Baruh dan Pegantenan, Pamekasan, menjadi sentra budidaya tanaman Durian dan Coklat. "Tapi, sekarang, semua potensi itu mulai punah. Lalu, mana tanggung jawab akademis Fakultas Pertanian Unijoyo dan Dinas Pertanian Pemkab Pamekasan," tanyanya kecewa.
Karena itu, lanjut dia, bila semua pihak yang berkompenten acuh tak acuk dan tidak serius memikirkan potensi pertanian masyarakat Madura, sumber daya alam tersebut akan hilang tergerus arus industrialisasi dan modernisasi. (taufiq rizqon/ed)
BIODATA






Nama :
Prof DR HA Syukur Ghazali MPd
Tanggal Lahir :
22 Desember 1950
Tempat Lahir :
Pamekasan
Jabatan :
Guru Besar/Dosen Pasca Sarjana UN Malang
Orang Tua :
(alm) H Achmad Ghazali – (almh) Hj Kusniyah
Istri :
DR Hj Yuni Pratiwi MPd
Anak :
Akhmad Dafik Ramadhani
Akhmad Farkhan Azmi
Pendidikan :
- SR Negeri Bunder 2 Pademawu, Pamekasan
- SMPN 1 Pamekasan
- SMAN 1 Pamekasan
- Sarjana Muda IKIP Malang
- SI IKIP Malang
- S2 IKIP Malang
- Program Doktor Pasca Sarjana IKIP Malang
Pengalaman Kerja :
- Sekretaris PR III IKIP Malang
- Dosen Pasca Sarjana Unisma
- Kepala Pusat Pengembangan Kurikulum Pembelajaran dan Evaluasi IKIP Malang
- Wakil Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Malang.


Data :
Madura Banyak Potensi
Menteri Perumahan Rakyat (Menpera) Muhammad Yusuf Asyari mengaku selama ini salah tafsir tentang Madura. Dia mengira Madura sama dengan NTT atau Arab Saudi, yang mana wilayahnya berbentuk bebatuan, kering dan tandus. Ternyata, dugaan itu salah. Madura subur, banyak hijau pemohonan dan masyarakatnya familiar.Pernyataan itu disampaikan Menpera saat memberikan sambutan dalam acara resepsi puncak peringatan HUT REI ke-37 yang dipusatkan di Pendopo Kabupaten Pamekasan, Senin (16/2). “Saya kira Madura itu sama dengan Arab atau kalau di Indonesia sama dengan di NTT itu, daerahnya banyak bebatuan. Kami bayangkan tandus dan kering, ternyata tidak,” katanya.Selain itu, lanjut dia, khusus kabupaten Pamekasan sekalipun dikenal daerah miskin, dia melihat tidak tampak seperti daerah miskin. Karena itu, dia berharap kepada para pengurus dan anggota REI untuk memperhatikan kondisi ini. Menurut dia, banyak potensi pembangunan yang bisa dikembangkan di Pamekasan sebagai bagian dari tugas dan pekerjaan REI.“Penyambutan pada kami saat ini sangat di luar dugaan. Kami tak menduga kalau daerah ini daerah miskin, karena banyak sekali prestasi yang diraihnya, seperti yang dipaparkan oleh bapak bupati tadi. Kami belum menyaksikan penyambutan kepada kami yang semeriah di kabupaten Pamekasan ini,“ kata menteri yang dikenal sederhana ini.Melihat potensi yang dimiliki Pamekasan, Menpera menilai mestinya tidak ada warga Pamekasan yang tidak punya rumah atau paling tidak angka warga yang tidak punya rumah akan sangat kecil. Dia berharap kepada REI untuk turun melakukan komunikasi dengan pemerintah daerah untuk membangun. “Saya yakin pemerintah akan mempermudah perizinannya,” katanya.Sementara itu Bupati Pamekasan Drs KH Kholilurrahman SH mengatakan kebutuhan akan tempat tinggal bagi warga Pamekasan masih besar. Hal ini didasarkan pada data pasangan usia subur sekitar 25 persen dari jumlah PNS yang tidak memiliki rumah. Dalam rangka memenuhi kebutuhan tempat tinggal dan tertatanya pembangunan di Pamekasan, Pemkab telah membagi pengembangan wilayah dalam berbagai Satuan Wilayah Pengembangan (SWP).Salah satu di antaranya adalah kawasan perdagangan, pelabuhan, jasa, dan perumahan serta industri kecil, yang berada di wilayah SWP 1 yakni kawasan selatan terdiri dari kecamatan Tlanakan, Pademawu, Galis, Larangan, Proppo dan Pamekasan. Di SWP ini para pengembang telah menbangun perumahan di Tlanakan Indah, Graha Kencana, Bonorogo Permai, Sentol Permai, Nylabu Permai dan Ceguk Permai. masSumber: Surabaya Post, Selasa, 17 Februari 2009

Dfata :
Madura Channel, 'Tivina Oreng Madhura'

Kantor Machan
Ditengah ketatnya persaingan bisnis broadcasting, stasiun televisi swasta lokal 'Madura Channel' yang akrab disebut 'MACHAN' tak menduga akan mendapat Izin Penyelenggaran Penyiaran (IPP) dari Menkominfo M Nuh.TV lokal Madura yang mengudara sejak 16 April 2007 ini ternyata awal dirintis dari rasa iseng belaka. Namun akhirnya terus dikembangkan dan mendapat tempat di hati warga Madura.Selain TV lokal yang berakar pada konteks sosio-kultur masyarakat Madura, juga tetap menjunjung keunikan dan budaya masyarakata Madura serta menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan.Wajar sekali, jika MACHAN yang mempunyai motto sekali di udara tetap di Madura ini menyajikan program-program unggulan seperti MATA atau sajian berita madura hari ini. Program siarannya ini menggunakan bahasa Indonesia maupun bahasa Madura. Untuk budaya Madura disajikan tersendiri pada pukul 19:30-20:30 Wib dalam program acara Caca Colo. Sedangkan segmen pendidikan disajikan pada pukul 10:00-11:00 Wib yakni dalam acara ragam MACHAN dan yang bernuansa agama disajikan pada program Ngaji dan Menyapa Hati pada pukul 05:00-06:00 Wib.Direktur TV Madura Channel, Abdul Kadir Jailani, mengatakan, untuk memberikan sajian yang terbaik demi mencerdaskan masyarakat Madura, maka program siaran MACHAN memberi porsi paling banyak dalam berita dan pendidikan serta kebudayaan Madura yakni 20 persen dari acara siaran yang mengudara sejak pukul 05:00 Wib sampai 01:00 Wib.Sedangkan program lain yang juga dominan yakni pada siaran musik Indonesia maupun tradisional/daerah Madura yakni mencapai 25 persen. "Secara umum, komposisi acara di MACHAN, lokal sebesar 75 persen dan asing 25 persen," tegas Jen sapaan Abdul Kadir Jailani pada detiksurabaya.com di kantornya, Jalan Adirasa No. 5-6, Kolor, Sumenep, Rabu (17/12/2008).Madura Channel yang merupakan 'Tivina Oreng Madure' ini sudah dipersiapkan bakal mampu bertahan meski pendapatan dari iklan relatif minim. Bahkan, rencana kerja 5 tahun kedepan sudah dirancang. "Lima tahun ke depan, MACHAN sudah mempunyai planning apa yang harus diberikan pada warga Madura. Termasuk pendanaan yang selama ini masih memakai kas yang dipersiapkan oleh pihak managemen," ungkapnya.Meski diakui, pendirian MACHAN berawal dari iseng dan akhirnya juga mendapatkan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) dari Menkominfo maka TV Madura Channel yang mengudara pada kanal 44 UHF ini akan semakin besar bersama warga Madura. "Pihak manajemen, selain ditantang untuk mampu memberikan yang terbaik bagi warga Madura juga harus mampu bersaing dengan TV nasional," katanya.(gik/gik)Sumber: maduraexplore.com, Senin, 05 Januari 2009


Data :
Rabu, 2009 Januari 14
Pantai Wisata Lombang Berantakan
Diterjang Gelombang PasangGelombang laut yang sangat tinggi di Perairan Sumenep, selain menghancurkan sejumlah rumah penduduk di pesisir pantai juga menghancurkan hampir seluruh fasilitas wisata yang ada di Pantai Lombang di Desa Lombang, Kecamatan Batang-Batang.Fasilitas yang hancur akibat terjangan ombak besar itu meliputi sarana peristirahatan pengunjung, kamar mandi dan sejumlah cottage yang dibangun dengan dana APBD dari tahun 2005 hingga 2008. Total kerusakan itu ditaksir mencapai ratusan juta rupiah.Menurut Farid,37, petugas penjaga pantai menuturkan, awal mula badai laut yang merusak Pantai Lombang terjadi sejak tiga hari yang lalu. ”Ketinggian ombak mencapai empat meter disertai air laut pasang. Bunyi ombak menderu-deru membuat kami ketakutan,” ujarnya kepada Surya, Selasa (13/1).Ombak besar itu menerjang semua fasilitas umum seperti tempat peristirahatan wisatawan hancur. Sejumlah cottage yang berjejer rapi di sepanjang pantai juga hancur karena pondasinya tergerus air laut hingga kedalaman satu meter. ”Kamar mandi dan tempat ganti baju bagi wisatawan juga retak diterjang ombak besar,” ungkapnya.Kesaksian yang sama juga disampaikan Aswar,45, warga setempat, yang mengira gelombang pasang itu sebagai gelombang tsunami. ”Selain meluluhlantakan beberapa fasilitas wisatawan, ombak besar juga merusak panggung hiburan. Tembok permanennya rusak berat dan retak-retak,” ujarnya.Sementara petugas Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pantai Lombang, Asmoni Ready berharap pemerintah segera memperbaiki fasilitas pantai yang berserakan seperti sampah. Kondisi itu akan merusak suasana pantai serta mengurangi keunikan Pantai Lombang yang merupakan satu-satunya pantai dengan deretan pohon cemara udang sepanjang 12 km.“Mungkin perlu pembangunan kembali fasilitas yang roboh dan rusak, dananya bisa dianggarkan dari dana tak terduga. Selian itu nanti teknik pembangunannya harus relatif aman dari terjangan ombak,” ujar Asmoni. (st2)Sumber: Surya, Rabu, 14 Januari 2009


Dfata :
Warga Sampang Memasak dengan Biogas
Sebagian warga Sampang, Madura, kini mulai menggunakan biogas untuk memasak dan keperluan rumah tangga lainnya. Seperti penuturan Nidhamuddin warga Sampang, Sabtu (3/1/2009), gagasan kreatif ini timbul setelah dalam beberapa bulan terakhir minyak tanah di wilayah setempat langka.Warga Desa Baru, Kecamatan Kota, Sampang itu memanfaatkan biogas untuk memasak. Berkat adanya biogas, kini dia tidak lagi merasa khawatir akan kelangkaan minyak tanah dan elpiji. Biogas buatannya itu tergolong tidak membutuhkan biaya. Sebab, bahan bakunya hanya dari kotoran sapi yang memang tersedia di rumahnya.“Saya punya sapi sepasang, jantan dan betina. Jadi kalau sudah bahannya habis, tinggal mengambil di kandang kemudian diisi ke tempat tilang penampungan. Jadi tidak butuh biaya sama sekali,” katanya. Menurut ayah dari dua orang anak itu, yang membutuhkan banyak biaya adalah pada saat pertama kali membuat sarananya. Seperti tilang penampungan, tembolong, termasuk kompor gasnya.Untuk satu tempat pengolahan biogas yang bahan bakunya dari kotoran sapi membutuhkan biaya Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta. “Setelah itu tidak ada lagi biaya. Tenaga manusia hanya mencari rumput untuk makanan sapi. Tapi itu bukan hanya untuk kebutuhan bahan biogas, melainkan hanya sampingan saja,” katanya.Tilang penampungan yang dibutuhkan untuk mengolah kotoran sapi menjadi biogas ukuran minimalnya 5×5 meter persegi, layaknya penampungan air di bawah tanah, atau yang biasa disebut “jeding” oleh warga setempat.Dari tilang penampungan itu uap kotoran sapi dialirkan ke tembolong, hingga akhirnya disalurkan ke kompor gas. Bahan yang digunakan untuk membuat biogas hanya kotoran sapi dan air dengan perbandingan 1 banding 4. Artinya, jika kotoran sapi satu bak, maka air yang harus dimaksukkan ke tilang penampungan gas sebanyak empat bak.Menurut Nidhamuddin, untuk sejumlah bahan seperti itu mampu menghasilkan gas yang bisa digunakan dalam waktu selama enam jam. Selain untuk gas, sistem pengelolaan biogas dengan teknologi sederhana ini juga digunakan untuk lampu penerangan.“Jadi memiliki multifungsi. Bukan hanya untuk memasak, tapi juga untuk lampu penerangan. Namun, kami selama ini lebih menggunakan hanya untuk memasak,” katanya. Sisa dari hasil penampungan bisa digunakan lagi untuk pupuk kompos, bahkan bisa juga dibuat makanan sapi dengan dicampur tahu.“Perbandingannya 1 banding 4. Yakni satu bak kotoran ternak sapi untuk empat bak ampas tahu kemudian diolah. Jadi, tidak ada yang terbuang,” terang Nidhamuddin. Selain bisa menghemat dari sisi ekonomi, warga mengaku tidak merasa kesulitan dengan adanya kelangkaan minyak tanah.Menurut dia, sudah tiga bulan dirinya menggunakan teknologi tersebut. “Temuan saya ini tidak ada kaitannya sama sekali dengan dunia pendidikan saya. Saya kan jurusan Tarbiyah,” katanya. Saat ini sudah ada lima rumah tangga yang menggunakan biogas temuan Nidhamuddin itu. Tetapi yang sudah beroperasi dan bisa dimanfaatkan baru tiga rumah tangga, yaitu di Kelurangan Rongtengah, Desa Asem Nunggal, Torjunan, dan satu lagi di Kecamatan Katapang, Sampang.“Kami berharap pemerintah bisa menyediakan bantuan untuk pembuatannya. Ini kan hanya subsidi sekali, setelah itu tidak ada lagi. Sebab, tanpa modal yang banyak tidak bisa membuat seperti yang saya gunakan ini,” katanya. (ant)Sumber: Surya, Sabtu, 3 Januari 2009


Data :
Peserta Kontes Kecantikan Telanjang
Kompas/BDR/Karapan SapiMeski sudah menjadi tradisi tahunan,Lomba Sapi Sonok atau sapi hias se-Madura tetap selalu menyedot perhatian. Tak hanya dari warga Madura sendiri, ribuan orang yang memadati tempat penyelenggaraan di halaman kantor Bakorwil Madura (dulu kantor pembantu gubernur Madura) di Pamekasan itu juga berasal dari luar Madura, dan bahkan puluhan turis asing.Peserta kontes ini benar-benar telanjang. Hanya sebagian kecil tubuhnya yang tertutupi oleh pernik-pernik perhiasan. Tak ada yang marah, karena mereka memang hanya seekor sapi betina.Lomba Sapi Sonok yang biasa diadakan sehari sebelum Karapan Sapi itu, diikuti oleh 24 pasangan sapi dari empat kabupaten di Madura (yakni Bangkalan, Pamekasan, Sampang dan Sumenep).Karena pada dasarnya merupakan kontes kecantikan, maka sapi-sapi yang jadi peserta pada Sabtu (25/10) siang itu, semuanya betina. Masing-masing pasangan sapi itu tampil berjalan menuju panggung dekat garis finis, dengan diiringi musik tradisional Madura sebagai pengiring.Meski ada garis finis, dalam lomba ayu-ayuan sapi itu, bukan unsur kecepatan yang dinilai. Ada tiga kriteria yang menjadi penilaian dalam Lomba Sapi Sonok yang digelar kali ini.Pertama, keindahan seragam atau pakaian sapi yang digunakan. Kedua, keserasian gerak langkah kaki pasangan sapi saat menuju lokasi panggung. Dan ketiga, keserasian gerak langkah kaki sapi dengan iringan musik gamelan yang menjadi musik pengiring pasangan sapi.Setiap tampil, ada dua pasang sapi sonok yang melenggang di atas arena rumput, yang dari start hingga finis dekat panggung sepanjang 30 meter.Kepala Bakorwil IV Madura, Drs H Makmun Dasuki, kontes sapi sonok ini jauh berbeda dengan karapan sapi yang selama ini menjadi ikon budaya dan pariwisata Madura. Nuansa seni lebih kental dalam kontes sapi sonok. Bahkan, pihak panitia juga menyediakan piala khusus bagi kelompok musik pengiring sapi, yang mampu tampil dengan menarik."Ini merupakan kegiatan rutin yang biasa digelar setiap tahun sebagai rangkaian dari lomba Karapan Sapi yang akan digelar pada hari Minggu besok (hari ini, red). Namun demikian, setiap tahun, kita upayakan acaranya bisa lebih baik dan meriah dari sebelumnya," kata kepala Bakorwil IV Madura, Drs.H. Makmun Dasuki, Sabtu (25/10).Tidak ada yang tahu persis kapan Lomba Sapi Sonok ini dimulai. Namun, jika kegiatan semacam kontes kecantikan sapi ini selalu diadakan menjelang acara karapan sapi, maka usia Lomba Sapi Sonok bias dikatakan setua karapan sapi.Berdasarkan catatan yang ada, karapan sapi mulai diadakan pada saat Madura diperintah oleh raja Jokotole antara tahun 1415-1460.Zainuddin, Ketua Paguyuban Sapi Sonok, menjelaskan bahwa kata 'sonok' mengandung arti menerobos. Garis finis sapi sonok memang berupa pintu bergaya joglo. Di pintu itulah sepasang sapi sonok beserta para pengiringnya harus 'nylonok' dan keluar dari arena.Sebelum tampil di arena, sepasang sapi sonok dihias terlebih dahulu. Badan sapi sonok diberi 'baju' kebesaran. Baju berbahan kulit yang dililit ke perut sapi. Baju berhias pernak-pernik manik-manik.Kepala sapi juga diberi mahkota. Tandukpun diberi selongsong hiasan emas.Aneka hiasan tampak pula dipasang melilit leher sapi. Hiasan yang menjuntai hingga mata kaki ini, kelihatan mewah. Beberapa pemilik sapi sonok, malah membelikan kalung berbahan emas seharga puluhan juta rupiah.Menurut pemilik salah seorang pemilik sapi sonok Haji Umar, biaya yang dibutuhkan khusus untuk hiasan sapinya mencapai Rp15 juta dalam lomba kali ini."Hiasan mahkota yang ada di kepala sapi ini saja Rp 5 juta. Belum lagi selonsong emas yang ada ditanduknya itu. Lengkapnya dengan keleles dan bayaran para pemusik dan pesinden, sekitar Rp 15 jutaan itu," katanya menjelaskan.Menurut Haji Umar, biaya Rp15 juta itu hanya biaya kelengkapan pakaian dan alat musik sapi sonok saat mengikuti kontes sapi, belum termasuk biaya perawatan sapi setiap bulan."Kalau saya mematok biaya perawatan sapi itu setiap bulan Rp1 juta. Itu untuk membeli telur dan jamu racikan lainnya, agar bulu sapi terlihat halus dan berminyak. Soalnya sapi sonok itu yang dinilai memang keindahannya," imbuh Haji Umar.Umumnya, para peserta tak membandingkan antara biaya yang mereka keluarkan untuk merias sapi dengan penghargaan yang diterima. Tampil di kontes ini saja, sudah dianggap kebanggan tersendiri bagi pemiliknya."Kalau saya tidak peduli menang atau kalah. Bagi saya, yang penting bisa tampil dengan maksimal, terutama dalam penampilan musik gamelan," ujar Zainudin yang sudah 20 tahun mengikuti Lomba Sapi Sonok.Kontes sapi sonok yang digelar kali ini mampu menarik wisatawan, baik lokal maupun wisatawan asing. Bahkan, mereka berebut untuk mengabadikan kegiatan tersebut, terutama saat pasangan sapi hendak memasuki panggung yang disambut dengan tarian sinden Madura.Layaknya artis, sapi-sapi peserta kontes menjadi rebutan para wisatawan asing untuk bisa berfoto bersama. Tidak sekadar berfoto biasa, bahkan para turis bule juga berfoto dengan berpelukan dan mencium wajah sapi."Gambar ini akan saya jadikan kenang-kenangan untuk keluarga di negera saya," kata salah seorang turis bule bernama Brian, dengan bahasa Indonesia yang terbata-bata.Menurut Brian, yang membuat ia tertarik berfoto dengan pasangan sapi sonok karena sapi terlihat sangat indah, dengan perhiasan yang menempel di tubuhnya. Selain itu tubuhnya juga bersih berbeda dengan sapi-sapi biasa pada umumnya.Sumber: Kompas, Minggu, 26 Oktober 2008


Madura "Surganya" Lelaki
Pulau Madura, selain terkenal dengan karapan sapi dan pedagang satenya juga dikenal sebagai "surganya" pria. Pulau yang masuk dalam wilayah Provinsi Jawa Timur ini memiliki resep tradisional yang sangat ampuh untuk urusan ranjang. Sudah sejak lama jamu-jamuan ramuan Madura dipercaya mampu membuat kualitas/kemampuan hubungan intim menjadi lebih hot, lebih sehat dan bergairah. Ramuan bukan hanya untuk kau adam semata. Malah, ramuan untuk kaum hawa lebih komplit.Pernah mendengar jamu Tongkat Madura? Ini adalah salah satu ramuan yang sangat terkenal hingga mancanegara. Ramuan ini mampu menghadirkan sensasi tersendiri bagi pria yang berhubungan intim dengan wanita yang rajin mengonsumsinya. Selain membuat lebih rapet, ramuan leluhur ini juga mampu meningkatkan kualitas fungsi seksual. Yang lain ada rapet wangi, empot-empot dan sabun perempuan. Mengkonsumsi ramuan tradisional, selain mampu meningkatkan kebugaran seksual juga bebas dari bahan kimia. Berikut ramuan Madura untuk kaum hama yang legendaris itu. Tongkat MaduraRamuan ini memiliki khasiat yang baik bagi organ intim perempuan. Tongkat Madura ini adalah sebuah ramuan tradisional yang berbentuk stick. Dibuat dari bahan-bahan akar tumbuhan terpilih. Ramuan ini telah dipakai oleh kalangan perempuan Madura sejak ratusan tahun yang lalu. Bermanfaat untuk menguatkan otot kewanitaan, menghilangkan keputihan, dan merapatkan organ intim. Tongkat Madura ini juga dapat menghilangkan bau yang tak sedap pada organ kewanitaan, mengurangi lendir berlebih dan membuat otot kewanitaan semakin ketat.Empot-EmpotJamu tradisional Madura yang satu ini tentu sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia. Ramuan ini bermanfaat untuk merapatkan organ kewanitaan, dan dapat menimbulkan denyut-denyut istimewa dari organ intim perempuan. Selain itu juga, dapat mengurangi lendir yang berlebihan. Akan sangat baik jika diminum dan dikombinasikan dengan Jamu Rapet Wangi.Rapet WangiHampir mirip dengan khasiat Jamu Empot-Empot. Jamu tradisional khas Madura yang satu ini bermanfaat untuk merapatkan organ kewanitaan, mengurangi lendir yang berlebihan dan menghilangkan keputihan. Bedanya, jamu Rapet Wangi ini dapat membuat organ intim perempuan menebarkan bau wangi. Inilah kelebihan dari jamu Rapet Wangi.Nah, jika Anda merasa penasaran untuk mencobanya, ramuan-ramuan Madura ini bisa Anda dapatkan di mana saja, di toko-toko obat ataupun toko-toko jamu di kota Anda. Rasakan manfaat dan khasiat ramuan asli tanah air ini untuk kualitas fungsi seksual Anda. Jaga dan rawatlah organ intim Anda itu demi kebersihan dan kesehatan diri. Buatlah pasangan lelaki anda selalu bahagia berada di samping anda. (kpl/berbagai sumber/rsd)Sumber: KapanLagi.com, Senin, 30 Juni 2008


Sepuluh Kesenian Terancam Punah
Pemkab dan masyarakat pemerhati seni tradisi perlu mawas diri. Pasalnya, 10 kesenian tradisional Sampang terancam punah. Penyebabnya antara lain pergeseran zaman dan minimnya regenerasi. Di antara 10 kesenian yang kini menjadi binaan Subdin Kebudayaan Dinas P dan K Sampang adalah saronen, ghumbek, macopat. Juga beberapa seni lainnya yang sudah lama ditinggalkan empunya dibina agar tidak punah."Sepuluh kesenian tersebut sengaja kita bidik, karena hampir semua daerah yang identik sebagai pemilik kesenian tersebut kehilangan kader," terang Plt Kepala Dinas P dan K Heri Purnomo melalui Kepala Subdin Kebudayaan R Andry Prawita.Selain mengakui minimnya regenerasi, Andry juga menilai para tetua yang mengetahui persis kesenian tersebut perlahan sudah meninggal dunia. "Kita sangat kesulitan mengembangkan seni-seni tertentu, karena para tetua yang selama ini turut melestarikan sudah tiada tanpa melakukan regenerasi," terangnya.Hanya, hingga kini subdin kebudayaan belum menginventarisasi dan memberikan hak paten terhadap sejumlah kesenian yang dimiliki Sampang. Andry khawatir terjadi pengakuan oleh kabupaten lainnya."Hingga kini kami memang belum memberikan hak paten dan memiliki website untuk menginventarisasi semua kesenian yang ada di Sampang. Kelemahannya bisa saja kesenian itu diklaim kabupaten lainnya," tegasnya. Meski demikian, pihaknya kini tengah mengupayakan beberapa kesenian yang berpotensi untuk terus dilestarikan, meski terjadi pergeseran zaman. Salah satunya adalah musik Daul Combo yang kini tren di masyarakat dan rawan diincar kabupaten lain untuk dijiplak. "Kita sudah bentuk paguyupan untuk musik tersebut. Daul Combo hampir dimiliki semua kebupaten di Madura, Tapi yang pasti, daul combo adalah musik khas masyarakat Sampang," tandas Andry. (ri/mat)Sumber: Jawa Pos, Senin, 27 Oktober 2008


Antikorupsi Akan Dimasukkan Muatan Lokal
Pendidikan antikorupsi yang diberikan bagian edukasi KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) pada guru dan kepala sekolah mulai SD – SMA, mendapatkan respon dari pemkab Bangkalan. Rencananya pendidikan antikorupsi akan dimasukkan mulok (muatan lokal) mata pelajaran di sekolah – sekolah di Bangkalan."Ini menjadi kebijakan Pemkab Bangkalan untuk menindaklanjuti program pusat. Dan, ide dari Bapak Bupati (Fuad Amin, Red) ini direspons pusat," kata Kepala Dinas Pendidikan Bangkalan, Drs H Setijabudi NK, MM, Sabtu (30/8).Dikatakan, kalau hanya sekadar disisipkan dalam pelajaran, dampaknya tidak akan signifikan pada anak didik. "Nanti akan dievaluasi setelah dimasukkan dalam mulok," ujarnya.Sebelum dimasukkan dalam mata pelajaran muatan lokal, katanya pendidikan antikorupsi akan dirumuskan dan dirangkum dalam petunjuk tertentu untuk disampaikan bagi siswa. ”Nanti ada tim penyusunan kurikulum. Namun tetap berkoordinasi dengan KPK untuk sharing,” katanya.Menurut Setijabudi, budayawan Madura, sangat memungkinkan mengingatkan kembali pendidikan antikorupsi. “Dulu, kalau ada yang kehilangan, misalnya dompet, masyarakat mencarinya ke masjid. Budaya seperti itulah yang harus diingatkan kembali,” ungkapnya.Beberapa waktu lalu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberi pendidikan antikorupsi kepada guru SD, SMP, dan SMA sederajad se Bangkalan. Kegiatan yang digelar di Pandapa Pratanu merupakan kali pertama di Indonesia. Kegiatan yang sama serentak dilakukan Kota Surabaya, Denpasar, dan Magelang. Padahal, program ini akan diluncurkan KPK secara resmi pada September 2008.“Karena Pemkab Bangkalan responsif dan progresif terhadap program ini. Kami gelar di sini,” terang Wuryono Prakoso, fungsional Pendidikan Masyarakat, Deputi Bidang Pencegahan Direktorat Pembinaan Pelayanan Masyarakat KPK.Kegiatan Training of trainer (ToT) pendidikan antikorupsi bagi guru/kepala sekolah ini kerjasama Pemkab Bangkalan, Unijoyo, dan KPK. Pelatihan diikuti ratusan guru dan Kasek se Bangkalan.Yoyok - panggilan Wuryono Prasetyo–menjelaskan, kegiatan itu merupakan program KPK untuk memberi pendidikan masyarakat antikorupsi sejak dini. Harapannya, pada jangka menengah dan panjang akan tumbuh budaya antikorupsi di masyarakat. “Memang tidak dirasakan dalam waktu cepat, ini jangka panjang. Agar generasi mendatang mempunyai pondasi kuat terbebas dari korupsi,” tegasnya.Apakah pendidikan antikorupsi akan dimasukkan kurikulum? Menurut Yoyok, KPK tidak menawarkan seperti itu. Karena beratnya beban guru maupun siswa terhadap kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP)."Kita tekankan pada kegiatan informal di luar kurikulum. Tapi, guru diharapkan bisa semaksimal mungkin menyisipkan pendidikan antikorupsi di kurikulumnya," harapnya.Kalau Pemkab Bangkalan melalui dinas pendidikan menawarkan untuk memasukkan dalam muatan lokal (mulok). "Kalau masuk mulok, kami sangat senang. Kalau mulok, guru kan bisa lebih berkreasi," terangnya.Sementara itu, Wakil Bupati Bangkalan M. Syafik Rofii mengatakan, ToT tersebut sangat bermanfaat untuk menanamkan jiwa antikorupsi bagi guru. Sehingga, ke depan menjadi bagian penyiapan sumberdaya alam (SDM) yang peduli terhadap pemerintahan yang bersih dan berwibawa.(kas)Sumber: Surabaya Post, Sabtu 30/08/2008


Aksi Cewek Panggilan di Masa Panen Tembakau
"Hotelnya Terserah Mas, Tarif Saya Rp 100 Ribu lho..." Panen raya tembakau menarik pekerja seks komersial (PSK) untuk datang. Kota Pamekasan termasuk tujuan mereka. Berikut liputan eksklusif wartawan Radar Pamekasan yang berhasil menemui dua cewek panggilan.SUSAH-susah gampang menemukan cewek panggilan di Kota Pamekasan. Dibutuhkan relasi untuk mengetahui cewek panggilan itu. Koran ini berhasil berkenalan dengan PSK itu setelah mendapatkan dua nomer handphone (HP) dari salah satu pegawai di perusahaan swasta. Lalu, koran ini mencoba mengirim pesan singkat kepada salah satu cewek yang bernama Astri (nama samaran). Isi pesan itu, "Hai...boleh kenalan?" Tak lama, sudah ada jawaban. Pesan pendek (SMS) masuk ke HP. Rupanya dari Astri. Dia membalas, "Ya, ini siapa?" Respons itu bikin koran ini penasaran ingin mengetahui seluk-seluk cewek panggilan itu. Koran ini memberanikan diri untuk berkenalan lebih jauh dengan Astri. Tentunya, awalnya bincang-bincang lewat HP.Awalnya, perbincangan hanya mengarah pada perkenalan. Menanyakan asal kota, tempat tinggal saat ini, dan basa-basi lainnya. Astri sempat terbuka bahwa ia sudah punya seorang anak. Tak terasa pembicaraan sudah berlangsung satu jam lebih. Akhirnya, Astri mengaku bahwa kedatangannya ke Kota Pamekasan memang diniatkan sebagai cewek panggilan. "Saya lebih baik jujur lebih dulu Mas, daripada kecewa nanti sama aku," kata Astri melalui telepon genggamnyaAstri mengaku dari dari Jember. Dia dan temannya bernama Eva (bukan nama sebenarnya) yang juga dari Jember sengaja ke Kota Pamekasan untuk ikut meraup rezeki di masa panen tembakau.Esok harinya, koran ini kirim SMS mengajak ketemuan di salah satu hotel di Kota Pamekasan. Akhirnya disepakati bertemu pukul 12.00 siang. Pukul 09.00, Astri sudah mengirim pesan singkat sekadar memastikan bahwa perjanjian untuk bertemu tetap dilangsungkan. "Untuk hotelnya terserah Mas, di mana saja. Tetapi, tarif saya Rp 100 ribu lho," tulisnya.Koran ini pun lalu pesan salah satu kamar di salah satu hotel. Perasaan gugup menghantui kepala saat memasuki halaman hotel. Lalu, pandangan langsung tertuju pada petugas hotel yang tengah berada di depan sembari menunggu tamu yang datang."Mas, masih ada kamar ?" Hanya kalimat tersebut yang bisa diungkapkan kali pertama kali ketika berhadapan dengan petugas hotel. Dia bilang, masih tersedia dua kamar. Itu pun harga yang paling mahal.Kadung punya janji, koran ini memberanikan diri menyewa satu kamar yang katanya paling mewah di hotel itu. Pukul 12.00 sudah di kamar hotel. Handphone berbunyi. Ternyata pesan singkat dari Astri. Dia menayakan keberadaan koran ini. Lalu dibalas, sudah ada di dalam kamar hotel.Pukul 12.30, pintu kamar ada yang mengetuk. Ketika dibuka, di depan pintu terlihat dua cewek bercelana jeans dengan baju ketat warna hitam. Koran ini mempersilakan dua cewek itu masuk.Itu memang Astri dan Eva. Setelah basa-basi, koran ini lalu menanyakan kedatangannya datang ke Kota Pamekasan. Mereka mengaku untuk mencari uang di saat panen tembakau. Ya, jadi cewek pemuas yang bisa di-booking setelah ada paggilaan.Astri dan Eva mengaku setiap hari bisa mengumpulkan Rp 500 ribu. Uang itu didapatkan dengan lima kali main di atas ranjang. "Ya iyalah Mas. Satu kali dor ya Rp 100 ribu. Kalo yang cowok mintanya 10 kali, ya saya ladeni. Kalo Mas sudah menghubungi saya dan Astri, berarti kan Rp 200 ribu plus kamar hotel," kata Eva lalu tertawa dengan senyum manisnya.Lalu, untuk uang itu? Astri mengaku dikirimkan ke Jember untuk anaknya. "Mereka juga tahu kalau saya berprofesi sebagai cewek panggilam," ungkapnya.Lain lagi dengan Eva. Uang itu untuk biaya kos dan kebutuhan hidupnya. Ia mengaku terpaksa berlabuh di Kota Pamekasan. "Di Madura kan lagi musim panen tembakau. Masak nggak ada yang membutuhkan pelayanan kami," katanya.Namun, kini Astri dan Eva sedang gelisah. Sebab, mendekati Ramadan, lahan mereka akan "ditutup". "Padahal, saya berniat mencari uang untuk anak saya. Tapi bagaimana lagi. Sekarang sudah mendekati bulan puasa," aku Astri. Usai wawancara, kami pun keluar kamar hotel. (HARISANDI SAVARI)Sumber: Jawa Pos, Jum'at, 29 Agustus 2008

Kamis, 2008 Agustus 21
Masyarakat Madura Semakin Dewasa
Prof Dr Muchammad Zaidun SH MSi pernah menjabat Dekan Fakultas Hukum Universitas Bangkalan (Unibang) sekarang Universitas Trunojoyo. Bagaimana pandangannya tentang tanggungjawab lembaga pendidikan tinggi di Madura?.Menurut Anda, sejauh mana tanggungjawab Universitas Trunojoyo (Unijoyo) dan perguruan tinggi lainnya di Madura? Sejak menjadi dosen dan menjabat dekan fakultas hukum di Unibang (sekarang Unijoyo, Red), saya melihat bahwa lembaga pendidikan tinggi (di Madura) memiliki peran sangat strategis. Artinya, tanggungjawab akademis dan moralnya sangat tinggi untuk Madura. Meskipun universitas itu terbuka untuk masyarakat luar Madura. Jadi, bukan hanya UTM (Unijoyo, Red) yang memiliki tanggungjawab seperti itu. Tapi juga universitas lainnya.Untuk memenuhi tanggungjawab itu, bagaimana Anda melihat perkembangannya dibandingkan dulu? Saya melihat sudah banyak kemajuan. Waktu menjadi dekan di sana (Unibang, Red) saya seringkali mencoba meyakinkan masyarakat Madura bahwa ada universitas yang cukup bagus. Tapi, itu sulit. Kebanyakan orang Madura lebih melihat peluang di Jawa. Mereka memilih menyekolahkan anaknya di luar Madura. Padahal, saya melihat potensi dan semangat adik-adik di Madura sangat tinggi. Bahkan, salah satu mahasiswa saya saat di Unibang ada yang menjadi hakim di Sulawesi sampai sekarang.Kalau sekarang pandangan masyarakat bagaimana? Sekarang, saya kira masyarakat Madura sendiri sudah sangat dewasa. Saya yakin mereka memiliki pemahaman yang tinggi bahwa jika dididik dengan baik di daerahnya, putra putri Madura tidak kalah bersaing dengan daerah lainnya. Apalagi, universitas-univeritas di Madura sebentar lagi diserbu mahasiswa dari luar setelah Jembatan Suramadu selesai. Maka, perguruan tinggi akan berlomba-lomba memperbaiki kwalitasnya masing-masing. Jadi, tanggungjawab akademis maupun moralnya akan terpenuhi.Artinya, anggapan bahwa kwalitas pendidikan tinggi di Madura masih rendah itu tidak benar? Ya jelas. Banyak teman-teman saya dari Madura yang akhirnya menjadi rektor di perguruan tinggi terkemuka di Indonesia. Bahkan, saat ada pertemuan, mereka menggunakan bahasa Madura dengan logat yang kental untuk berkomunikasi. Sehingga bisa disimpulkan, masalah out put bisa jadi ditentukan lembaga pendidikan dan sumber daya manusianya sendiri. Tapi, yang lebih pokok dari dua hal itu adalah kesempatan yang diberikan.Jadi, peluang untuk memajukan pendidikan di Madura sangat terbuka? Itu pasti. Sebab, dilihat dari segi pulau yang kecil itu, orang-orang Madura boleh dibilang sangat berhasil ketika mereka memperoleh kesempatan menjadi besar. Lembaga pendidikan sudah baik, manusianya juga sudah baik. Tapi, kalau tidak ada kesempatan, ya sama saja. Tidak akan berfungsi dan bermanfaat maksimal.Disisi lain juga banyak lulusan sarjana yang akhirnya menganggur. Apakah kultur masyarakat Madura juga berpengaruh? Saya rasa secara kultural, masyarakat Madura dengan masyarakat lainnya di Indonesia tidak berbeda. Bahkan, saya sangat tidak sepakat jika dikatakan bahwa masyarakat Madura adalah kelompok masyarakat inferior. Ini jelas salah. Karena setahu saya, orang Madura secara logika dan rasional sangat cepat mengalami perkembangan. Banyak orang Madura yang menjadi profesor jenius, jujur, dan disegani. Sehingga, penghormatan yang diberikan bukan hanya sekedar karena tingkat jabatannya. Tapi juga ditopang pribadi sebagai orang Madura dengan kultur Maduranya. Yang jelas, potensi sumber daya manusia di Madura sangat tinggi. Tinggal menunggu pihak yang bisa memberikan dorongan, fasilitas, dan kesempatan. Dalam hal ini, bisa jadi lembaga pendidikan atau pemerintah. (nra/tra)Sumber: Jawa Pos, Kamis, 21 Agustus 2008

Tidak ada komentar: