Selasa, 27 Oktober 2009

Jangan lupakan kaum lemah *

Program 100 hari pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono menjadi buah bibir belakangan ini. Masyarakat tampaknya tak sabar menanti apa yang segera akan dilakukan pemerintah untuk memecahkan berbagai persoalan bangsa.


Memang ada banyak masalah yang dapat membuat target-target pemerintah gagal tercapai. Presiden Yudhoyono tentu menyadari sepenuhnya hal itu. Dalam sidang kabinet paripurna pertama akhir pekan lalu, dia meminta para menteri bekerja untuk mengurangi sumbatan-sumbatan yang menghambat laju ekonomi (debottlenecking), akselerasi penerbitan regulasi, dan perbaikan di berbagai sektor melalui koordinasi yang lebih baik antarmenteri dan antara pusat dan daerah.

Pemerintah terlihat antusias menyambut program perbaikan investasi yang diusulkan Kadin Indonesia lewat roadmap, yang disusun oleh asosiasi para pengusaha nasional itu, menyangkut identifikasi masalah dan solusi/terobosan untuk mengatasi hambatan investasi dan melakukan revitalisasi industri.

Kita menyambut baik keseriusan pemerintah SBY untuk memperbaiki sektor industri, sebagaimana diinginkan oleh para pengusaha yang tergabung dalam Kadin Indonesia. Langkah itu tepat, karena pemerintah mendengarkan langsung masukan dari pengusaha, yakni mereka yang secara langsung melakukan bisnis dan menghadapi sendiri berbagai hambatan yang menimbulkan ekonomi berbiaya tinggi.

Akan tetapi hanya mendengarkan suara dunia usaha saja tidak cukup, karena rakyat Indonesia bukan hanya para pebisnis.

Perjalanan bangsa kita selama lebih dari 60 tahun merdeka menunjukkan bahwa konflik kepentingan di antara berbagai segmen dalam masyarakat menimbulkan ketidakadilan dan kerusakan. Sistem ketenagakerjaan menuai kritik karena dianggap tidak berpihak pada buruh-sampai sekarang persoalan upah masih belum tuntas. Tenaga kerja lepas menghadapi ketidakpastian masa depan karena kesempatan untuk menjadi karyawan tetap semakin sulit.

Industrialisasi yang tak terkontrol juga menimbulkan kerusakan lingkungan yang berat. Tak sedikit hutan yang digunduli untuk membangun pabrik dan perkebunan. Hasilnya digondol oleh pengusaha-pengusaha kaya di kota-kota besar. Rakyat setempat kehilangan lahan berusaha dan akhirnya hanya menjadi buruh. Mereka juga menghadapi risiko banjir dan longsor karena kerusakan lingkungan.

Sejumlah perusahaan multinasional asing menikmati kekayaan sumber daya alam di negeri kita, sementara porsi yang kita peroleh sangat tidak sesuai. Negara kita mengekspor begitu banyak bahan mentah, lalu mengimpor lagi dalam bentuk bahan jadi dengan value added tinggi, tentu dengan harga yang lebih mahal yang pada akhirnya harus dibayar oleh masyarakat.

Kita mendukung upaya pemerintah untuk merevitalisasi industri, tetapi fungsi utama pemerintah di mana pun adalah selalu melindungi kelompok marginal dan lemah, yakni mereka yang menjadi korban ketidakadilan. Program keberpihakan inilah yang kita harapkan ada pada pemerintah SBY jilid II. (bisnis.com/s)

Tidak ada komentar: