Senin, 01 Juni 2009

Aturan denda kontraktor migas dikaji700 Auditor dibajak, BPKP tuntut remunerasi

JAKARTA: Pemerintah tengah merumuskan mekanisme denda bagi kontraktor migas yang lalai membayar kewajiban royalti, menyusul berlarut-larutnya penyelesaian kasus royalti sejumlah kontraktor batu bara.Deputi Pengawasan Instansi Pemerintah Bidang Perekonomian Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Binsar H. Simanjuntak menuturkan pihaknya bersama Kementerian ESDM dan Departemen Keuangan tengah membahas kemungkinan pengenaan sanksi bagi para kontraktor migas yang lalai atau sengaja menahan setoran royaltinya dengan berbagai alasan.Sanksi yang tengah dikaji sejauh ini baru berupa denda yag besarannya perlu dirumuskan lebih lanjut."Jadi kalau seharusnya bayar royalti, tetapi dia menahan untuk sejumlah tertentu, maka harus kena denda," tegasnya di sela-sela peringatan HUT ke-26 BPKP, pekan lalu.Pemerintah mencatat ada enam kontraktor batu bara yang diketahui menunggak royalti atau dana hasil pertambangan batu bara (DHPB) pada 2001-2007 dengan nilai keseluruhan mencapai Rp7 triliun.Kelima kontraktor tersebut, a.l. PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Arutmin Indonesia, PTB Kideco Jaya Agung, PT Adaro Indonesia, PT Berau Coal, dan PT Kendilo.Binsar mengatakan hasil audit BPKP menunjukkan adanya kewajiban yang seimbang antara pemerintah dan para kontraktor terkait dengan piutang royalti.BPKP merekomendasikan dua opsi penyelesaian. Pertama, kontraktor membayar penuh tunggakan royaltinya terlebih dahulu untuk kemudian pemerintah mengembalikan kelebihan pembayaran pajaknya.Rekomendasi kedua, adalah dilakukan perjumpaan atau dianggap impas (set off) guna mempercepat penyelesaian kasus tersebut. Dia mengungkapkan pihak ESDM telah menyatakan kesediaannya atas opsi kedua, sementara Depkeu tetap berkeras pada opsi pertama."Kita lagi cari supaya setoff-nya enak karena ribet kalau miliaran rupiah harus pemerintah keluarkan dan mereka juga lakukan. Makanya kami akan memanggil eselon I dari masing-masing departemen itu untuk membicarakan hal ini," ucapnya.BPKP baru menyelesaikan audit terhadap kewajiban kontraktor batubara pada periode 2001-2007. Sementara untuk kewajiban kontraktor periode 1983-2000 masih dalam proses audit.Tuntut remunerasiPada bagian lain, BPKP menuntut remunerasi guna menjaga loyalitas jajarannya, menyusul sekitar 700 auditornya yang dibajak oleh sejumlah instansi pemerintah pusat dan daerah.Kepala BPKP Didi Widayadi mengungkapkan lebih dari 1000 auditor BPKP yang dipinjamkan ke sejumlah kementerian dan lembaga (K/L) dan sekitar 700 auditor telah memutuskan untuk melepaskan ikatan dinas. Sebagian besar keluar karena tergiur oleh pendapatan yang lebih tinggi dan kewenangan yang lebih besar."Karenanya remunerasi menjadi penting sekali. Misalnya sama-sama akuntan publik, di BPK itu 4:1 [pendapatannya] dengan di BPKP. Padahal tenaga akuntannya sama saja, dia [BPK] eksternal di sini [BPKP] internal sehingga banyak yang kabur," jelas dia di sela-sela peringatan HUT ke-26 BPKP, pekan lalu.Didi berharap penyetaraan gaji dan tunjangan pegawai BPKP dengan Departemen Keuangan, Badan Pemeriksa keuangan (BPK) dan Mahkamah Agung, melalui remunerasi akan memotivasi kinerja dan loyalitas dari para auditornya sehingga kasus pembajakan tidak lagi terjadi."[Remunerasi] Ini untuk mencegah kaki kiri dan kanan BPKP dibajak untuk lepas. Kalau lepas, [BPKP] sebagai auditor presiden, maka presiden tidak punya pengawasan atas anggaran Rp1.000 triliun di APBN," tegasnya.Menurut dia, Kemeneg Pemberdayaan Aparatur Negara telah mengirim surat permohonan ke presiden terkait remunerasi di sejumlah K/L. a.l. Bappenas dan BPKP.Dia berharap paling lambat akhir tahun ini, persetujuan presiden atas permohonan remunerasi BPKP dapat terealisasi. (16)
Bisnis Indonesia

Tidak ada komentar: