oleh : Budi FrensidyStaf pengajar FEUI dan penulis buku
Anda sudah menonton Confessions of a Shopaholic? Jika Anda pemegang kartu kredit, ada baiknya Anda menyempatkan diri menyaksikan film humor ringan tentang perilaku konsumtif itu. Film itu dan artikel tentang kartu kredit yang ditulis Hery Trianto, redaktur harian ini, akhir bulan lalu telah mengilhami saya untuk kembali menulis tentang jeratan utang kartu kredit. Inilah tulisan ketiga saya tentang kartu kredit setelah artikel Kartu kredit: dibenci dan dicinta dan Mimpi bunga kartu kredit turun tahun lalu.
Saya sangat setuju jika dikatakan kartu kredit itu alat bayar dan bukan alat utang. Inilah persepsi yang benar. Kenyataannya, justru persepsi salah yang berkembang di sebagian besar pengguna kartu kredit. Sangat disayangkan jika 70% nasabah memilih pembayaran tagihan kartu kreditnya dengan mengangsur daripada melunasinya saat jatuh tempo. Kita ketahui bersama kalau jumlah keping kartu kredit yang diterbitkan sekitar 20 bank di Indonesia saat ini hampir menembus 12 juta dengan pertumbuhan 205.000 kartu kredit baru setiap bulannya.
Volume transaksi dengan kartu kredit juga bukan main-main angkanya karena menembus belasan triliun rupiah per bulan. Dengan sebagian besar nasabah berutang dan bunga 2,75%-3,5%, tidak kurang dari ratusan miliar rupiah setiap bulannya diraup bank-bank penerbit untuk bunga kartu kredit ini. Belum lagi merchant's fee yang sekitar 2,5% dari nilai transaksi dan biaya tahunan yang ratusan ribu rupiah per kartu.
Persepsi yang lebih salah adalah yang melihat kartu kredit sebagai tambahan kas di dompet. Kelompok ini tidak jarang menarik dana tunai dari kartu kreditnya. Padahal, untuk tarikan tunai ini, bank mengenakan bunga sekitar 4% per bulan atau 48% per tahun. yang dihitung sejak tanggal transaksi. Sangat mencekik leher, bukan?
Selain persepsi salah di atas, kita juga sering menganggap enteng perhitungan bunga oleh bank. Jika Anda mengira bunga akan dihitung dari saldo tagihan yang belum dibayar mulai tanggal jatuh tempo, Anda salah. Yang benar, bunga umumnya dihitung dari tanggal transaksi untuk jumlah tagihan yang belum dilunasi. Sebagai alat bayar, kartu kredit memudahkan belanja barang dan jasa yang kita perlukan sekaligus menguntungkan karena dapat menunda waktu pembayaran. Namun, sebagai alat utang, kartu kredit sangat merugikan penggunanya karena berbunga sangat tinggi. Ilustrasinya adalah sebagai berikut.
Kebetulan saya mempunyai dua kartu kredit dari dua bank papan atas. Tanggal pencetakan tagihan kartu kredit yang pertama adalah 13 yang jatuh tempo tanggal 30 setiap bulannya. Adapun yang kedua, tagihan dicetak setiap tanggal 25 untuk dilunasi tanggal 9 bulan berikutnya. Agar pembayaran biaya tahunan kedua kartu kredit itu yang hampir mencapai Rp2 juta tidak sia-sia, saya selalu menggunakan kartu kredit yang pertama untuk transaksi tanggal 13-25 dan kartu kredit yang kedua untuk transaksi tanggal 26-12. Ketika tagihan datang, saya selalu melunasinya dan tidak pernah berutang.
Dengan strategi ini, saya dapat menunda pembayaran belanja saya hingga 30-45 hari tanpa tambahan biaya. Dana yang mestinya dibayarkan saat belanja, jika tidak menggunakan kartu kredit, dapat saya taruh di bank atau di reksa dana pasar uang. Sangat menguntungkan, bukan? Dengan kartu kredit itu, saya juga memperoleh fasilitas bersantap gratis di executive lounge hampir semua bandara di Indonesia plus harga diskon untuk beberapa hotel, restoran, dan produk tertentu. Inilah enaknya punya kartu kredit.
Bunga dihitung mundur
Susahnya adalah jika tagihan jatuh tempo, Anda tidak mampu melunasinya dan hanya membayar, katakan 20%. Jika ini terjadi, tagihan Anda yang belum terlunasi yaitu sebesar 80% akan langsung dikenakan bunga sejak tanggal transaksi dan bukan sejak Anda tidak mampu melunasi. Istilah populernya adalah argo bunga ternyata dihitung mundur. Misalkan, tagihan Rp10 juta hanya dilunasi Rp2 juta saat jatuh tempo. Tagihan bunga untuk bulan berikutnya bukan 3% x Rp8 juta atau Rp240 ribu tetapi sekitar dua hingga hampir tiga kali angka itu. Ini dikarenakan bunga 15-50 hari dari periode sebelumnya ikut ditagihkan pada bulan berikutnya. Biaya bunga ini tidak ada jika seluruh tagihan dilunasi.
Perhitungan seperti ini sungguh menjerat pengguna kartu kredit. Perangkap ini hampir sama dengan jebakan tingginya bunga cicilan terutama jika ada diskon tunai.
Namun, bank juga merasa tidak bersalah karena menganggap sudah memberikan penjelasan yang cukup tentang ketentuan ini di belakang lembar penagihan setiap bulannya seperti sebagai berikut. Bunga akan ditambahkan pada penagihan berikutnya bila Anda tidak membayar seluruh saldo terutang pada tanggal jatuh tempo. Bunga ditagih per bulan berdasarkan saldo harian sejak tanggal transaksi. Nasabah akan terkena bunga jika pembayaran melampaui tanggal jatuh tempo, pembayaran tidak penuh atau tidak melakukan pembayaran, dan adanya transaksi penarikan uang tunai. Transaksi yang belum jatuh tempo tidak termasuk dalam komponen perhitungan bunga.
Tip dari saya, lunasi seluruh tagihan kartu kredit Anda saat jatuh tempo dan punya dua kartu kredit itu sudah lebih dari cukup.
Anda tentu tidak ingin seperti Rebecca di Confessions of a Shopaholic. Setelah kehilangan pekerjaan dengan utang lebih dari US$16.000 dan dikejar-kejar debt collector akibat terlalu sering belanja dengan 12 kartu kreditnya, Rebecca (diperankan Isla Fisher) barulah sadar untuk selalu bertanya, "Apakah saya membutuhkan barang itu?" sebelum berbelanja.
Mereka yang lebih bijak akan menggenapi pertanyaan itu dengan dua pertanyaan lainnya yaitu "Jika membutuhkannya, apakah harus saat ini?" dan "Apakah harganya mesti setinggi itu?" Inilah tiga pertanyaan utama bagian anggaran atau bagian keuangan yang juga dapat diterapkan untuk para penggila belanja.
Anda sudah menonton Confessions of a Shopaholic? Jika Anda pemegang kartu kredit, ada baiknya Anda menyempatkan diri menyaksikan film humor ringan tentang perilaku konsumtif itu. Film itu dan artikel tentang kartu kredit yang ditulis Hery Trianto, redaktur harian ini, akhir bulan lalu telah mengilhami saya untuk kembali menulis tentang jeratan utang kartu kredit. Inilah tulisan ketiga saya tentang kartu kredit setelah artikel Kartu kredit: dibenci dan dicinta dan Mimpi bunga kartu kredit turun tahun lalu.
Saya sangat setuju jika dikatakan kartu kredit itu alat bayar dan bukan alat utang. Inilah persepsi yang benar. Kenyataannya, justru persepsi salah yang berkembang di sebagian besar pengguna kartu kredit. Sangat disayangkan jika 70% nasabah memilih pembayaran tagihan kartu kreditnya dengan mengangsur daripada melunasinya saat jatuh tempo. Kita ketahui bersama kalau jumlah keping kartu kredit yang diterbitkan sekitar 20 bank di Indonesia saat ini hampir menembus 12 juta dengan pertumbuhan 205.000 kartu kredit baru setiap bulannya.
Volume transaksi dengan kartu kredit juga bukan main-main angkanya karena menembus belasan triliun rupiah per bulan. Dengan sebagian besar nasabah berutang dan bunga 2,75%-3,5%, tidak kurang dari ratusan miliar rupiah setiap bulannya diraup bank-bank penerbit untuk bunga kartu kredit ini. Belum lagi merchant's fee yang sekitar 2,5% dari nilai transaksi dan biaya tahunan yang ratusan ribu rupiah per kartu.
Persepsi yang lebih salah adalah yang melihat kartu kredit sebagai tambahan kas di dompet. Kelompok ini tidak jarang menarik dana tunai dari kartu kreditnya. Padahal, untuk tarikan tunai ini, bank mengenakan bunga sekitar 4% per bulan atau 48% per tahun. yang dihitung sejak tanggal transaksi. Sangat mencekik leher, bukan?
Selain persepsi salah di atas, kita juga sering menganggap enteng perhitungan bunga oleh bank. Jika Anda mengira bunga akan dihitung dari saldo tagihan yang belum dibayar mulai tanggal jatuh tempo, Anda salah. Yang benar, bunga umumnya dihitung dari tanggal transaksi untuk jumlah tagihan yang belum dilunasi. Sebagai alat bayar, kartu kredit memudahkan belanja barang dan jasa yang kita perlukan sekaligus menguntungkan karena dapat menunda waktu pembayaran. Namun, sebagai alat utang, kartu kredit sangat merugikan penggunanya karena berbunga sangat tinggi. Ilustrasinya adalah sebagai berikut.
Kebetulan saya mempunyai dua kartu kredit dari dua bank papan atas. Tanggal pencetakan tagihan kartu kredit yang pertama adalah 13 yang jatuh tempo tanggal 30 setiap bulannya. Adapun yang kedua, tagihan dicetak setiap tanggal 25 untuk dilunasi tanggal 9 bulan berikutnya. Agar pembayaran biaya tahunan kedua kartu kredit itu yang hampir mencapai Rp2 juta tidak sia-sia, saya selalu menggunakan kartu kredit yang pertama untuk transaksi tanggal 13-25 dan kartu kredit yang kedua untuk transaksi tanggal 26-12. Ketika tagihan datang, saya selalu melunasinya dan tidak pernah berutang.
Dengan strategi ini, saya dapat menunda pembayaran belanja saya hingga 30-45 hari tanpa tambahan biaya. Dana yang mestinya dibayarkan saat belanja, jika tidak menggunakan kartu kredit, dapat saya taruh di bank atau di reksa dana pasar uang. Sangat menguntungkan, bukan? Dengan kartu kredit itu, saya juga memperoleh fasilitas bersantap gratis di executive lounge hampir semua bandara di Indonesia plus harga diskon untuk beberapa hotel, restoran, dan produk tertentu. Inilah enaknya punya kartu kredit.
Bunga dihitung mundur
Susahnya adalah jika tagihan jatuh tempo, Anda tidak mampu melunasinya dan hanya membayar, katakan 20%. Jika ini terjadi, tagihan Anda yang belum terlunasi yaitu sebesar 80% akan langsung dikenakan bunga sejak tanggal transaksi dan bukan sejak Anda tidak mampu melunasi. Istilah populernya adalah argo bunga ternyata dihitung mundur. Misalkan, tagihan Rp10 juta hanya dilunasi Rp2 juta saat jatuh tempo. Tagihan bunga untuk bulan berikutnya bukan 3% x Rp8 juta atau Rp240 ribu tetapi sekitar dua hingga hampir tiga kali angka itu. Ini dikarenakan bunga 15-50 hari dari periode sebelumnya ikut ditagihkan pada bulan berikutnya. Biaya bunga ini tidak ada jika seluruh tagihan dilunasi.
Perhitungan seperti ini sungguh menjerat pengguna kartu kredit. Perangkap ini hampir sama dengan jebakan tingginya bunga cicilan terutama jika ada diskon tunai.
Namun, bank juga merasa tidak bersalah karena menganggap sudah memberikan penjelasan yang cukup tentang ketentuan ini di belakang lembar penagihan setiap bulannya seperti sebagai berikut. Bunga akan ditambahkan pada penagihan berikutnya bila Anda tidak membayar seluruh saldo terutang pada tanggal jatuh tempo. Bunga ditagih per bulan berdasarkan saldo harian sejak tanggal transaksi. Nasabah akan terkena bunga jika pembayaran melampaui tanggal jatuh tempo, pembayaran tidak penuh atau tidak melakukan pembayaran, dan adanya transaksi penarikan uang tunai. Transaksi yang belum jatuh tempo tidak termasuk dalam komponen perhitungan bunga.
Tip dari saya, lunasi seluruh tagihan kartu kredit Anda saat jatuh tempo dan punya dua kartu kredit itu sudah lebih dari cukup.
Anda tentu tidak ingin seperti Rebecca di Confessions of a Shopaholic. Setelah kehilangan pekerjaan dengan utang lebih dari US$16.000 dan dikejar-kejar debt collector akibat terlalu sering belanja dengan 12 kartu kreditnya, Rebecca (diperankan Isla Fisher) barulah sadar untuk selalu bertanya, "Apakah saya membutuhkan barang itu?" sebelum berbelanja.
Mereka yang lebih bijak akan menggenapi pertanyaan itu dengan dua pertanyaan lainnya yaitu "Jika membutuhkannya, apakah harus saat ini?" dan "Apakah harganya mesti setinggi itu?" Inilah tiga pertanyaan utama bagian anggaran atau bagian keuangan yang juga dapat diterapkan untuk para penggila belanja.
Sumber : Bisnis Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar