Selasa, 27 Oktober 2009

Berharap hak pakai properti warga asing 75 tahun

Tidak hanya developer yang rutin membangun hunian bersubsidi, developer kelas kakap juga banyak berharap dari menteri baru. Pekerjaan rumah yang belum tuntas dan sangat dinanti pengembang adalah kebijakan perpanjangan hak pakai properti oleh asing dari 25 tahun menjadi 75 tahun sekaligus.

Developer yang biasa bermain di segmen atas sangat berharap menteri baru menuntaskan pekerjaan rumah yang diperjuangkan sejak awal tahun 2000.

Draf aturan kepemilikan properti asing sudah disusun oleh organisasi pengembang REI dengan melibatkan sejumlah akademisi.

Namun, draf itu mentok di Kantor Menpera dan Badan Pertanahan Nasional, sehingga aturan perpanjangan asing tak kunjung terbit.

"Kami berharap banyak pada menteri baru agar bisa membuka akses bagi asing untuk memiliki hunian. Ini akan memicu industri properti nasional secara cepat, sekaligus mempunyai dampak ganda yang luar biasa bagi investasi di Indonesia," kata Sekretaris Perusahaan PT Perdana Gapuraprima Tbk Rosihan Saad.

Pembukaan pasar properti bagi asing ini sebenarnya akan mampu mengatasi ketimpangan antara pasokan hunian di level atas dan di level bawah jika dikawal dengan aturan yang jelas. Developer kelas kakap yang selama ini menjual hunian bagi asing itu harus diwajibkan menyediakan hunian bagi kalangan bawah sebagai kompensasinya.

Pengembang bisa melakukan subsidi silang dari proyek ini. Keuntungan yang diperoleh dari hasil penjualan properti mewah kepada asing harus disisihkan untuk membangun hunian masyarakat miskin. Jika developer kesulitan, Kemenpera bisa membentuk lembaga baru untuk mengumpulkan hasil kompensasi itu.

Kebutuhan aturan hak pakai asing ini juga sudah mendesak. Dalam setahun terakhir, pasar kondominium dan apartemen segmen atas serta premium seharga Rp2 miliar per unit sedang lesu.

Pasokan dan permintaan kondominium mewah sudah tidak seimbang, sehingga diperlukan pasar baru yang lebih segar, yaitu pasar ekspatriat.

Data perusahaan konsultan properti PT Jones Lang LaSalle Indonesia menunjukkan tren pasar kondominium terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Pasar kondominium di Jakarta seharga Rp500 juta per unit ke atas semakin menipis, sehingga penyerapannya tidak sehebat pada periode 2004-2005, yang rata-rata 11.000 unit per tahun.

Hingga kuartal III/2009, penjualan kondominium di Jakarta hanya tercatat 2.000 unit anjlok lebih dari dua kali lipat dibandingkan dengan periode sama tahun lalu sebanyak 4.500 unit. Tren penjualan kondominium ini terus mengalami penurunan secara bertahap sejak masa puncak pada 2005.

Jika pasar asing tidak dibuka, kinerja developer nasional, terutama di Jakarta akan sedikit melambat. Padahal kontribusi sektor properti terhadap pertumbuhan ekonomi cukup signifikan. Apalagi, sejumlah developer tengah menggarap beberapa proyek superblok dengan harga jual apartemen di atas Rp2 miliar per unit.

Perlu dikawal

Namun, memang perlu pengawasan yang ketat untuk mengawal kebijakan ini. Jangan sampai developer justru lebih asyik menggarap pasar hunian kelas atas, sehingga masyarakat miskin tetap kesulitan memperoleh rumah yang layak.

Sejauh ini Kepala BPN Joyo Winoto pernah menyampaikan jika harga kondominium yang boleh dibeli asing dibatasi minimal Rp2 miliar.

Suharso sendiri tidak menutup mata mengenai akses bagi asing ini. Menurut dia, tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari kebijakan ini selama diawasi dengan ketat.

Namun, untuk menerbitkan kebijakan ini perlu usaha lebih keras dan cukup panjang karena berkaitan dengan lintas departemen dan instansi.

Sejauh mana peran Menpera baru dalam pertumbuhan industri properti nasional memang patut ditunggu.

Yang jelas, tanpa atau dukungan pemerintah, industri properti nasional tetap akan tumbuh karena kebutuhan pasar properti di Indonesia masih sangat gemuk. Dengan kreativitasnya, pengembang tetap akan mencari celah-celah pasar properti yang selalu terbuka. (dadan muhanda/bisnis.com/s)

Tidak ada komentar: