Rabu, 28 Oktober 2009

Pemerintah Siapkan Strategi untuk Meninjau Sistem Subsidi BBM 70 Persen Subsidi Tak Tepat Sasaran

JAKARTA - Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kini dibayangi pergerakan liar harga minyak. Ditambah dengan faktor subsidi BBM yang kurang tepat sasaran, beban berat pun harus ditanggung APBN.

Ketua Panitia Anggaran DPR (terpilih) Harry Azhar Aziz mengatakan, untuk mengantisipasi kenaikan harga minyak, pemerintah harus mulai menyiapkan strategi untuk meninjau kembali sistem subsidi BBM. ''Selama ini kan kurang tepat sasaran. Dengan strategi yang tepat, diharap bisa mengurangi beban APBN,'' ujarnya kemarin (27/10).

Merujuk data Bappenas, kata Harry, 70 persen subsidi BBM justru dinikmati oleh kalangan masyarakat mampu. Hal itu tidak bisa dihindari karena sistem subsidi BBM masih menggunakan sistem terbuka. ''Data Bappenas itu masih harus diklarifikasi, namun harus diakui bahwa mayoritas yang memanfaatkan subsidi adalah kalangan menengah ke atas,'' katanya.

Dalam APBN 2010, alokasi subsidi BBM, LPG, dan BBN ditetapkan sebesar Rp 68,7 triliun. Jika sistem subsidi BBM masih seperti saat ini dan harga minyak terus melonjak naik, maka subsidi BBM terancam membengkak.

Untuk itu, lanjut Harry, metode subsidi tertutup seperti sistem smart card bisa menjadi pertimbangan. Rencana tersebut pernah digodog pemerintah pada 2008, namun mentah karena terbentur alasan pendanaan dan politis menjelang Pemilu. ''Inilah yang harus dipikirkan Menteri ESDM yang baru,'' terangnya.

Pengamat Ekonomi Dradjad H. Wibowo mengatakan, pengalihan subsidi BBM dari subsidi barang ke subsidi orang, memang bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Hal ini berbeda dengan subsidi listrik. ''Subsidi listrik lebih mudah diarahkan kepada orang tertentu karena identifikasi konsumennya jauh lebih mudah,'' ujarnya.

Selain itu, proses pengalihan subsidi juga memerlukan perbaikan infrastruktur berupa pemutakhiran data. Sebab, selama ini masalah identifikasi konsumen tidak disentuh. ''Jadi, mumpung harga minyak dunia belum naik, sebaiknya kebijakan BBM diarahkan ke masalah ini. Termasuk registrasi penduduk dan teknologinya,'' katanya.

Saat ini, harga minyak memang cenderung bergerak makin liar. Data menunjukkan, harga minyak dunia merangkak naik sejak pertengahan Februari lalu dari USD 35 per barel hingga mencapai rekor harga tertinggi sepanjang delapan bulan terakhir di level USD 73,23 pada 30 Juni. Namun, harga sempat melorot ke USD 58 per barel pada akhir pekan ke dua bulan Juli, sebelum akhirnya perlahan naik lagi. Dalam perdagangan di Nymex kemarin, harga kembali menyentuh USD 78,77 per barel. (owi/kim/jp.com/sfl)

Tidak ada komentar: