oleh : A. M. Lilik AgungTrainer dan Pembicara Publik
Hotel Novotel Bogor, pagi hari. Seluruh jajaran manajemen PT Garuda Indonesia- mulai dari General Manager, Vice President, hingga Direktur - berkumpul untuk membicarakan strategi perusahaan ke depan.
Pertemuan pada bulan Juli itu terasa istimewa. Setelah bertahun-tahun PT Garuda Indonesia mengalami pendarahan nan akut sehingga harus disuntik uang rakyat melalui APBN, maka selama operasional pertengahan tahun itu perusahaan membukukan keuntungan. Alhasil pada akhir tahun diproyeksikan PT Garuda Indonesia akan membukukan laba signifikan.
Saya orang luar yang kebetulan mengikuti rapat kerja itu. Jadi sedari awal saya paham bahwa telah terjadi perubahan besar-besaran di tubuh PT Garuda Indonesia. Di bawah kendali CEO baru Emirsyah Satar, PT Garuda Indonesia mencanangkan program transformasi bisnis.
Oleh Emirsyah Satar transformasi bisnis ini diartikan sebagai seluruh proses perubahan yang diperlukan oleh perusahaan untuk memosisikan diri agar lebih siap menghadapi tantangan bisnis baru dan lingkungan usaha yang berubah secara cepat. Perubahan dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan terhadap pola pikir, perilaku, tata nilai atau budaya perusahaan, dan strategi bisnis.
Ada empat bidang pokok dalam proses transformasi bisnis di PT Garuda Indonesia, yaitu; (1) efisiensi biaya, (2) streamline organisasi dan manajemen, (3) rasionalisasi dan pemberdayaan anak perusahaan, serta (4) strategic alliance / strategic partner.
Transformasi bisnis di tubuh PT Garuda Indonesia menemukan moment terbaik karena dua hal; kondisi perusahaan yang terjerembab dan persaingan usaha nan ketat. Seperti diketahui, selama puluhan tahun PT Garuda Indonesia memperoleh hak pribadi nan luar biasa bernama monopoli.
Hanya ada satu perusahaan penerbangan di Indonesia. Perusahaan penerbangan lain terbatas operasionalnya dan terlalu kecil dibanding dengan kepakan sayap PT Garuda Indonesia.
Ketika Emirsyah Satar menjadi kepala suku PT Garuda Indonesia, kondisi asset perusahaan jauh lebih kecil dibandingkan dengan utang yang dimiliki. Jumlah karyawan terlampau besar dengan masa kerja panjang dan nyaris tanpa ada regenerasi.
Pada sisi lain deregulasi yang dilancarkan pemerintah menjadikan industri penerbangan berada dalam kondisi persaingan berdarah-darah. Selain pemain baru bermunculan, industri penerbangan dari negara-negara tetangga ikut bertempur di pasar Indonesia.
Sejurus dengan gencarnya menjalankan proses transformasi bisnis ini, Emirsyah Satar juga menjalankan proses transformasi nonbisnis bernama pemantapan nilai-nilai perusahaan. Pemantapan nilai-nilai perusahaan ini mutlak dilakukan karena menjadi jiwa dan perilaku karyawan serta merupakan motor penggerak di dalam menyikapi tantangan bisnis. Intinya membuka pola pikir karyawan untuk berubah dan bekerja berbasis pada nilai-nilai.
Giatkan efisiensi
Nilai-nilai yang dikembangkan di PT Garuda Indonesia dikenal dengan istilah FLY-HI (singkatan dari eFficient and effective, Loyalty, customer centricitY, Honesty and openness serta Integrity).
Efisiensi dan efektitivas menjadi mantra yang pantas dikampanyekan untuk mengurangi lemak-lemak yang membuat perusahaan mengalami pemborosan. Langkah efisiensi yang dilakukan oleh Emirsyah Satar adalah pemindahan kantor pusat PT Garuda Indonesia di pusat kota (Jalan Medan Merdeka, Jakarta) menuju Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng dan pembentukan direktorat baru yang membawahi strategi dan teknologi informasi.
Pemindahan kantor pusat ke Bandara Soekarno-Hatta ini membawa efek luar biasa. Operasional perusahaan menjadi efektif dan gesit untuk bergerak. Nuansa dan irama kerja menjadi dinamis karena setiap hari seluruh karyawan merasakan dan melihat sendiri operasional perusahaan.
Sementara direktorat strategi dan teknologi informasi ditangani oleh Elisa Lumbantoruan, mantan CEO HP Indonesia yang rekam jejak pada bisnis teknologi informasi tidak diragukan lagi.
Bagi perusahaan penerbangan, teknologi informasi merupakan alat manajemen paling terdepan. Oleh karenanya dengan sistem yang didukung oleh teknologi informasi akan membawa PT Garuda Indonesia terbang tinggi mencapai cita-cita transformasi bisnisnya.
Efisiensi yang dicanangkan oleh Emirsyah Satar tidak semata diartikan dalam konteks pengurangan biaya, tetapi diarahkan pada efektifitas organisasi dan sumber daya, yang meliputi langkah-langkah seperti berikut: (1) menyederhanakan proses bisnis, (2) meniadakan dan mengurangi hal-hal yang tidak perlu, (3) meningkatkan response time, (4) meningkatkan produktivitas.
Khusus meningkatkan response time ini menjadi senjata unggulan bagi setiap perusahaan penerbangan. Dengan ketepatan waktu akan menghemat biaya bahan bakar (bahan bakar merupakan komponen yang memakan 40% dari biaya operasional), peningkatan rute penerbangan dan berujung pada pelayanan optimal kepada pelanggan.
Dapat dikatakan bahwa menyoal response time ini PT Garuda Indonesia menjadi tolok ukur pada industri penerbangan nasional. Namun, bila dibandingkan dengan penerbangan internasional, PT Garuda Indonesia masih perlu belajar banyak.
Proses transformasi bisnis harus mendongkrak kinerja perusahaan. Bahkan dalam tataran ideal transformasi bisnis harus membalikkan keadaan perusahaan yang berdarah-darah menjadi untung dalam waktu singkat. Di tangan Emirsyah Satar, proses transformasi bisnis PT Garuda Indonesia menunjukkan kinerja bagus.
Jika jika pada 2004 nilai kerugian mencapai Rp811 miliar; pada 2005 menurun menjadi Rp688 miliar; setahun kemudian menurun menjadi Rp197 miliar ; pada 2007 mampu membukukan keuntungan sebesar Rp258 miliar. Tahun lalu kembali PT Garuda Indonesia meraih keuntungan sebanyak Rp683,6 miliar.
Kepakan sayap PT Garuda Indonesia di bawah pilot Emirsyah Satar semakin tinggi mengarungi angkasa. Selain induknya yang semakin digdaya, beberapa anak perusahaan juga menunjukkan kinerja membaik. PT Garuda Maintenance Facility selain membukukan keuntungan terus-menerus juga beberapa kali mendapat penghargaan dari berbagai lembaga prestisius.
Citilink yang sempat pingsan sekarang sudah terbang lagi melayani rute-rute yang selama ini tidak terlayani PT Garuda Indonesia. Di bawah komando Elisa Lumbantoruan, tidak menutup kemungkinan Citilink akan menjadi jawara pada penerbangan berbiaya murah.
Sebagai warga negara mari kita lihat sepak terjang selanjutnya Emirsyah Satar dalam menerbangkan perusahaan penerbangan yang membawa nama yang dulu pada 17 Agustus 1945 diproklamasikan oleh Bapak Bangsa: Indonesia.
Pertemuan pada bulan Juli itu terasa istimewa. Setelah bertahun-tahun PT Garuda Indonesia mengalami pendarahan nan akut sehingga harus disuntik uang rakyat melalui APBN, maka selama operasional pertengahan tahun itu perusahaan membukukan keuntungan. Alhasil pada akhir tahun diproyeksikan PT Garuda Indonesia akan membukukan laba signifikan.
Saya orang luar yang kebetulan mengikuti rapat kerja itu. Jadi sedari awal saya paham bahwa telah terjadi perubahan besar-besaran di tubuh PT Garuda Indonesia. Di bawah kendali CEO baru Emirsyah Satar, PT Garuda Indonesia mencanangkan program transformasi bisnis.
Oleh Emirsyah Satar transformasi bisnis ini diartikan sebagai seluruh proses perubahan yang diperlukan oleh perusahaan untuk memosisikan diri agar lebih siap menghadapi tantangan bisnis baru dan lingkungan usaha yang berubah secara cepat. Perubahan dilakukan secara menyeluruh dan berkesinambungan terhadap pola pikir, perilaku, tata nilai atau budaya perusahaan, dan strategi bisnis.
Ada empat bidang pokok dalam proses transformasi bisnis di PT Garuda Indonesia, yaitu; (1) efisiensi biaya, (2) streamline organisasi dan manajemen, (3) rasionalisasi dan pemberdayaan anak perusahaan, serta (4) strategic alliance / strategic partner.
Transformasi bisnis di tubuh PT Garuda Indonesia menemukan moment terbaik karena dua hal; kondisi perusahaan yang terjerembab dan persaingan usaha nan ketat. Seperti diketahui, selama puluhan tahun PT Garuda Indonesia memperoleh hak pribadi nan luar biasa bernama monopoli.
Hanya ada satu perusahaan penerbangan di Indonesia. Perusahaan penerbangan lain terbatas operasionalnya dan terlalu kecil dibanding dengan kepakan sayap PT Garuda Indonesia.
Ketika Emirsyah Satar menjadi kepala suku PT Garuda Indonesia, kondisi asset perusahaan jauh lebih kecil dibandingkan dengan utang yang dimiliki. Jumlah karyawan terlampau besar dengan masa kerja panjang dan nyaris tanpa ada regenerasi.
Pada sisi lain deregulasi yang dilancarkan pemerintah menjadikan industri penerbangan berada dalam kondisi persaingan berdarah-darah. Selain pemain baru bermunculan, industri penerbangan dari negara-negara tetangga ikut bertempur di pasar Indonesia.
Sejurus dengan gencarnya menjalankan proses transformasi bisnis ini, Emirsyah Satar juga menjalankan proses transformasi nonbisnis bernama pemantapan nilai-nilai perusahaan. Pemantapan nilai-nilai perusahaan ini mutlak dilakukan karena menjadi jiwa dan perilaku karyawan serta merupakan motor penggerak di dalam menyikapi tantangan bisnis. Intinya membuka pola pikir karyawan untuk berubah dan bekerja berbasis pada nilai-nilai.
Giatkan efisiensi
Nilai-nilai yang dikembangkan di PT Garuda Indonesia dikenal dengan istilah FLY-HI (singkatan dari eFficient and effective, Loyalty, customer centricitY, Honesty and openness serta Integrity).
Efisiensi dan efektitivas menjadi mantra yang pantas dikampanyekan untuk mengurangi lemak-lemak yang membuat perusahaan mengalami pemborosan. Langkah efisiensi yang dilakukan oleh Emirsyah Satar adalah pemindahan kantor pusat PT Garuda Indonesia di pusat kota (Jalan Medan Merdeka, Jakarta) menuju Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng dan pembentukan direktorat baru yang membawahi strategi dan teknologi informasi.
Pemindahan kantor pusat ke Bandara Soekarno-Hatta ini membawa efek luar biasa. Operasional perusahaan menjadi efektif dan gesit untuk bergerak. Nuansa dan irama kerja menjadi dinamis karena setiap hari seluruh karyawan merasakan dan melihat sendiri operasional perusahaan.
Sementara direktorat strategi dan teknologi informasi ditangani oleh Elisa Lumbantoruan, mantan CEO HP Indonesia yang rekam jejak pada bisnis teknologi informasi tidak diragukan lagi.
Bagi perusahaan penerbangan, teknologi informasi merupakan alat manajemen paling terdepan. Oleh karenanya dengan sistem yang didukung oleh teknologi informasi akan membawa PT Garuda Indonesia terbang tinggi mencapai cita-cita transformasi bisnisnya.
Efisiensi yang dicanangkan oleh Emirsyah Satar tidak semata diartikan dalam konteks pengurangan biaya, tetapi diarahkan pada efektifitas organisasi dan sumber daya, yang meliputi langkah-langkah seperti berikut: (1) menyederhanakan proses bisnis, (2) meniadakan dan mengurangi hal-hal yang tidak perlu, (3) meningkatkan response time, (4) meningkatkan produktivitas.
Khusus meningkatkan response time ini menjadi senjata unggulan bagi setiap perusahaan penerbangan. Dengan ketepatan waktu akan menghemat biaya bahan bakar (bahan bakar merupakan komponen yang memakan 40% dari biaya operasional), peningkatan rute penerbangan dan berujung pada pelayanan optimal kepada pelanggan.
Dapat dikatakan bahwa menyoal response time ini PT Garuda Indonesia menjadi tolok ukur pada industri penerbangan nasional. Namun, bila dibandingkan dengan penerbangan internasional, PT Garuda Indonesia masih perlu belajar banyak.
Proses transformasi bisnis harus mendongkrak kinerja perusahaan. Bahkan dalam tataran ideal transformasi bisnis harus membalikkan keadaan perusahaan yang berdarah-darah menjadi untung dalam waktu singkat. Di tangan Emirsyah Satar, proses transformasi bisnis PT Garuda Indonesia menunjukkan kinerja bagus.
Jika jika pada 2004 nilai kerugian mencapai Rp811 miliar; pada 2005 menurun menjadi Rp688 miliar; setahun kemudian menurun menjadi Rp197 miliar ; pada 2007 mampu membukukan keuntungan sebesar Rp258 miliar. Tahun lalu kembali PT Garuda Indonesia meraih keuntungan sebanyak Rp683,6 miliar.
Kepakan sayap PT Garuda Indonesia di bawah pilot Emirsyah Satar semakin tinggi mengarungi angkasa. Selain induknya yang semakin digdaya, beberapa anak perusahaan juga menunjukkan kinerja membaik. PT Garuda Maintenance Facility selain membukukan keuntungan terus-menerus juga beberapa kali mendapat penghargaan dari berbagai lembaga prestisius.
Citilink yang sempat pingsan sekarang sudah terbang lagi melayani rute-rute yang selama ini tidak terlayani PT Garuda Indonesia. Di bawah komando Elisa Lumbantoruan, tidak menutup kemungkinan Citilink akan menjadi jawara pada penerbangan berbiaya murah.
Sebagai warga negara mari kita lihat sepak terjang selanjutnya Emirsyah Satar dalam menerbangkan perusahaan penerbangan yang membawa nama yang dulu pada 17 Agustus 1945 diproklamasikan oleh Bapak Bangsa: Indonesia.
Sumber : Bisnis Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar