Rabu, 28 Oktober 2009

Politisi Perempuan Anggota DPR Rentan Tergoda Tawaran Suap

JAKARTA - Praktik gratifikasi tak hanya menjadi monopoli politikus pria. Kaum perempuan yang menjadi anggota DPR tetap rentan untuk tergoda menerima tawaran suap. Politisi perempuan itu bisa menjadi korban sekaligus pelaku dalam tindak pidana korupsi.

"Perempuan perlu hati-hati agar tidak tergoda untuk melakukan korupsi. Perempuan juga rentan," kata Todung Mulya Lubis, ketua Transparency International Indonesia (TII), dalam diskusi Program Partisipasi Politik Perempuan yang diselenggarakan Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) di Jakarta kemarin (27/10).

Todung mengatakan, ada 18 modus korupsi di daerah dan modus-modus lain di lingkungan politik. Yang kerap menyeret politisi adalah menerima gratifikasi. Gratifikasi itu diterima secara individu maupun berjamaah. "Setelah duduk di DPR, jangan terbuai untuk menerima gratifikasi," ujar Todung. Gratifikasi itulah yang membuat banyak politikus terseret dalam kasus korupsi. Menurut dia, politisi perempuan harus bisa menolak segala bentuk gratifikasi dan tindakan yang mengarah pada korupsi.

Todung mencatat, pernah ada politisi perempuan yang terlibat dalam kasus korupsi. "Hal pertama yang harus dilakukan adalah jangan tergoda," ujar dia. Todung yakin, perempuan bisa menghindari korupsi. Contohnya, dalam pemberian kredit Grameen Bank di Bangladesh, perempuan lebih patuh mengembalikan kredit.

Anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari menyatakan, fakta di DPR membuktikan bahwa bukan tidak mungkin seorang anggota menerima gratifikasi. Yang dimaksud adalah kebiasaan pihak lain memberikan amplop kepada anggota DPR. "Sekarang tinggal niatnya. Kalau nggak diterima, akan dimarahi. Nah, seperti itu lebih baik diberikan kepada konstituen," kata Eva.

Menurut Eva, ukuran sebagai politisi ditentukan apakah dia berpengaruh atau tidak. Dalam hal pembuatan paket undang-undang, politisi perempuan harus memiliki porsi lebih. Mereka harus proaktif dalam debat dan diskusi. Efeknya memang negatif, yaitu adanya intimidasi. "Itu memang tidak mudah. Namun, sejak awal harus memiliki niat untuk mengeluarkan output dan bekerja efektif," pesannya. (bay/agm/sfl)

Tidak ada komentar: