Belakangan ini Wakil Presiden Jusuf Kalla kian bersemangat tatkala berbicara soal penataan Pelabuhan Tanjung Priok. Orang nomor dua di republik ini kembali meminta seluruh fasilitas gudang di pelabuhan itu segera dibongkar untuk meningkatkan daya tampung peti kemas.
"Dengan membongkar seluruh gudang di Pelabuhan Tanjung Priok, kapasitas pelabuhan bisa naik 50% dibandingkan dengan saat ini," ujar Wapres saat membuka Munas IV Gabungan Forwarder dan Ekspedisi Seluruh Indonesia (Gafeksi), baru-baru ini.
Sebelumnya, saat meninjau Pelabuhan Rotterdam, Belanda, dia juga mengatakan modernisasi Pelabuhan Tanjung Priok dipercepat.
Sepintas tak ada yang perlu diperdebatkan atas harapan Wapres, karena Indonesia yang terkenal sebagai negara kepulauan terbesar, di mana lebih dari dua pertiganya merupakan daerah perairan dan jumlah penduduk yang cukup besar, sudah seharusnya memiliki pelabuhan yang modern, canggih, dan tentunya efisien.
Pasalnya selama ini pelabuhan di Indonesia hanya mampu berperan sebagai pengumpan (feeder) terhadap pelabuhan negara lain, seperti Singapura dan Malaysia.
Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah bagaimana idealnya PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II selaku BUMN pengelola pelabuhan Tanjung Priok dan Departemen Perhubungan merepresentasikan harapan Wapres itu?
Lalu bagaimana kaitannya dengan regulasi yang telah dikeluarkan melalui Keputusan Menhub No. KM 59/2007 tentang rencana induk atau master plan Tanjung Priok?
Soalnya master plan itu telah secara gamblang menjabarkan penataan Priok dilaksanakan melalui tiga tahapan, yakni jangka pendek (2008-2012), jangka menengah (2013-2017), dan jangka panjang (2018-2027).
"Jadi menyangkut penataan Priok itu mana yang harus menjadi pegangan Apakah mengacu pada instruksi lisan Wapres atau mengacu pada master plan yang telah disusun sebelumnya," seloroh seorang eksekutif perusahaan bongkar muat dan pergudangan di Pelabuhan Priok yang minta identitasnya tidak disebutkan.
.cat { font-weight: bold; font-size: 14px; color: #003399; font-family: Arial, helvetica, sans-serif}
.judul { font-weight: bold; font-size: 11px; color: #000000; font-family: Arial, helvetica, sans-serif}
.judul1 { font-weight: bold; font-size: 11px; color: #FFFFFF; font-family: Arial, helvetica, sans-serif; text-align: center}
.judula { font-weight: bold; font-size: 11px; color: #FFFFFF; font-family: Arial, helvetica, sans-serif; text-align: center}
.judulb { font-weight: bold; font-size: 11px; color: #000000; font-family: Arial, helvetica, sans-serif; text-align: center}
.isi { font-weight: bold; font-size: 11px; font-family: Arial, helvetica, sans-serif}
.isi1 { font-weight: bold; font-size: 11px; font-family: Arial, helvetica, sans-serif; text-align: right}
.isi2 { font-weight: bold; font-size: 11px; font-family: Arial, helvetica, sans-serif; text-align: right}
.AG1 { font-size: 11px; font-family: Arial, helvetica, sans-serif; text-align: right}
.liss { list-style-position: inside; list-style-image: url(http://www.bisnis.com/bisimage/dot.gif}
Arus peti kemas di Tanjung Priok selama 2008
?
Terminal TEUs
Volume Boks
Konvensional
1.283.879
1.069.327
JICT
1.995.781
1.340.878
TPK Koja
704.618
472.731
Total
3.984.278
2.882.936Sumber: Pelindo II Tanjung Priok
Pangkal keresahan
Pertanyaan itu kelihatannya sederhana, tetapi itulah yang menjadi titik pangkal keresahan kalangan pelaku usaha swasta di Pelabuhan Priok. Pasalnya, bermodal pada instruksi Wapres itu, PT Pelindo II Tanjung Priok beranggapan bisa segera menggusur seluruh peran swasta dalam bisnis jasa kepelabuhanan.
Tidak hanya gudang yang dibongkar untuk perluasan lapangan dan kapasitas tampung peti kemas, tetapi lapangan penumpukan peti kemas yang selama ini dioperasikan pihak swasta melalui pemanfaatan sewa lahan pelabuhan dan telah berjalan pun diambil alih seluruhnya oleh Pelindo.
Akibatnya sudah bisa ditebak, perusahaan swasta dan seluruh pekerjanya yang selama ini beroperasi di Pelabuhan Priok harus hengkang dari pelabuhan, dan dampaknya PHK massal pekerja swasta di pelabuhan itu tidak bisa dihindari.
Wapres memang belum pernah sekalipun berujar untuk menggusur peran swasta di Pelabuhan Priok yang selama ini menggeluti usaha lapangan penumpukan atau tempat penimbunan sementara (TPS), yang juga berperan sebagai penopang pelabuhan dan menciptakan lapangan pekerjaan.
Dia hanya menegaskan supaya gudang dibongkar untuk dijadikan lapangan penumpukan peti kemas. Saat ini, dari 34 gudang yang ada di Pelabuhan Priok, 13 gudang di antaranya telah dibongkar dan sudah beralih peruntukan menjadi lapangan penumpukan peti kemas. Ke 13 gudang itu yakni gudang 104,111, 210, 302, 305, 108, 102X, 102, 103, 105, 107, 213X, dan 303.
Ironisnya, kondisi yang terjadi di lapangan berbeda, karena penataan Priok itu sekali lagi bukan hanya menyangkut soal gudang, melainkan kini seluruh Hak Pengelolaan Lahan (HPL) Pelabuhan Tanjung Priok diambil alih oleh Pelindo II.
Akibatnnya, pelaku usaha swasta yang ada terpaksa gulung tikar dan bersiap melakukan PHK massal dalam waktu dekat. Padahal UU No.17/2008 tentang Pelayaran secara jelas menyebutkan soal HPL itu merupakan urusan badan otoritas pelabuhan yang pembentukannya ditargetkan oleh Dephub rampung pada Mei mendatang.
Hal ini bemula ketika pada 16 Desember 2008, General Manager Pelabuhan Tanjung Priok Cipto Pramono mengeluarkan surat bernomor FP.015/26/6/CTPK-08 yang ditujukan kepada seluruh pengguna HPL di lingkungan Pelindo II Tanjung Priok.
Surat itu menegaskan bahwa sewa tanah HPL yang telah berakhir per 31 Desember 2008 tidak diberikan sewa baru ataupun perpanjangan karena lahan tersebut akan dimanfaatkan sendiri oleh Pelindo II Tanjung Priok. Penyewa lahan juga diminta segera mengosongkan lahan setelah masa penggunaan berakhir.
Adapun yang belum berakhir masa perjanjian penggunaannya, seiring dengan rencana penataan ruang pelabuhan, maka akan dilakukan pemutusan sehingga perjanjian berakhir paling lambat 31 Maret 2009, tanpa ganti rugi dan terhadap sisa uang sewa akan dikembalikan oleh Pelindo II.
Surat GM Tanjung Priok itu merujuk pada surat direksi Pelindo II No. FP.015/6/5/PI-II-08 tanggal 28 Oktober 2008 tentang Pelaksanaan Penggunaan Tanah HPL di Lingkungan Pelindo II.
Sesuai koridor
Pelaku usaha swasta di pelabuhan itu menyatakan tidak anti dengan penataan pelabuhan asalkan dilakukan sesuai dengan koridor aturan yang ada, yakni berlandaskan pada master plan Pelabuhan Tanjung Priok.
"Tapi sekarang kan tidak begitu, semuanya [swasta] mesti hengkang dari dalam pelabuhan. Ini sama saja monopoli jilid baru oleh Pelindo. Terus terang kami prihatin karena regulasi yang telah ada ditabrak-tabrak," ujar Syamsul Hadi, Sekjen Asosiasi Pengusaha Tempat Penimbunan Sementara Indonesia (Aptesindo).
Dia berharap Pelabuhan Priok janganlah dilihat dari sudut pandang yang sempit, tetapi harus menengok kesiapan infrastruktur terminal (dermaga) sandar kapal.
Pelabuhan itu terdiri atas berbagai terminal di dalamnya, sedangkan yang menyangkut pelayanan peti kemas ocean going (internasional) selama ini mayoritas dilakukan di dermaga Jakarta International Container Terminal (JICT) dan Terminal Peti Kemas (TPK) Koja.
Tahun lalu, arus peti kemas melalui pelabuhan itu mencapai 3,98 juta TEUs, berasal dari JICT 1,9 juta TEUs, TPK Koja 704.000 TEUs, dan terminal konvensional 1,28 juta TEUs. (redaksi@bisnis.co.id)
oleh : Akhmad Mabrori
Tidak ada komentar:
Posting Komentar